"Cieee ... sudah mulai suka ternyata!" Yumaina mulai menggoda Raihan. "Pokoknya jangan lagi bentak-bentak istriku. Dia itu kakak iparmu. Walau usianya lebih muda, kamu wajib menghormatinya." Raihan mulai membuka lagi laptopnya dan meneruskan pekerjaannya. Yumaina tertawa. "Sikapku memang tidak bisa lembut, kak. Tapi hatiku selembut kapas," sanggah Yumaina. "0Ratu juga bukan wanita lembut. Tapi dia unik." Yumaina kembali tertawa, "Sudah mulai bucin rupanya." "Kalau kamu bagaimana? Mana calon suamimu?" Raihan balik menggoda. Tiba-tiba Yumaina diam dengan tatapan kosong."Aku ... belum menemukan pria seperti Om Elkan." "Astaga, Maina! Sejak kecil apa tidak ada pria lain yang kamu suka selain Om Elkan?" Yumaina menggeleng. Ia pun tidak pernah mengerti, kenapa ia sangat memuja pengacara keluarga sekaligus sahabat ayahnya itu. "Sudah, sudah! Jangn diteruskan! Aku pergi. Jangan lupa awasi Sonia, sebaiknya Kakak cari tau semua tentang dirinya!" Yumaina meraih tas yang ada di meja, la
"Stop di depan warung itu Pak!" Ratu turun dan membayar ongkos taksi. Setelah kepergian taksi yang membawanya tadi, Ratu berdiri di depan warung kopi. Ia bingung, kenapa ia pulang ke kontrakan? Bukan ke apartemen? "Non, Non Ratu! Non kapan datang?" Ratu menoleh dan melihat Sumi tergopoh-gopoh menghampirinya dari arah panti pijat. Tenggorokannya tercekat. Ia merasa bersalah. Sejak tiba di Jakarta ia tidak mengabari Sumi. Bahkan ia tidak memberitahu Sumi tentang meninggalnya Yuda. "Ke-kemarin." Ratu menjawab singkat. Lalu menyamai langkah Sumi menuju gang kecil. "Tuan Raihan mana, Non?" tanya Sumi yang masih tampak bahagia atas kepulangan Ratu.. "Masih kerja," Jawab Ratu singkat. Sumi mengangguk-angguk. Sesampainya di rumah, Sumi langsung menyiapkan makanan untuk Ratu. "Dimakan, ya, Non! Kok bisa pas, kebetulan saya masak lauk kesukaan Non hari ini." Ratu terharu dengan sikap Sumi. Wanita itu tampak sangat tulus menyayanginya. Kenapa Ratu masih belum bisa menerima kenyataan bahw
"Kenapa nggak bilang kalau mau ke sini?" Raihan akhirnya bertanya lebih dulu. "Kenapa aku harus bilang? Bukannya aku bebas kemana aja aku mau pergi?" Ratu buru-buru mengalihkan pandangannya ketika menyadari bahwa mereka baru saja saling bertatapan. "Tapi setidaknya kamu nggak bikin aku bingung, Ratu. Aku pikir kamu di apartemen. Aku bisa antar kamu jika ingin ke sini." "Loh, ada Tuan Raihan. Ayo silakan masuk, Tuan!" Perdebatan yang baru saja dimulai akhirnya terhenti oleh kedatangan Sumi. "Apa kabar, Bu Sumi!" Raihan langsung meraih tangan Sumi dan menciun punggung tangannya. Netra Sumi berkaca-kaca mendapatkan sikap Raihan yang begitu santun padanya. Ia tidak menyangka, Raihan yang merupakan seorang pengusaha kaya mau menghormati dan mencium tangannya yang hanya seorang pembantu. "Baik, Tuan. Ayo masuk! Non, sini masuk!" Sumi menepuk pelan lengan Ratu yang ia pikir sedang melamun. Ratu pun masuk dan duduk berhadapan dengan Raihan di atas karpet plastik yang sudah lusuh. "Si
Hembusan napas keduanya saling memburu. Suara erangan halus pun terdengar saling bersahutan. Satu tangan kekar Raihan sudah menggenggam leher bagian belakang Ratu yang jenjang. Rambut Ratu yang tidak begitu panjang memudahkan Raihan untuk meraihnya. Sesuatu yang mendorong Raihan sejak Ratu berada di apartemennya seakan menuntut penyelesaian. Apalagi kini Ratu sama sekali tidak menolak setiap sentuhannya. Ratu pun terbuai oleh aroma khas maskulin milik Raihan yang sejak awal nyaris menghipnotisnya. Pesona pria tampan itu berhasil menghilangkan akal sehatnya malam itu. Padahal mereka tau di luar sana warung kopi masih ramai oleh pengunjung. Tiba-tiba saja Ratu tersentak oleh suara tawa para pengunjung warung kopi yang semakin ramai. Seketika itu juga ia mendorong tubuh Raihan yang sedang tak siap. Hingga punggung Raihan terdesak ke pintu mobil."Cari-cari kesempatan terus!" ketus Ratu sambil meraih tisu dan mengusap bibirnya. "Aduh, kamu apa-apaan, sih! Sakit, tau!" umpat Raihan kes
"Hei, kenapa malah makin sedih? Aku salah apa?" Raihan buru-buru membasuh tangannya, ia jadi bingung, karena hampir semua pengunjung yang berada di sekitarnya menoleh ke meja mereka. "Sini!" Setelah membersihkan tangannya Raihan merengkuh tubuh Ratu dan membawanya ke dalam pelukan. Hatinya lega karena Ratu tidak menolaknya. Karena itu Ia memberanikan diri mengecup puncak kepala Ratu. Berharap memberikan ketenangan pada istrinya itu. Seketika Ratu merasa nyaman berada dalam dekapan tubuh kekar Raihan. Kepalanya bersandar pada dada bidang milik Raihan yang tegap dan menggoda. Perlahan tangisnya pun reda. Raihan merenggangkan pelukannya, lalu menatap wajah Ratu. Ia meraih tisu dan mengusap lembut kedua mata dan pipi Ratu yang basah. "Maafkan aku, jika telah membuatmu sedih!" Raihan berbisik. Hembusan napasnya menyapu hangat wajah Ratu. Netra Ratu mengerjap membalas tatapan Raihan. Lalu ia menggeleng pelan. "Kamu nggak salah. Tapi, akunya aja yang baper," sahut Ratu membuat Raihan te
Berkali-kali Raihan menelan salivanya. Sungguh ia sangat gugup. Dorongan keinginan itu terus memaksanya. Hasrat kelaki-lakiannya seketika bangkit. Namun, ia masih ragu untuk melakukannya. Ia khaĹľatir Ratu belum menginginkannya. Ia tak mau merusak hubungan yang sudah terjalin cukup baik malam ini. Gerakan tangan Raihan terhenti. "Astaga! Ada apa denganku? Kenapa keinginan itu begitu kuat? Walaupun dia sudah halal untukku, bukan berarti aku seenaknya saja melakukannya. Ratu pasti akan kecewa." Raihan menarik kembali tangannya. Lalu, dengan berat hati beranjak turun dari ranjang. Ia harus mandi untuk mendinginkan tubuhnya yang mulai panas. Setelah berhasil menguasai dirinya , Raihan keluar dari kamar mandi. "Rai ..." Ratu telah duduk di ranjang. Netranya menyipit. Sepertinya ia baru saja terbangun. "Kenapa bangun? Tidurlah!" Raihan yang hanya mengenakan handuk yang melilit di pinggangnya membuka lemari untuk mencari kaos tipis dan celana pendek. Pakaian tidur favoritenya. "Kamu ..
"Iya, gantikan aku!" "Kenapa harus aku? Kenapa bukan Yumaina saja?" Ratu tampak cemas. "Yumaina akan mengurus perusahaan Ayah yang ada di luar negeri. Sudahlah! Yang penting sekarang ini kamu belajar dulu." Ratu menghela napas panjang, lalu buru-buru melanjutkan makannya. Setelah selesai menghabiskan sarapannya, Raihan dan Ratu bergegas berangkat ke kantor. Mereka berjalan bersisian melewati lorong apartemen yang sudah mulai ramai oleh penghuni yang ingin bekerja. "Sini tas kamu aku yang bawa. Kelihatannya berat!" Saat menuju lift, Raihan meraih tas ransel yang ada di punggung Ratu. "Aku sekarang bawa laptop, saat istirahat aku bisa kerjakan tugas kuliah," balas Ratu sambil menyerahkan tasnya pada Raihan. "Anak pinter!" Raihan mengacak-acak rambut Ratu hingga istrinya itu cemberut dan buru-buru merapikan kembali rambutnya. Raihan terkekeh melihat Ratu mengomel. "Aku nanti turun di halte aja!" pinta Ratu saat mereka sudah berada di dalam mobil dan mulai menuju ke PT LikeSport.
"Kursi kebesaran ini akan menjadi tempat saya nantinya. Ruangan ini juga akan menjadi ruangan saya. Bagaimana menurut kamu, Nang? Saya pantas, bukan?" Sonia memandang ke seluruh sudut ruang CEO sambil duduk memutar-mutar kursi kebesaran itu. " Ya jelas pantas, dong, Bu Sonia. Tapi, Bu Sonia bukan CEO, mana bisa ruangan ini jadi milik ibu?" "Jelas bisa. Saya yakin, Pak Raihan akan tertarik pada saya. Dia nggak mungkin mau sama office girl. Si Khairatun itu cocoknya sama kamu. Satu profesi." Sonia tertawa lepas tanpa perasaan. Ia dan Nanang tidak menyadari bahwa pintu ruang CEO itu tidak tertutup rapat. "Maaf, tapi ... apa ibu yakin?" tanya Nanang hati-hati "Kamu meragukan saya, Nang?" Sonia menyipitkan matanya seraya melipat tangan di depan dada. Ia menatap sinis pada Nanang. "Bu-bukan begitu, Bu. Sepertinya Pak Raihan perhatian sekali pada Khairatun. Dia selalu marah setiap saya berada dekat-dekat Khairatun." Sonia menghempas napas kasar. Sebenarnya dia pun merasakan hal yang sa