“Jika aku mengatakan ya, lalu apa jawabanmu? Apa kau peduli? Kenapa kau diam? Bukankah aku sudah menjawab pertanyaanmu. Atau kau hanya sekedar penasaran? Ya, aku jatuh hati padamu. Katakan bagaimana aku harus mengatasinya. Inikah yang ingin kau dengar. Wanita yang kau siksa ini dengan bodohnya jatuh hati padamu. Wanita yang kau benci ini telah membiarkan hatinya berhasil kau masuki. “ Emily menjeda ucapannya. Menarik napas panjang untuk menetralisir degupan jantung yang kian memompa dengan cepat. Sesungguhnya ia juga tau apakah ia memang sudah jatuh hati kepada pria itu atau tidak.
Ia mencemooh dirinya andai ia memang memberikan hatinya pada seorang Ellard yang sudah menyiksanya selama ini hingga ia terpaksa menerima menerima tuduhan dan perlakuan Ellard. Dari kata terpaksa berubah menjadi kata terbiasa.“Kenapa kau diam, bukankah itu yang ingin kau dengar. Lalu bagaimana tanggapanmu? Kau tidak bisa berkata-kata? Jika kau tidak siap menden“Apakah masih sakit?” Edward mengompres wajah Emily. Pria itu memperlakukannya dengan begitu lembut dan penuh perhatian.Emily menggelengkan kepala, “Terima kasih, sudah tidak apa-apa,” Senyum Emily mengembang seraya mendorong tangan Edward dari wajahnya.“Kau melakukannya dengan baik Emily. Sebentar lagi Ellard akan mengetahui semuanya,” tukasnya.Setelah Edward menyuarakan kecurigaannya pada Emily tentang Naura, tentang fakta yang ia dapatkan dari mana Peter menghasilkan modal yang begitu besar sehingga mampu bersaing dengan perusahaan milik Ellard.Edward menahan Naura di dalam rumahnya mengikuti permainan Naura yang mendadak tiba-tiba muncul ke hadapannya. Bagi Edward tidak ada yang namanya kebetulan. Hal itu semakin ia percayai tatkala Ellard mendatangi perusahaan Peter di mana saat itu Peter memang menginap di rumah Edward sebagai alibi. Malam itu mereka minum banyak, tidak biasanya Peter seperti itu. Ia pun menem
“Kenapa kau lama sekali,” Naura memasang wajah merajuk. Ellard hanya tersenyum dan duduk di sampingnya.“Kau membuatku menunggu lama,” Naura masih bertingkah seakan ia memang tidak pergi ke mana-mana.“Ya, aku menemukan sesuatu yang membuatku terkejut dan membuatku merasa bodoh seketika,” Ellard menatap Naura dengan senyum manis. Wanita itu mengernyitkan dahi tidak mengerti.“Lupakan tentang itu, menurutmu kapan kita akan menikah?” mengusap wajah Nuara dengan lembut. Tapi percayalah ingin rasanya ia mencengkram wajah yang penuh dengan kemunafikan itu. Meluapkan kemarahannya dan rasa bersalah yang mulai menyerangnya. Tidak hanya itu, ia bahkan ingin memberi pelajaran pada tangannya yang sudah berulang kali melukai Emily.“Kau harus menceraikan istrimu terlebih dahulu. Maksudku, aku tidak bisa berbagi.”“Tidak bisa berbagi tapi selalu mengambil bagian,” cetus Ellard dengan senyum
Gelas yang kesepuluh. Ellard meneguk kasar minuman haram yang membakar tenggorokannya itu. Pahit dan panas, tidak ia pedulikan sama sekali. Akh, ia bisa gila jika mengingat kebodoahnnya selama ini.“Lagi,” perintahnya kepada bartender. Pria itu terlihat enggan untuk mengabulkan permintaan Ellard. Pasalnya ia bukanlah seorang peminum yang ahli. Ia sudah mabuk, matanya memerah tajam menyorotkan kemarahan, kebencian dan penyesalan. Sungguh ia terlihat sangat frustasi. Bayangan akan kegilaannya pada Naura membuatnya tertawa dengan tawa mengejek yang ia persembahkan pada dirinya.Di hari pernikahan mereka, Naura dan Peter bahkan menghabiskan malam bersama. Menjijikkan. Memikirkan keduanya menghabiskan malam sambil menertawakan dirinya, membuatnya semakin geram. Kenapa ia bisa sebodoh itu. Kapan tepatnya kedua makhluk setan itu merencankan kebusukan mereka. Apakah itu penting sekarang? Ellard mengepalkan tangannya. Entah itu kemarin atau bertahun lamanya tetap sa
“Argghh,,” Naura menjerit kesakitan. Secara tiba-tiba Ellard menarik rambutnya. “Sakit,” rintihnya namun Ellard tidak peduli. Semakin Naura bersuara semakin ia menarik rambut wanita itu hingga kulitnya tertarik. Dan percayalah, rasa sakitnya itu luar biasa.“El, apa kau lakukan?” tangisnya mulai pecah. “Aku kekasihmu, Naura.”“Aku sedang bermimpi, sayang. Sstt.” Meletakkan jari telunjuknya di bibir Naura. “Aku ingin berbagi mimpiku denganmu. Bukankah kau sangat peduli padaku, hmm? Biarkan aku menceritakan seperti apa mimpi yang kualami.” Menarik rambut Naura hingga tubuhnya terseret ke bawah.“Ssa-sakit,”“Saat itu aku tidak boleh menangis. Jangan menangis dulu, ini belum seberapa.” Masih dengan tubuh yang sempoyongan, Ellard menyeret Naura ke dalam kamar mandi. “Naiklah ke bathup,” perintah Ellard.Naura menggeleng ketakutan, ia sudah
“Apa yang kau lakukan?” tanya Emily yang memang tidak bisa melihat tindakan yang sedang dilakukan Peter.“Mengirimkan videomu,” Dan seketika Emily menjerit karena Peter dengan sengaja menarik rambutnya ke atas. “Ya, sayang menjerit lebih keras,” perintah Peter dengan tertawa puas.Emily bungkam, memilih untuk menahan rasa sakit atas kekasaran yang dilakukan Peter terhadapnya.“Menyakitimu sedikit menyiksaku, Em. Harusnya kau menuruti semua perkataanku maka kita tidak perlu mengalami ini semua.” ucap Peter di atas wajahnya.“Aku lebih baik mati daripada harus mengikuti keserakahanmu. Dan apa aku fikir pria itu peduli setelah melihat apa yang kau kirim? Sayang sekali perbuatan yang kau lakukan ini sia-sia. Pria dan wanitamu saat ini sedang menikmati malam mereka. Tidak perlu kujelaskan malam seperti apa yang kumaksud, tentunya kau lebih tahu sifat liar kekasihmu itu,” cetus Emily dengan berani samb
Satu minggu berlalu, Emily juga belum sadarkan diri membuat hidup Ellard semakin kacau. Dan selama satu minggu itu, Ellard sudah dua kali tumbang karena kekurangan gizi. Tidur dan makan tidak teratur, hanya alkhol yang menemani. Dalam sekejap ia menjadi seorang pecandu minuman haram tersebut. Tidak ada yang ia dengarkan, termasuk Morin, Jovan dan Edward. Dalam kurun waktu tersebut, Ellard benar-benar tidak dikenali, penampilannya berubah total.Wajah tampannya kini remuk oleh rasa penyesalan yang mendalam juga berbaur dengan kemarahan yang tidak tersalurkan. Penampilannya sangat berantakan. Dagunya mulai ditumbuhi bulu-bulu tak beraturan dan ia enggan untuk bercukur. Matanya merah menahan kantuk, marah dan juga karena ia sedang di bawah pengaruh alkhol.Pria itu tidak lagi serupa dengan dirinya seperti hari kemarin. Tubuh kekarnya tampak membungkuk, padahal sebelumnya selalu terlihat jangkung dan penuh wibawa.Garis-garis kesedihan dan penyesalan terpahat jelas
Ciittt...Mobil di rem mendadak membuat Emily terhempas ke depan hingga kepalanya membentur setir kemudi.“Apa itu,” tanyanya dengan wajah gugup, mengabaikan ringisan seseorang yang ada di sampingnya, tepatnya di bangku penumpang.“Sepertinya kepalaku benjol,” adu wanita itu seraya memegangi dahinya.“Sepertinya kita menabrak sesuatu,” Emily masih mengabaikan rintihan manusia yang berada di dalam mobil bersamanya. Rena, teman yang baru ia kenal beberapa bulan terakhir ini.“Bukan kita, tapi kau!” protes Rena dengan kesal sembari keluar dari dalam mobil untuk memeriksa apa yang terjadi. “Sudah kukatkan sebaiknya aku yang menyetir,” gerutunya dan detik berikutnya wanita itu terkejut melihat sesosok tubuh tergeletak di tanah. Ia panik seketika begitu menggoncang tangan orang tersebut menggunakan sebelah kakinya dan tidak ada respon sekali. Rena mengedarkan pandangannya ke segala penjuru dan s
Ellard terdiam, terpaku dan terhenyak di tempatnya. Masih sulit ia percaya bahwa wanita yang ada di hadapannya beberapa menit lalu benar adalah istrinya, tepatnya mantan istrinya. Ya, si Tn. Penyendiri adalah Ellard.Bibirnya tersungging tipis mengetahui Emily sudah bisa melihat namun tidak mengenalinya. Ada rasa haru, bahagia dan juga sedih. Entahlah, sulit buatnya untuk mendefenisikan perasaannya saat ini.Masih segar dalam ingatannya saat ia mengalami kecelakaan empat bulan lalu di mana sahabatnya Edward juga mengalami hal serupa karena ban dan rem mobil yang bermasalah akibat ulah Peter. Pria itu sengaja merusak rem mobil untuk membuat Ellard celaka namun sayangnya Edward lah yang mengemudi mobil itu.Edward masih sempat dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatakan pertolongan, sementara Ellard hanya mengalami patah tulang, luka di kepala dan juga lehernya. Beberapa pecahan kaca menancap di sana. Hal itu tidak lantas membuatnya kehilangan kesadaran.&l
"Wueekk!" Emily memuntahkan isi perutnya. Wajahnya pucat pasi, seakan menahan sakit yang luar biasa.Ellard pun terbangun begitu mendengar Emily muntah. Dengan sigap ia berlari ke dalam toilet."Kau baik-baik saja?" tanya Ellard penuh khawtir. "Wajahmu pucat. Apa kau memakan sesuatu yang salah?"Emily mengernyit, menatap bingung ke arah Ellard melalui cermin besar yang ada di hadapannya."Aku suamimu, kita sudah menikah beberapa tahun," jelas Ellard sebelum Emily sempat bertanya."Aku merasa mual," adu Emily dengan wajah meringis menahan sakit."Akan kupanggil Morin untuk memeriksa," Ellard pun menuntun Emily ke luar dari dalam toilet. Ia juga membantu Emily untuk membaringkan tubuhnya di atas ranjang lalu mengambil ponse untuk menghubungi saudarinya -Morin."Emily mual dan muntah. Tolong kau periksa dia," ucap Ellard to the point begitu panggilannya terhubung. "Sekarang juga!" imbuhnya penuh tekanan."M
Emily melihat jam tangannya. Pukul 16.01. Belum waktunya pulang jam kantor tapi Ellard sudah berada di kamar mereka."Kau pulang cepat hari ini?" Emily berjalan mendekat ke arahnya.Ellard mengangguk sambil tersenyum. "Mulai hari ini aku akan bekerja dari rumah," menarik Emily agar duduk di atas pangkuannya."Kenapa?""Perusahaan membosankan. Kau juga selalu ingkar janji. Tidak pernah datang tepat waktu," Ellard mengecup tengkuk Emily.Emily hanya diam karena tidak tahu harus memberi reaksi seperti apa."Apa yang sedang kau kerjakan?" tanya Emily mengalihkan topik."Aku sedang mencari fotoku yang paling keren," sahut Ellard sembari menunjukkan layar laptopnya."Untuk apa?" tanya Emily dan mulai memperhatikan satu persatu foto Ellard."Aku akan memajangnya di kamar kita. Di setiap sudut ruangan." Ellard menatapnya teduh. Kembali perasaan berkecamuk menghampirinya. Pembicaraan Emily dan Frans kini terdengar jelas di telingan
"Aku akan datang membawakan makan siang untuk kita," Emily berjinjit dan mendaratkan satu kecupan hangat di pipi kanan Ellard."Aku sudah memasukkan nomorku di ponselmu. Segera angkat teleponku jika aku menghubungimu," Ellard mengusap lembut kepala Emily.Sesungguhnya ia tidak ingin meninggalkan Emily disaat benaknya menyisakan banyak tanya yang menuntut jawaban ada apa gerangan yang terjadi dengan istrinya.Kejanggalan-kejanggalan sikap Emily sangat mengusiknya. Jika mengikuti kata hatinya, ingin rasanya ia membawa Emily ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh.Ellard sebenarnya sudah memiliki dugaan-dugaan atas apa sebenarnya yang sedang dialami Emily. Apa pun itu sesungguhnya ia tidak peduli. Hanya saja yang ia khawatirkan hal itu bisa melukai dan menyakiti Emily. Sungguh ia tidak akan sanggup lagi untuk melihat Emily terluka. Untuk itu lah ia juga menahan diri agar tidak bertanya secara terang-terangan kepada Emil
"Argghhhhh!!" teriakan Emily sontak saja membuat Ellard terbangun dari tidur nyenyaknya."Ada apa, sayang?" Ellard menatap Emily khawatir. Apa gerangan yang membuat Emily histeris di pagi hari. Ya, Ellard melirikkan mata ke arah nakas dan melihat jam weker yang menunjukkan jam 05.30."Apa kau mengalami mimpi buruk?" mengulurkan tangan berniat untuk memeluk dan menenangkan Emily.Plak!Emily dengan kasar menepis tangan Ellard dan baru lah pria itu menyadari cara Emily menatapnya begitu berbeda. Seperti orang asing yang takut melihat keberadaannya."Emily?" panggil Ellard penuh hati-hati, tapi jangan tanya jantungnya yang memompa, berpacu lebih cepat. Ke mana tatapan teduh yang selalu Emily tunjukkan padanya selama ini. Apakah Emily mulai berubah fikiran. Pertanyaan demi pertanyaan menyerang batinnya, membuat perasaannya semakin tidak menentu."SIAPA KAU?! KENAPA KAU ADA DI KAMARKU?!"Butuh beberapa d
“Selamat datang!” Emily merentangkan kedua tangannya menyambut kepulangan Ellard.Mendapat sambutan ceria dari Emily, Ellard mengulum senyumnya. Segera meletakkan tas kerjanya, Ellard pun membawa Emily ke dalam pelukannya. “Kau sangi sekali,” bisik Ellard dengan nada menggoda.“Aku sengaja melakukannya untuk membuatmu senang. Apa kau terhibur? Aku berdandan untukmu,” seru Emily dengan wajah merona.Perasaan Ellard dipenuhi oleh bunga-bunga yang bermekaran. Tadinya ia menolaj untuk bekerja dalam waktu dekat. Namun Emily terus saja membujuknya, dengan syarat akan sering mengunjungninya ke kantor. Baru hari pertama bekerja, Emily sudah mengingkari janjinya. Ellard menantikan kedatanganya namun istrinya tak kunjung datang. Ia uring-uringan tidak jelas. Mencoba menghubungi telepon rumah, namun istrinya tidak berada di sana membuatnya semakin galau.Namun begitu melihat sambutan Emily yang manis, kegalau
“Apakah kita akan tinggal di sini?” tanya Ellard begitu mereka kembali ke dalam kamar. Ellard masih merasa tidak nyaman jika berlama-lama duduk bersama Rebcca. Beruntung Morin dan Jovan ada jadwal operasi sehingga mereka segera pergi setelah sarapan.“Apa kau keberatan?” Emily yang merapikan tempat tidur menghentikan kegiatannya dan menoleh pada Ellard yang duduk manis di sofa seraya memperhatikannya.“Aku tidak keberatan, hanya saja kita juga memiliki rumah,” Ellard beralasan. Faktanya ia memang tidak menyukai harus tinggal di dalam satu atap bersama Rebecca.“Rumahnya sudah kujual,” cicit Emily dengan wajah memelas.Ellard mengerjap, mencoba mencerna kalimat yang baru saja dicetuskan oleh Emily.“Apa kau mengatakan bahwa kau sudah menjual rumah kita, sayang?”Emily menganggukkan kepala, “Aku sudah pernah mengatakan bahwa aku kesepian. Rumah itu selalu
Tok. TokTerdengar ketukan dari luar kamar. Emily dan Ellard yang hendak tidur kompak duduk kembali.“Aku akan membuka pintu,” Ellard menyingkap selimut dan turun dari atas ranjang.Emily pun melakukan hal yang sama, mengikuti suaminya dari belakang. Emily dan Ellard mengernyit begitu melihat Rebecca berdiri di sana.“Ini sudah hampir jam 22.00, ada apa?” ketus Ellard yang langsung mendapat tepukan di lengannya dari sang istri tercinta.“Ibu membutuhkan sesuatu?” tanya Emily dengan lembut.Rebecca pun ikut tersenyum sembari menggeleng, “Aku hanya ingin mengucapkan selamat malam,” Rebecca mengusap kepala Emily penuh sayang.“Oh Ibu, selamat malam dan selamat beristrahat,” Emily merentangkan kedua tangannya dan memeluk Rebecca, dan semua hal itu tidak luput dari perhatan Ellard.Sepertinya Emily melupakan janjinya yang mengatakan akan menemui Rebecca untuk mengucapkan se
Rebecca menatap Ellard dengan penuh kelembutan juga kerinduaan. Sungguh ia ingin sekali memeluk Ellard, memohon maaf atas apa yang sudah ia lakukan selama ini. Seiring berjalannya waktu dan bertambahnya usianya, penyesalan itu pun ia rasakan dengan sendirinya. Memangnya apa salah pria itu disaat suaminya yang bermain curang. Jika ditanya soal kondisi yang dialami Ellard, apakah ia menginginkan hal itu, terlahir hanya dari sebuah perselingkuhan.Sama seperti Ellard yang menyesali perbuatannya terhadap Emily, demikian juga Rebecca merasakan hal yang sama. Kekerasan-kekerasan yang ia lakukan dahulu seolah diputar ulang di hadapannya. Kejam, ya, satu kata itu lah yang pantas disematkan padanya. Di mana hati nuraninya dulu saat menyiksa anak laki-laki yang begitu sangat mencintainya dan menginginkan perhatiaannya. Sekarang, disaat ia menyesali semuanya anak laki-laki tersebut sudah sangat membencinya dan bahkan tidak sudi untuk melihatnya.Rebecca mencoba untuk meneri
Ada kenyataan yang harus terus difahami dan dimengerti, bahwa tidak setiap keinginan, perjuangan akan terbalas sesuai harapan. Tapi, meski begitu, ada juga kenyataan yang harus selalu kita tahu, bahwa apa pun itu, walau tidak seperti yang kita inginkan tetap saja hidup berjalan sesuai takdir. Satu yang pasti, Tuhan pasti memberikan yang terbaik.Seperti Ellard yang awalnya begitu sangat membenci Emily, kini berubah haluan begitu sangat memuja wanita yang tidak lain adalah istrinya. Kesalahfahaman yang terjadi antara keduanya akhirnya terselesaikan oleh waktu. Yang benar akan menang pada akhirnya.Ada sesuatu yang menanti setelah banyak kesabaran melalui ujian dan rintangan yang dijalani. Buah dari kesabaran adalah sesuatu yang pastinya sangat indah, membuat terpana hingga melupakan betapa pedihnya itu rasa sakit.Jika mencintai orang yang tepat, kebahagiaan dan kenyamanan yang akan didapatkan, namun jika yang dirasakan adalah kesedihan dan rasa sakit artinya men