Sssh, harus dia tahu kalau aku bukan orang yang suka pura-pura dan aku sangat marah sekali pada semua wanita yang menyakiti saudaraku. Setelah menutup pintu, Reizo sangat puas sekali sambil berbisik begitu di dalam hatinya. Rasanya memang lega menumpahkan semua isi hatinya tentang penilaiannya terhadap Aida. Dan saat ini dia mau kembali ke ruang kerjanya tapi ada sesuatu yang dilupakan olehnya.Sial. Aku harus menyiapkan makan ya, tadi kata Dokter Juna?Baru dia mau memegang handle pintu ruang kerja Reiko, tapi ada sesuatu yang mengganggu yang dia ingat betul apa yang diucapkan Dokter Juna.“Aish, aku juga belum makan. Tapi mau masak apa? Aku kan tidak bisa masak!"Nah, ini lagi masalah baru. Reizo berbeda dengan Reiko yang pandai sekali melakukan apa pun. Sebenarnya mereka mirip, sama-sama suka kebersihan dan sama-sama suka makanan enak. Tapi melakukan itu, Reizo tidak suka. Dia bukan orang yang suka bersih-bersih dan suka memasak. Semua dilakukan oleh pembantu. Dan dia pakai cara s
Aish, bagaimana caraku bertanya padanya yang doyan drama seperti ini?Reizo selepas meninggalkan kamar ibunya, dia sudah masuk lagi ke dalam kamar seorang wanita yang masih menangis sesenggukan sambil memanggil-manggil nama suaminya yang sudah meninggal.Suaranya sampai bergetar dan air matanya sampai tidak keluar lagi karena tangisannya yang memang tidak berhenti.Apa setelah yang kukatakan tadi, dia menyesal sampai dia menangis seperti ini?Reizo sempat berpikiran begini karena Aida memang baru menangis selepas dirinya menyindir tadi.Tapi menangis seperti apa pun dia, tetap saja suaminya tidak akan pernah bisa dibangkitkan lagi.Reizo menyindir di dalam hatinya, tapi dia beruntung. Alan tidak mengenakan jaket itu dan tidak tahu apa yang dikatakannya. Sedangkan Rafael dan Maxi bukan orang yang suka ikut campur. Sehingga saat ini, Reizo aman dan dia keluar lagi dari kamar Aida untuk membuka jaketnya dan masuk dengan cara yang biasa."Simpan semua air matamu. Aku benar-benar akan menci
"Iya, aku tahu. Yang dimaksud Nyonya Aifah itu ngidam. Jadi wanita yang sedang mengandung, dia punya keinginan untuk makan sesuatu dan itu bisa membuatnya merasa lebih baik ketimbang harus dipaksa untuk makan makanan yang lain karena akan membuatnya mual."Lalu Dokter Juna menatap Aida."Begini saja. Kalau kau memang mau memakan itu, kau makanlah. Tapi nanti kau juga harus memakan makananku. Karena itu bagus untuk bayimu dan makanan itu sebenarnya junk food. Itu tidak bagus untukmu, mengerti?"Sebetulnya Aida bukannya ngidam. Dia hanya mengetes saja apakah Reizo akan membelikan makanan sesuai yang dia minta? Ternyata dibelikan. Cuma karena makanan itu sudah dibeli Aida pun mengangguk."Iya, Dokter Juna. Terima kasih, ya."Dia juga tidak enak pada orang yang membelikannya kalau tidak dimakan. Meskipun dirinya tidak mungkin bisa makan terlalu banyak akhirnya Aida mencoba memakan pelan-pelan."Apa kau tidak tahu, kalau makan sambil diperhatikan begini rasanya tak nyaman?"Wajar jika Aida
"Hey, anak kecil, kau!""Ish, diamlah, Reizo. Aku harus membantu calon kakak iparku dulu. Kau jangan banyak bicara ya."[Kurasa kau harus menahan dirimu dulu. Adikmu benar, sebaiknya kau tidak banyak bicara dulu dan nanti setelah dia mengurus Aida, baru kau menjelaskan padanya. Aida mungkin juga akan menjelaskan langsung padanya. Dan bisa kau bantu aku untuk membersihkan ini?]Dokter Juna tahu kalau Reizo tidak terima dituduh sebagai calon suami Aida. Cuma sekarang memang bukan waktunya untuk berdebat. Makanya saat mereka saling berkomunikasi dengan hati mereka ini, Reizo tidak menentang sarannya.[Sudah kubilang padanya untuk memuntahkan saja di mangkuknya. Dengan begitu dia tidak akan membuat masalah di sini.][Hmm. Tapi dia manusia dan dia merasa tidak nyaman kalau melakukan itu. Kurasa tidak masalah juga. Mungkin ini yang terbaik untuknya, karena dia juga belum ganti pakaian dan belum membersihkan dirinya.]Dokter Juna adalah orang yang cukup positif. Jadi dia tidak mau memperdeba
"Dokter Juna, aku—""Sudah Aida, tak perlu pikirkan macam-macam. Aku mengerti apa yang ada dalam pikiranmu." Dokter Juna memilih mengambil makanan yang tadi dibuatnya dan mendekatkan pada Aida."Ini minumlah. Ini air lemon. Mungkin kamu akan merasa sedikit lebih baik dengan meminumnya."Maksudnya, supaya Aida tidak mual. Itu bukan hanya lemon di dalamnya tapi juga ada jahe sehingga akan terasa hangat di dalam tenggorokannya."Terima kasih, Dokter Juna.""Makanlah. Atau kau ingin makanan yang lain?""Makanan buatanmu ini sepertinya segar. Tidak terasa bau amis. Aku akan makan ini." Aida akan memilih untuk jujur saja kalau dia memang tidak mau makan daripada muntah lagi.Rasa seblak memang tadi kurang nyaman di mulutnya. Bukan hanya karena rasa pedasnya yang berlebihan, tapi juga karena lemak yang ada di dalamnya membuat mual. Tapi satu suap masakan Dokter Juna sudah membuat Aida tersenyum."Lebih baik, sekarang?"Aida pun mengangguk. "Apa dulu kau mengurus istrimu saat dia mengandung?"
"Reizo, jadi dari tadi kau ada di sini?""Tidak, aku baru datang, Mommy. Tadi aku habis mengantar Kirai dan ada beberapa hal yang kuurus dulu. Kenapa kau ada di sini? Aku sudah bilang Kirai untuk tidak bicara apa-apa padamu."Aku tidak percaya dia mengurus sesuatu, pasti dia menguping apa yang ada dalam hatiku tadi selama dia tak menunjukkan wujudnya, kan? Ya Tuhan, bahkan untuk berbisik dalam hati pun aku sekarang sudah tidak bisa.Tapi apa yang ada di dalam hati Aida ini sama seperti yang dipikirkan oleh Aifah juga kalau anaknya tidak mungkin baru saja tiba di tempat itu."Kalau begitu diamlah!" Aifah memang sedang tidak mau banyak bicara dengan Reizo dan untuk urusan yang satu ini dia lebih mempercayai Aida."Kau tahu sesuatu, kah, sampai kau bilang padaku kalau Reiko merasa iri? Atau apa tadi maksud yang kau katakan?""Mommy, dia tidak tahu apa-apa.""Ya, baiklah, aku anggap kalau istrinya Reiko tidak tahu apa-apa dan kau yang tahu semuanya. Kau memiliki wajah seperti dirinya, jad
Ya ampun, Jeremy ini. Kupikir dia hanya bercanda saja denganku. Tapi kenapa sekarang dia malah bercanda di meja makan ini?Sejak Aida memutuskan untuk tinggal bersama dengan keluarga Carlson, anak-anak Alifah yang lain yaitu Kirai dan Jeremy, mereka semua sangat baik kepadanya. Aifah sendiri kondisi kesehatannya juga semakin membaik dengan keberadaan Aida.Mereka semua dekat satu sama lain dan membuat Billy juga Reizo bisa melakukan pekerjaan mereka di luar tanpa ada kendala. Aida sering bercanda dengan Kirai dan Jeremy yang sering menggodanya. Kadang memang Jeremy suka bercanda dengannya dan memanggilnya sebagai calon istri. Tapi itu semua memang hanya candaan di antara mereka. Cuma, ini tidak dianggap bercanda oleh seseorang yang tadi baru saja mendengarnya dan baru saja ingin menolak saat diminta menemani Aida."Kau pergi dan urus pekerjaanmu. Semua biar aku yang mengurusnya, Jam."Ish, padahal aku lebih senang pergi bersama dengan Jeremy dan Kirai. Kenapa aku harus pergi bersama d
"Jadi sekarang, kau sudah mencari mangsa baru dengan mengejar adikku?"Kupikir tidak bertemu dengannya selama beberapa bulan dan sikapku yang baik pada keluarganya bisa membuat dia berpikir kalau aku tidak sepicik yang dia pikirkan. Tapi ternyata dia masih tetap orang yang sama dengan pemikiran yang tidak berubah.Aida sampai tidak tahu harus menjawab apa, karena pertanyaan yang diberikan Reizo bukanlah sebuah pertanyaan yang penting untuk Aida."Kau tidak bisa menjawabnya karena kau tidak menyangka aku menebak rencanamu itu, kan?" Tapi Reizo sudah meneror lagi seakan-akan semua pikirannya itu benar."Fuuuh, kalau kau sudah berpikir begitu ya aku mau bilang apa? Tidak ada yang bisa mengubah pikiranmu, kan, karena kau pasti selalu berpikir kalau apa yang kau pikirkan itu benar." Aida dalam kondisi dia tidak mau berdebat. Lagi pula dia sedang menikmati suasana damai melihat salju dari jendela dan ini menenangkannya apalagi segelas hot chocolatekini sudah menemaninya. Cuma, apakah jawaba
"Biar kubantu. Dan biarkan Reizo menenangkan dirinya dulu."Dan tiba-tiba seseorang datang, padahal tadi dia tidak ada di sana."Tuan Rafael mohon bantuannya."Dokter Juna dan Rafael akhirnya yang menggali sedangkan Reizo sendiri dalam kondisi dia yang tidak tenang. Irsyad menunggu mayat dengan terus saja bertasbih. Dia tidak meninggalkan Aida, meski dia juga tidak menyentuhnya. Hanya memastikan selalu terdengar tasbih dan sholawat di dekat mayit."Allahu Akbar."Dan tiba-tiba saja dokter Juna meninggikan suaranya. Dia kaget betul dengan apa yang dilihat nya sekarang."Raizo berdiri di sini. Atau kau duduk di sini dan teruslah tasbih. Kasihan Aida."Irsyad terpaksa menarik Reizo untuk mendekat pada Aida, sedangkan dirinya cepat-cepat menuju ke liang lahat.Subhanallah, air matanya ingin tumpah sedangkan dokter Juna juga kebingungan."Bahkan bekas daerah-darahnya juga sudah hilang. Kulitnya kembali seperti semula. Tapi dia tidak bernyawa.""Dia mirip seperti Reizo, tapi dia pucat.""Iy
"Aku tahu. Kau jangan banyak bicara!”"Ya sudah, mulailah Reizo, atau lebih baik kau suruh saja Irsyad yang melakukannya kalau memang kau tidak sanggup.""Aw … ehm ... Irsyad, kau saja yang lakukan. Aku tidak bisa."Sudah seperti yang dipikirkan oleh Irsyad, karena memang saat ini pria itu sedang benar-benar terpukul. Apa yang terjadi pada pikirannya, tapi sungguh dia memang merasa marah dan campur aduk yang tak jelas."Allahu Akbar Allahu Akbar."Dan suara lantunan azan yang begitu merdu itu pun tidak bisa membuat pria itu fokus.Aku tidak bisa menyelamatkanmu dulu dan itu semua karena aku datang terlambat. Tapi kini aku juga tidak bisa menyelamatkan istrimu, karena kemarahanku padanya. Aku meninggalkannya dan aku pikir memang dua rekanku menjaganya. Aku tidak buru-buru mencarinya. Ini semua salahku. Mungkin memang aku tidak pantas untuk menjaganya? Dan sebenarnya apa perasaanku padanya? Kenapa aku seperti makin lama makin ingin tahu tentang dirinya? Tapi kenapa dia begitu bodoh? Ken
"Innalillahi wa innalillahi roji'un."Irsyad yang lebih dulu menyadari tentang kepergian seseorang yang sangat dicintainya.Tak tahulah dia harus bagaimana. Tangannya masih menjahit bekas luka saat tadi mengeluarkan bayi. Dan matanya kini basah dengan air mata yang berusaha untuk ditahan olehnya."Hey, bangun! Jangan main-main! Buka matamu!" Tapi lain Irsyad, lain juga pria yang ada di samping Aida yang tadi diberikan oleh Aida rambutnya yang memang rontok. “Bangun! Buka matamu!" Pria itu kembali memaksa."Reizo, kau memintanya bagaimanapun, dia tidak akan bangun. Lukanya terlanjur parah. Lambungnya tersayat, asam lambung di lambungnya menyebar di tubuhnya dan kau tahu? Asam lambung itu sangat berbahaya. Dia bisa melukai dan membakar organ lainnya. Ditambah lagi… lihat ini. Beruntung Aida melahirkan bayinya lebih cepat. Aku tidak tahu kalau ditunda lagi, mungkin bayi-bayi itu juga akan terkena masalah dengan sel kankernya. Pertumbuhan tidak normal dan kau bisa lihat sendiri."Memang a
"Aida."Mereka semua kaget melihat ada beling yang menancap di tubuh Aida dari belakang dan tembus ke depan. Wanita itu pun agak kesulitan untuk bicara."Kau."Leo sudah memegang senjatanya untuk menembak orang di belakang Aida."Kau tidak akan pernah bisa mendapatkan kami. Chip itu sudah kami bawa."Tapi Alexander yang terluka parah, dia juga bisa menggunakan transportasi. Dan Alexander kloningan yang ada di belakang Aida sudah mengambil chip itu. Di saat yang bersamaan, Alexander yang terluka menghilang lalu dia mendekat pada Alexander yang baru keluar dari kapsul lalu membawa pria itu pergi. Sisa sembilan kapsul lagi yang kacanya pecah sekarang.DOOR DOOR DOOR!Makanya Leo yang sudah memegang senjata cepat-cepat mengarahkan senjatanya ke kepala mereka."Aida!” Dan kini Dokter Juna dengan cepat berusaha untuk masuk mengambil Aida."Cepat bawa dia ke rumah sakit!”Rafael yang bicara, lalu dia menatap Jo dan Leo, dia sudah mengaktifkan peledaknya.“Kita harus cari atau semua orang di
"Ah tidak. Aku hanya mendengar cerita dari Alan.”"Dan Alan." Kini Alexander menunjuk pada Aida dengan senyum kecut di bibirnya. "Kalau bukan karena ada pengkhianat seperti dirinya, aku pasti menang dari Rafael," ujarnya lagi dan kini dia menekankan sambil berjalan mendekat pada Aida."Bisakah kau berdiri diam di sana dan tidak mendekat padaku? Aku risih jika bukan suamiku dekat padaku.""Dan kau tahu? Aku menyukaimu. Kau bisa hidup damai denganku dan bekerja denganku. Untuk menjadi suamimu aku juga tidak masalah. Karena kau adalah wanita yang menarik. Hanya saja, aku harus tekankan padamu keselamatanmu itu bergantung pada keloyalanmu padaku dan aku tidak suka pengkhianatan.""Ehm, kenapa kau menyimpan gudang senjata di apartemen suamiku?""Oh, kau membicarakan senjata di lemari yang baru kebuka?”Aida tak mau Alexander mendekat lagi sehingga dia kembali menanyakan sesuatu untuk mendistraksinya.Tipe orang yang suka show of. Aku harus membuatnya menceritakan semua hal. Ini adalah cara
"Terlalu jauh kalau harus membunuhmu. Aku tidak bisa melawanmu karena sekarang aku juga sedang mengandung. Tapi coba keluarkan dulu saja masnya supaya kau tidak membuang waktuku lebih lama berdiri.""Ah … kau pasti lelah. Kau ingin duduk?” tanyanya lagi.“Kau tunggu di sini! Biar kuambilkan kursi dari ruang kerja suamimu supaya kau bisa duduk.”Dia cukup baik juga. Bisik hati Aida lagi. Sesuatu yang membuat dirinya juga penasaran.Ada sisi baiknya. Apakah ini dari gen yang dimiliki oleh ayahnya Tuan Rafael? Dan ada sisi buruknya, apakah ini dari gen yang dimiliki oleh temannya Tuan Rafael? Karena dia memiliki gabungan gen yang berbeda.Aida tak peduli larangan Alexander untuk mengambil sesuatu dari ruang kerja suaminya, tapi dia sempat mendekat pada tempat emas dan mengambil sesuatu dari sana. Sesuatu yang diselipkan di balik kerudungnya. Di tempat yang tidak bisa terlihat oleh siapa pun tentu saja."Kau duduklah di sini!”"Terima kasih." Aida menjawab dengan ucapan sesantai itu dan d
"Kau sudah mengecek semua isi ruangan di sini?" Aida bertanya masih dengan posisinya berdiri di belakang dinding."Tentu saja. Aku mengecek semuanya termasuk semua lingerie yang kau punya. Wow. Ini sangat menarik sekali. Kau tidak memiliki dua bagian penting bagi tubuh wanita, tapi kamu miliki banyak sekali lingerie. Untuk apa kau memakai itu?"Wajah Alexander seakan-akan ingin menertawai Aida. Dan Aida juga tahu alasan kenapa dia harus memiliki baju itu."Lucu, ya? Aku pun merasakan hal yang sama. Tapi itu kemauan suamiku. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi dia memintaku untuk memakai itu.”"Sepertinya dia sangat suka berkhayal.”"Tidak. Dia bukan orang yang suka berkhayal. Dia adalah orang yang menggunakan logikanya. Dia lebih baik daripada aku.""Tapi untuk apa dia memberikanmu ini?""Menurutmu untuk apa?" tanya Aida di bibirnya.Setidaknya aku bisa mengulur waktu. Aku harus bisa membuat dirinya banyak bercerita sampai ada orang yang menyelamatkanku, pikir di dalam hati Aid
"Selamat datang di tempat tinggalku.""Ini adalah rumahku. Ini adalah apartemen milik Mas Reiko-ku. Bagaimana kalau bisa bilang kalau ini adalah tempat tinggalmu?" Aida pikir, dia akan dibawa ke mana oleh orang yang menculiknya, tapi lagi-lagi dia dibawa ke apartemen yang dulu ditempati bersama dengan suaminya."Haha, tapi sayangnya dia sudah tidak ada di sini. Dan tempat ini aku yang tinggali. Kau sendiri juga tidak meninggalinya.""Apa yang kau cari di sini?""Haha. Kau sangat curigaan sekali."Sebenarnya Aida tidak melucu dan dia bertanya serius, tapi pria yang ada di hadapannya justru selalu saja tertawa setiap kali mendengar pertanyaan darinya. Aida yakin sekali ada sesuatu yang dicari oleh Alexander di sana. Sesuatu yang tidak bisa dia dapatkan."Relax. Kau baru sampai di rumahku sebaiknya kau bersantai dulu. Kenapa mundur terus? Kau mau ke mana, hmm? Ruangan ini tetap segini saja. Dan di belakangmu sudah ada rak buku."Pria di hadapan Aida terus maju karena itulah dia berusaha
"Romo, kami sudah cari ke mana-mana tapi tidak ada. Di rumahnya Pakde Waluyo juga nggak ada, terus kita udah cari di sekeliling rumah Romo juga nggak ada. Tadi aku tanya sama ibunya Mbak Aida juga nggak ada di dalam kamarnya.""Lah, ke mana Aida? Apa mungkin dibawa sama Reizo atau dia ketemu sama Dokter Juna? Tadi itu kan Raditya ngebicarain soal Dokter Juna dan mungkin aja dia cerita ke Dokter Juna kalau dia habis ngomong sama Raditya?""Bisa jadi, Romo. Tapi tadi aku telepon Mbak Aida handphone-nya ketinggalan tuh. Dia ndak bawa handphone.""Mungkin sengaja handphone-nya ndak dibawa supaya ndak ketahuan sama Reizo dia ke mana.""Tapi kan mereka punya alat-alat yang sama. Pasti bisa komunikasi, Romo. Soalnya kata Mbak Aida itu kalau sudah pakai itu, semuanya bisa saling komunikasi. Terus mereka juga sudah tahu di mana letak koordinat masing-masing.""Yo embuh, aku ndak tahu, lah. Lagian kamu kalau udah tahu kayak gitu kok malah nanya sama orang yang nggak tahu?""Hehehe. Habisnya aku