"Kak Dewa, kenapa buru-buru amat sih?""Aku tidak bisa jelaskan sekarang. Dan seharusnya dia tidak ditinggalkan sendirian!" Dokter Juna khawatir, makanya dia terburu-buru dan membuat Didi makin bingung,"Dia hanya patah tulang kaki aja, kok. Tapi yang lainnya nggak kenapa-napa.""Kau menabraknya kencang?""Waktu itu mobilku sedang kencang dan motornya juga kencang, lalu kami tabrakan dan dia terguling. Tapi untung tidak ada kendaraan lain di sana. Jadi hanya terlempar saja dan untung dia juga menggunakan helm, jadi hanya kakinya saja yang bermasalah."Sebenarnya ini tidak lucu, sih. Tapi Dokter Juna malah tersenyum mendengar ucapan Didi. Makanya sambil keluar lift, Didi juga bertanya perihal itu."Patah kaki untung saja. Orang Indonesia itu memang aneh, ya? Walaupun kondisi sulit, tetap saja ada untungnya.""Hehehe." Didi baru paham makanya dia terkekeh."Semoga tidak ada yang parah, sih. Tadi aku ngobrol dengannya juga tidak kenapa-napa. Dan tindakan juga sudah dilakukan pas tadi aku
[Apa aku perlu memberitahukan pada Rafael?]Tadi Rafael sudah pergi bersama dengan Clarissa, begitupun dengan Alan yang pergi karena sudah dihampiri oleh Sabrina. Karena itu, kedua orang tersebut sudah tidak lagi menggunakan jaket mereka.Hanya satu orang yang ada di ruang pengendali yang mendengar pembicaraan Dokter Juna dengan dua orang tadi dan mendengar apa yang ada dalam pikiran Dokter Juna. Tapi dia cukup sopan untuk tidak memotong dan mengganggu Dokter Juna yang tadi sedang mengobrol dengan Inggrid maupun Didi. Makanya setelah Dokter Juna keluar, dia bertanya.[Apa tidak akan mengganggu, jika kita memberitahukannya?][Justru kalau kita tidak memberitahukan pada Rafael, ini akan jadi masalah. Maksudku kalau kita salah mengambil kesimpulan atau kita salah bertindak. Apalagi ini berhubungan dengan Alexander. Dia pasti mengincar wanita itu, bukan?]Dokter Juna sudah ingin meninggalkan ruangan Inggrid, tapi mendengar celetukan pria yang berada di ruang pengendali, dia jadi berhenti
"Terima kasih, Leo."Mereka berdua akhirnya kembali ke laboratorium dan kehadiran keduanya membuat Irsyad cukup kaget juga. Untung saja dia tidak menjatuhkan barang apa pun yang sedang dipegangnya."Kau aman di sini. Dan untuk sementara, kau tidak perlu keluar dulu karena aku khawatir Alexander akan mencarimu.""Bagaimana dengan dirimu?"Mereka masih mengobrol berdua dan sangat serius sekali di saat Irsyad juga kembali fokus pada pekerjaannya sambil terus mendengarkan, karena meski dia tidak mau menguping, tetap saja terdengar karena mereka berada dalam ruangan yang sama."Tenang saja, kau tidak perlu pikirkan aku." Karena memang Leo biasa bekerja di lapangan dan ini bukan masalah untuknya."Lagi pula Rafael sedang menuju kemari, kok."Dan Leo tak peduli kalau Clarissa akan marah atau tidak dengan dia menghubungi Rafael. Karena kalau sudah urusannya dengan pekerjaan, ini lebih penting dari apa pun."Kalau begitu, aku kembali ke pekerjaanku.”"Oke." Waktunya berburu Alexander, Leo pun
[Kau tahu, ada aku di sini, jadi kau berpura-pura untuk tidak terlihat senang. Cih! Dasar wanita banyak drama!]Selalu saja ada sanggahan setiap kali Aida ingin membela dirinya.[Sudah cukup, pagi ini kau sudah membuat aku hampir gila. Harus mandi dengan pintu terbuka, tidak bisa menutup kamar mandi, dan aku harus diperhatikan terus matamu, baik saat aku sedang mandi, ganti baju, jadi—][Kau pikir aku tertarik dengan tubuhmu? Banyak wanita yang memiliki tubuh lebih baik darimu jadi—][Sstt! Aku sudah pernah dengar kata-kata ini sebelumnya dari saudara kembarmu. Pikiran kalian tak ada bedanya. Dan aku tahu, kalian bukan tipe orang yang akan tertarik padaku. Jadi jangan ganggu hidupku, karena aku tak tertarik padamu. Pergi dari sini dan aku pastikan kalau aku tidak ada hubungan apa pun dengan Irsyad, kecuali kami hanya berhubungan di dalam laboratorium ini untuk bekerja.]Dan saat ini dia memang sedang tidak ingin terlalu banyak berargumentasi. Aida sudah semakin kesal dengan orang itu,
"Hmm. Kau akan lihat sendiri nanti bagaimana dalam kurun waktu itu, dia akan membuka sendiri topeng dan kemunafikannya!"Selepas mengutarakan itu, Reizo pergi menghilang begitu saja karena memang dalam beberapa jam terakhir ini seharusnya dia menghadiri beberapa meeting dan mengerjakan banyak sekali agenda kerja yang sudah disusun oleh Seno, termasuk meng-handle pekerjaan Endra juga, belum lagi harus mengurus pekerjaan di perusahaan milik Alan dan milik Ayah sambungnya. Jadi memang tepat kalau Reizo beralasan ingin cepat-cepat pergi."Tapi akan kubuktikan padamu kalau dugaanku itu benar. Aida bukan wanita murahan!"Alan memiliki penilaian seperti ini, karena memang dia sudah tidur dengan banyak wanita sebelum dia bersama dengan Sabrina. Dia memiliki pengalaman yang lebih banyak daripada Reizo dan punya pengalaman mana wanita yang benar-benar tulus dan mana wanita yang hanya ingin mendapatkan keuntungan sesaat saja.[Jangan banyak bicara, Alan! Kita buktikan saja. Ini juga belum ada se
"Hahaha ...." Irsyad mencoba untuk menegaskan, tapi Dokter Juna malah terkekeh.Dia tidak mau sampai ini akan menjadi masalah nantinya dan membuat Aida tak nyaman berada dekatnya."Aku juga pernah belajar begitu. Tapi semakin aku mencoba untuk membuatnya pergi dari hidupku yang ada aku malah semakin membuat dirinya dekat denganku. Meski itu hanya dalam pikiranku saja dan makin tidak bisa merelakannya.""Itukah yang membuatmu lari dari rumah tanggamu dan membawa anakmu pergi meninggalkan Ibu kandungnya?"Dokter Juna pun mengangguk. Dia tidak berniat untuk berbohong."Itu yang terbaik menurutku. Aku tidak ingin wanita yang buruk seperti dirinya mendidik anakku. Apalagi aku tahu bagaimana sikap diriku sendiri yang punya ego sangat tinggi. Aku takut anakku akan hancur kalau kolaborasi di antara aku dengan dia yang mengurus anak kami. Lebih baik aku membawanya pergi."Dokter Juna memang khawatir sekali kalau anaknya tumbuh menjadi wanita dengan penuh intrik dan bersikap sangat buruk. Dia t
"Kau—""Sakit lagi, perutmu?"Sementara itu, sesaat setelah Aida dibawa pergi Reizo dan tiba di dalam kamarnya di kediaman Carlson, dirinya sudah ingin marah, tapi tertahan karena ada kontraksi di perutnya yang membuat Aida tiba-tiba saja meringis dan refleks memegang perutnya."Hey, turunkan aku!"Belum sempat Aida menetralkan tubuhnya dari denyut rasa sakit di dalam perutnya, tubuhnya sudah diangkat oleh Reizo sehingga dia kembali memekik."Kemarin ada rasa seperti ini juga dan ada flek darah di pakaian dalammu. Sudah kubilang jangan berdiri terlalu lama,tapi kau tidak mengindahkan semua yang kukatakan. Jadi mulai hari ini, kau tidak bisa lagi pergi ke laboratorium!"Aida belum sempat mengutarakan amarahnya, lagi-lagi dia sudah dibuat kesal oleh seseorang yang sangat otoriter menentukan apa yang harus dilakukannya dan tidak."Kau tidak berhak untuk melarangku melakukan apa yang ingin kulakukan. Aku akan tetap pergi ke laboratorium meski kau tidak mengizinkanku.""Kau pikir kau bisa
"Aku bisa mengganti bajuku sendiri!""Saat kau berdiri tadi, kau sudah menahan sakit karena perutmu semakin besar. Aku tidak tahu apa yang terjadi padamu, tapi aku merasakan yang kau rasakan karena kita masih terhubung dengan jaket itu."Makanya Reizo sensitif sekali dan dia langsung menggendong Aida ke tempat tidur, karena tahu ada sesuatu yang tidak beres dalam perut Aida. Ini juga yang membuat Aida lemas. Dia tidak bisa mengontrol pikirannya kalau sudah berhubungan dengan anaknya. Sampai rahasianya tentu saja hampir ketahuan."Usia kandunganmu hampir masuk enam bulan beberapa hari lagi. Kau masih bisa bertahan dan kau masih bisa melakukan banyak aktivitas dan tidak ada masalah. Semua itu hanya hubungannya dengan mindset." Reizo menurunkan intonasi suaranya."Dokter yang dulu memberitahukan padamu kalau kau akan mati dalam usia kandungan itu enam bulan atau anak itu akan keluar di usia kandungan itu enam bulan, itu semua disampaikan berdasarkan ukuran data yang dimilikinya. Itu semu
"Biar kubantu. Dan biarkan Reizo menenangkan dirinya dulu."Dan tiba-tiba seseorang datang, padahal tadi dia tidak ada di sana."Tuan Rafael mohon bantuannya."Dokter Juna dan Rafael akhirnya yang menggali sedangkan Reizo sendiri dalam kondisi dia yang tidak tenang. Irsyad menunggu mayat dengan terus saja bertasbih. Dia tidak meninggalkan Aida, meski dia juga tidak menyentuhnya. Hanya memastikan selalu terdengar tasbih dan sholawat di dekat mayit."Allahu Akbar."Dan tiba-tiba saja dokter Juna meninggikan suaranya. Dia kaget betul dengan apa yang dilihat nya sekarang."Raizo berdiri di sini. Atau kau duduk di sini dan teruslah tasbih. Kasihan Aida."Irsyad terpaksa menarik Reizo untuk mendekat pada Aida, sedangkan dirinya cepat-cepat menuju ke liang lahat.Subhanallah, air matanya ingin tumpah sedangkan dokter Juna juga kebingungan."Bahkan bekas daerah-darahnya juga sudah hilang. Kulitnya kembali seperti semula. Tapi dia tidak bernyawa.""Dia mirip seperti Reizo, tapi dia pucat.""Iy
"Aku tahu. Kau jangan banyak bicara!”"Ya sudah, mulailah Reizo, atau lebih baik kau suruh saja Irsyad yang melakukannya kalau memang kau tidak sanggup.""Aw … ehm ... Irsyad, kau saja yang lakukan. Aku tidak bisa."Sudah seperti yang dipikirkan oleh Irsyad, karena memang saat ini pria itu sedang benar-benar terpukul. Apa yang terjadi pada pikirannya, tapi sungguh dia memang merasa marah dan campur aduk yang tak jelas."Allahu Akbar Allahu Akbar."Dan suara lantunan azan yang begitu merdu itu pun tidak bisa membuat pria itu fokus.Aku tidak bisa menyelamatkanmu dulu dan itu semua karena aku datang terlambat. Tapi kini aku juga tidak bisa menyelamatkan istrimu, karena kemarahanku padanya. Aku meninggalkannya dan aku pikir memang dua rekanku menjaganya. Aku tidak buru-buru mencarinya. Ini semua salahku. Mungkin memang aku tidak pantas untuk menjaganya? Dan sebenarnya apa perasaanku padanya? Kenapa aku seperti makin lama makin ingin tahu tentang dirinya? Tapi kenapa dia begitu bodoh? Ken
"Innalillahi wa innalillahi roji'un."Irsyad yang lebih dulu menyadari tentang kepergian seseorang yang sangat dicintainya.Tak tahulah dia harus bagaimana. Tangannya masih menjahit bekas luka saat tadi mengeluarkan bayi. Dan matanya kini basah dengan air mata yang berusaha untuk ditahan olehnya."Hey, bangun! Jangan main-main! Buka matamu!" Tapi lain Irsyad, lain juga pria yang ada di samping Aida yang tadi diberikan oleh Aida rambutnya yang memang rontok. “Bangun! Buka matamu!" Pria itu kembali memaksa."Reizo, kau memintanya bagaimanapun, dia tidak akan bangun. Lukanya terlanjur parah. Lambungnya tersayat, asam lambung di lambungnya menyebar di tubuhnya dan kau tahu? Asam lambung itu sangat berbahaya. Dia bisa melukai dan membakar organ lainnya. Ditambah lagi… lihat ini. Beruntung Aida melahirkan bayinya lebih cepat. Aku tidak tahu kalau ditunda lagi, mungkin bayi-bayi itu juga akan terkena masalah dengan sel kankernya. Pertumbuhan tidak normal dan kau bisa lihat sendiri."Memang a
"Aida."Mereka semua kaget melihat ada beling yang menancap di tubuh Aida dari belakang dan tembus ke depan. Wanita itu pun agak kesulitan untuk bicara."Kau."Leo sudah memegang senjatanya untuk menembak orang di belakang Aida."Kau tidak akan pernah bisa mendapatkan kami. Chip itu sudah kami bawa."Tapi Alexander yang terluka parah, dia juga bisa menggunakan transportasi. Dan Alexander kloningan yang ada di belakang Aida sudah mengambil chip itu. Di saat yang bersamaan, Alexander yang terluka menghilang lalu dia mendekat pada Alexander yang baru keluar dari kapsul lalu membawa pria itu pergi. Sisa sembilan kapsul lagi yang kacanya pecah sekarang.DOOR DOOR DOOR!Makanya Leo yang sudah memegang senjata cepat-cepat mengarahkan senjatanya ke kepala mereka."Aida!” Dan kini Dokter Juna dengan cepat berusaha untuk masuk mengambil Aida."Cepat bawa dia ke rumah sakit!”Rafael yang bicara, lalu dia menatap Jo dan Leo, dia sudah mengaktifkan peledaknya.“Kita harus cari atau semua orang di
"Ah tidak. Aku hanya mendengar cerita dari Alan.”"Dan Alan." Kini Alexander menunjuk pada Aida dengan senyum kecut di bibirnya. "Kalau bukan karena ada pengkhianat seperti dirinya, aku pasti menang dari Rafael," ujarnya lagi dan kini dia menekankan sambil berjalan mendekat pada Aida."Bisakah kau berdiri diam di sana dan tidak mendekat padaku? Aku risih jika bukan suamiku dekat padaku.""Dan kau tahu? Aku menyukaimu. Kau bisa hidup damai denganku dan bekerja denganku. Untuk menjadi suamimu aku juga tidak masalah. Karena kau adalah wanita yang menarik. Hanya saja, aku harus tekankan padamu keselamatanmu itu bergantung pada keloyalanmu padaku dan aku tidak suka pengkhianatan.""Ehm, kenapa kau menyimpan gudang senjata di apartemen suamiku?""Oh, kau membicarakan senjata di lemari yang baru kebuka?”Aida tak mau Alexander mendekat lagi sehingga dia kembali menanyakan sesuatu untuk mendistraksinya.Tipe orang yang suka show of. Aku harus membuatnya menceritakan semua hal. Ini adalah cara
"Terlalu jauh kalau harus membunuhmu. Aku tidak bisa melawanmu karena sekarang aku juga sedang mengandung. Tapi coba keluarkan dulu saja masnya supaya kau tidak membuang waktuku lebih lama berdiri.""Ah … kau pasti lelah. Kau ingin duduk?” tanyanya lagi.“Kau tunggu di sini! Biar kuambilkan kursi dari ruang kerja suamimu supaya kau bisa duduk.”Dia cukup baik juga. Bisik hati Aida lagi. Sesuatu yang membuat dirinya juga penasaran.Ada sisi baiknya. Apakah ini dari gen yang dimiliki oleh ayahnya Tuan Rafael? Dan ada sisi buruknya, apakah ini dari gen yang dimiliki oleh temannya Tuan Rafael? Karena dia memiliki gabungan gen yang berbeda.Aida tak peduli larangan Alexander untuk mengambil sesuatu dari ruang kerja suaminya, tapi dia sempat mendekat pada tempat emas dan mengambil sesuatu dari sana. Sesuatu yang diselipkan di balik kerudungnya. Di tempat yang tidak bisa terlihat oleh siapa pun tentu saja."Kau duduklah di sini!”"Terima kasih." Aida menjawab dengan ucapan sesantai itu dan d
"Kau sudah mengecek semua isi ruangan di sini?" Aida bertanya masih dengan posisinya berdiri di belakang dinding."Tentu saja. Aku mengecek semuanya termasuk semua lingerie yang kau punya. Wow. Ini sangat menarik sekali. Kau tidak memiliki dua bagian penting bagi tubuh wanita, tapi kamu miliki banyak sekali lingerie. Untuk apa kau memakai itu?"Wajah Alexander seakan-akan ingin menertawai Aida. Dan Aida juga tahu alasan kenapa dia harus memiliki baju itu."Lucu, ya? Aku pun merasakan hal yang sama. Tapi itu kemauan suamiku. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi dia memintaku untuk memakai itu.”"Sepertinya dia sangat suka berkhayal.”"Tidak. Dia bukan orang yang suka berkhayal. Dia adalah orang yang menggunakan logikanya. Dia lebih baik daripada aku.""Tapi untuk apa dia memberikanmu ini?""Menurutmu untuk apa?" tanya Aida di bibirnya.Setidaknya aku bisa mengulur waktu. Aku harus bisa membuat dirinya banyak bercerita sampai ada orang yang menyelamatkanku, pikir di dalam hati Aid
"Selamat datang di tempat tinggalku.""Ini adalah rumahku. Ini adalah apartemen milik Mas Reiko-ku. Bagaimana kalau bisa bilang kalau ini adalah tempat tinggalmu?" Aida pikir, dia akan dibawa ke mana oleh orang yang menculiknya, tapi lagi-lagi dia dibawa ke apartemen yang dulu ditempati bersama dengan suaminya."Haha, tapi sayangnya dia sudah tidak ada di sini. Dan tempat ini aku yang tinggali. Kau sendiri juga tidak meninggalinya.""Apa yang kau cari di sini?""Haha. Kau sangat curigaan sekali."Sebenarnya Aida tidak melucu dan dia bertanya serius, tapi pria yang ada di hadapannya justru selalu saja tertawa setiap kali mendengar pertanyaan darinya. Aida yakin sekali ada sesuatu yang dicari oleh Alexander di sana. Sesuatu yang tidak bisa dia dapatkan."Relax. Kau baru sampai di rumahku sebaiknya kau bersantai dulu. Kenapa mundur terus? Kau mau ke mana, hmm? Ruangan ini tetap segini saja. Dan di belakangmu sudah ada rak buku."Pria di hadapan Aida terus maju karena itulah dia berusaha
"Romo, kami sudah cari ke mana-mana tapi tidak ada. Di rumahnya Pakde Waluyo juga nggak ada, terus kita udah cari di sekeliling rumah Romo juga nggak ada. Tadi aku tanya sama ibunya Mbak Aida juga nggak ada di dalam kamarnya.""Lah, ke mana Aida? Apa mungkin dibawa sama Reizo atau dia ketemu sama Dokter Juna? Tadi itu kan Raditya ngebicarain soal Dokter Juna dan mungkin aja dia cerita ke Dokter Juna kalau dia habis ngomong sama Raditya?""Bisa jadi, Romo. Tapi tadi aku telepon Mbak Aida handphone-nya ketinggalan tuh. Dia ndak bawa handphone.""Mungkin sengaja handphone-nya ndak dibawa supaya ndak ketahuan sama Reizo dia ke mana.""Tapi kan mereka punya alat-alat yang sama. Pasti bisa komunikasi, Romo. Soalnya kata Mbak Aida itu kalau sudah pakai itu, semuanya bisa saling komunikasi. Terus mereka juga sudah tahu di mana letak koordinat masing-masing.""Yo embuh, aku ndak tahu, lah. Lagian kamu kalau udah tahu kayak gitu kok malah nanya sama orang yang nggak tahu?""Hehehe. Habisnya aku