Share

Peringatan dan Kepedulian

Penulis: minipau
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-25 17:13:54

Arman menghembuskan napas panjang saat pintu selnya terbuka. Kebebasannya bukanlah hasil yang ia duga, namun satu hal memenuhi benaknya sejak ia keluar: Nathalia. Ada banyak hal yang harus ia sampaikan, terutama setelah mendengar kabar tentang kehamilan Nathalia dari desas-desus yang beredar.

“Jadi, apa rencanamu sekarang?” Akbar berdiri di luar penjara, menyambut sahabat lamanya dengan sorot mata waspada.

“Aku harus menemuinya,” kata Arman dengan tegas. “Aku harus memastikan dia baik-baik saja, Akbar. Terlebih dengan kondisinya.”

Akbar menahan tangan Arman saat pria itu melangkah menuju mobil. “Itu bukan ide yang baik. Kamu tahu bagaimana situasinya dengan Prasetyo. Nathalia tidak butuh lebih banyak kekacauan.”

Arman menatap Akbar, tatapannya tajam namun penuh rasa bersalah. “Aku tidak bisa tinggal diam. Aku hanya ingin memastikan dia aman.”

“Jika kamu benar-benar peduli, biarkan dia menjalani hidupnya tanpa gangguan,” Akbar memperingatkan. “Keadaan sudah cukup rumit. Kehadiranmu han
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Flashback

    Satu tahun yang lalu, di sudut swalayan kecil di pinggiran kota, Nathalia berdiri di belakang meja kasir, sibuk menghitung kembalian untuk seorang pelanggan. Kehidupannya sederhana, berputar antara pekerjaannya di swalayan dan waktu luangnya bersama sang ibu yang sakit. Dia tidak pernah membayangkan bahwa hari itu akan mengubah segalanya. Di luar swalayan, Akbar, Arman, dan Prasetyo berdiri bersandar pada mobil sport hitam milik Prasetyo. Ketiganya tertawa, berbicara tentang hal-hal remeh, hingga mata mereka tertuju pada Nathalia yang sedang bekerja di dalam. “Lihat dia,” ujar Akbar sambil menunjuk dengan dagunya. “Cantik, ya? Terlihat seperti tipe yang sulit ditaklukkan.” Arman tertawa kecil, mengeluarkan rokok dari saku jaketnya. "Susah? Tidak ada yang susah untukku," katanya dengan nada sombong. Namun, ada kilatan di matanya yang mencerminkan rasa frustrasi. "Aku sudah mencoba mendekatinya minggu lalu, tapi dia bahkan tidak melirikku," lanjut Arman, kini dengan nada lebih tajam

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-25
  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Antusias yang tidak biasa

    Prasetyo membuka matanya perlahan. Cahaya pagi yang masuk melalui jendela menyilaukan matanya, memaksanya menyesuaikan diri dengan realitas yang menggantung di hadapannya. Ia melirik jam di dinding, pukul tujuh pagi. Waktu dokter visit akan segera tiba.Ia bangkit dari tempat tidur, menarik napas dalam-dalam, lalu merapikan diri. Suara langkah suster yang berlalu-lalang di koridor rumah sakit menjadi latar belakang yang menenangkan sekaligus menegangkan. Ketika pintu kamar Nathalia terbuka, ia masuk dengan langkah mantap.Di dalam ruangan, Nathalia duduk di ranjangnya, wajahnya tampak letih. Namun, matanya tetap memancarkan keteguhan hati, meski terselubung dalam kebimbangan. Prasetyo berdiri di samping ranjang, diam-diam memperhatikan perut Nathalia yang semakin membesar.Ketika dokter memulai pemeriksaan, layar monitor USG menampilkan bayangan kehidupan kecil yang tumbuh di dalam Nathalia. Jantung Prasetyo berdegup lebih cepat. Bayi itu—calon buah hatinya—bergerak pelan, seolah meng

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-25
  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Tekad membara

    Siang itu, Prasetyo baru saja selesai dengan panggilan telepon panjang dari kliennya. Ia mengusap wajahnya yang lelah, tetapi pikirannya langsung tertuju pada Nathalia. Ia merasa perlu memastikan bahwa istrinya benar-benar beristirahat seperti yang dianjurkan dokter.Ketika ia menuju kamar Nathalia, pemandangan yang dilihatnya membuat darahnya mendidih. Nathalia berjalan perlahan di koridor rumah sakit, menyeret tiang infusnya. Wajahnya tampak pucat, tetapi tekad terlihat jelas di matanya. Ia bahkan tidak memperhatikan ketika seorang suster mencoba menegurnya.“Nathalia!” seru Prasetyo, nadanya penuh amarah dan kekhawatiran. Langkahnya besar-besar mendekati istrinya. Nathalia menoleh, sedikit terkejut melihat Prasetyo.“Apa yang kau lakukan di sini? Seharusnya kau beristirahat di ranjang!” lanjut Prasetyo dengan nada tinggi.“Aku hanya ingin meregangkan kaki sedikit,” jawab Nathalia pelan, mencoba membela diri. “Aku merasa lebih baik.”Namun, jawaban itu tidak membuat Prasetyo tenang.

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-25
  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Antara cinta dan dendam

    Samantha melangkah keluar dari rumah sakit dengan langkah cepat. Wajahnya merah padam, tidak hanya karena panas terik siang itu tetapi juga karena amarah yang membara di dalam dadanya. Ia tidak pernah merasa sefrustrasi ini sebelumnya. Hubungan antara Prasetyo dan Nathalia tidak hanya terlihat baik-baik saja, tetapi bahkan lebih kokoh dari yang ia bayangkan. Pemandangan itu membuatnya merasa tidak berdaya, sebuah emosi yang sangat dibencinya.“Bagaimana bisa? Prasetyo tidak pernah bersikap seperti itu padaku,” gumamnya, suaranya nyaris seperti desisan. Tangannya menggenggam erat tasnya, seolah ingin melampiaskan kemarahan pada benda mati itu.Langkahnya terhenti ketika ponselnya bergetar. Nomor tidak dikenal tertera di layar, tetapi rasa ingin tahu membuatnya mengangkat panggilan tersebut.“Halo?” suaranya dingin, mencerminkan suasana hatinya.“Samantha,” suara di ujung sana terdengar berat, hampir tanpa emosi. “Aku pikir kau akan tertarik dengan ini.”Sebelum Samantha sempat bertanya

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-25
  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Rencana rencana

    Hubungan Nathalia dan Prasetyo yang membaik membawa perubahan besar bagi kesehatan Nathalia. Setelah berminggu-minggu menjalani perawatan intensif di rumah sakit, perempuan itu akhirnya diperbolehkan pulang. Meski tubuhnya masih belum sepenuhnya pulih, warna wajahnya mulai kembali, dan senyum kecil menghiasi bibirnya, sesuatu yang jarang terlihat dalam beberapa bulan terakhir.Namun, Prasetyo tampak gelisah. Ia berdiri di samping tempat tidur Nathalia, tangan menyilang di dada, dan matanya menatap tajam ke arah perawat yang sibuk mempersiapkan dokumen kepulangan Nathalia.“Kau yakin sudah cukup sehat untuk pulang?” tanyanya, nada suaranya penuh kekhawatiran meski berusaha terdengar tenang.Nathalia menoleh, tersenyum lembut. “Aku baik-baik saja, Pras. Dokter sendiri yang bilang aku boleh pulang. Lagi pula, aku tidak bisa selamanya tinggal di sini.”Prasetyo menghela napas berat. “Tapi bagaimana kalau sesuatu terjadi? Di rumah tidak ada dokter atau perawat yang bisa langsung membantumu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-25
  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Mimpu buruk

    Malam itu, suasana rumah terasa hangat. Nathalia, yang mulai merasa lebih sehat sejak kembali dari rumah sakit, duduk di sofa ruang tengah dengan wajah cerah. Prasetyo memandangnya dari sudut ruangan, memperhatikan setiap detail ekspresi istrinya. Ada kebahagiaan yang mulai terpancar dari Nathalia, dan itu membuat hatinya tenang, meski ia berusaha menyembunyikannya di balik sikap dinginnya.“Pras,” panggil Nathalia dengan suara lembut.Prasetyo, yang sedang berdiri di dekat rak buku, berpaling dengan cepat. “Ada apa?” tanyanya singkat, meski matanya penuh perhatian.“Aku ingin makan cokelat. Rasanya sudah lama sekali aku tidak mencicipinya,” jawab Nathalia dengan mata berbinar, menatap suaminya penuh harap.Prasetyo mengangkat alis, mencoba terlihat acuh. “Cokelat? Itu permintaan sederhana. Kenapa tidak bilang lebih awal?” Ia berjalan menuju dapur sambil menambahkan, “Tunggu di sini.”Namun, sebelum ia beranjak lebih jauh, Nathalia menarik lengan suaminya. “Tunggu. Aku ingin kita meni

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-25
  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Kehilangan yang dalam

    Pagi itu, Nathalia masih terjebak dalam pikirannya tentang mimpi yang menghantui tidurnya semalam. Ia mencoba menyibukkan diri dengan membaca buku di ruang tengah, tetapi bayangan tentang Samantha dan bayi yang direnggut darinya terus berputar di benaknya. Wajahnya tampak murung, meskipun ia berusaha menyembunyikannya dari Prasetyo.Prasetyo, yang baru saja turun dari lantai atas, langsung menyadari ada sesuatu yang tidak beres. Ia tidak mengatakan apa-apa, hanya menatap Nathalia dengan tatapan penuh perhatian yang dibalut gengsinya. Akhirnya, ia duduk di sofa di seberang Nathalia dan pura-pura membaca koran.“Nath, kau baik-baik saja?” tanyanya, mencoba terdengar santai.Nathalia menatapnya sejenak, lalu mengangguk. “Aku baik-baik saja, Pras.”Namun, Prasetyo tidak mudah dibodohi. Ia melipat korannya dan mendekati istrinya. “Kau masih memikirkan mimpi itu, ya?” tebaknya.Nathalia terdiam, lalu mengangguk pelan. “Aku tidak tahu kenapa itu begitu nyata. Aku merasa… seperti aku benar-be

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-25
  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Awan gelap

    Prasetyo menyelesaikan urusannya dengan cepat, jauh lebih cepat dari biasanya. Ia hampir tidak memberikan jeda dalam diskusinya dengan Akbar, melontarkan solusi dan keputusan tegas tanpa basa-basi. Akbar, yang memperhatikan tingkah sepupunya, mulai menyeringai penuh arti.“Pras, kau sedang buru-buru, ya?” tanyanya sambil menyilangkan tangan di dada. Nada suaranya penuh godaan.Prasetyo menatapnya sekilas, berusaha memasang ekspresi netral. “Tidak juga. Aku hanya ingin menyelesaikan ini secepat mungkin. Tidak ada gunanya berlama-lama,” jawabnya, nada dinginnya terdengar sangat disengaja.Akbar terkekeh pelan. “Oh, aku mengerti. Kau pasti ingin segera pulang ke rumah, kan? Aku dengar-dengar Nathalia sedang dalam masa kehamilan. Kau pasti tidak sabar untuk kembali dan memastikan semuanya baik-baik saja.”Wajah Prasetyo langsung berubah kaku. Ia mengerutkan kening, tetapi tidak bisa sepenuhnya menyembunyikan rona tipis di pipinya. “Kau terlalu banyak bicara, Akbar. Aku hanya melakukan apa

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-25

Bab terbaru

  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Senan-senang

    Prasetyo menarik napas panjang saat ia dan Rendra keluar dari kafe melalui pintu belakang. Jalanan di belakang kafe sepi, hanya diterangi cahaya temaram dari lampu jalan yang berkelip. Namun, Prasetyo tahu bahwa mereka tidak akan dibiarkan pergi begitu saja."Kita harus cepat," kata Rendra, matanya menyapu sekeliling.Langkah kaki terdengar semakin dekat. Prasetyo menoleh ke belakang dan melihat pria bertubuh besar yang tadi masuk ke kafe kini berdiri di ambang pintu belakang, menatap mereka dengan tajam. Dua orang lainnya muncul dari gang sempit di samping kafe, membuat jalan keluar mereka semakin terbatas."Mereka datang lebih cepat dari yang kukira," gumam Prasetyo."Tidak ada waktu untuk ragu," balas Rendra. Ia dengan cekatan meraih sesuatu dari dalam jaketnya—sebuah flash drive kecil. "Ambil ini. Jika terjadi sesuatu padaku, pastikan Samantha dan Nadia mendapatkannya. Mereka tahu harus berbuat apa."Prasetyo mengambil flash drive itu dan memasukkannya ke dalam saku dalam jaketnya

  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Rencana baru

    Prasetyo berdiri di tengah ruangan yang perlahan-lahan mulai kosong. Orang-orang masih berbisik tentang apa yang baru saja terjadi, beberapa di antara mereka mencuri pandang ke arahnya dengan berbagai ekspresi—kagum, lega, atau bahkan ketidakpercayaan. Tapi Prasetyo tidak peduli. Pikirannya masih tertuju pada satu hal: ini belum berakhir.Samantha masih berdiri di dekatnya, wajahnya terlihat lebih tenang meski sisa ketegangan belum sepenuhnya hilang. Ia meremas jemarinya sendiri, seolah mencoba menenangkan diri. "Pras, kita harus memastikan Arman benar-benar tidak punya jalan untuk lolos lagi. Kita tidak bisa membiarkannya bermain di balik bayang-bayang."Nadia, sang jurnalis investigasi, menyelipkan tablet ke dalam tasnya lalu menatap Prasetyo dengan serius. "Bukti ini cukup untuk menjatuhkannya sekarang, tapi seperti yang kubilang tadi, ini belum selesai. Ada banyak orang di belakang Arman yang mungkin mencoba membersihkan namanya atau bahkan membalas dendam."Prasetyo mengangguk. "

  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   kebenaran akan selalu menang

    Prasetyo menatap pria berseragam itu dengan tajam, pikirannya berpacu mencari cara untuk keluar dari situasi ini. Ia tahu jika ia mengikuti mereka sekarang, Arman akan semakin unggul. Setiap detik terasa begitu panjang, seolah waktu melambat dalam ketegangan yang semakin menyesakkan."Tuan, kami harus meminta Anda untuk tidak membuat ini lebih sulit," suara pria itu tegas, namun tetap formal. Tangannya sudah terulur, siap menggiring Prasetyo keluar dari ruangan.Samantha berdiri dengan gemetar, wajahnya penuh ketakutan dan amarah yang bergejolak. "Tidak! Dia tidak bersalah! Semua ini rekayasa! Arman menjebaknya!"Arman mendesah, menggelengkan kepalanya seolah bosan dengan drama yang terjadi. "Samantha, sayangku, terima saja kenyataan. Prasetyo kalah. Kau juga kalah. Dunia ini tidak pernah berpihak pada orang-orang seperti kalian."Namun sebelum pria berseragam itu bisa membawa Prasetyo, sebuah suara lain menggema di ruangan."Tunggu!"Semua kepala menoleh. Seorang wanita dengan jas ab

  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Perang yang sesungguhnya

    Ruangan itu masih sunyi. Udara terasa tegang, seakan-akan waktu berhenti setelah semua kebenaran terungkap. Prasetyo menarik napas panjang, matanya menatap Samantha yang kini benar-benar kehilangan kata-kata. Namun, ia tahu, ini belum selesai.Tiba-tiba, suara tepukan tangan menggema di ruangan itu. Semua orang menoleh ke arah pintu masuk. Di sana, berdiri seorang pria dengan jas hitam rapi, ekspresi wajahnya penuh dengan kepuasan. Arman."Luar biasa, Pras," ujarnya dengan nada mengejek. "Aku harus mengakui, kau memang lebih pintar dari yang aku kira. Tapi apakah kau benar-benar berpikir ini adalah akhir dari segalanya?"Prasetyo mengepalkan tangannya. "Arman, ini sudah selesai. Semua bukti ada di sini. Tidak ada lagi kebohongan yang bisa kau sembunyikan."Namun, alih-alih panik, Arman justru tersenyum sinis. Ia melangkah perlahan ke tengah ruangan, matanya menatap Samantha yang kini tampak putus asa."Samantha, sayangku," ucapnya dengan nada merendahkan. "Aku sudah bilang, jangan ter

  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Menepuk lalat

    Ruangan yang awalnya penuh dengan tawa dan kegembiraan kini berubah menjadi panggung pembongkaran. Semua mata tertuju pada Prasetyo, yang berdiri tegak di tengah-tengah ruang, dengan wajah penuh tekad. Di belakangnya, layar televisi lebar yang sudah disiapkan sebelumnya menampilkan serangkaian bukti yang akan mengungkapkan kebohongan besar yang selama ini disembunyikan oleh Samantha dan Kareena.Samantha, yang semula tampak percaya diri, kini mulai tampak panik. Wajahnya memucat, dan tubuhnya sedikit gemetar. Ia tak menyangka jika Prasetyo benar-benar memiliki bukti yang begitu kuat, bukti yang mampu mengguncang seluruh dunia yang ia bangun dengan kebohongannya. Namun, Samantha masih mencoba untuk menyelamatkan dirinya. Dengan cepat, ia berusaha mengelak, suaranya bergetar ketika ia membuka mulut."T-tunggu, Prasetyo! Ini tidak seperti yang kamu pikirkan!" Samantha mencoba menyusun kata-kata, meskipun suaranya terdengar semakin terbata-bata. "Kamu salah paham! Aku… aku tidak tahu apa

  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Membongkar kotak pandora

    Meski ingatannya telah kembali sepenuhnya, ia memilih untuk berpura-pura tidak ingat, bahkan bersikap seolah-olah ia masih kehilangan ingatannya. Ia tahu bahwa ini adalah langkah yang berbahaya, tetapi itu adalah cara terbaik untuk mempersiapkan dirinya menghadapi Samantha dan orang-orang yang telah menipu dan memanipulasinya selama ini. Prasetyo merasa bahwa saat ini ia harus menjadi seorang aktor yang baik, menyembunyikan perasaannya dan berakting sesuai dengan apa yang diinginkan oleh Samantha dan ibunya, Kareena.Samantha, dengan segala kebohongannya, terus berusaha menambah kepingan puzzle kebohongan yang selama ini mereka bangun. Ia tahu bahwa Prasetyo masih berada di dalam genggamannya, dan ia terus mencoba untuk meyakinkannya bahwa mereka berdua adalah pasangan yang sempurna, bahwa dia adalah wanita yang terbaik untuknya. Sementara itu, Kareena, ibu Prasetyo, tampaknya juga telah membenarkan semua kebohongan itu, memberikan dukungan penuh pada Samantha, seolah-olah semuanya be

  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Kesempatan kedua

    Nathalia masih berdiri di depan pintu rumah sewaannya, matanya penuh kebingungan, bercampur dengan perasaan yang sulit dijelaskan. Hatinya ingin percaya, tapi rasa takut dan luka lama yang belum sembuh sepenuhnya membuatnya ragu. Namun, di tengah ketidakpastian itu, ponsel Nathalia tiba-tiba berbunyi.Dia melihat nama Akbar muncul di layar. Nathalia merasa sedikit cemas, karena dia tahu Akbar adalah salah satu orang yang paling dekat dengan Prasetyo, dan bisa jadi, Akbar tahu lebih banyak tentang apa yang terjadi. Tanpa berpikir panjang, Nathalia mengangkat telepon itu."Halo, Akbar," sapanya dengan suara sedikit terengah-engah, masih mencoba menenangkan dirinya setelah pertemuannya dengan Prasetyo."Nat, kamu baik-baik saja?" suara Akbar terdengar prihatin dari ujung telepon. "Aku dengar Prasetyo datang menemuimu tadi. Apa yang terjadi?"Nathalia menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan pikirannya yang berlarian. "Iya, dia datang," jawabnya perlahan. "Tapi... ada banyak hal ya

  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Permintaan maaf

    Setelah beberapa waktu terpisah dan melalui berbagai kebohongan yang menjerat, hatinya kini dipenuhi oleh penyesalan yang mendalam. Ia harus menemui Nathalia, harus melihat wajah wanita itu lagi, meskipun ia tahu ia sudah terlambat. Akibat tindakan ibunya, ia dan Nathalia kini terpisah. Tetapi, berkat bantuan Akbar, akhirnya ia berhasil mengetahui keberadaan Nathalia. Tak ada lagi waktu untuk ragu—Prasetyo merasa ia harus melangkah, walaupun ia tahu ini akan menjadi pertemuan yang penuh emosi dan kerumitan.Saat sampai di depan rumah sewaan Nathalia, perasaan Prasetyo semakin bergejolak. Rumah itu tampak sederhana, jauh berbeda dengan rumah mewah yang dulu mereka impikan bersama. Rumah ini adalah tempat di mana Nathalia harus berjuang sendiri, tanpa kehadirannya. Dalam kondisi seperti ini, Prasetyo merasa dirinya semakin tidak pantas berada di sana.Prasetyo mengatur napasnya, mengetuk pintu dengan tangan yang sedikit gemetar. Tak lama kemudian, pintu terbuka, dan di baliknya, Nathali

  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Puzel yang mulai tersusun

    Setelah beberapa hari menjalani perawatan di rumah sakit, Prasetyo akhirnya keluar dan kembali ke rumah, meskipun ingatannya masih sedikit kabur. Samantha tetap berada di sisinya, menjaga setiap langkahnya. Namun, dalam hati Prasetyo, sebuah niat mulai berkembang—untuk menggali lebih dalam tentang siapa yang benar dan siapa yang berbohong. Ia sadar bahwa ingatannya yang hilang bukan hanya tentang dirinya, tetapi juga tentang orang-orang yang ada di sekitarnya.Suatu malam, saat mereka sedang duduk bersama di ruang tamu, Prasetyo memutuskan untuk menghubungi Akbar. Ia tidak memberi tahu Samantha sebelumnya, tapi ia tahu bahwa Akbar adalah satu-satunya orang yang mungkin bisa membantunya mengungkap semua yang disembunyikan. Di luar dugaan, Akbar menjawab telepon dengan cepat, suaranya tegas namun penuh kekhawatiran."Pras? Apa kabar? Kenapa tiba-tiba menghubungi aku?" tanya Akbar dengan nada cemas.Prasetyo menghela napas, menatap langit malam yang gelap di luar jendela. "Ingatan aku su

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status