Share

Buah Hati

Author: minipau
last update Last Updated: 2024-12-18 20:23:32

Nathalia mendengar sayup-sayup suara percakapan beberapa orang, perempuan itu mengernyirkan kening lalu membuka mata dengan perlahan, silau dari caha lampu membuatnya kembali memejamkan mata dengan cepat.

“Kamu bangun?” Prasetyo mengatur kembali cahaya penerangan di area tempat perawatan Nathalia. “Dokter bilang kamu akan butuh penyesuaian terhadap cahaya karena tertidur terlalu lama.”

Nathalia memejamkan mata, ia berniat mengabaikan Prasetyo. Tapi sialnya perutnya berkhianat, bayinya sepertinya memprotes asupan nutrinya yang masuk ke tubuh ibunya karena tiba-tiba saja Nathalia merasa kelaparan.

“Kamu lapar?” tanya Prasetyo.

Nathalia tidak menjawab, perempuan itu memilih memejamkan mata, tapi dasar perut dan bayinya yang tidak dapat di ajak bekerja sama. Gemuruh di dalam perutnya kembali berbunyi, menunjukan seberapa laparnya Nathalia saat ini.

“Ada makanan yang mau inginkan?” Tanya Prasetyo sembari memeriksa daftar makanan dari ahli gizi yang menangani istrinya. “Dokter bilang kamu b
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Waktu yang tepat

    Prasetyo, meski enggan, memutuskan untuk mencarinya bersama sahabatnya, Akbar.Sementara itu, Samantha, yang kini menetap di ruang perawat rumah sakit untuk sementara waktu, memanfaatkan kesempatan ini untuk berbicara empat mata dengan Nathalia.“Kamu hamil, ya?” tanya Samantha langsung tanpa basa-basi.Nathalia yang sedang duduk di ruang tamu hanya menatap Samantha dengan datar. “Memangnya kenapa?”“Apa ini jebakan selanjutnya?” Samantha mendekat, nadanya menekan. “Kamu sama sekali tidak belajar dari kesalahanmu, hah?!”Nathalia tertawa kecil, tapi tidak ada humor dalam suara itu. “Masalahku dengan suamiku bukan urusanmu, Samantha. Kalau kamu ingin mendominasi hidup Prasetyo, mungkin kamu harus lebih baik daripada hanya sekadar jadi pelarian.”Samantha membalas tatapan Nathalia dengan tatapan tajam. “Jangan merasa terlalu aman, Nathalia. Kamu hanya berhasil mendapatkan Prasetyo karena—”“Karena pernikahan ini? Ya, aku tahu. Dan aku juga tahu dia mencintai kamu. Tapi ada satu hal yang

    Last Updated : 2024-12-25
  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Ego dan Harga diri

    Keesokan paginya, suasana rumah sakit tempat Prasetyo dan Nathalia menjalani perawatan kembali dipenuhi ketegangan. Nathalia masih merasakan sakit hati atas pembicaraan mereka semalam, sementara Prasetyo mencoba menghindari percakapan dengan istrinya. Namun, ketegangan itu akhirnya memuncak saat Nathalia mengungkit kembali pembicaraan tentang kehamilannya saat sarapan. “Mas,” kata Nathalia sambil menatap Prasetyo yang tengah menyeruput kopi. “Aku ingin kita serius membicarakan soal anak ini.” Prasetyo menghela napas, meletakkan cangkirnya dengan keras di atas meja. “Berapa kali harus kubilang, Nathalia? Aku tidak akan membiarkanmu menggugurkan kandungan itu. Sudah cukup pembicaraan ini.” Nathalia menggigit bibirnya, matanya berkaca-kaca. “Tapi kenapa, Mas? Kamu bahkan tidak pernah mencintaiku. Kita menikah karena paksaan. Kenapa kamu menginginkan anak ini?” Prasetyo berdiri, tangannya terkepal di sisi tubuhnya. “Karena dia anakku! Dia darah dagingku, Nathalia. Apa itu tidak cu

    Last Updated : 2024-12-25
  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Peringatan dan Kepedulian

    Arman menghembuskan napas panjang saat pintu selnya terbuka. Kebebasannya bukanlah hasil yang ia duga, namun satu hal memenuhi benaknya sejak ia keluar: Nathalia. Ada banyak hal yang harus ia sampaikan, terutama setelah mendengar kabar tentang kehamilan Nathalia dari desas-desus yang beredar.“Jadi, apa rencanamu sekarang?” Akbar berdiri di luar penjara, menyambut sahabat lamanya dengan sorot mata waspada.“Aku harus menemuinya,” kata Arman dengan tegas. “Aku harus memastikan dia baik-baik saja, Akbar. Terlebih dengan kondisinya.”Akbar menahan tangan Arman saat pria itu melangkah menuju mobil. “Itu bukan ide yang baik. Kamu tahu bagaimana situasinya dengan Prasetyo. Nathalia tidak butuh lebih banyak kekacauan.”Arman menatap Akbar, tatapannya tajam namun penuh rasa bersalah. “Aku tidak bisa tinggal diam. Aku hanya ingin memastikan dia aman.”“Jika kamu benar-benar peduli, biarkan dia menjalani hidupnya tanpa gangguan,” Akbar memperingatkan. “Keadaan sudah cukup rumit. Kehadiranmu han

    Last Updated : 2024-12-25
  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Flashback

    Satu tahun yang lalu, di sudut swalayan kecil di pinggiran kota, Nathalia berdiri di belakang meja kasir, sibuk menghitung kembalian untuk seorang pelanggan. Kehidupannya sederhana, berputar antara pekerjaannya di swalayan dan waktu luangnya bersama sang ibu yang sakit. Dia tidak pernah membayangkan bahwa hari itu akan mengubah segalanya. Di luar swalayan, Akbar, Arman, dan Prasetyo berdiri bersandar pada mobil sport hitam milik Prasetyo. Ketiganya tertawa, berbicara tentang hal-hal remeh, hingga mata mereka tertuju pada Nathalia yang sedang bekerja di dalam. “Lihat dia,” ujar Akbar sambil menunjuk dengan dagunya. “Cantik, ya? Terlihat seperti tipe yang sulit ditaklukkan.” Arman tertawa kecil, mengeluarkan rokok dari saku jaketnya. "Susah? Tidak ada yang susah untukku," katanya dengan nada sombong. Namun, ada kilatan di matanya yang mencerminkan rasa frustrasi. "Aku sudah mencoba mendekatinya minggu lalu, tapi dia bahkan tidak melirikku," lanjut Arman, kini dengan nada lebih tajam

    Last Updated : 2024-12-25
  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Antusias yang tidak biasa

    Prasetyo membuka matanya perlahan. Cahaya pagi yang masuk melalui jendela menyilaukan matanya, memaksanya menyesuaikan diri dengan realitas yang menggantung di hadapannya. Ia melirik jam di dinding, pukul tujuh pagi. Waktu dokter visit akan segera tiba.Ia bangkit dari tempat tidur, menarik napas dalam-dalam, lalu merapikan diri. Suara langkah suster yang berlalu-lalang di koridor rumah sakit menjadi latar belakang yang menenangkan sekaligus menegangkan. Ketika pintu kamar Nathalia terbuka, ia masuk dengan langkah mantap.Di dalam ruangan, Nathalia duduk di ranjangnya, wajahnya tampak letih. Namun, matanya tetap memancarkan keteguhan hati, meski terselubung dalam kebimbangan. Prasetyo berdiri di samping ranjang, diam-diam memperhatikan perut Nathalia yang semakin membesar.Ketika dokter memulai pemeriksaan, layar monitor USG menampilkan bayangan kehidupan kecil yang tumbuh di dalam Nathalia. Jantung Prasetyo berdegup lebih cepat. Bayi itu—calon buah hatinya—bergerak pelan, seolah meng

    Last Updated : 2024-12-25
  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Tekad membara

    Siang itu, Prasetyo baru saja selesai dengan panggilan telepon panjang dari kliennya. Ia mengusap wajahnya yang lelah, tetapi pikirannya langsung tertuju pada Nathalia. Ia merasa perlu memastikan bahwa istrinya benar-benar beristirahat seperti yang dianjurkan dokter.Ketika ia menuju kamar Nathalia, pemandangan yang dilihatnya membuat darahnya mendidih. Nathalia berjalan perlahan di koridor rumah sakit, menyeret tiang infusnya. Wajahnya tampak pucat, tetapi tekad terlihat jelas di matanya. Ia bahkan tidak memperhatikan ketika seorang suster mencoba menegurnya.“Nathalia!” seru Prasetyo, nadanya penuh amarah dan kekhawatiran. Langkahnya besar-besar mendekati istrinya. Nathalia menoleh, sedikit terkejut melihat Prasetyo.“Apa yang kau lakukan di sini? Seharusnya kau beristirahat di ranjang!” lanjut Prasetyo dengan nada tinggi.“Aku hanya ingin meregangkan kaki sedikit,” jawab Nathalia pelan, mencoba membela diri. “Aku merasa lebih baik.”Namun, jawaban itu tidak membuat Prasetyo tenang.

    Last Updated : 2024-12-25
  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Antara cinta dan dendam

    Samantha melangkah keluar dari rumah sakit dengan langkah cepat. Wajahnya merah padam, tidak hanya karena panas terik siang itu tetapi juga karena amarah yang membara di dalam dadanya. Ia tidak pernah merasa sefrustrasi ini sebelumnya. Hubungan antara Prasetyo dan Nathalia tidak hanya terlihat baik-baik saja, tetapi bahkan lebih kokoh dari yang ia bayangkan. Pemandangan itu membuatnya merasa tidak berdaya, sebuah emosi yang sangat dibencinya.“Bagaimana bisa? Prasetyo tidak pernah bersikap seperti itu padaku,” gumamnya, suaranya nyaris seperti desisan. Tangannya menggenggam erat tasnya, seolah ingin melampiaskan kemarahan pada benda mati itu.Langkahnya terhenti ketika ponselnya bergetar. Nomor tidak dikenal tertera di layar, tetapi rasa ingin tahu membuatnya mengangkat panggilan tersebut.“Halo?” suaranya dingin, mencerminkan suasana hatinya.“Samantha,” suara di ujung sana terdengar berat, hampir tanpa emosi. “Aku pikir kau akan tertarik dengan ini.”Sebelum Samantha sempat bertanya

    Last Updated : 2024-12-25
  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Rencana rencana

    Hubungan Nathalia dan Prasetyo yang membaik membawa perubahan besar bagi kesehatan Nathalia. Setelah berminggu-minggu menjalani perawatan intensif di rumah sakit, perempuan itu akhirnya diperbolehkan pulang. Meski tubuhnya masih belum sepenuhnya pulih, warna wajahnya mulai kembali, dan senyum kecil menghiasi bibirnya, sesuatu yang jarang terlihat dalam beberapa bulan terakhir.Namun, Prasetyo tampak gelisah. Ia berdiri di samping tempat tidur Nathalia, tangan menyilang di dada, dan matanya menatap tajam ke arah perawat yang sibuk mempersiapkan dokumen kepulangan Nathalia.“Kau yakin sudah cukup sehat untuk pulang?” tanyanya, nada suaranya penuh kekhawatiran meski berusaha terdengar tenang.Nathalia menoleh, tersenyum lembut. “Aku baik-baik saja, Pras. Dokter sendiri yang bilang aku boleh pulang. Lagi pula, aku tidak bisa selamanya tinggal di sini.”Prasetyo menghela napas berat. “Tapi bagaimana kalau sesuatu terjadi? Di rumah tidak ada dokter atau perawat yang bisa langsung membantumu

    Last Updated : 2024-12-25

Latest chapter

  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Final Chapter

    Di dalam sebuah kamar hotel yang tersembunyi dari hiruk-pikuk kota, Nathalia duduk di tepi tempat tidur, tangannya menggenggam erat gelas teh hangat yang sudah mulai mendingin. Malam ini terasa lebih sunyi dari biasanya, meski di dalam kepalanya, badai belum juga reda. Kejadian beberapa jam lalu masih terputar jelas dalam ingatannya—bagaimana ia hampir kehilangan nyawa, bagaimana Prasetyo dan Arman akhirnya menghadapi dalang yang selama ini mengatur segalanya dari balik bayang-bayang.Dan kini, Prasetyo ada di ruangan yang sama dengannya. Duduk di kursi dekat jendela, diam, hanya menatap keluar seakan mencari sesuatu yang tidak bisa ia temukan.Hening di antara mereka terasa begitu tegang, tetapi berbeda dari biasanya. Dulu, keheningan seperti ini muncul karena ketidaksukaan Prasetyo terhadapnya, karena dinginnya sikap pria itu yang selalu menempatkan dirinya seolah Nathalia tidak berarti apa-apa. Namun kini, ada ketegangan yang berbeda—sesuatu yang lebih dalam, lebih rumit, dan lebih

  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Rekonsiliasi

    Di dalam sebuah kamar hotel yang tersembunyi dari hiruk-pikuk kota, Nathalia duduk di tepi tempat tidur, tangannya menggenggam erat gelas teh hangat yang sudah mulai mendingin. Malam ini terasa lebih sunyi dari biasanya, meski di dalam kepalanya, badai belum juga reda. Kejadian beberapa jam lalu masih terputar jelas dalam ingatannya—bagaimana ia hampir kehilangan nyawa, bagaimana Prasetyo dan Arman akhirnya menghadapi dalang yang selama ini mengatur segalanya dari balik bayang-bayang.Dan kini, Prasetyo ada di ruangan yang sama dengannya. Duduk di kursi dekat jendela, diam, hanya menatap keluar seakan mencari sesuatu yang tidak bisa ia temukan.Hening di antara mereka terasa begitu tegang, tetapi berbeda dari biasanya. Dulu, keheningan seperti ini muncul karena ketidaksukaan Prasetyo terhadapnya, karena dinginnya sikap pria itu yang selalu menempatkan dirinya seolah Nathalia tidak berarti apa-apa. Namun kini, ada ketegangan yang berbeda—sesuatu yang lebih dalam, lebih rumit, dan lebih

  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Fear adn tears

    Di dalam mobil yang melaju cepat, Prasetyo menatap Arman dengan tajam. Napasnya berat, pikirannya dipenuhi berbagai kemungkinan. Kebenaran yang baru saja diucapkan Arman masih menggema di kepalanya.“Aku mengkhianatimu,” ulang Arman, kali ini dengan suara lebih mantap. “Aku yang memberi informasi tentangmu kepada mereka.”Prasetyo mengepalkan tangan, menahan diri agar tidak melayangkan pukulan ke wajah pria di sebelahnya. Namun, bukan itu yang paling mengusiknya—melainkan kata ‘mereka’ yang diucapkan Arman.“Siapa ‘mereka’?”Arman mengalihkan pandangannya keluar jendela, lalu menghela napas. “Orang yang ingin kau lenyap dari garis keturunan Rahardjo. Mereka tidak mau kau kembali dan mengambil hak warismu.”Dira dan Rendra bertukar pandang. Sejak awal, mereka merasa ada sesuatu yang lebih besar dari sekadar perebutan harta dalam kasus ini.“Apa ini ada hubungannya dengan keluargamu, Pras?” tanya Dira.Prasetyo mengangguk. “Aku meninggalkan semuanya bertahun-tahun lalu. Aku tidak peduli

  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Bersatu kembali

    Di sebuah apartemen kecil di pinggiran kota, Nathalia duduk di dekat jendela, menatap layar ponselnya dengan gelisah. Sudah lebih dari enam jam sejak terakhir kali Prasetyo mengirim pesan. Ia tahu pekerjaan suaminya penuh risiko, sering kali membuatnya terjaga semalaman. Tapi kali ini, perasaannya mengatakan ada sesuatu yang berbeda—sesuatu yang lebih berbahaya dari sebelumnya.Ponselnya bergetar, membuatnya tersentak. Dengan cepat, ia meraihnya, berharap ada kabar dari Prasetyo. Namun, pesan yang muncul justru dari nomor tidak dikenal:"Dia dalam bahaya. Jika kau ingin menyelamatkannya, bersiaplah."Nathalia merasakan jantungnya berdegup kencang. Tangannya gemetar saat membaca pesan itu berulang kali, mencoba mencari makna tersembunyi di baliknya. Ia ingin mengabaikannya, berpikir mungkin ini hanya trik seseorang yang ingin mempermainkannya. Namun, instingnya berkata lain.Ia mencoba menghubungi Prasetyo, tapi tak ada jawaban. Makin gelisah, Nathalia berdiri dan melangkah ke meja kec

  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Genctatan senjata

    Prasetyo, Rendra, dan Dira duduk di dalam ruangan sempit dengan dinding bata yang mulai lapuk. Lampu redup dari ponsel mereka menjadi satu-satunya penerangan. Napas mereka masih tersengal setelah pelarian tadi."Apa yang kita dapatkan?" tanya Prasetyo, mencoba menenangkan diri.Dira menatap layar ponselnya dengan saksama. "File ini... sepertinya bukan hanya dokumen biasa. Ada video dan beberapa catatan transaksi mencurigakan. Ini bukan hanya tentang kita. Ini lebih besar dari yang kita kira."Rendra meremas rambutnya dengan frustrasi. "Sial. Ini bisa berarti kita mengejar sesuatu yang jauh lebih berbahaya."Sebelum mereka bisa membahas lebih lanjut, suara deru mobil mendekat. Prasetyo segera mematikan lampu ponselnya, memberi isyarat pada yang lain untuk diam. Mereka mengintip dari celah jendela yang tertutup tirai usang.Di luar, sebuah sedan hitam berhenti. Arman keluar dari dalam mobil, tangannya mengepal erat. Matanya menatap lurus ke arah bangunan tempat mereka bersembunyi."Arma

  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Simpang jalan

    Prasetyo dan Rendra berjalan cepat di dalam terowongan sempit yang lembap. Cahaya remang-remang dari ponsel mereka menjadi satu-satunya sumber penerangan. Langkah kaki mereka menggema, menciptakan suasana yang semakin mencekam."Kita harus keluar dari sini secepatnya," bisik Rendra, suaranya terdengar tegang."Aku tahu. Tapi kita juga harus memastikan Dira bisa lolos," jawab Prasetyo, matanya terus mencari jalan keluar di ujung terowongan.Sementara itu, di dalam gudang, Dira terus mengetik dengan cepat, mencari celah dalam enkripsi flash drive tersebut. Wajahnya menegang saat mendengar suara pintu didobrak. Beberapa pria bersenjata masuk dengan langkah waspada."Di mana mereka?" bentak pria berkacamata hitam yang memimpin kelompok itu.Dira tetap tenang, meski jantungnya berdebar kencang. Ia berpura-pura tidak tahu apa-apa, mengangkat tangan seolah menyerah. "Aku sendirian. Mereka meninggalkan aku begitu saja."Pria berkacamata hitam itu menyipitkan mata, seakan menilai apakah Dira b

  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Berakhirnya permainan

    Angin malam semakin menusuk saat Prasetyo dan Rendra menyusuri trotoar menuju lokasi yang disebutkan Dira. Jalanan lengang, hanya ada beberapa kendaraan yang melintas, serta suara gemerisik daun yang tertiup angin. Keduanya berjalan dengan waspada, sesekali menoleh ke belakang untuk memastikan mereka tidak diikuti."Tempat biasa itu di mana?" tanya Rendra, suaranya sedikit bergetar."Gudang tua di belakang stasiun. Dira sering pakai tempat itu untuk urusan yang nggak mau dilihat banyak orang," jawab Prasetyo dengan nada rendah."Apa kita nggak masuk perangkap?"Prasetyo terdiam sejenak, tapi kemudian menggeleng. "Dira bukan tipe yang berkhianat. Kalau dia setuju untuk ketemu, berarti dia benar-benar mau membantu."Mereka tiba di sebuah gang sempit yang berujung pada bangunan tua dengan dinding kusam. Cahaya lampu neon di atas pintu berkedip lemah. Prasetyo mengetuk pintu besi tiga kali, lalu hening. Tak lama, suara gerendel terdengar, dan pintu terbuka sedikit."Masuk cepat," suara pe

  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   Berburu

    Hembusan angin malam terasa dingin saat Prasetyo dan Rendra menyusuri gang sempit, napas mereka masih tersengal setelah pelarian mendebarkan dari gudang. Lampu jalan yang temaram hanya memberikan sedikit penerangan, bayangan mereka memanjang di aspal yang basah."Kita harus cari tempat berlindung," ujar Rendra, suaranya rendah namun tegas.Prasetyo mengangguk. Mereka berdua tahu bahwa pria berkacamata hitam tidak akan menyerah begitu saja. Flash drive yang mereka bawa terlalu berharga, berisi sesuatu yang jelas ingin disembunyikan oleh pihak yang mengejar mereka.Mereka terus berlari, menyelinap di antara gang-gang gelap, sebelum akhirnya tiba di sebuah warung kopi 24 jam yang tampak sepi. Prasetyo mendorong pintu kaca, dan lonceng kecil berdenting pelan. Seorang pria paruh baya di balik meja kasir melirik mereka sekilas sebelum kembali menatap layar ponselnya.Mereka memilih meja di sudut ruangan, tempat di mana mereka bisa mengawasi pintu masuk dan keluar."Kita perlu tahu apa isi f

  • Istriku, Aku Benar-Benar Menyesal   pertarungan

    SUV hitam itu berhenti tanpa suara, tapi Prasetyo dan Rendra tahu bahwa ancaman yang ada di dalamnya lebih berisik daripada yang terlihat. Pintu depan mobil terbuka, dan seorang pria berkacamata hitam melangkah keluar dengan tenang. Dari cara berjalannya, ia jelas bukan orang biasa."Mereka tidak akan menunggu lama sebelum masuk," bisik Rendra sambil merapat ke dinding.Prasetyo mengamati sekeliling, mencari kemungkinan jalan keluar lain. Gudang ini hanya memiliki satu pintu utama dan beberapa jendela kecil yang terlalu tinggi untuk dilalui dengan cepat. Jika mereka bertahan di sini, pertarungan tak terhindarkan.Suara pintu mobil lain terbuka. Dua pria berbadan besar keluar, masing-masing membawa sesuatu di balik jaket mereka. Prasetyo dan Rendra tidak perlu menunggu untuk tahu bahwa itu bukan sesuatu yang ramah."Kita harus ambil inisiatif duluan," bisik Prasetyo.Rendra mengangguk. "Aku akan ke sisi kiri, buat pengalihan. Begitu mereka masuk, kita buat mereka sibuk."Langkah kaki s

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status