"Cari Zara! Di mana pun wanita itu berada, aku tidak mau tau, dia harus ditemukan!"
Usai mendengar kabar menghilangnya sang istri dari sopir keluarga, Aland gegas mendatangi toko roti tersebut. Wajah pria itu berubah memerah karena kesal akan kecerobohan yang dilakukan sang sopir. Tak hanya itu, dia juga begitu kesal pada Zara yang telah berani bertindak kekanak-kanakkan.Malam dengan hujan gerimis itu jadi sangat panjang untuk Aland. Kabar tentang hilangnya Zara pun telah terdengar oleh keluarga besar Floyd.Bermacam spekulasi bermunculan, mulai menebak-nebak apa alasan wanita itu pergi. Mama Emma menduga Zara pergi setelah mendapatkan apa yang dia mau selama ini … apalagi jika bukan uang."Periksa kamarmu Al, dia pasti membawa semua harta yang tersimpan di dalam kamar itu!" Kalimat ini adalah yang pertama kali dia teriakkan saat mengetahui kabar tentang hilangnya Zara.Aland sudah tak bisa berpikir jernih, pikirannya kini seperti benang kusut. Dia begitu mengkhawatirkan sang jabang bayi yang sebentar lagi lahir ke dunia itu.‘Awas kamu, Zara. Kupastikan, aku akan mendapatkan anakku kembali!’Aland mengusap wajahnya frustrasi, sementara Mama Emma sudah mengajak adik dan kakaknya untuk memeriksa kamar pria tersebut.Setelah Mama Emma memeriksa semuanya, ternyata benar ... Zara pergi dengan membawa banyak uang tunai. Jika dijumlahkan mungkin nilainya hingga 1 miliar. Ingatan Mama Emma langsung tertuju pada tas yang dibawa oleh Zara sore tadi."Kurang ajar! Benar-benar kurang ajar!” Mama Emma murka. “Pencuri, dan sekarang dia pergi membawa cucuku juga! Awas kamu Zara!!"Jam 8 malam, asisten pribadi Aland bernama Erile datang dengan membawa hasil penyelidikan yang diminta Aland tadi."Nyonya Zara terakhir terlihat berada di Bandara, Tuan, tapi ke mana tujuannya tidak bisa kami deteksi. Yang jelas beliau masih berada di negara ini. Nyonya Zara tak akan bisa pergi keluar negeri karena beliau tidak memiliki visa."Astaga, Aland sampai kehabisan semua kata-kata menghadapi kebodohan Zara."Terus cari wanita itu, pastikan tentang anakku."Mama Emma sudah menangis tidak keruan membayangkan nasib cucunya. Anak yang dikandung Zara adalah cucu laki-laki pertamanya yang telah dia tunggu-tunggu."Wanita miskin yang gila harta! Dia kabur membawa uang 1 miliar. Astaga, bagaimana nasib cucuku!"Semua umpatan Mama Emma hanya terasa berdengung di telinga Aland. Sementara dia termenung, mengingat tatapan terakhir Zara–wanita yang dia kira polos, ternyata sangat licik.Aland menggerakkan semua anak buahnya untuk mencari di mana keberadaan Zara saat ini. Berdasarkan informasi terakhir yang mereka peroleh Zara pergi keluar kota. Jadi tim dipencar untuk menyisir tiap kota di negara X.Malam ini juga semua orang bergerak. Aland tak peduli berapa jumlah uang akan dikeluarkan, kekayaannya tak akan berkurang sedikitpun untuk mengurusi hal semacam ini.Floyd Corporation adalah salah satu perusahaan properti terbesar di negara X, pendiri hunian kelas atas, kota mandiri, apartemen, hotel, rumah sakit, mall hingga kawasan industri. Keluarga Floyd adalah owner sekaligus pemegang saham tertinggi. Aland hanya bertugas mengawasi jalannya bisnis.Dengan semua kekayaan itu pulalah, Aland ingin menunjukkan pada Zara bahwa ke mana pun wanita itu pergi tak akan pernah bisa lepas dari jerat kuasanya.Aland tersenyum miring. ‘Jangan main-main denganku, Zara.’**Sementara itu di tempat lain, Zara tak benar-benar meninggalkan Kota Servo. Dia sangat tahu bagaimana kekuatan Aland Floyd. Itulah kenapa dia pergi ke Bandara untuk sedikit mengelabui.Setelah rencananya berhasil, dia justru mendatangi sebuah rumah sakit dengan tertatih. Datang dengan wajah yang sudah ditutup rapat oleh masker dan topi. Zara merasakan sakit yang begitu menyiksa."Tolong Dok, saya ... saya ingin melahirkan.”Penampilannya sudah sangat mengkhawatirkan membuat beberapa perawat segera menyambutnya dengan sigap. Jika sesuai dengan jadwal, maka Zara akan melahirkan sekitar 2 minggu lagi, tapi nyatanya malam ini bayi itu telah menangis dengan sangat kuat di ruang persalinan.Seorang bayi laki-laki dengan tangisnya yang begitu lantang. Tangis yang seolah menghapus semua luka di hati Zara. Tangis yang membuatnya kuat untuk menghadapi semuanya. Zara tak apa-apa berpisah dengan Aland, meski pria itu sempat menguasai hatinya. Namun, Zara tak bisa dipisahkan dengan sang anak.Bayi ini adalah darah dagingnya, satu-satunya keluarga yang dia punya di dunia ini. Pengganti kedua orang tuanya yang telah tiada. Zara memeluk anaknya erat, sang dokter yang menangani Zara pun masih ada di sana juga."Anda hebat sekali. Meski kondisi tubuh anda lelah, tapi tetap bisa melahirkan anak ini dengan kuat tanpa ada jahitan satu pun.”Zara tersenyum hambar. Ada hal lain yang ingin dia segerakan dibanding meladeni pujian tersebut. "Dok, aku mohon, bantu aku.”Dahi dokter tersebut berkerut. "Tolong apa?"Suara dan raut wajah Zara kini berubah menjadi sendu. "Anakku adalah anak yang lahir karena hubungan terlarang. Skandal yang telah kuperbuat sangat memalukan. Aku tidak ingin anakku tahu tentang masa laluku itu.” Zara mengambil napas panjang sembari melihat reaksi dokter di hadapannya sebelum melanjutkan kalimatnya yang mencengangkan. “Bisakah ... bisakah aku melakukan operasi plastik?"“Ta-tapi Nyonya–”Air mata Zara mengalir dengan deras. Pelukan erat untuk sang anak pun makin menampakkan bagaimana seorang ibu baru itu begitu takut kehilangan sang anak karena masa lalunya yang tidak berjalan baik."Aku mohon Dok, aku tidak ingin anakku malu melihat wajahku ini." Tangis Zara tak bisa reda, hanya inilah jalan satu-satunya yang bisa ditempuh untuk bisa sepenuhnya kabur dari Aland Floyd. "Aku ingin dioperasi malam ini juga. Aku akan membayar berapapun."“Sudah 6 tahun, Zara. Apa kamu berhasil melahirkan anak kita?”Aland berdiri di dekat jendela kaca yang ada di ruang kerjanya, menatap ke depan sana dengan tatapan yang nampak kosong. 6 tahun waktu telah berlalu dan dia belum bisa menemukan Zara beserta anaknya. Separuh hati pria itu kini telah hilang. Aland memang masih hidup, tapi dia seperti mati. Amarah yang dulu membara kini telah redup, ditenggelamkan oleh rasa penyesalan. Kecemasannya bukan hanya tentang buah hatinya, tapi juga Zara.“Apa kalian hidup berkecukupan?”Zara memang membawa uang 1 milyar ketika pergi. Namun, apakah uang tersebut mampu membuat hidup mereka jadi lebih baik? Atau … yang paling menyedihkan di antara itu semua adalah … apakah Zara dan juga anaknya masih hidup? Bagaimana kalau keduanya telah pergi?Aland merasa gamang, kakinya seperti kehilangan tempat berpijak, mengapung di lautan dan tak punya tujuan. Waktu nyaris menjelang malam, namun Aland tetap tak beranjak dari posisinya berdiri. Melihat matahari t
"Austin!" Enam tahun berlalu, kini Zara telah memiliki kehidupan baru. Zoya, begitulah nama barunya. Wanita itu memanggil anak semata wayangnya dari arah dapur. Sarapan telah siap tapi Austin–sang anak, belum juga keluar dari dalam kamarnya.Hari ini adalah hari pertama Austin akan memasuki sekolah taman kanak-kanak. Zoya sangat antusias. "Austin!" panggil Zoya sekali lagi dengan suara yang lebih tinggi, tapi nyatanya sama saja, tak nampak sang anak yang berlari menghampiri.Zoya lantas meninggalkan meja makan tersebut dan menghampiri sang anak. Rumah yang mereka tempati sekarang tidak terlalu luas, namun cukup nyaman untuk keduanya dan seorang asisten rumah tangga tempati.Uang 1 miliar milik Zoya dulu kini tak berbekas lagi, namun dia telah berhasil mendapatkan jati diri baru dan wajah yang baru, hidup menjadi Zoya membuat Zara merasa sangat aman. Meski sebenarnya keluarga Floyd masih menjadi momok tersendiri bagi wanita itu.Zoya masih tinggal di kota Servo, namun dia menepi dari
"Erile, bukankah anak ini terlihat seperti Zara?"Aland buru-buru memperlihatkan selembar berkas bertuliskan informasi dari seorang murid baru taman kanak-kanak pada Erile. Terdapat sebuah foto berukuran kecil di formulir pendaftaran sekolah taman kanak-kanak, Sekolah yang ada di pinggiran kota Servo, di daerah pantai.Semalaman Aland terus membaca berkas-berkas itu, entah sudah berapa gelas kopi yang dia teguk. Erile juga masih ada di sana dan terjaga semalaman, hingga saat ini waktu sudah menunjukkan jam 5 pagi.Erile segera melihat kertas itu dan memperhatikan secara saksama. Jika diperhatikan lekat-lekat, bocah itu memang terlihat seperti Nyonya Zara. Lebih mencengangkan lagi saat informasi kedua orang tuanya hanya ada nama sang ibu, tapi nama yang tertulis di sana bukan Zara Audie, melainkan Zoya Beatrice."Tapi Tuan, ibunya bukan nyonya Zara, tapi Zoya Beatrice."Erile terpaksa memperjelas tentang hal ini, dia tak ingin sang Tuan berharap terlalu tinggi. Karena jika jatuh, rasan
Di sinilah kini Aland berada, di salah satu restoran yang ada di daerah pesisir tersebut. Masih berada di dalam mobilnya, Aland memperhatikan restoran itu dengan lekat. Cukup banyak pengunjung di jam sore seperti ini. Semua orang di sana bahkan bisa menyaksikan matahari tenggelam secara langsung. Mungkin karena itulah Zoya memberi nama restorannya dengan nama The Sunset Restoran.Aland kemudian memutuskan untuk keluar dari mobilnya dan masuk ke dalam restoran itu. Sejak semalam belum mengkonsumsi makanan apapun membuatnya hendak makan di sini saja, meski selera makannya tak ada. Tapi setidaknya Aland butuh itu untuk bertahan hidup.Seorang pelayan menyambutnya di pintu masuk, "Mari Tuan, saya akan mengajak Anda menuju kursi yang masih kosong."Aland hanya mengangguk, dia memang kesulitan untuk menemukan kursi. Setelah masuk ternyata lebih banyak pengunjung yang dia lihat."Maaf Tuan, Anda ingin duduk sendiri atau nanti ada teman yang datang?""Sendiri," jawab Aland cukup cepat.Setelah
Aland berulang kali melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya, melihat waktu yang seolah berjalan begitu lama. Sementara Erile sudah keluar dari dalam mobil ini sejak tadi, Aland telah memerintahkannya untuk mengalihkan perhatian Zoya.Jangan sampai pertemuannya mendapatkan penolakan dari ibu anak tersebut. Sungguh Aland sudah sangat tidak sabar untuk melihat Austin dari dekat, rasanya dia akan segera menemui Zara dan sang anak sekaligus.Seolah 6 tahun waktu pencariannya berakhir hari ini.Ketika Bell tanda pulang di sekolah itu berbunyi, Aland makin melebarkan penglihatannya. Dia lihat jelas Austin yang sudah keluar dan menunggu kedatangan sang ibu, hingga satu persatu temannya meninggalkan sekolah tersebut.Saat Austin sendirian di depan gerbang tersebut, barulah Aland turun dari dalam mobilnya dan menghampiri. Jantungnya berdegup dengan cepat, kedua matanya terasa panas seolah ingin menangis. Sumpah, Austin begitu mirip dengan sang istri.'Zara.'"Ehem!" dehem Aland
Aland tidak sendiri, dia bersama dengan Erile menginap di Flower Homestay. Beberapa kesepakatan telah mereka buat untuk bisa nyaman tinggal di tempat sederhana itu.Erile dilarang memanggil Aland dengan sebutan Tuan, dilarang menyebut nama keluarga Floyd di tempat ini, Aland dan Erile adalah sahabat.Bukan hanya mereka berdua juga yang tinggal di homestay tersebut, tapi ada juga 7 turis yang lain. Rumah Elea mampu menampung hingga 10 turis baik pria ataupun wanita."Dia benar-benar bukan nyonya Zara, Tuan," ucap Erile dengan berbisik, dia juga ikut mengintip pertemuan antara Zoya dan pemilik Homestay tempat mereka menginap.Namun Aland tidak menjawabnya dengan kata-kata, dia justru menatap Erile dengan tatapan yang begitu dingin. Tatapan yang membuat Erile sadar telah melakukan kesalahan, dia menelan ludah kasar."Maafkan aku ... Al," ucap Erile kemudian, lalu menelan ludahnya sendiri dengan susah payah.Kaku sekali lidahnya ketika menyebut sang Tuan hanya dengan nama seperti i
Menjelang jam 4 sore, Zoya mulai bersiap-siap untuk pulang. Dia memang hanya akan berjaga di siang hari saja. Selebihnya Zoya percayakan pada kepala pelayan di sini-Greysa.Masih duduk di kursi kerjanya, Zoya menatap wajahnya di sebuah kaca bulat yang selalu dia bawa di dalam tas. Zoya perhatikan lekat-lekat riasan wajahnya yang masih nampak sempurna. "Tapi lipstik ku sedikit pudar," gumam Zoya, lalu menambahkannya lagi agar terlihat merah merona.Berulang kali dia mengulum bibirnya sendiri untuk menyempurnakan penampilannya tersebut.Zoya benar-benar berusaha untuk jadi orang lain, dia tak ingin bayang-bayang Zara masih melekat di dalam dirinya, gadis lugu yang tak tau apa-apa dan hanya bisa pasrah. Kini Zoya berbeda, dia harus kuat demi sang anak."Cantik," puji Zoya pada dirinya sendiri, begitu percaya diri.Keluar dari ruang kerja itu dia langsung disambut oleh seorang pelayan, "Nyonya, ada telepon, katanya Austin mau kesini.""Loh, kenapa dia kesini? ini aku mau pulang."
'Bagaimana bisa Aland ada di sini dan bersama Austin.' Zoya mendadak membatu di tempatnya berdiri. 'Setelah Zara melahirkan, ambil anakmu dan ceraikan dia. Zara tidak pantas jadi bagian keluarga kita!' kalimat itu kini kembali berdengung dengan jelas di telinga Zara.Gemetar ketakutan yang dulu pernah dia rasakan sekarang kembali mendera lebih dahsyat.Zoya nyaris saja berlari untuk menarik Austin dari pria itu, sebelum akhirnya dia sadar saat mendengar sang pelayan berucap. "Nyonya Zoya, kenapa malah melamun. Ayo kita ke depan," ajak pelayan itu, dia bahkan memeluk lengan Zoya dengan erat. Hubungan Zoya dengan para pelayan di sana memang begitu dekat. Mereka sudah seperti keluarga.Dan panggilan Zoya yang ditujukan untuknya membuat dia sadar, bahwa sekarang ini dia adalah Zoya bukan Zara.Anggaplah Zara sudah mati.Zoya justru tidak boleh gegabah dan berakhir menunjukkan jati diri yang sebenarnya.'Tenang Zoya, tenangkan dirimu, jangan tunjukkan ketakutan mu. Sekarang kamu dan Aland
Erile benar-benar menepati ucapannya pada Prisila, pagi ini dia datang ke rumah utama keluarga Floyd dan langsung menghadap pada mama Emma, Aland dan juga Zoya. Sementara si kecil Austin sudah pergi ke sekolahnya."Ya Tuhan, jadi kalian memiliki hubungan. Astaga, Mama senang sekali," ucap mama Emma, kedua matanya sampai berkaca-kaca, ingin menangis saling bahagianya. Jika dulu mungkin mama Emma akan menentang hubungan tersebut, apalagi jika mengingat bagaimana latar belakang Erile yang hanya seorang asisten pribadi.Tapi sekarang semuanya telah benar-benar berubah mama Emma lagi melihat kedudukan seseorang untuk jadi pendamping anak-anaknya. Dia telah banyak belajar, bahwa harta bisa dicari, namun kebahagiaan tak bisa dibeli dengan uang. Jadi kini siapapun yang bisa membahagiakan anak-anaknya, maka akan dia dukung dengan sepenuh hati."Umur kalian sudah matang, lebih baik langsung menikah saja," putus wanita paruh baya tersebut.Zoya sudah terkekeh, lucu sendiri melihat sikap ibu mer
"Erile?!""Sstt!!" kata Prisila, buru-buru dia membekap mulut Zoya agar tidak mengeluarkan suara yang lebih tinggi karena keterkejutannya. Sungguh, tentang hubungannya dengan Erile pun hingga kini masih belum dia percaya juga.Semuanya dimulai saat salju pertama turun di kota Servo. Malam itu dingin sekali, tiba-tiba Erile menggenggam tangannya hingga membuat Prisila marah.Dan yang paling membuatnya terkejut adalah Erile menyatakan cinta, lalu bicara takut kehilangan sebab mama Emma sudah berulang kali membicarakan tentang perjodohannya.Sejak saat itu selalu ada saja cara yang membuat mereka bertemu hingga akhirnya kini keduanya sepakat untuk bersama."Aku tidak akan menjelaskan apapun padamu tentang bagaimana aku dan Erile bisa bersama. Tapi sekarang kami memang sedang menjalin hubungan," jelas Prisila, saat mengatakan itu kedua pipinya sontak berubah jadi merah merona.Selama ini Pricilla adalah wanita yang mandiri dan ketika cinta menyentuh hatinya membuatnya jadi malu sendiri."
Akhir-akhir ini Prisila sangat sibuk, entah sudah berapa lama sejak mama Emma meminta bantuan Zoya untuk menanyakan tentang status anaknya itu. Apakah sekarang Prisila sedang dekat dengan pria atau tidak?Merasa memiliki hutang pada sang mama, jadi malam ini Zoya bertekad untuk bertemu dengan kak Prisila. Jam 9 malam dia hendak keluar dari dalam kamar, padahal sudah hampir 30 menit dia berbaring dengan sang suami. "Aku harus bertemu kak Prisila sekarang Al, besok pagi dia pasti buru-buru pergi ke rumah sakit. Alasanya sedang ada pergantian manajemen," ucap Zoya. "Ya ampun sayang, ini kan sudah malam. Besok saja kita ke rumah sakit kak Prisila, aku akan temani," balas Aland yang tak rela ditinggal sang istri. Padahal mereka masih saling memeluk erat, berbagi kehangatan dari dinginnya cuaca di luar. "Aku mohon sayang, izinkan aku pergi sekarang," mohon Zoya, bahkan menatap penuh permohonan. "Oh my God, kenapa istriku terlihat menggemaskan seperti ini. Aku tidak akan sanggup menolak k
Hari pun bergulir.Dari hari berganti jadi minggu. Tidak disadari oleh semua orang kini hubungan Prisila dan Erile nampak canggung. Sepertinya terjadi sesuatu saat mereka pulang bersama ketika salju pertama turun di kota Servo.Memasuki musim dingin, Zoya juga dilarang pergi ke luar rumah. Namun kali ini mama Emma memenuhi semua kebutuhannya bahkan melimpahkan semua kasih sayang yang dia punya."Zoya, mama baru saja membuat sup. Ayo makan agar tubuhmu hangat," ajak mama Emma, dia datang dari dapur dan menghampiri sang menantu yang sedang berada di ruang tengah.Saat ini waktu masih menunjukkan jam 10 pagi, Austin masih sekolah, Aland pergi ke kantor karena ada beberapa urusan, sementara Prisila juga sudah pergi ke rumah sakit. Jadi di rumah hanya ada mama Emma dan Zoya saja."Tapi aku belum lapar, Ma," jawab Zoya, bukan apa-apa, beberapa saat lalu mama Ema sudah memberinya irisan buah."Tidak apa-apa, sedikiiit saja. Mama akan suapi kamu," balas mama Emma, masih kukuh ingin Zoya makan
Tiba di ruangan sang manager, Prisila dan Erile langsung bertemu dengan seorang wanita yang mengaku bahwa cincin berliannya hilang. Wanita itu masih muda, namun sungguh Prisila tak pernah mengingat pernah mengundang wanita itu dalam pernikahan sang adik.'Siapa yang membawa wanita ini masuk ke dalam pesta.' batin Prisila pula, dia datang dengan sorot matanya yang tajam."Akhirnya kamu datang juga, Aku hanya ingin menuntut ganti rugi tapi kenapa penanganannya buruk sekali seperti ini," ucap wanita tersebut, seseorang bernama Hailey."Maaf Nona, tapi dari rekaman CCTV yang tertangkap sejak Anda masuk ke dalam ballroom anda sudah tidak menggunakan cincin.""Mana CCTVnya? sejak tadi aku ingin melihat rekaman itu tapi kamu terus mengela," balas Hailey pula, tak gentar dengan semua kemauannya. dia harus mendapatkan ganti rugi atas kehilangan ini."Saya tidak menunjukkan CCTV lebih awal karena ingin mendengar kejujuran anda, tapi ternyata anda tetap kukuh dalam kebohongan. Saat rekaman CCTV
Zoya tidak tau harus menjawab apa ucapan suaminya tersebut. Dulu mungkin Zoya akan merasa senang tiap kali melihat penyesalan suaminya seperti ini. Tiap sekarang Zoya sudah tidak seperti dulu lagi, karena kini jadi merasa iba pula jika Aland terus diselimuti oleh perasaan bersalah di masa lalu.Sementara yang Zoya inginkan sekarang adalah mereka sama-sama bahagia, tak lagi terbelenggu dengan masa lalu."Terima kasih, karena kamu masih memberiku kesempatan kedua," kata Aland lagi.Zoya tetap tak tau harus menjawab apa, jadi dari semua ucapan suaminya tersebut hanya dia jawab dengan pelukan yang semakin erat. Zoya bahkan langsung mendongak dan mencium lehih dulu bibir suaminya, ciuman yang langsung disambut oleh Aland.Hingga akhirnya mereka berdua saling berpagut dengan mesra, mengirim cinta yang ada di dalam hati melalui ciuman tersebut.Malam pertama setelah menikah meraka hanya tidur saling memeluk, Aland tak ingin sesuatu hal terjadi pada kandungan sanb istri.**Malam pun bergul
"Berikan nomor ponsel Anda," ucap Rama, ketika mobilnya sudah berhenti tepat di depan pintu gerbang rumah nona Adeline."Untuk apa?" tanya Adeline pula, dia pikir mereka berdua sudah tidak ada urusan lagi. Toh sekarang Adeline telah benar-benar coba merelakan Aland, dia tidak akan mengganggu pernikahan itu.Adeline malas mengakui, tapi semua ucapan Rama memang benar. Saat dia putusnya untuk tetap berusaha menghancurkan pernikahan tersebut yang ada hanya dialah yang akan hancur."Berikan saja, atau saya tidak akan membuka pintu," kata Rama, yang terdengar seperti ancaman di telinga Adeline.Sebuah sikap pemaksa yang tidak cocok jika disandingkan dengan wajahnya yang hangat. Karena malas berdebat dan merasa tenaganya sudah habis jadi Adeline dengan terpaksa mencatat nomornya di ponsel milik pria ini.Rama yang tidak mudah percaya pada Adeline pun memeriksa lebih dulu nomor ponsel tersebut dan untungnya ponsel milik Nona muda ini benar-benar berdering."Apa kamu pikir Aku mencatat nomor
Sudah hampir 2 jam Adeline tertidur di sofa tersebut, tapi belum ada tanda-tanda bahwa wanita itu akan terbangun. Sementara saat ini waktu sudah menunjukkan jam 5 sore, Rama harusnya sudah pulang sejak beberapa menit yang lalu."Astaga, wanita itu tidur atau pingsan? Kenapa dia tidak bangun-bangun juga," gumam Rama, lebih terdengar seperti menggerutu. Adeline tertidur seolah selama ini dia tidak pernah tidur nyenyak seperti itu.Dengan sangat terpaksa akhirnya dia berniat untuk membangunkan wanita itu. Rama berjalan mendekati sofa, berdiri di samping Adeline yang tertidur pulas. Rama kemudian menggerakkan tangan kanannya untuk menyentuh pundak wanita itu, lalu menggoyangnya secara perlahan."Nona Adeline! Bangunlah," kata Rama, bicaranya memang terdengar pelan tapi goyangan yang dia ciptakan dari tangannya cukup kuat. Hingga membuat Adeline akhirnya benar-benar terbangun dari tidur.Adeline menguap namun belum sadar saat ini dia berada di mana."Nona Adeline!" kata Rama lagi, dan akhi
Tepat jam 9 pagi akhirnya pengantin dipanggil untuk keluar menuju tempat pengucapan janji suci. Ballroom yang awalnya terasa cukup bising kini seketika jadi hening ketika Zoya dan Aland berjalan bersama melewati taburan kelopak bunga berwarna putih."Mama!" pekik Austin yang duduk di kursi paling depan bersama dengan Elea dan kak Prisila, kebahagiaan bocah itu tidak bisa dikendalikan.Namun Zoya hanya bisa bisa tersenyum ke arah sang anak, senyum tanda bahwa dia pun juga merasa sangat bahagia pada hari ini.Zoya cantik sekali dengan gaun pengantinnya yang menjuntai panjang. Begitu serasi dengan Aland yang berada di sampingnya.Pernikahan itu banyak dihadiri orang-orang, sebagian Zoya mengetahuinya sebab dulu dia pun bekerja di perusahaan Aland. Sebagian lagi dia tidak mengenal dan cukup tau bahwa semuanya adalah kenalan keluarga Floyd.Pernikahan itu pun disiarkan oleh satu stasiun televisi, hingga siapapun bisa melihatnya. Termasuk Sofia yang terduduk di ruang tengah rumah keluarga E