"Hmm ... iya sih, Alan. Tapi kurasa, Aida bisa berkonsentrasi."Tapi Aida tak sempat bertanya karena Dokter Juna sudah menyanggah duluan."Aku tahu, dia wanita yang kuat dan kita memang butuh seorang perawat. Di dalam sana ada kau, aku, Rafael dan Irsyad. Ini sudah ada pekerjaannya masing-masing. Tapi kita butuh seseorang yang bisa kerjakan kerjaan-kerjaan ringan dengan cepat dan teliti. Aida bisa diharapkan. Aku tidak mungkin menyuruh Irsyad, karena di sini dia harus menolongku, back up aku. Sedangkan kau juga harus memastikan kondisi peralatan penting yang tadi kita sudah bicarakan. Lalu Tuan Rafael sendiri, dia harus memastikan kondisi adiknya dalam kondisi baik-baik saja. Tekanan darahnya, oksigennya, obat biusnya, ini kan sudah dibagi-bagi. Kita memang kekurangan orang dan ini kepala loh, jadi mesti ekstra serius, jangan sampai ada masalah yang bisa menyebabkan mati otak."Maxi tidak mungkin diharapkan untuk membantu, karena dia harus menjaga ruang pengendali. Ada penjualan senja
"Baik, Tuan Rafael."Irsyad sih tidak menolak, tapi bagaimana dengan Aida?Aku harus fokus. Ini berhubungan dengan nyawa orang dan aku tidak boleh terlalu fokus dengan perasaanku. Lagian Kak Irsyad juga dia orangnya dari dulu profesional, sih. Aku aja yang mungkin terlalu baperan. Dan ya ampun! Di dalam rahimku ada anaknya Mas Reiko. Dan cita-cita terbesarku sekarang adalah hidup untuk menjaga anak ini tetap hidup, lalu aku akan menjaga perasaanku padanya supaya nanti suatu saat kalau aku sudah meninggal, aku bisa bersama lagi dengan suamiku. Lalu kenapa aku harus tergoda dengan pria dari masa laluku yang memang bukan kekasihku?Dan Aida menganggukkan kepala sambil berjalan menjauh saat pikirannya mencoba berpikir rasional.[Kau masih ingin mengujinya? Kau main-main dengan nyawa adikmu?][Kita bisa mendengar apa yang dia pikirkan. Jadi kalau memang dia tidak bisa konsen, kau bisa tahu. Dia akan kebingungan di dalam. Saat itulah kita baru menyuruhnya keluar. Dia masih punya keinginan u
"Tunggu dulu! Kau bilang catatan? Jadi Mas Reiko menulis catatan?""Catatan lama. Kurasa catatan itu dibuat olehnya sebelum dia hilang ingatan. Mungkin bertahun-tahun sebelumnya."Jawaban yang tidak pernah diduga oleh Aida.Dia sempat bingung kenapa dulu Reiko menyiksa Aida seperti orang gila. Dan tiba-tiba dia melupakan sebagian ingatannya, lalu setelah itu dia tidak tahu apa pun kecuali tentang hidupnya bersama dengan Aida. Ini membingungkan meski akhirnya Aida tahu kalau suaminya itu kesal dengan Irsyad, tapi memang Reiko tidak pernah menceritakan kalau dia menulis sesuatu."Izinkan aku melihatnya."Makanya Aida yang penasaran langsung meminta ini pada Reizo. Aida bukan orang yang suka mengutak-atik barang-barang suaminya, sehingga dia memang tidak tahu ada catatan apa saja yang dimiliki oleh suaminya. Andaikan dia tahu lebih dulu, dia pasti akan mengeceknya dan tidak harus susah-susah berpikir negatif tentang Reiko dan pusing bertahun-tahun sampai akhirnya dia dihubungi oleh Irsya
Memalukan kau, Aida. Berapa jam dia mendengar percakapanku?Aida meringis sendiri di dalam hatinya sambil dia membuka jaketnya cepat-cepat, karena malu sangat kalau terdengar lagi oleh Alan. Tapi untung Alan sudah diingatkan Rafael, tidak bicara apa pun lagi padanya."Malu karena mengagumi laki-laki lain yang bukan suamimu dan didengar oleh semua teman-temanku?"Tapi sayangnya Aida terlambat melepasnya, sehingga seseorang yang ada di hadapannya juga mendengar dan menyeletuk, membuat pipi Aida memerah. Lalu, dia pun memaki hatinya sendiri meski tak mengatakan apa pun saat menatap pria yang menyindirnya tadi."Kau tahu, kau sama buruknya dengan Brigita." Reizo melanjutkan, “Dan aku sangat kasihan sekali dengan saudara kembarku, karena harus mencintai seorang wanita seperti Brigita dan dirimu. Wanita yang menyimpan lelaki lain di hatinya dan tak tulus."Tersentak dan perih hati Aida mendengarnya.Aku ingin menolak apa yang Reizo katakan, tapi dia benar. Brigita memanfaatkan Mas Reiko, pa
"Uhm, maaf Mas, saya ndak fokus." Seno jujur. Karena meski kerjanya dalam waktu yang singkat, tetap saja menguras energi, sama seperti energi yang dikeluarkan seharian untuk Seno.Makanya dia kadang sulit konsentrasi. Membuatnya jadi tak enak pada Reizo dan jujur saja membuat Reizo makin geram.Adakah manusia di perusahaan ini yang lebih pintar dari dirinya? Fuuh, kalau aku harus menjelaskan ulang, aku rugi lima menit. Tapi apakah Reizo mau mengomeli Seno?"Sssh, kuulang sekali lagi, tapi kau harus mengerti karena aku tidak akan pernah mengulang lagi."Kalau aku memarahinya, maka aku akan rugi sepuluh menit. Lima menit untuk mengomel dan sisanya untuk menjelaskan ulang. Ini akan lebih membuang waktuku.Cuma, Reizo memiliki perhitungan yang sangat matang sekali dalam hal waktu. Dia berpikir teknis dan cepat. Dan orang yang tak suka membuang waktu, makanya dia menyimpan kemarahannya dan mencoba membuat Seno mendengarkan ultimatumnya."Iya, baik, Mas." Seno segera mungkin mengambil catat
Tapi dia tidak keluar kamar dan aku tidak melihatnya membawa minuman apa pun dari dapur saat dia naik. Dia juga tidak membawa makanan.Sebenarnya kakak ipar Aida itu tidak mau peduli. Dia tidak suka mengurusi orang-orang yang menurutnya manja dan sudah kelewatan batas. Dia juga marah pada Aida yang disangkanya mempermainkan perasaan Reiko. Tapi ada satu hal yang dikhawatirkannya kalau Aida tidak makan dan minum.Bagaimana dengan bayinya?Nah, ini cukup mengerikan. Mau tidak dipikirkan, tapi di dalam perut Aida ada anak Reiko. Anak yang sangat diharapkan dan masih punya ikatan darah dengan Reizo.Mommy pasti akan sangat marah kalau terjadi sesuatu dengan bayi itu gara-gara dia mogok makan dan minum.Reizo tahu kalau ibunya akan sangat menyayangi anak-anak itu dan mereka adalah kebahagiaannya. Reizo sendiri belum bisa memberikan cucu kepada ibunya. Lalu, bagaimana kalau cucunya itu tidak bisa diselamatkan? Bukankah dia nanti yang akan menanggung semua rasa bersalah itu seperti rasa bers
"Hey, bangunlah!"Setelah mematikan teleponnya, Reizo berusaha untuk membangunkan kembali Aida tapi sayang wanita itu tidak sama sekali membuka matanya."Kau dengar aku, tidak? Jangan salahkan aku kalau aku menggendongmu kalau kau tidak bangun-bangun!"Ancaman yang diberikan oleh Reizo. Dia hanya ingin membangunkan Aida saja. Dan sebenarnya tidak ada niat untuk mengangkat tubuhnya atau melakukan sesuatu padanya."Kenapa Alan lama sekali, sih?"Dia belum berani melakukan apa pun pada Aida, tapi justru malah mempertanyakan lagi Alan yang sudah sekitar dua menitan belum mengirimkan apapun. Tadinya Reizo ingin menelepon lagi."Ada apa dengan Aida?" Tapi seseorang yang ditunggunya sudah datang."Apa tadi Alan tidak memberitahukanmu?""Aku tidak bicara dengan Alan. Tadi yang menghubungiku, Tuan Rafael!"Dan untungnya memang Alan menggunakan jaket selama di laboratorium. Jadi Rafael pasti mendengar obrolannya dengan Reizo. Cuma karena Alan sedang sibuk sendiri dengan Irsyad makanya Rafael ya
"Aida, minumlah dulu!"Tapi sebelum Aida menjawab orang di telepon itu, Dokter Juna yang tidak tahu Aida sedang bicara dengan siapa, sudah memotong lebih dulu di saat Reizo sedang berpikir seperti tadi.Didi: Tunggu dulu! Aku kenal suara itu. Tolong alihkan teleponnya ke orang tadi! Itu Kak Dewa, kan?Membekulah Dokter Juna saat mendengar pertanyaan seseorang di telepon itu. Dia sudah berdiri di samping tempat tidur Aida. Dan dia sudah tidak menyangka kalau Aida bersahabat dengan adik seorang wanita yang dulu sempat dekat dengannya.Haduh, dari wajahnya Dokter Juna tidak mau kalau telepon ini sampai dihadapkan padanya. Aida jadi salah tingkah sendiri dalam hatinya. Dia harus menolong. Karena itulah dengan cepat dia berdalih.Aida: Oh, kau salah. Itu sepupuku, namanya Juna. Aku sedang sakit dan dirawat oleh sepupuku sendiri,Dokter Juna.Didi: Tolong arahkan teleponnya padanya. Aku tahu itu suaranya Kak dewa. Dewata Arjuna. Aku masih ingat namanya dan wajar kalau dia tidak mau dipanggi
"Biar kubantu. Dan biarkan Reizo menenangkan dirinya dulu."Dan tiba-tiba seseorang datang, padahal tadi dia tidak ada di sana."Tuan Rafael mohon bantuannya."Dokter Juna dan Rafael akhirnya yang menggali sedangkan Reizo sendiri dalam kondisi dia yang tidak tenang. Irsyad menunggu mayat dengan terus saja bertasbih. Dia tidak meninggalkan Aida, meski dia juga tidak menyentuhnya. Hanya memastikan selalu terdengar tasbih dan sholawat di dekat mayit."Allahu Akbar."Dan tiba-tiba saja dokter Juna meninggikan suaranya. Dia kaget betul dengan apa yang dilihat nya sekarang."Raizo berdiri di sini. Atau kau duduk di sini dan teruslah tasbih. Kasihan Aida."Irsyad terpaksa menarik Reizo untuk mendekat pada Aida, sedangkan dirinya cepat-cepat menuju ke liang lahat.Subhanallah, air matanya ingin tumpah sedangkan dokter Juna juga kebingungan."Bahkan bekas daerah-darahnya juga sudah hilang. Kulitnya kembali seperti semula. Tapi dia tidak bernyawa.""Dia mirip seperti Reizo, tapi dia pucat.""Iy
"Aku tahu. Kau jangan banyak bicara!”"Ya sudah, mulailah Reizo, atau lebih baik kau suruh saja Irsyad yang melakukannya kalau memang kau tidak sanggup.""Aw … ehm ... Irsyad, kau saja yang lakukan. Aku tidak bisa."Sudah seperti yang dipikirkan oleh Irsyad, karena memang saat ini pria itu sedang benar-benar terpukul. Apa yang terjadi pada pikirannya, tapi sungguh dia memang merasa marah dan campur aduk yang tak jelas."Allahu Akbar Allahu Akbar."Dan suara lantunan azan yang begitu merdu itu pun tidak bisa membuat pria itu fokus.Aku tidak bisa menyelamatkanmu dulu dan itu semua karena aku datang terlambat. Tapi kini aku juga tidak bisa menyelamatkan istrimu, karena kemarahanku padanya. Aku meninggalkannya dan aku pikir memang dua rekanku menjaganya. Aku tidak buru-buru mencarinya. Ini semua salahku. Mungkin memang aku tidak pantas untuk menjaganya? Dan sebenarnya apa perasaanku padanya? Kenapa aku seperti makin lama makin ingin tahu tentang dirinya? Tapi kenapa dia begitu bodoh? Ken
"Innalillahi wa innalillahi roji'un."Irsyad yang lebih dulu menyadari tentang kepergian seseorang yang sangat dicintainya.Tak tahulah dia harus bagaimana. Tangannya masih menjahit bekas luka saat tadi mengeluarkan bayi. Dan matanya kini basah dengan air mata yang berusaha untuk ditahan olehnya."Hey, bangun! Jangan main-main! Buka matamu!" Tapi lain Irsyad, lain juga pria yang ada di samping Aida yang tadi diberikan oleh Aida rambutnya yang memang rontok. “Bangun! Buka matamu!" Pria itu kembali memaksa."Reizo, kau memintanya bagaimanapun, dia tidak akan bangun. Lukanya terlanjur parah. Lambungnya tersayat, asam lambung di lambungnya menyebar di tubuhnya dan kau tahu? Asam lambung itu sangat berbahaya. Dia bisa melukai dan membakar organ lainnya. Ditambah lagi… lihat ini. Beruntung Aida melahirkan bayinya lebih cepat. Aku tidak tahu kalau ditunda lagi, mungkin bayi-bayi itu juga akan terkena masalah dengan sel kankernya. Pertumbuhan tidak normal dan kau bisa lihat sendiri."Memang a
"Aida."Mereka semua kaget melihat ada beling yang menancap di tubuh Aida dari belakang dan tembus ke depan. Wanita itu pun agak kesulitan untuk bicara."Kau."Leo sudah memegang senjatanya untuk menembak orang di belakang Aida."Kau tidak akan pernah bisa mendapatkan kami. Chip itu sudah kami bawa."Tapi Alexander yang terluka parah, dia juga bisa menggunakan transportasi. Dan Alexander kloningan yang ada di belakang Aida sudah mengambil chip itu. Di saat yang bersamaan, Alexander yang terluka menghilang lalu dia mendekat pada Alexander yang baru keluar dari kapsul lalu membawa pria itu pergi. Sisa sembilan kapsul lagi yang kacanya pecah sekarang.DOOR DOOR DOOR!Makanya Leo yang sudah memegang senjata cepat-cepat mengarahkan senjatanya ke kepala mereka."Aida!” Dan kini Dokter Juna dengan cepat berusaha untuk masuk mengambil Aida."Cepat bawa dia ke rumah sakit!”Rafael yang bicara, lalu dia menatap Jo dan Leo, dia sudah mengaktifkan peledaknya.“Kita harus cari atau semua orang di
"Ah tidak. Aku hanya mendengar cerita dari Alan.”"Dan Alan." Kini Alexander menunjuk pada Aida dengan senyum kecut di bibirnya. "Kalau bukan karena ada pengkhianat seperti dirinya, aku pasti menang dari Rafael," ujarnya lagi dan kini dia menekankan sambil berjalan mendekat pada Aida."Bisakah kau berdiri diam di sana dan tidak mendekat padaku? Aku risih jika bukan suamiku dekat padaku.""Dan kau tahu? Aku menyukaimu. Kau bisa hidup damai denganku dan bekerja denganku. Untuk menjadi suamimu aku juga tidak masalah. Karena kau adalah wanita yang menarik. Hanya saja, aku harus tekankan padamu keselamatanmu itu bergantung pada keloyalanmu padaku dan aku tidak suka pengkhianatan.""Ehm, kenapa kau menyimpan gudang senjata di apartemen suamiku?""Oh, kau membicarakan senjata di lemari yang baru kebuka?”Aida tak mau Alexander mendekat lagi sehingga dia kembali menanyakan sesuatu untuk mendistraksinya.Tipe orang yang suka show of. Aku harus membuatnya menceritakan semua hal. Ini adalah cara
"Terlalu jauh kalau harus membunuhmu. Aku tidak bisa melawanmu karena sekarang aku juga sedang mengandung. Tapi coba keluarkan dulu saja masnya supaya kau tidak membuang waktuku lebih lama berdiri.""Ah … kau pasti lelah. Kau ingin duduk?” tanyanya lagi.“Kau tunggu di sini! Biar kuambilkan kursi dari ruang kerja suamimu supaya kau bisa duduk.”Dia cukup baik juga. Bisik hati Aida lagi. Sesuatu yang membuat dirinya juga penasaran.Ada sisi baiknya. Apakah ini dari gen yang dimiliki oleh ayahnya Tuan Rafael? Dan ada sisi buruknya, apakah ini dari gen yang dimiliki oleh temannya Tuan Rafael? Karena dia memiliki gabungan gen yang berbeda.Aida tak peduli larangan Alexander untuk mengambil sesuatu dari ruang kerja suaminya, tapi dia sempat mendekat pada tempat emas dan mengambil sesuatu dari sana. Sesuatu yang diselipkan di balik kerudungnya. Di tempat yang tidak bisa terlihat oleh siapa pun tentu saja."Kau duduklah di sini!”"Terima kasih." Aida menjawab dengan ucapan sesantai itu dan d
"Kau sudah mengecek semua isi ruangan di sini?" Aida bertanya masih dengan posisinya berdiri di belakang dinding."Tentu saja. Aku mengecek semuanya termasuk semua lingerie yang kau punya. Wow. Ini sangat menarik sekali. Kau tidak memiliki dua bagian penting bagi tubuh wanita, tapi kamu miliki banyak sekali lingerie. Untuk apa kau memakai itu?"Wajah Alexander seakan-akan ingin menertawai Aida. Dan Aida juga tahu alasan kenapa dia harus memiliki baju itu."Lucu, ya? Aku pun merasakan hal yang sama. Tapi itu kemauan suamiku. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi dia memintaku untuk memakai itu.”"Sepertinya dia sangat suka berkhayal.”"Tidak. Dia bukan orang yang suka berkhayal. Dia adalah orang yang menggunakan logikanya. Dia lebih baik daripada aku.""Tapi untuk apa dia memberikanmu ini?""Menurutmu untuk apa?" tanya Aida di bibirnya.Setidaknya aku bisa mengulur waktu. Aku harus bisa membuat dirinya banyak bercerita sampai ada orang yang menyelamatkanku, pikir di dalam hati Aid
"Selamat datang di tempat tinggalku.""Ini adalah rumahku. Ini adalah apartemen milik Mas Reiko-ku. Bagaimana kalau bisa bilang kalau ini adalah tempat tinggalmu?" Aida pikir, dia akan dibawa ke mana oleh orang yang menculiknya, tapi lagi-lagi dia dibawa ke apartemen yang dulu ditempati bersama dengan suaminya."Haha, tapi sayangnya dia sudah tidak ada di sini. Dan tempat ini aku yang tinggali. Kau sendiri juga tidak meninggalinya.""Apa yang kau cari di sini?""Haha. Kau sangat curigaan sekali."Sebenarnya Aida tidak melucu dan dia bertanya serius, tapi pria yang ada di hadapannya justru selalu saja tertawa setiap kali mendengar pertanyaan darinya. Aida yakin sekali ada sesuatu yang dicari oleh Alexander di sana. Sesuatu yang tidak bisa dia dapatkan."Relax. Kau baru sampai di rumahku sebaiknya kau bersantai dulu. Kenapa mundur terus? Kau mau ke mana, hmm? Ruangan ini tetap segini saja. Dan di belakangmu sudah ada rak buku."Pria di hadapan Aida terus maju karena itulah dia berusaha
"Romo, kami sudah cari ke mana-mana tapi tidak ada. Di rumahnya Pakde Waluyo juga nggak ada, terus kita udah cari di sekeliling rumah Romo juga nggak ada. Tadi aku tanya sama ibunya Mbak Aida juga nggak ada di dalam kamarnya.""Lah, ke mana Aida? Apa mungkin dibawa sama Reizo atau dia ketemu sama Dokter Juna? Tadi itu kan Raditya ngebicarain soal Dokter Juna dan mungkin aja dia cerita ke Dokter Juna kalau dia habis ngomong sama Raditya?""Bisa jadi, Romo. Tapi tadi aku telepon Mbak Aida handphone-nya ketinggalan tuh. Dia ndak bawa handphone.""Mungkin sengaja handphone-nya ndak dibawa supaya ndak ketahuan sama Reizo dia ke mana.""Tapi kan mereka punya alat-alat yang sama. Pasti bisa komunikasi, Romo. Soalnya kata Mbak Aida itu kalau sudah pakai itu, semuanya bisa saling komunikasi. Terus mereka juga sudah tahu di mana letak koordinat masing-masing.""Yo embuh, aku ndak tahu, lah. Lagian kamu kalau udah tahu kayak gitu kok malah nanya sama orang yang nggak tahu?""Hehehe. Habisnya aku