Kai dan Kristal benar-benar mencicil pekerjaan mereka untuk memindahkan barang-barang dari kamar Kristal. Semua baju, tas, sepatu, dan aksesoris lainnya sudah rapi di walk-in-closet kamar utama.
Buku-buku sudah berpindah di rak buku yang ada di kamar, ruang santai lantai dua, dan perpustakaan sekaligus ruang kerja di lantai satu.
Kadang Kai dan Kristal mengerjakannya berdua, walau Kai lebih banyak meminta Kristal duduk dan hanya mengatakan padanya yang mana yang harus dibawa ke mana.
“Sayang,” tegur Kai penuh dengan peringatan saat Kristal mencoba mengangkat kotak berisi beberapa koleksi tasnya dari walk-in-closet, tiga hari lalu. “Itu berat.”
“Tapi nggak terlalu berat, kok.” Kristal mencoba meyakinkan Kai.
Walau kekhaw
“Terima kasih, Pak.” Kai tersenyum pada pemilik toko martabak langganannya dan Kristal, sebelum kembali ke mobilnya yang terparkir di tepi jalan.Kai masuk ke mobilnya dan meminta sopir untuk segera kembali jalan. Aroma martabak yang diidamkan istrinya sejak pagi tadi mulai memenuhi sekeliling mobil. Namun, Kai tidak masalah, senyum Kristal saat ia pulang nanti adalah hal yang setimpal dengan sekotak martabak ini.Begitu mobil berhenti di halaman rumahnya, Kai segera turun dengan kantong plastik dan briefcase di kedua tangannya.“Sayang,” panggil Kai begitu tiba di ruang tamu. Lelaki itu terus berjalan ke ruang tengah karena mendengar suara televisi yang masih menyala.
“Sayang, kamu belum mau liat-liat baju buat si Kakak?”Pertanyaan Kai membuat Kristal yang tadinya sedang melihat website Sephora untuk request makeuppada Hafi, jadi terhenti karenanya. “Baru tiga bulan, Mas.”“Iya, sih.” Kai mengangguk pelan. “Tapi kayaknya lucu nggak, sih, kalau kita mulai cicil baju bayi?”Kristal terkekeh pelan dan meninggalkan iPad Kai yang tadinya ia pinjam di atas meja.“Mas, baju bayi tuh kepakenya cuma sebentar, lho. Kan, makin lama dia makin gede. Kalau kita beli dari sekarang, nanti yang ada pas Kakak baru lahir, stok bajunya udah hampir setengah baju kita.”Kai yang baru sadar setelah mendengar ucapan Kristal langsung terkekeh malu. Ia menggaruk tengkuknya ya
Hari ini adalah kunjungan rutin Kristal ke dokter kandungan. Dan seperti biasa, Kai tentu menemaninya. Lelaki itu tidak pernah meninggalkan Kristal pergi sendiri di jadwal kunjungan rutinnya.Kristal merasa excited karena hari ini akan menyapa anaknya lewat USG dan mendengarkan apa kata dokter mengenai kandungannya, tapi ada sedikit keresahan yang muncul sejak semalam.Walaupun begitu, ia berusaha baik-baik saja di depan Kai karena tidak ingin membuat suaminya khawatir. Hanya saja usahanya digoyahkan dengan apa yang ia dapati pagi ini.“Sayang.” Panggilan Kai diiringi ketukan di pintu kamar mandi. “Tumben lama? Kamu nggak pingsan, kan?”“Nggak, kok.” Gema suaranya menyamarkan su
[Kehamilan Kristal. Minggu kelima.]Kai yang baru pulang bekerja memanggil Kristal, saat ia tidak menemukannya di ruang tengah atau di ruang makan. “Tata?”Karena tidak ada sahutan, Kai berpikir mungkin Kristal ada di kamar. Mengingat akhir-akhir ini istrinya mudah sekali merasa mengantuk.“Mas?”Panggilan itu membuat langkahnya terhenti dan kembali turun dari dua anak tangga yang sudah ia naiki. Matanya menangkap sosok Kristal yang melongok ke arahnya dari teras samping.“Lho, di sini kamu ternyata,” ucap Kai saat menghampiri istrinya dan memeluknya. Kemudian ia mencium kening dan bibirnya seperti biasa. “Ngapain malem-malem di luar?”“Lihatin bintang.” Krista
Kristal terbangun karena rasa sakit yang membuat kepalanya juga langsung pusing. Namun, ia menahan diri untuk tidak memanggil siapa pun. Jadi yang ia lakukan hanya berdesis pelan, sepelan mungkin agar Kai tidak terbangun.Kristal bisa merasakan bagaimana Kai tertidur di samping ranjangnya, dengan posisi yang tidak nyaman. Kepalanya terkulai di sisi ranjang yang Kristal tempati dengan kedua tangannya yang menggenggam tangan Kristal.Kristal menelisik ke sekitarnya dan tidak menemukan siapa pun selain Kai. Sebenarnya beberapa jam yang lalu ia sempat terbangun, namun hanya bisa mendengar suara Julia dan Kai yang mengobrol lirih, kemudian ia jatuh tertidur lagi.Kristal mencoba menghela napas dalam-dalam. Tatapannya kini terpaku pada langit-langit kamarnya.“Kak… kok kamu tinggalin Mama sama Papa, sih? Katanya mau ketemu sama Mama sama Papa,” lirihnya dengan suara yang hampir tidak terdengar.Rasanya masih seperti mimpi saat dokter mengatakan padanya kalau janinnya tidak berkembang dan ha
Walau dokter mengatakan biasanya ketika proses kuretase berjalan lancar pasien bisa beraktivitas kembali setelah pulang dari rumah sakit, Kai tetap menganjurkan Kristal untuk beristirahat. Maka di sinilah Kristal, menghabiskan beberapa hari cutinya di rumah.Dalam diam Kai dan Kristal sama-sama sepakat kalau waktu istirahat bukan hanya untuk menyembuhkan diri pasca proses medis tersebut, tapi juga mengistirahatkan mental yang benar-benar lelah.“Kamu nggak ke kantor?” tanya Kristal setelah siang itu mereka tiba di rumah.“Nggak.” Kai menggeleng sambil ikut duduk di sofa, di samping Kristal. “Aku juga cuti.”Kristal mengerutkan keningnya. “Mas, aku nggak apa-apa. Kamu nggak perlu jagain aku 24 jam.”“It’s okay. Kalaupun kamu nggak butuh aku di sini, aku yang butuh kamu, Ta.”Ucapan Kai membuat Kristal terdiam selama beberapa saat. Dengan hati-hati, Kai merengkuh Kristal ke dalam dekapannya.Saat itulah, dari puluhan pelukan yang ia dapat sejak mereka dikabarkan kalau sang calon anak ya
“Mas, makan di luar, yuk. Mau nggak?”Hari ini adalah hari Kamis dan hari sudah menjelang sore, saat tiba-tiba Kristal menoleh padanya yang tengah meneliti dokumen untuk ia bawa meeting hari Senin minggu depan.Kristal sendiri baru menyelesaikan pekerjaannya setengah jam yang lalu dan mulai merasa bosan.Sebagai orang yang keluar rumah lima hari dalam seminggu, berada di rumah dari hari Minggu sampai Kamis seperti ini sudah mulai membuatnya jenuh.“Mau.” Kai menjawab tanpa berpikir panjang. “Mau makan di mana, Sayang?”“Pancious?” Kristal meringis karena lagi-lagi nama restoran itulah yang ia pilih. Di kepalanya hanya akan selalu ada dua tempat makan yang akan sudi ia datangi dalam mood apa saja, McDonald’s dan PanciousKai mengacak rambut Kristal dengan gemas. “Boleh.”“Kamu sibuk banget, Mas?” tanya Kristal sambil mendekat pada Kai hingga tubuh mereka bersisian, dan perempuan itu menatap laptop di depan Kai. “Masih banyak nggak kerjaannya?”“Nggak, kok,” jawab Kai untuk dua pertanya
Kristal menatap deretan buku yang ada di ruang santai di lantai dua. Hari telah beranjak siang saat ia naik ke lantai atas untuk mengambil laptopnya dan mulai mengerjakan pekerjaannya.Akan tetapi, ia malah terdistraksi oleh rak buku yang penuh dengan buku anak-anak dan buku dongeng di ruang santai. Baru minggu lalu ia dan Kai membeli banyak buku di Gramedia dan Periplus untuk anak mereka.Menunda keinginannya untuk mengambil laptop, Kristal beralih pada ruang santai dan duduk di single sofa yang terletak di depan rak tersebut.Matanya mengamati deretan buku beraneka warna dan beraneka ukuran tersebut memenuhi rak buku mereka. Kristal dan Kai berharap anak mereka nanti akan suka membaca seperti mereka berdua.Kai