Share

Bab 21 Tiga Benalu

Penulis: Arumi Nazra
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

'Ih ... benar- benar kelewatan kalian, ya. Untunglah Arum sudah bukan menantu di rumah itu. Kalau tidak, bisa gil* dia jika seumur hidup terus berurusan dengan keluarga macam kalian, benalu!" teriak Bu Salamah seraya memencongkan bibirnya. Saking geramnya wanita itu tidak lagi menunjukkan wibawanya sebagai seorang istri kepala desa.

Mbak Rima berusaha melepaskan diri dari cengkeraman Bu Salamah, namun tenaganya tidak cukup kuat karena terhalang oleh sepatu high heels ukuran sepuluh centi yang dipakainya. Wanita itu hanya mampu menggoyang-goyang tubuh bagian atasnya sementara tumit sepatunya tertancap kuat di tanah yang agak gembur.

"Aaaaaaaa ... gubrak!"

Mbak Rima terjatuh saat tanpa aba-aba, Bu Salamah melepas cengkeramannya dari bahu wanita itu. Tubuhnya ambruk ke tanah sedang pergelangan kakinya tertekuk paksa karena tumit sepatunya hampir terpendam seluruhnya.

"Aduuuh sakiittt ...." ucapnya seraya memejamkan kedua mata karena mungkin tungkainya terasa keseleo. Ia mengelus-elus ka
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Istriku Berubah Pelit   Bab 22 Sebaik- Baik Perhiasan

    POV Akmal"Kenapa kakimu, Mal?" tanya Ibu sore itu saat melihatku berjalan dalam keadaan pincang sebelah. Saat itu Ibu sedang duduk di ruang tamu dengan wajah yang ditekuk."Eumm, gak apa- apa, Bu. Tadi kakiku kesandung batu, jadi cedera sedikit," ucapku menutupi penyebab sebenarnya. Aku tidak mungkin memberitahukan Ibu tentang penyebab sesungguhnya. Selain gengsi, aku juga tak ingin memperlihatkan pada Ibu, bahwa diri ini masih belum bisa move on dari mantan istriku -- Arum.Perlahan, kulepaskan sepatu hitam kebanggaanku karena harganya yang mahal. Lalu terlihatlah memar di kaki kiriku akibat terlindas ban motor Arum tadi. Kupikir mantan istriku itu tidak akan bernyali untuk menabrakku, rupanya ia betul-betul nekat padahal aku belum memasang aba-aba untuk menghindar."Mal, tadi kamu lihat Arum, gak?" tanya Ibu seraya menatap kosong ke arah dinding rumah yang catnya mulai mengelupas. Ada pula seekor laba-laba yang sedang membuat jaringnya di samping jaring laba-laba lain. Sepertinya r

  • Istriku Berubah Pelit   Bab 23 Kembali Dicintai

    Aku tahu para karyawan showroom dan bengkel selalu tertawa di belakangku. Omelan Firda padaku seolah menjadi hiburan tersendiri bagi mereka. Hanya beberapa orang saja yang mau menatap iba padaku. Sekali lagi, ini demi Ibu. Juga dengan harapan agar suatu saat Firda mau berubah dan menghargai aku.Dengan memendam rasa malu aku terus membersihkan kaca berukuran besar di depan bangunan ini. Menggerus noda dan debu yang menempel selama tiga hari belakangan. Dinding kaca ini selalu dibersihkan secara rutin oleh karyawan Firda. Tapi, malah menjadi tugasku hari ini. Mungkin seterusnya.Saat tugasku sudah separuhnya selesai. Tibalah mobil X-Pander berwarna hitam milik mertuaku. Ia berhenti tepat di depan bengkel. Lalu disusul oleh mobil sejenis berwarna putih mengkilap. Kedua mertuaku turun tapi tetap berdiri di sana. Sepertinya ada yang sedang mereka tunggu. Tak lama turunlah dua orang penumpang laki-laki dan tiga perempuan dari mobil di belakangnya tadi. Lalu mama dan papa mertuaku menyambu

  • Istriku Berubah Pelit   Bab 24 Surat Undangan

    Aku sudah berangkat setelah menghabiskan sarapan yang disediakan Ibu. Firda pun sudah tertidur lagi dan tak sempat menemaniku sarapan. Tak apalah, istriku pasti sangat lelah. Karena aku begitu bersemangat tadi malam. Aku ingin agar usahaku kali ini untuk segera memiliki anak membuahkan hasil. Aku tak sabar ingin segera merasakan menjadi seorang ayah, menimang bayi kecil buah cinta pernikahan. Walaupun kesempatan itu sudah pernah kurasakan dari pernikahan sebelumnya, namun karena kecerobohan Arum, aku gagal dan tak sempat melihat anak itu lahir ke dunia.Tak bisa kubayangkan betapa bahagianya aku jika sudah menjadi seorang ayah. Aku akan pamerkan pada Arum bahwa aku memiliki keluarga yang lengkap, bahkan tak sampai menunggu sampai setahun pernikahan. Dia pasti akan menangis menyadari kekalahannya. Aku menang. Ya, aku menang banyak darinya.Aku tiba dengan mengendarai mobil merah milik Firda. Aku sudah leluasa menggunakan mobil ini kapan pun aku mau. Firda tak pernah protes, ia pun sud

  • Istriku Berubah Pelit   Bab 25 Panas Panas

    Sinar mentari mengintip melalui celah jendela. Dinginnya sisa udara malam masih terasa saat aku mulai membersihkan diri di kamar mandi. Guyuran air yang masuk ke pori-pori tubuh membuat badanku semakin menggigil kedinginan. Aku terpaksa bangun sepagi ini, karena sejak semalam mataku enggan terpejam. Pikiranku seakan menolak untuk diajak ke alam bawah sadar. Bayang-bayang Arum senantiasa mengajakku untuk kembali mengenang masa lalu. Malam ini aku seolah mengulang kembali peristiwa bersejarah itu. Dimana malam terasa sangat panjang dan mentari enggan menyambut gelap. Jantungku berdegup kencang menanti hari esok, hari dimana aku merafalkan Ijab Qabul untuk menjadikan Arum sebagai makmumku.Kali ini, jantungku berdegup seakan berpacu oleh masa. Aku ingin menarik mundur waktu agar tak ada lagi hari esok. Berharap tak ada juga yang merafalkan Ijab Qabul di samping Arum seperti yang kulakukan dulu.Kupacu mobil membelah jalanan kota kemudian masuk ke area perkampungan tempat di mana aku pe

  • Istriku Berubah Pelit   Bab 26 Terhempasnya Harga Diri

    "Kamu turun, aku mau pulang ke rumah Mama!"Hardik Firda yang duduk di belakangku. Itulah kalimat pertama yang tercipta setelah hampir setengah jam kami tenggelam dalam kebisuan.Ia menatapku penuh benci."Apa kau ingin terus tinggal dengan orangtuamu tanpa kembali lagi ke rumah Ibuku?" Aku memulai pertanyaan setelah ia tadi memaksaku masuk untuk bicara. Padahal, tak ada lagi yang harus dibicarakan.Wanita itu menyorotku tajam dengan pandangan yang menghujam tepat ke ulu hati. Bara kemarahan terpancar dari retinanya yang masih basah.Aku pun sungguh tak bisa menyembunyikan mendung yang singgah di hatiku sejak pertama menginjakkan kaki di tempat ramai itu. Ditambah lagi kejadian yang dianggap telah mencoreng nama baik Papa Mahendra serta meruntuhkan harga diriku.Bagaimana aku terus diam, saat diriku dihujam oleh pandangan merendahkan dari berbagai pasang mata, bisa-bisanya Firda malah berpelukan dengan lelaki lain seumuran ku yang baru saja tiba di tempat itu."Waduh, lihat itu istrimu

  • Istriku Berubah Pelit   Bab 27 Desakan Keluarga

    "Kok, Firda gak balik juga, Mal? Udah seminggu ini, loh!?" Ibu berdecak kesal. Gurat kekhawatiran terpancar jelas dari wajahnya yang menua.Wajah Ibuku berubah drastis. Bahkan ia terlihat lebih tua dari usianya.Aku yang baru saja hendak menyendokkan nasi ke mulut lantas menghentikan aktivitasku. Sangat sulit bagiku mengumpulkan selera makan agar makanan ini bisa masuk ke tenggorokan."Emang sibuk banget dia, ya? Sampai gak sempat pulang ke sini. Mana obat Ibu sudah mau habis lagi dan lusa harus bayar cicilan. Telpon dong, supaya dia mau pulang hari ini. Uang di dompet sudah mau habis!" Ibu mengomel sambil memegangi kepalanya yang mungkin terasa pusing.Sudah seminggu sejak kejadian itu Firda tak pernah kembali ke sini. Aku pun tak pernah mau menyusulnya ke showroom. Tapi, sampai saat ini aku belum juga memberi tahu Ibu tentang apa yang sesungguhnya terjadi di antara kami.Nasi goreng yang tanpa rasa ini pun semakin terasa hambar di lidahku. Seleraku makin ambyar mendengar keluhan Ibu

  • Istriku Berubah Pelit   Bab 28 Merayu untuk Kembali

    Malam semakin larut namun mataku tak juga hendak terpejam. Hujan diiringi suara petir menjadi penghias malam yang terasa sangat panjang. Air hujan yang menetes deras ibarat bumi yang turut menangis meratapi nasib buruk keluargaku. Dan untuk pertama kali dalam era dewasa aku menitikkan air mata. Mataku basah menyaksikan Ibu sedang terbaring lemah tak berdaya, luka di sela-sela jemarinya akibat alergi semakin menganga. Ditambah lagi penyakit diabetes yang ia derita, membuat kubangan luka itu enggan mengering."Sudah diminum obatnya, Bu?" ucapku pelan, ku putuskan untuk menemani Ibu di kamarnya malam ini. "Sudah, tapi reaksinya tidak terasa." Ibu ingin menggaruk luka di tangannya tapi berhasil kucegah. Obat yang biasa dibeli Firda habis, sebagai gantinya aku membeli obat dengan merk lain yang harganya lebih terjangkau. Fungsinya sama, namun kata Ibu gatal di tangannya tak berkurang. Mungkin karena tubuhnya sudah terbiasa mengkonsumsi obat- obatan mahal.Aku menghela napas berat, dari

  • Istriku Berubah Pelit   Bab 29 Pertemuan di Tengah Jalan

    Aku tidak bisa menyembunyikan kegembiraan ini. Kusapa semua karyawan bengkel yang sudah kembali berkutat dengan masing- masing kendaraan yang ingin diservis. "Kerjanya yang bener, ya!" teriakku dari atas motor sambil mengangkat sebelah tanganku ke atas. Akan tetapi, mereka hanya membalas dengan senyuman enggan. Sepertinya mereka iri padaku dan tak menyangka setelah dua Minggu menghilang akhirnya aku muncul lagi. Pasti para lelaki buaya itu sempat senang mendengar keributan antara aku dan Firda kemarin. Mereka berharap agar Firda segera menjanda lalu berlomba untuk merebut hatinya. Tidak akan, Firda itu istriku dan akan tetap menjadi milikku!Aku mulai menjauh dari bangunan ruko empat pintu itu, membawa motorku untuk merengsek naik ke jalan raya. Dari kaca spion, kulihat sebuah mobil Alphard berwarna hitam tiba-tiba berhenti di depan showroom."Gil* bener, keren banget tu mobil. Istriku memang keren, pelanggannya orang berduit semua," gumamku bangga. Baru kali ini aku melihat mobil s

Bab terbaru

  • Istriku Berubah Pelit   Bab 46 Ekstra Part

    "Alhamdulillah, ya, Mas. Akhirnya kita bisa menginjakkan kaki di kampung ini lagi. Aku rindu sekali dengan suasana kampung ini," ujar Arum saat ia dan suaminya baru saja sampai ke rumah lamanya, setelah setahun meninggalkan desa ini dan hidup di kota.Sudah tiga hari mereka tiba tapi selama ini hanya tinggal di rumah Bu Hayati--ibunya. Arum ingin melepaskan rindu di kampung kelahirannya sekaligus mengenalkan putri semata wayangnya yang baru berusia lima bulan pada kerabat dan tetangganya di kampung.Pasangan itu sangat berbahagia karena anak yang dinantikan telah lahir dengan sehat dan selamat. Mereka memberinya nama Amara Shaza Qamira yang mempunyai arti anak perempuan baik hati yang memiliki kecantikan bagaikan bulan.Bayi dalam gendongan Arum itu sangat rupawan. Kulitnya putih bersih dengan mata yang bersinar terang. Hampir delapan puluh persen wajahnya mewarisi kecantikan Arum. Mereka berharap jika Amara tidak hanya memiliki wajah yang cantik, namun hati yang cantik pula."Iya, Ma

  • Istriku Berubah Pelit   Bab 45 Akhir

    Akhir dari kisah"Siapa itu?" ujar Bu Rahma penasaran, keningnya mengkerut beberapa lipatan ketika sebuah sedan berwarna silver masuk ke halamannya. Baru saja tamu mereka pergi, kini mereka kedatangan tamu lagi."Ayah ...." teriak Rayen ketika bola mata bocah berusia enam tahun itu menangkap sosok ayahnya turun dari kendaraan roda empat tersebut. Ia lantas berlari menghambur ke pelukan sang ayah. Menumpahkan segala rindu setelah perpisahan yang cukup lama.Cukup lama anak beranak itu berdiri di sana, di samping mobil yang dibeli Andi beberapa hari yang lalu."Andi!" gumam Bu Rahma. Ada binar harapan ketika sang menantu itu datang ke sini. Apalagi mengendarai sebuah mobil, meski hanya keluaran lama. Barangkali ia ingin kembali pada Rima, harapnya.Rima tak kalah bahagianya, setelah sekian lama, akhirnya ia bisa berjumpa kembali dengan Andi--lelaki yang dikasihinya.Hingga binar-binar harapan itu memudar saat dilihatnya Andi tak datang sendiri, bukan dengan Lila melainkan seorang wanita

  • Istriku Berubah Pelit   Bab 44 Hidup Baru Keluarga Bu Rahma

    Setelah sepuluh hari dirawat di rumah sakit. Rima sudah diperbolehkan pulang oleh dokter.Tak banyak yang berubah, keadaanya masih tetap sama. Sakit dan cacat. Tak bisa bekerja mau pun bicara. Hanya duduk sepanjang hari di kursi roda. "Rayen, tolong tambahkan kayu bakar ke tungku, ya!" ujar Bu Rahma, tangannya sedang sibuk meracik sayuran sehingga terpaksa meminta bantuan pada cucunya yang masih kanak-kanak tersebut."Iya, Nek." Bocah berusia enam tahun itu mengentikan sejenak aktivitasnya, yaitu membersihkan air liur Rima yang sering menetes membasahi bahu kanannya.Dengan cekatan, ia mengambil beberapa bilah kayu yang telah disusun neneknya di ujung dapur yang berdinding anyaman bambu tersebut. Lalu memasukkannya ke dalam tungku hingga api yang tadi sempat hendak padam kembali marak."Bunda haus?" ucap bocah itu setelah selesai melaksanakan perintah neneknya. Ia duduk menghadap ibunya yang tersenyum haru. Rima mengangguk cepat, kepalanya bergoyang- goyang ke bawah. Tak lama, Rayen

  • Istriku Berubah Pelit   Bab 43 Kepergian Lila

    Karena Bu Rahma sudah tiba di rumah sakit, maka Arum dan Zulham pun kembali ke rumah. Mereka tidak bisa berlama-lama di sana apalagi Arum tengah hamil muda. Ia butuh istirahat yang cukup demi menjaga kesehatan dirinya dan calon anaknya.Zulham berpesan agar keluarga itu tak perlu memikirkan biaya. Mereka hanya harus fokus pada kesehatan Rima, sementara untuk biaya makan selama di rumah sakit, Bu Salamah berinisiatif agar meminta sumbangan pada semua warga desanya."Sekali lagi terima kasih, ya, Rum, Pak Zulham. Kami sangat berhutang budi pada kalian. Mohon doanya agar Rima segera sadar," ucap Bu Rahma saat mengantar kepulangan Arum dan Zulham menuju parkiran mobil.Rima sudah keluar dari ruang operasi. Namun, keadaannya masih koma. "Ya, Bu. Lusa kami akan berkunjung ke sini. Semoga anak Ibu segera sembuh," sahut Zulham tersenyum ramah. Ia kemudian menggandeng tangan istrinya menuju mobil mewah yang terparkir di sudut rumah sakit. Bu Rahma masih terpaku di tempatnya. Hatinya retak me

  • Istriku Berubah Pelit   Bab 42 Memperoleh Maaf

    Itulah sebabnya, ia meminta Zulham membawa Arum ke rumahnya karena keadaan tidak memungkinkan ia untuk ke sana. Bu Rahma ingin memohon ampun pada Arum atas perbuatannya yang lalu, barangkali setelah mendapat maaf dari Arum, Allah tak mengirimkan musibah yang lain lagi.Zulham sengaja merahasiakan keberadaan Akmal pada keluarganya selama ini atas permintaan ustadz yang menangani Akmal. Karena sebagian besar jin yang mengganggu mental Akmal berasal dari keluarganya sendiri. Ia takut jika keluarganya tahu, hal itu akan menghambat jalan kesembuhan bagi Akmal."Siapa yang kecelakaan, Sayang? Apa benar temanmu?" tanya Zulham setelah memarkirkan mobilnya secara sembarangan di halaman. Ia buru-buru turun dan menghampiri Arum setelah wanita itu mencium takzim tangan suaminya yang sudah pergi sejak semalam.Zulham berangkat semalam sore setelah dikabarkan pihak pesantren. Ustadz yang menangani Akmal sudah memperbolehkan lelaki itu pulang, karena Akmal dirasa sudah sehat dan bisa kembali bersosi

  • Istriku Berubah Pelit   Bab 41 Kecelakaan

    "Pencuri ... kejar dia!" teriak Bu Wulan menunjuk pada Rima yang membawa kabur gelang seberat lima gram tersebut."Ayo kejar sampai dapat ...." sahut yang lain begitu bersemangat. Para ibu-ibu yang kebanyakan berusia empat puluhan itu tampak menghambur ke jalanan desa yang beraspal untuk mengejar Rima."Ibu ... Ibu ... biarin saja. Gak perlu dikejar," teriak Arum pada barisan emak-emak yang berlari bak anak SD yang kegirangan ketika lonceng berbunyi. Ada yang mengangkat gamisnya ke atas, menyingsing lengan bajunya, hingga melepas wedges agar dapat menangkap Rima yang jaraknya sepuluh meter di depan mereka. Wanita itu lari tunggang langgang menyadari posisinya sedang tidak aman. Ia tidak menduga jika Ibu- ibu pengajian itu sangat kompak mengejarnya, persis seperti memburu minyak goreng murah.Sebenarnya Arum tidak begitu mempermasalahkan gelang itu. Ia lebih khawatir pada para wanita yang berlari kencang di jalanan yang ramai oleh kendaraan. Ia tidak ingin melihat mereka celaka hanya

  • Istriku Berubah Pelit   Bab 40 Hutang yang Tak Masuk Akal

    Wanita yang tak diundang itu mulai berjalan mengitari ruangan berukuran 10 x 10 meter tersebut. Tangannya mulai celamitan menyentuh pernak-pernik mahal yang terpajang di meja. Ia berlagak lebih angkuh dari pemilik rumah itu sendiri.Rima kemudian berjalan menuju ruangan lain yang biasa digunakan Arum dan Zulham untuk bersantai. Ruangan itu dilengkapi dengan televisi digital berukuran besar dan sebuah bangku refleksi yang biasa digunakan Zulham untuk bersantai. Adapula sebuah lemari yang berisi koleksi Poto dan pajangan berbahan kristal."Gak perlu basa-basi, Mbak! Apa tujuanmu datang ke rumahku?" ujar Arum datar setelah hanya mereka berdua di ruangan itu. Sepertinya Rima memang tidak ingin pembicaraan mereka didengar orang lain.Arum berusaha tenang meskipun amarah mulai merangkak di dadanya, ia tak mau lagi bersikap baik pada wanita seperti Rima. Sudah terlalu dalam luka yang ia torehkan selama ini."Santai ... dong! Jangan marah-marah gitu," ledek Rima dengan senyum yang menjengkelk

  • Istriku Berubah Pelit   Bab 39 Apa Tujuan Rima?

    Andi pergi detik itu juga. Meninggalkan rumah yang sudah ia tinggali selama tujuh tahun lamanya. Bukan hanya Rima, ia sendiri tak menyangka jika rumah tangganya kandas untuk kedua kalinya. Istri pertama telah mengkhianati dan kedua telah berbuat curang.Kepalanya kembali mengorek tentang kenangan masa silam. Dimana ia merasakan patah hati akibat pengkhianatan dari wanita yang dicintainya. Risma-- ibu Lila telah tega bermain serong dengan pria lain yang merupakan tetangga mereka. Bodohnya ia tak pernah tahu jika hubungan keduanya telah berjalan lama.Hatinya hancur berkeping-keping, ia telah kehilangan separuh jiwanya. Rasa putus asa telah mengunci hatinya untuk wanita lain. Ia bertekad untuk tak lagi membina rumah tangga dengan wanita manapun. Lelaki malang itu tak kenal cinta, bahkan setia hanya seperti omong kosong baginya.Akan tetapi, kehadiran Rima telah mendobrak benteng pertahanannya. Tekadnya kalah dengan kecantikan dan ketulusan gadis itu. Ia menyerah, lalu dengan rendah hati

  • Istriku Berubah Pelit   Bab 38 Berpisah Juga

    "Ampun, Mas, ampun. Aku bisa jelasin ini, Mas. Dengarkan aku dulu!" pekik Rima kesakitan sebab sang suami terus memberondongnya dengan tamparan dan pukulan keras."Kurang aj*r kamu, dasar istri durhaka. Aku tidak akan memaafkanmu Rima!" Murka Andi. Ia lantas berjongkok di hadapan sang istri lalu menjambak kuat rambut Rima hingga wanita itu merasa kulit kepalanya hendak lepas. Bukan hanya itu, satu tangan Andi kini menekan kuat rahang istrinya hingga bibirnya mengerucut ke depan dan Rima mulai kesulitan bernapas. Rima menangis, air matanya mengalir deras mengenai telapak tangan Andi. Tangannya mencoba mendorong tubuh sang suami, namun tenaganya kalah kuat. "Aduh sakit! Kamu kejam, Mas. Seharusnya kau dengarkan penjelasan ku dulu," mohon Rima dengan napas yang tersengal-sengal. Kini Andi sudah melepaskan cengkeramannya karena masih tersisa setitik rasa iba melihat istrinya itu tersiksa.Rima meringis, ia melihat beberapa helai rambutnya tertinggal di sela jemari sang suami. Tubuhnya p

DMCA.com Protection Status