"Aa-aku Emily," Emily perlu menegaskan karena berulang kali pria itu mengigau memanggil nama Naura. Ia juga khawatir Ell tidak menyadari hal itu mengingat pria itu dalam pengaruh alkohol dan tentu saja ia juga takut Ell menyakitinya karena menuduh mendekatinya.
"Aku tahu. Diamlah!" Ell memeluk erat tubuh Emily.
Mendengar penegasan Ellard, Emily bernapas lega. Tangannya terulur mengusap lembut kepala Ellard berharap usapannya mampu menenangkan pria itu. Ya, tubuh Ellard masih bergetar hebat akibat mimpi buruk yang cukup mengguncang mentalnya, napasnya juga masih memburu hebat.
Merasakan sentuhan Emily di kepalanya, Ellard semakin mengeratkan pelukannya, membenamkan kepalanya di ceruk leher Emily bahkan menghirup dalam aroma tubuh Emily.
Napas Ellard mulai tenang dan terkendali. Ia juga terkejut dengan reaksi tubuhnya sendiri, tidak menyangka ada hal lain yang mampu menenangkannya dari mimpi buruknya selain Naura bahkan dengan cara yang sangat berbeda
Ell menatap hasil karyanya di rambut indah Emily yang sudah tidak jelas bentuknya lagi. Melempar gunting sembarang tempat lalu melangkah pergi meninggalkan Emily.Mendengar pintu kamar sudah tertutup, Emily meluruh ke lantai, menggigit bibir bawahnya seraya mendongakkan kepala menahan agar air matanya tidak jatuh.Kini ia tahu apa alasan di balik sikap keras suaminya terhadapnya. Alasan kenapa mereka menikah, “Aku harus kuat, dia juga pasti menderita,” gumamnya.Pintu kembali terbuka, Emily menarik napas panjang untuk menetralisirkan jantungnya.“Kau baik-baik saja?” terdengar suara Rosalinda.Emily menganggukkan kepala, “Ya, aku baik-baik saja, Ros.” Emily berusaha berdiri dan Ros pun membantunya.“Bajumu perlu diganti. Tuan mengatakan kancingnya rusak.” Rosalinda melepaskan baju Emily dan menggantinya dengan yang baru.Keduanya pun turun ke bawah, Ros membawanya ke dapur dan menj
“Aku memberimu izin untuk cuti beberapa hari, memulihkan kesehatanmu tapi sepertinya kau tidak mengindahkannya.” Sindir Ell sembari melayangkan tatapan sinis ke arah Emily. Tindakan yang sia-sia karena Emily tidak akan melihat dan mengetahuinya. Lupakah ia jika Emily adalah seorang wanita buta.Ellard harusnya tidak terkejut mendapati Edward di rumahnya yang memang sudah terbiasa berkeliaran di sana. Namun tidak sejak Emily hadir. Ellard tidak menyukai sikap baik hati yang ditunjukkan Edward pada wanita itu. Lihat saja apa yang dilakukan Edward kali ini. Pria itu sedang sakit karena menyelamatkan Emily dari kolam berenang, dan dengan bodohnya ia mengabaikan kesehatannya dengan datang berkunjung ke rumah Ellard hanya untuk melihat Emily. Saat Ellard dan Peter menjenguknya tadi pagi, kesehatannya belum fit sepenuhnya.“Aku merapikan rambutnya. Bagus tidak?” Edward tersenyum manis mengangkat gunting dan sisir yang ada di tangannya. Ellard kembali m
Emily merasa gugup di kursinya, ia merasa tidak nyaman namun ia juga menikmatinya, menikmati sentuhan dan perlakuan lembut Ellard terhadapnya walau ia tahu sikap yang ditunjukkan Ellard terhadapnya hanyalah kepura-puraan belaka di hadapan relasi bisnisnya.Ya, seperti yang ia katakan dahulu saat memutuskan untuk menikahi Emily, selain untuk membalaskan dendam dan meluapkan kemarahannya, Ellard juga menggunakan Emily untuk menarik simpati pangeran Arab agar berminat bekekerja sama dengannya.Dan di sini lah mereka berada, dia aula salah satu hotel terbesar di dunia. Merayakan berhasilnya kerja sama mereka. Meski tak bisa melihat, Emily tahu ruangan itu penuh dengan orang-orang penting. Ellard adalah salah satu pebisnis hebat yang sangat disegani sedangkan Asad- pangeran Arab yang terkenal sangat pemilih dalam menjalin kerja sama. Tentu saja kerja sama keduanya menjadi perbincangan hebat di kalangan pebisnis.Peter dan Edward tentu saja hadir di sana. Edward hadir
“Apa kau mulai mengkhawatirkannya?” Edward menelisik wajah Ellard yang terlihat sangat melakoni perannya sebagai suami yang penuh perhatian, suami yang terlihat sangat khawatir akan kondisi istrinya. Ia benar-benar bertingkah layaknya suami yang begitu sangat mencintai Emily.Ellar menatapnya sekilas sebelum kembali mengalihkan tatapannya pada Emily yang sedang ditangani. “Jika ia sakit dan terbaring bagaimana aku bisa menarik perhatian Asad si pria unta itu. Mereka masih di sini dua hari lagi dan aku membutuhkan Emily sebelum pada akhirnya si pria gurun pasir itu menyerahkan semua tanggungjawab pada kita. Kau tahu sesungguhnya aku tak bisa bekerja sama namun aku tidak keberatan untuk berbagi hasil. Aku ingin dia lepas tangan dan hal itu bisa ia lakukan jika ia sudah menaruh simpati dan kagum pada seseorang. Aku sedang berjuang,” Ellard mengerling sebelum memberi isyarat dengan ekor matanya bahwa Asad dan istrinya sudah sampai di rumah sakit.&l
Sial! Sial! Sial! Aku terjebak lagi. Untuk apa aku menemui wanita iblis itu. Ini semua salah Morin!Ellard merasa gelisah dalam tidurnya. Ingin rasanya ia bangun dan membuka mata namun sekuat ia berusaha mengembalikan alam sadarnya sekuat itu juga mimpi buruk itu membelenggunya.Dasar anak jalangAnak tidak tahu diri!Kenapa kau tidak ikut mati saja menyusul jalang dan pria bangsad itu!Hadirmu akan membuat bebanku semakin banyak, pergilah kau ke neraka anak sialan!!Akh! Aku benci ini!Keringat mulai bercucuran membasahi tubuh Ellard, lagi dan lagi penyiksaan Rebecca terhadapnya kini terpampang nyata di alam mimpinya.Tolong, Tolong aku..Siapa yang meminta tolong?Siapa itu, dia sepertinya ketakutan, apakah dia juga mengalami hal serupa, tersiksa sepertiku.Jeritan minta tolong itu semakin jelas terdengar oleh telinganya. Ajaib, sontak kedua matanya terbuka. Napasnya memburu, tubuhnya sudah basah oleh keringat. E
Apa yang sedang kulakukan ini? Ellard bertanya-tanya di dalam hatinya. Apa pedulinya dengan ketakutakutan yang dirasakan Emily. Bukankah tujuannya juga hendak membuatnya hancur agar wanita faham apa yang ia rasakan.Sungguh ketakutan yang berbeda juga menyerang Ellard. Jika ditanya tentang hal paling sulit untuk dilakukan adalah menata hati. Menata hati hingga tidak takut lagi, nyatanya ia belum bisa melewati fase itu jika dihadapkan pada kenangan masa kecilnya. Tidak hanya khawatir dengan ketakutannya, kini perasaan lain mulai menyerangnya. Perasaan yang selama ini berusaha ia tepis. Keterbiasaan yang lambat laun berubah menjadi sebuah harapan.Ya, saat ini ia berharap ia mampu menenangkan Emily dengan pelukannya, tapi di sisi lain ia memberontak memaki dirinya kenapa ia harus melakukanya. Apakah wanita itu sedang menyihirnya?Ellard menggelengkan kepala, mengenyahkan bisikan-bisikan yang saling bertolak belakang justru membuat kewarasannya sedikit terguncang.
Sepanjang perjalanan, Ellard dan Edward hanya diam membisu. Edward sesekali melirikkan matanya pada Ell yang tampak sedang sibuk dengan fikirannya.“Kita langsung ke kantor,” Edward akhirnya membuka suara setelah beberapa menit hanya diam dan fokus menyetir.“Pulang,” sahutnya singkat.‘”Jam 11.00 kita ada rapat jika kau lupa,”“Jika kau tidak mau menghadirinya kau tinggal membatalkannya,” tukas Ellard.“Kau gila?!” sentak Edward. Pasalnya rapat yang akan mereka hadiri adalah tentang penrjanjian kerja sama dengan perusahaan Arab yang sangat dinantikan oleh Ellard dan sekarang setelah semuanya hanya membutuhkan hadirnya untuk menandatangan perjanjian itu ia menolak untuk hadir. Katakan apakah Edwrad bisa membenturkan kepala pria itu ke aspal. Terkadang Ellard terlihat sangat ambisius dan terkadang ia sama sekali tidak peduli dengan apa pun yang akan menimpa perusahaannya. Oke, baiklah
“Ingin tidur denganku, Emily? Aku menginginkan hakku.” Dengan tatapan tajam dan penuh kebencian Ellard mendekat ke arah Emily dan menarik kasar rambut wanita itu hingga dipaksa mendongak.“Akkhh,” Emily terpekik kaget. Wajahnya juga pucat pasi mendengar apa yang yang baru saja dikatakan oelh Ellard. Bayangan tentang pria itu akan menjamahnya sungguh membuatnya sangat takut. Ia sadar posisinya sebagia seorang istri, ia tahu apa yang diminta oleh Ellard memang adalah benar haknya, namun tetap saja ia tidak bisa memberikannya begitu saja disaat ia tahu betapa pria itu sangat membencinya.Emily rela dan pasrah saat Ellard menghukumnya dengan kekerasan, memakinya dengan umptan. Ia tidak mengeluh sama sekali, ia terima apa adanya, tapi tidak dengan kali ini. Ia tidak ingin kehormatannya juga harus menjadi korban dari kegilaan beberapa orang yang justru sudah sangat merugikannya.Emily menggelengkan kepala dengan kuat, “Ti-tidak..apa maksu
"Wueekk!" Emily memuntahkan isi perutnya. Wajahnya pucat pasi, seakan menahan sakit yang luar biasa.Ellard pun terbangun begitu mendengar Emily muntah. Dengan sigap ia berlari ke dalam toilet."Kau baik-baik saja?" tanya Ellard penuh khawtir. "Wajahmu pucat. Apa kau memakan sesuatu yang salah?"Emily mengernyit, menatap bingung ke arah Ellard melalui cermin besar yang ada di hadapannya."Aku suamimu, kita sudah menikah beberapa tahun," jelas Ellard sebelum Emily sempat bertanya."Aku merasa mual," adu Emily dengan wajah meringis menahan sakit."Akan kupanggil Morin untuk memeriksa," Ellard pun menuntun Emily ke luar dari dalam toilet. Ia juga membantu Emily untuk membaringkan tubuhnya di atas ranjang lalu mengambil ponse untuk menghubungi saudarinya -Morin."Emily mual dan muntah. Tolong kau periksa dia," ucap Ellard to the point begitu panggilannya terhubung. "Sekarang juga!" imbuhnya penuh tekanan."M
Emily melihat jam tangannya. Pukul 16.01. Belum waktunya pulang jam kantor tapi Ellard sudah berada di kamar mereka."Kau pulang cepat hari ini?" Emily berjalan mendekat ke arahnya.Ellard mengangguk sambil tersenyum. "Mulai hari ini aku akan bekerja dari rumah," menarik Emily agar duduk di atas pangkuannya."Kenapa?""Perusahaan membosankan. Kau juga selalu ingkar janji. Tidak pernah datang tepat waktu," Ellard mengecup tengkuk Emily.Emily hanya diam karena tidak tahu harus memberi reaksi seperti apa."Apa yang sedang kau kerjakan?" tanya Emily mengalihkan topik."Aku sedang mencari fotoku yang paling keren," sahut Ellard sembari menunjukkan layar laptopnya."Untuk apa?" tanya Emily dan mulai memperhatikan satu persatu foto Ellard."Aku akan memajangnya di kamar kita. Di setiap sudut ruangan." Ellard menatapnya teduh. Kembali perasaan berkecamuk menghampirinya. Pembicaraan Emily dan Frans kini terdengar jelas di telingan
"Aku akan datang membawakan makan siang untuk kita," Emily berjinjit dan mendaratkan satu kecupan hangat di pipi kanan Ellard."Aku sudah memasukkan nomorku di ponselmu. Segera angkat teleponku jika aku menghubungimu," Ellard mengusap lembut kepala Emily.Sesungguhnya ia tidak ingin meninggalkan Emily disaat benaknya menyisakan banyak tanya yang menuntut jawaban ada apa gerangan yang terjadi dengan istrinya.Kejanggalan-kejanggalan sikap Emily sangat mengusiknya. Jika mengikuti kata hatinya, ingin rasanya ia membawa Emily ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh.Ellard sebenarnya sudah memiliki dugaan-dugaan atas apa sebenarnya yang sedang dialami Emily. Apa pun itu sesungguhnya ia tidak peduli. Hanya saja yang ia khawatirkan hal itu bisa melukai dan menyakiti Emily. Sungguh ia tidak akan sanggup lagi untuk melihat Emily terluka. Untuk itu lah ia juga menahan diri agar tidak bertanya secara terang-terangan kepada Emil
"Argghhhhh!!" teriakan Emily sontak saja membuat Ellard terbangun dari tidur nyenyaknya."Ada apa, sayang?" Ellard menatap Emily khawatir. Apa gerangan yang membuat Emily histeris di pagi hari. Ya, Ellard melirikkan mata ke arah nakas dan melihat jam weker yang menunjukkan jam 05.30."Apa kau mengalami mimpi buruk?" mengulurkan tangan berniat untuk memeluk dan menenangkan Emily.Plak!Emily dengan kasar menepis tangan Ellard dan baru lah pria itu menyadari cara Emily menatapnya begitu berbeda. Seperti orang asing yang takut melihat keberadaannya."Emily?" panggil Ellard penuh hati-hati, tapi jangan tanya jantungnya yang memompa, berpacu lebih cepat. Ke mana tatapan teduh yang selalu Emily tunjukkan padanya selama ini. Apakah Emily mulai berubah fikiran. Pertanyaan demi pertanyaan menyerang batinnya, membuat perasaannya semakin tidak menentu."SIAPA KAU?! KENAPA KAU ADA DI KAMARKU?!"Butuh beberapa d
“Selamat datang!” Emily merentangkan kedua tangannya menyambut kepulangan Ellard.Mendapat sambutan ceria dari Emily, Ellard mengulum senyumnya. Segera meletakkan tas kerjanya, Ellard pun membawa Emily ke dalam pelukannya. “Kau sangi sekali,” bisik Ellard dengan nada menggoda.“Aku sengaja melakukannya untuk membuatmu senang. Apa kau terhibur? Aku berdandan untukmu,” seru Emily dengan wajah merona.Perasaan Ellard dipenuhi oleh bunga-bunga yang bermekaran. Tadinya ia menolaj untuk bekerja dalam waktu dekat. Namun Emily terus saja membujuknya, dengan syarat akan sering mengunjungninya ke kantor. Baru hari pertama bekerja, Emily sudah mengingkari janjinya. Ellard menantikan kedatanganya namun istrinya tak kunjung datang. Ia uring-uringan tidak jelas. Mencoba menghubungi telepon rumah, namun istrinya tidak berada di sana membuatnya semakin galau.Namun begitu melihat sambutan Emily yang manis, kegalau
“Apakah kita akan tinggal di sini?” tanya Ellard begitu mereka kembali ke dalam kamar. Ellard masih merasa tidak nyaman jika berlama-lama duduk bersama Rebcca. Beruntung Morin dan Jovan ada jadwal operasi sehingga mereka segera pergi setelah sarapan.“Apa kau keberatan?” Emily yang merapikan tempat tidur menghentikan kegiatannya dan menoleh pada Ellard yang duduk manis di sofa seraya memperhatikannya.“Aku tidak keberatan, hanya saja kita juga memiliki rumah,” Ellard beralasan. Faktanya ia memang tidak menyukai harus tinggal di dalam satu atap bersama Rebecca.“Rumahnya sudah kujual,” cicit Emily dengan wajah memelas.Ellard mengerjap, mencoba mencerna kalimat yang baru saja dicetuskan oleh Emily.“Apa kau mengatakan bahwa kau sudah menjual rumah kita, sayang?”Emily menganggukkan kepala, “Aku sudah pernah mengatakan bahwa aku kesepian. Rumah itu selalu
Tok. TokTerdengar ketukan dari luar kamar. Emily dan Ellard yang hendak tidur kompak duduk kembali.“Aku akan membuka pintu,” Ellard menyingkap selimut dan turun dari atas ranjang.Emily pun melakukan hal yang sama, mengikuti suaminya dari belakang. Emily dan Ellard mengernyit begitu melihat Rebecca berdiri di sana.“Ini sudah hampir jam 22.00, ada apa?” ketus Ellard yang langsung mendapat tepukan di lengannya dari sang istri tercinta.“Ibu membutuhkan sesuatu?” tanya Emily dengan lembut.Rebecca pun ikut tersenyum sembari menggeleng, “Aku hanya ingin mengucapkan selamat malam,” Rebecca mengusap kepala Emily penuh sayang.“Oh Ibu, selamat malam dan selamat beristrahat,” Emily merentangkan kedua tangannya dan memeluk Rebecca, dan semua hal itu tidak luput dari perhatan Ellard.Sepertinya Emily melupakan janjinya yang mengatakan akan menemui Rebecca untuk mengucapkan se
Rebecca menatap Ellard dengan penuh kelembutan juga kerinduaan. Sungguh ia ingin sekali memeluk Ellard, memohon maaf atas apa yang sudah ia lakukan selama ini. Seiring berjalannya waktu dan bertambahnya usianya, penyesalan itu pun ia rasakan dengan sendirinya. Memangnya apa salah pria itu disaat suaminya yang bermain curang. Jika ditanya soal kondisi yang dialami Ellard, apakah ia menginginkan hal itu, terlahir hanya dari sebuah perselingkuhan.Sama seperti Ellard yang menyesali perbuatannya terhadap Emily, demikian juga Rebecca merasakan hal yang sama. Kekerasan-kekerasan yang ia lakukan dahulu seolah diputar ulang di hadapannya. Kejam, ya, satu kata itu lah yang pantas disematkan padanya. Di mana hati nuraninya dulu saat menyiksa anak laki-laki yang begitu sangat mencintainya dan menginginkan perhatiaannya. Sekarang, disaat ia menyesali semuanya anak laki-laki tersebut sudah sangat membencinya dan bahkan tidak sudi untuk melihatnya.Rebecca mencoba untuk meneri
Ada kenyataan yang harus terus difahami dan dimengerti, bahwa tidak setiap keinginan, perjuangan akan terbalas sesuai harapan. Tapi, meski begitu, ada juga kenyataan yang harus selalu kita tahu, bahwa apa pun itu, walau tidak seperti yang kita inginkan tetap saja hidup berjalan sesuai takdir. Satu yang pasti, Tuhan pasti memberikan yang terbaik.Seperti Ellard yang awalnya begitu sangat membenci Emily, kini berubah haluan begitu sangat memuja wanita yang tidak lain adalah istrinya. Kesalahfahaman yang terjadi antara keduanya akhirnya terselesaikan oleh waktu. Yang benar akan menang pada akhirnya.Ada sesuatu yang menanti setelah banyak kesabaran melalui ujian dan rintangan yang dijalani. Buah dari kesabaran adalah sesuatu yang pastinya sangat indah, membuat terpana hingga melupakan betapa pedihnya itu rasa sakit.Jika mencintai orang yang tepat, kebahagiaan dan kenyamanan yang akan didapatkan, namun jika yang dirasakan adalah kesedihan dan rasa sakit artinya men