Rama menahan tangan Zoya agar tidak menyentuh pecahan piring tersebut, untunglah dia bergerak cepat sebelum sang kekasih terluka."Pelayan!" panggil Aksara dengan suara yang cukup tinggi.Pertemuan yang awalnya terasa baik-baik saja, kini seperti membuka luka lama Zoya. Zoya jadi takut, sangat takut jika cerita lama itu kembali terulang. Sadar jika wajar saja kedua orang tua Rama menginginkan yang terbaik untuk sang anak, Zoya hanyalah salah satu pilihan dari banyaknya wanita di dunia ini.Diam-diam Zoya melirik ke arah mama Sofia, lalu melihat wanita paruh baya itu yang nampak membuang nafasnya kasar, menyayangkan piringnya yang telah pecah.Mama Sofia bahkan sedikit pun tidak mencemaskan tentang Austin.Zoya lantas menatap anaknya dengan malang. Terbesit di dalam benaknya bahwa kemalangan Austin juga karena kesalahannya sendiri, harusnya dia biarkan Austin bersama keluarga Floyd, harusnya dia yang pergi saja.Mengingat itu dada Zoya sesak sekali, apapun pilihan di dalam hidupnya k
Selepas makan siang bersama, Rama langsung mengajak Zoya dan Austin untuk pamit pulang. Apalagi sebentar lagi adalah waktunya Austin untuk tidur siang, bocah itu jika melewatkan tidur siang akan rewel saat malam hari. "Akhir pekan nanti Abang akan berkunjung ke rumah mu," ucap Aksara, dia dan Austin kini sudah akrab. Untung saja ada Aksara yang bermain dengan bocah itu.Rama lantas menepuk pundak sang adik sebagai ucapan terima kasih. Terima kasih karena telah menerima Austin seterbuka ini. "Siap! aku akan menunggu bang Aksara datang," balas Austin. Kakek Benjamin juga mengelus puncak kepala Austin sebagai bentuk kasih sayang. Sementara mama Sofia tidak melakukan apa-apa, hanya diam tanpa minat. Selepas perpisahan itu akhirnya kini Rama, Zoya dan Austin sudah berada di dalam mobil yang melaju untuk pulang. Di tengah-tengah jalan Austin sudah tidur.Rama lantas memindahkan kepala Austin agar bertumpu padanya, bukan pada Zoya. "Maafkan aku," kata Rama. Dia tersenyum namun wa
Mobil yang dinaiki oleh Aland masih melaju di jalanan kota Servo, tak ada suara di dalam mobil tersebut, hanya dikuasai oleh hening.Aland telah memerintahkan beberapa anak buahnya untuk selalu mengawasi Rama, Austin dan Zoya. Jika ada kesempatan maka mereka harus menculik Zoya ataupun Austin. Bagaimana pun caranya, tes DNA itu harus dilakukan. Pikiran Aland yang kalut membuatnya tidak sadar bahwa mobil yang dinaikinya telah melaju cukup jauh, bahkan nyaris tiba di tempat tujuan. "Tuan, kita sudah sampai," ucap Erile dan sontak menyadarkan Aland dari semua lamunan. Mobil mereka berhenti di salah satu rumah sakit ternama di Kota Servo. Rumah sakit yang masih berada dalam lingkup kekuasaan keluarga Floyd, karena keluarga Floyd memiliki saham paling besar di rumah sakit tersebut dan di sinilah kakak Aland yang bernama Prisila bekerja. Dan mendengar ucapan Erile tersebut, Aland pun segera turun dari dalam mobil. Ketika dia masuk ke dalam rumah sakit itu, Aland dengan wajah dinginnya l
Sudah tiba di tempat tujuan, Rama segera menggendong Austin untuk masuk ke dalam toko tersebut. Sementara Zoya berjalan di belakang dan memperhatikan keduanya. Maafkan mama Austin, batin Zoya. Untung saja ada Rama di antara mereka, jika tidak pasti Zoya akan selalu memarahi sang anak, menjadikan Austin sebagai pelampiasan dari semua rasa bencinya kepada Aland. Padahal ini semua bukan lah kesalaha Austin."Mama mau apa? strawberry?" tanya Austin dengan antusias, kini mereka bertiga sudah berada di depan box es krim di dalam toko tersebut, banyak sekali pilihan yang tersedia di sana."Apa mau coklat?" tawar Rama pula, dua pria itu justru sibuk memilihkan untuk mama Zoya dibandingkan untuk mereka sendiri. Tapi pertanyaan Rama itu justru dijawab oleh Austin, "Mama tidak suka coklat, Om ... Eh! Papa," balas Austin, lalu mereka semua terkekeh gara-gara salah panggilan dari sang anak. "Oh iya, Papa lupa," jawab Rama pula. Dia sebenarnya memang tahu bahwa Zoya tidak menyukai coklat. Semu
Zoya makin tergugu di tempatnya berdiri, dia tak sanggup melawan Aland yang kini begitu terang-terangan menyampaikan hasil pencariannya. "Silahkan tanda tangani Nyonya, setelahnya Tuan Aland akan mengantarkan Anda pulang," ucap Erile, pena sudah dia siapkan pula, Zoya hanya tinggal menorehkan tanda tangannya di atas kertas tersebut. Namun Zoya sungguh tak ingin menandatangani surat kuasa itu, dia justru coba untuk berjalan mundur dan berniat kabur, tapi belum apa-apa Aland sudah lebih dulu mencekal lengannya, "Jangan membuatku bertindak lebih kasar daripada ini Zoy, jika kamu menurut aku akan tetap jadi Aland yang kamu kenal di pesisir. Kita adalah teman," ucap Aland. Bukannya merasa tenang, Zoya justru semakin gemetar ketika mendengar kalimat itu. Apalagi saat ini dia rasakan dengan jelas bahwa Aland memegang lengannya dengan cukup kuat. Aland jadi seperti memiliki banyak kepribadian dan Zoya tidak pernah tau Aland yang sebenarnya seperti apa."Tanda tanganilah ... sekarang," ti
"Jika terasa sulit untuk diucapkan, tidak perlu ceritakan apapun padaku, Zoy. Aku akan percaya padamu apapun yang terjadi," kata Rama. Dia lebih dulu bicara sebelum Zoya menyelesaikan ucapannya. Rama memiliki ketakutannya tersendiri tentang fakta ini.Diam-diam Rama pun menyelidiki sesuai dengan kemampuannya, Rama telah berhasil mendapatkan beberapa informasi tentang Aland dan istrinya yang hilang 6 tahun silam. Foto Zara Audie hingga kini masih terpampang jelas di berita-berita 6 tahun lalu. Dan setelah Rama amati wajah Zara terlihat begitu mirip dengan Austin. Rama juga baru bertemu dengan Zoya 6 tahun lalu di persisir. Memang banyak sekali kebetulan yang terjadi dalam kasus ini dan Rama jadi begitu takut dia akan kehilangan Zoya. Sementara cintanya telah tak bisa ditawar, dia sangat mencintai Zoya."Tapi Ram ... Ini ada hubungannya dengan masa laluku, benar kamu tidak masalah?" tanya Zoya lirih, kedua matanya sudah nampak berkaca-kaca. Bukannya menjawab pertanyaan itu, Rama jus
"Maafkan mama Austin, maafkan Mama." Zoya hanya bisa mengucapkan dua kata itu saja. Sementara tangis masih begitu sulit untuk dia jeda."Austin jangan menangis ya? Mama mohon." pinta Zoya sekali lagi, tapi dia sendiri pun masih terus menangis.Rama yang melihat pemandangan itu begitu terenyuh hatinya, belum apa-apa dia sudah merasa kehilangan. Rama akhirnya bangkit dari duduknya dan menghampiri ibu anak tersebut. Dia peluk Austin meski Zoya menangis dengan pundak bergetar."Sudah, mama tidak apa-apa. Tadi kakinya terbentur meja," bohong Rama, dia menggendong Austin dan dibawa berkeliling rumah ini, sementara Zoya bergegas pergi ke kamar mandi dan mencuci wajah.Berulang kali menarik dan membuang nafasnya secara perlahan agar tenang. Mana boleh dia menunjukkan hatinya yang hancur di hadapan sang anak.Entah berapa lama Zoya berada di dalam kamar mandi untuk menenangkan dirinya sendiri, tapi saat dia keluar Zoya malah sudah melihat Austin yang kembali terlelap di gendongan Rama.Pr
"Tapi Austin harus memilih, mama atau papa?" tanya Zoya sekali lagi, bicara dengan nada bercanda. Seolah pertanyaan ini hanya main-main, tapi percayalah saat ini Zoya sangat serius. Sangat takut jika sang anak akhirnya pilih untuk bersama Papa, yang artinya akan meninggalkan dia."Memangnya papa akan datang ke sini? kenapa Mama sepertinya serius sekali dengan pertanyaan itu?" balas Austin, kedua matanya menyipit menatap curiga pada sang mama.Dan melihat reaksi anaknya tersebut, bibir Zoya sontak mengerucut kesal membuat Austin jadi terkekeh-kekeh. "Jika aku memang harus memilih antara mama dan papa, Aku tidak akan ragu untuk memilih mama," balas Austin kemudian, setelah tawanya mereda."Aku memang sangat ingin bertemu dengan papa, tapi juga tau nanti saat bertemu pasti rasanya akan seperti orang asing, karena selama ini aku hanya tinggal bersama mama," jelas bocah itu lagi, bicaranya banyak sekali padahal usianya masih 6 tahun tapi sudah seperti remaja yang bisa mengutarakan peras