Beranda / Rumah Tangga / Istri yang Tak Dinafkahi / 80 Kamu Juga Hangat Sama Dia?

Share

80 Kamu Juga Hangat Sama Dia?

Penulis: Setia_AM
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-30 16:33:27
“Ekor apa dulu, Ma?” Zayyan yang menyahut.

“Ekor ikan, tentu saja calon bayi lah!”

“Doakan saja menantu Mama ini bersedia tanpa kebanyakan alasan buat bikin ...”

“Aku tidak banyak alasan, tapi memang ada alasan logis.” Sindy membantah dengan segera.

“Ya itu kan tetap saja namanya alasan, Sin.”

Keke geleng-geleng kepala menyaksikan perdebatan anak dan menantunya.

“Terserah kalian berdua prosesnya mau gimana, pokoknya mama terima beres saja.” Dia menengahi.

Saat hari keberangkatan, Keke melepas kepergian Zayyan dan istrinya di pagi buta.

“Nanti mama bilang Sisil kalau kalian ada urusan, sana berangkat.”

“Terima kasih ya Ma, sudah mau jaga Sisil ...”

“Sama-sama, ada om kembarnya juga, sudah sana.”

Sindy tersenyum saat Keke mendorongnya masuk mobil. Perjalanan menuju lokasi berlangsung mulus karena hari masih pagi, sehingga belum banyak kendaraan yang beradu di jalanan.

Zayyan ternyata sudah menyewa penginapan khusus untuknya dan Sindy dalam rangka suasana pengantin
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Istri yang Tak Dinafkahi    81 Aku yang Lebih Berhak

    “Berani-beraninya kamu menikah tanpa restu dari aku, Mas!” kata Clara dengan suara menggelegar karena marah. “Lancang sekali kamu, kamu sudah nggak menganggap aku lagi sebagai mantan istri kamu?” Zayyan tidak menjawab. “Tante yang memberi Zayyan restu untuk menikahi Sindy,” kata Keke tenang. “Anak tante berhak bahagia dengan perempuan pilihannya sendiri. Jadi jangan memakai standar kamu untuk memaksanya rujuk sama kamu.” Clara menoleh dan menatap tajam mantan ibu mertuanya. “Aku nggak minta Tante bicara, oke? Jelas banget kalau Mas Zayyan adalah bukti kegagalan Tante dalam mendidiknya,” kecam Clara dingin. “Mama tidak pernah salah mendidik aku,” tukas Zayyan tidak terima. “Jadi jaga ucapan kamu, Cla. Aku tidak akan segan-segan kasih peringatan ...” “Oh ya? Aku yang lebih berhak menikah lagi sama kamu, Mas. Bukan janda gatal itu!” raung Clara sambil menarik bagian depan kemeja Zayyan sekuat tenaga. “Cukup!” Keke menghardik sambil menempatkan dirinya di antara anak dan mant

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-30
  • Istri yang Tak Dinafkahi    82 Istri Idaman ala Ardi

    Mita mengangguk-angguk mengerti dengan ucapan kakaknya itu. “Kalau begitu bagi duit dong, Kak!” “Buat apa lagi sih?” “Aku kan harus sering-sering ke restoran buat mantau!” Ardi garuk-garuk rambutnya yang tidak gatal. “Nanti dulu lah, sibuk ini ...” “Jangan pelit-pelit begitu, Kak.” “Diam dulu, Mit!” Kali ini Ratna yang menegur. “Itu kakakmu lagi fokus hitung gajinya, jangan dulu kamu ganggu.” “Kayak biasa ini buat ibu, Sani sama Mita ...” Ardi yang sudah membagi-bagi uang itu menjadi tiga kelompok menyerahkannya kepada Ratna. “Sisanya aku yang pegang buat kebutuhan pribadi.” Ratna manggut-manggut dan meraih uang bagiannya dan juga Sani. Dalam hati dia berpikir jika nantinya harus berbagi lagi dengan istri baru Ardi, itupun kalau anak lelakinya ingin kembali meniti rumah tangga dengan orang baru. “Kamu nggak usah buru-buru nikah deh, Di.” “Lho, memangnya kenapa, Bu? Masa iya aku jadi duda selamanya sementara Sindy sudah menikah lagi?” Mita ikut memandang ibunya d

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-30
  • Istri yang Tak Dinafkahi    83 Nafkah untuk Anak

    “Pasti karena sudah punya pacar, jadi cuma ada kamu sama si dia. Yang lainnya numpang lewat saja.” Tanpa sadar Sindy malah melamun, mengingat kembali hal-hal apa saja yang membuatnya tidak terlalu terkenang dengan masa putih abu-abu. Sadar dengan perubahan ekspresi di wajah istrinya, Zayyan meletakkan foto itu di atas meja dan mendatanginya. “Kok jadi sedih begitu?” Sindy terperanjat, lalu menggeleng perlahan. “Cuma lagi mengingat-ingat sesuatu ...” “Ada yang kamu ingat tentang aku?” tanya Zayyan dengan mata berbinar. “Tidak ada,” sahut Sindy sambil nyengir minta maaf. “Masa-masa SMA itu benar-benar menguras tenaga dan pikiran, jadi aku tidak terlalu ingat siapa saja teman aku.” Zayyan menatap Sindy, seolah tidak percaya dengan kata-katanya. Namun, sebelum dia sempat berkomentar, tiba-tiba ponsel yang tergeletak di atas meja samping tempat tidur berdering nyaring. “Halo?” “Pak, saya sudah mulai dapatkan titik terang mengenai kecelakaan mobil yang Anda alami!” Sahu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-31
  • Istri yang Tak Dinafkahi    84 Kamu Pikir Aku Buaya, Mbak?

    “Itu Affan atau Aftar, ya?” gumam Sindy yang mendapati Mita sedang berbincang dengan salah satu dari adik iparnya. “Kok bisa mereka saling kenal?” Meskipun merasa curiga, tetapi Sindy enggan untuk menegur karena Mita sama sekali tidak membuat keributan seperti yang biasa dia lakukan. “Lagi ngapain, Kak?” Tegur seseorang yang langsung membuat sindy refleks menoleh. “Oh ini ... buang sampah dapur! Kamu ... Af—fan atau ...” “Affan, Kak. Itu setiap hari sampah harus dibuang?” “Kalau yang di dapur iya, Fan. Yang di depan sini sih nanti ada yang ambil beberapa hari sekali, kamu nggak makan siang? Jangan lupa ajak Aftar juga.” “Nanti saja deh, Kak. Suka lihat para pelanggan datang dan pergi kayak orang hajatan, Kak Zayyan benar-benar top.” “Iya, kakak kamu hebat karena bisa membalikkan keadaan resto ini.” “Kakak juga terlibat, kan?” “Oh, aku Cuma kebetulan bisa masak dan butuh kerjaan. Beruntung, para pelanggan cocok sama resep buatan aku.” “Itu artinya Kakak punya bakat .

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-31
  • Istri yang Tak Dinafkahi    85 Hidangan Penutup

    “Kalau iya, bagaimana? Mama jadi khawatir, Zay.” “Masa ketemuan sama satu cewek saja sampai berjam-jam, palingan nongkrong sama teman-teman kampus yang kebetulan ada di sekitar sini.” Zayyan berpendapat. “Justru itu, bagaimana kalau cuma sama satu cewek? Ngeri mama membayangkannya.” Lebih ngeri lagi kalau cewek itu Mita, batin Sindy dalam hati. Dia tidak berani berpendapat, takut salah bicara. “Nanti jangan lupa Aftar suruh makan, Fan.” “Oke, Ma. Nggak usah dipikirin, Aftar kan sudah dewasa.” “Tapi pergaulan zaman sekarang ngeri-ngeri, Fan. Mama sering tuh lihat di berita, ngeri pokoknya.” “Urusan Aftar biar aku sama Affan yang pantau, Ma.” Zayyan yang khawatir, langsung menengahi. “Ya sudah, mama mau ngelonin Sisil dulu di kamar.” Zayyan dan Affan saling pandang usai ibu mereka pergi meninggalkan dapur. “Aku akan coba telepon Aftar,” kata Affan tanpa diminta, dia mengeluarkan ponsel dan segera menghubungi saudara kembarnya. “Tar, cepat pulang! Bucin banget ... iy

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-31
  • Istri yang Tak Dinafkahi    86 Memuji-muji Lelaki Lain

    “Apa sih, biasa saja kali ...” “Aku kira kamu sudah move on.” “Memang sudah, kamu saja yang telat info. Sibuk bisnis sih,” ujar Mita tanpa menatap adiknya. “Ya iyalah, mumpung ada kesempatan nih. Lagian tinggal posting-posting doang, barang nggak usah nyetok. Kalau laku, tinggal ambil di toko.” Mita mencibir, meski dengan mata terarah lurus ke layar ponsel. “Serius amat, sudah ada gebetan baru?” Tanya Sani penasaran. “Kamu bikinkan aku kopi dulu, nanti aku kasih tahu cerita lengkapnya.” “Dih, ogah banget!” “Nggak ada salahnya berbakti sama kakak, San.” “Kakak macam apa dulu?” “Sudah deh, cepetan!” Dengan bibir maju, Sani pergi ke dapur dan menyeduh kopi untuk Mita. “Jadi tuh aku lagi dekat sama seseorang, kali ini usianya nggak terlalu jauh. Memang lebih tuaan dia, tapi nggak sebanyak kakak bos.” Mita mulai bercerita, saat Sani menyajikan secangkir kopi panas untuknya. “Oh, terus?” “Orangnya asyik, ramah, dan menyambut baik pertemanan kita.” Mita melanjutkan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-31
  • Istri yang Tak Dinafkahi    87 Hak Penuh Atas Sisil

    “Sindy sekarang sombong banget, Bu.” “Sombong gimana, Di?” Sore itu Ardi tengah menikmati tenggelamnya matahari di halaman belakang rumah, ditemani sang ibu sekaligus secangkir kopi susu panas dan pisang goreng yang masih hangat. “Dia bilang kalau Sisil jauh lebih berbahagia sama ayah tirinya sekarang ...” “Serius Sindy bilang begitu, Di?” “Serius lah, makanya aku benci banget. Niat aku kan baik nanyain kabar Sisil, eh malah dia menyombongkan diri.” Ratna geleng-geleng kepala, rasa tidak sukanya terhadap Sindy jadi semakin besar. “Benar-benar sombong, apa dia nggak takut kualat sama kamu?” “Tahu tuh ...” “Lagian ayah tiri juga nggak selamanya baik, apalagi kalau nantinya si dia sudah bosan ... Bisa-bisa nangis darah itu Sindy.” Ardi manggut-manggut. “Nah, dia nggak mikir ke arah sana, malah sibuk menyombongkan diri.” “Lagian tumben kamu telepon Sindy segala?” Cibir Ratna tidak suka. “Niat aku kan baik, Bu. Mau tahu kabar anak kami, makanya aku telepon Sindy. Kan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-31
  • Istri yang Tak Dinafkahi    88 Kita Hadapi Berdua

    “Terus apa yang harus aku lakukan kalau Ardi memaksa, Mas? Kejadian yang dulu itu fatal sekali, aku tidak mau terjadi lagi!” Suasana hati Sindy berubah gusar, dia tidak sanggup membayangkan hal-hal buruk yang bisa saja terjadi akibat perbuatan ceroboh Ardi. Entah disengaja atau tidak. “Nanti kita hadapi berdua, tapi ada baiknya juga kamu tanya Sisil dulu.” “Sisil masih kecil, Mas. Dia pasti mau-mau saja kalau diajak pergi, apalagi sama ayahnya.” Zayyan terdiam sebentar. Sebagai ayah sambung, tentu dia sependapat dengan sindy karena mengizinkan Sisil menginap di rumah Ardi memiliki risiko yang sangat luar biasa mengerikan. Namun, sekali lagi dia kalah secara status jika dibandingkan dengan ayah kandung Sisil. Bahkan orang tua Sindy sendiri juga menolak keras saat putri mereka menelepon untuk meminta pendapat. “Aduh Sin, nanti cucu ibu hilang lagi kayak dulu! Ardi itu kan ceroboh ... beruntung Sisil nggak ketemu sama orang jahat ...” Rita langsung menyatakan ketidaksetu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-31

Bab terbaru

  • Istri yang Tak Dinafkahi    138

    Namun, dia tidak ingin Zayyan berpikir macam-macam tentangnya.Memang ada yang salah kalau Aftar dekat dengan Mita?“Kamu kenapa gelisah begitu?” tanya Zayyan seolah mengerti dengan gelagat istrinya. “Mungkin Aftar dan adiknya Ardi cuma teman biasa.”“Kamu yakin, Mas?”“Ya namanya juga pergaulan, kita tidak bisa ikut menyeleksi siapa-siapa saja yang berinteraksi sama adik-adikku. Kecuali terbukti ada yang membawa pengaruh buruk bagi mereka, baru di saat itulah aku akan bertindak.” Zayyan menjelaskan.“Semoga ini cuma prasangka buruk aku saja, mau gimana lagi ... Mita itu kan dulunya gencar sekali ngejar-ngejar kamu, aku curiga dia ...”Zayyan menunggu Sindy menyelesaikan ucapannya.“Takutnya Mita dekat-dekat Aftar cuma buat modus,” sambung Sindy dengan wajah muram.“Dia mau ngapain kek, yang penting aku tidak akan menanggapi. Jadi kamu tidak perlu khawatir, oke?”Sindy tidak menjawab.“Kok malah diam?”“Tidak apa-apa ...”“Jangan dipikirkan selama adiknya Ardi tidak mengus

  • Istri yang Tak Dinafkahi    137

    Usai Affan pergi, Roni menoleh ke arah Sindy."Itu nggak apa-apa adiknya Pak Bos disuruh-suruh, Mbak?""Nggak apa-apa lagi, Mas. Mereka kan memang ngisi waktu libur di sini, sama Pak Bos juga digaji kok.""Wah, salut aku.""Kenapa, Mas?""Sejak muda sudah dididik cari uang, nggak semua begitu soalnya.""Iya, mungkin karena perbedaan prinsip atau latar belakang."Mereka berdua tidak lagi mengobrol, melainkan kembali fokus dengan pekerjaan masing-masing."Kak!"Sindy menoleh dan melihat salah satu si kembar muncul di dapur."Sebentar lagi matang, Fan!""Aku Aftar, Kak.""Oh, kamu ada pesanan?"Aftar menggeleng ragu. "Aku tadi pesan minum sama Mbak Nesi, tapi katanya tinggal bikin saja di dapur.""Memang iya, khusus pegawai nggak usah bayar di kasir." Sindy menjelaskan sambil menghias piring saji untuk ikan bakarnya. "Kamu bisa bikin kopi atau teh di sini, Tar."Sebelum Aftar menjawab, tiba-tiba muncul saudara kembarnya."Ngapain kamu, ada pesanan?" Tanya Affan.Sebelum Aftar menjawab, S

  • Istri yang Tak Dinafkahi    136

    Sindy menatap Zayyan. "Namanya juga anak muda, Mas. Mungkin Aftar mau kumpul-kumpul selagi masih liburan di sini ...""Tapi biasanya anak itu lebih suka di rumah sama Affan, setahu aku libur mereka juga tidak terlalu lama. Ini sudah lebih dari dua mingguan kan?"Tidak berselang lama, terdengar deru suara motor yang melaju pergi meninggalkan rumah."Laki-laki mana ada yang anak rumahan, jarang." Sindy berkomentar."Mungkin, ya sudahlah. Kita lanjutkan, sampai mana tadi?""Belum sampai mana-mana ...""Kelamaan kan ini," kata Zayyan tidak sabar."Sabar ..." Sindy sedikit berdebar karena malam itu Zayyan menginginkan pengaman di antara mereka tidak perlu digunakan lagi. Ada rasa was-was jika penyatuan mereka langsung membuahkan hasil, jujur saja sindy belum merasa siap lahir batin.Keesokan harinya, dapur sudah ramai seperti biasa saat Sindy dan Zayyan turun untuk sarapan."Kemarin kamu pulang jam berapa?" Tanya Keke kepada Aftar, sementara satu tangannya terulur meraih tangan Sisil. "Cuc

  • Istri yang Tak Dinafkahi    135

    "Cukup ya, aku sudah tahan-tahan sejak tadi. Tapi kamu semakin berburuk sangka sama sindy," tegas Zayyan habis sabar. Kalau bukan karena ada Sisil di dekatnya, dia pasti sudah membuat perhitungan dengan Ardi sedari tadi."Aku bicara kenyataan, sindy pasti sudah berhasil memengaruhi Sisil supaya nggak mau ikut aku menginap ...""Cukup, silakan pulang. Aku selalu rutin ajak Sisil jalan-jalan ke taman setiap sore, jadi tolong pengertiannya." Wajah Ardi semakin masam ketika Zayyan terang-terangan mengusirnya di depan Sisil dan Mita.**"Kalau Ardi tetap menggugat hak asuh Sisil melalui meja hijau bagaimana, Mas?"Sejak Zayyan memberi tahu tentang niat Ardi tentang perebutan hak asuh, hati Sindy semakin tidak tenang dari hari ke hari."Aku tidak bermaksud meremehkan ayahnya Sisil, tapi memangnya dia mampu?" "Begitulah, Mas ...""Kalau dia mampu secara keuangan, kenapa tidak memikirkan nafkah Sisil saja? Apa karena dia merasa bahwa semua kebutuhan Sisil sudah tercukupi sama kamu?" "Aku j

  • Istri yang Tak Dinafkahi    134

    Sindy membelalakkan matanya mendengar permintaan Ardi.Lebih tepatnya tuntutan."Hak asuh Sisil? Beraninya kamu ...""Apa salahnya? Sisil anak kandung aku."Sindy melirik Zayyan, seolah meminta izin untuk mengamuk detik itu juga."Sebentar, ini tadi rencananya kan cuma mau bertemu Sisil. Kenapa jadi bahas masalah hak asuh anak?" Tanya Zayyan tidak senang."Sekalian saja mumpung kalian ada di sini, aku nggak mau kalau sampai Sisil melupakan aku sebagai ayah kandungnya atau lebih dekat sama orang lain yang bukan siapa-siapa."Sorot mata Ardi menyala-nyala ketika mengucapkan hal itu, seakan selama ini dia telah dipisahkan dengan sangat sadis oleh sindy."Sebaiknya kamu bawa Sisil kayak dulu," pinta Zayyan kepada Sindy."Iya, mas ...""Tunggu, mau dibawa ke mana anakku? Aku belum puas bertemu sama dia," protes Ardi keras."Kita tidak bisa membicarakan hal-hal seperti ini di depan Sisil," kata Zayyan tenang. "Jadi biarkan dia sama sindy di dalam dulu.""Tapi urusanku cuma sama sindy ...""

  • Istri yang Tak Dinafkahi    133

    “Boleh minta, Nek?” Celetuk Sisil, perhatiannya terpecah saat menyaksikan Mita ngemil.“Tentu saja, Sisil ambil yang disuka.”“Terima kasih, nek.”“Sama-sama, Sayang.”Hati Ardi terasa aneh ketika melihat interaksi yang cukup akrab antara Sisil dan nenek barunya, padahal selama ini dia jarang sekali melihat Ratna bisa sedekat itu dengan sang cucu semata wayang.“Ayah, minum!” Kata Sisil ceria.“Iya, Sil ...” Meski canggung karena seolah Keke mengawasi, Ardi meneguk es sirup yang dihidangkan.Tidak berapa lama kemudian, mobil Zayyan menepi di depan halaman rumah. Begitu mesin mobil berhenti, sindy dan Zayyan langsung turun.“Itu Ibu sama papa Yayan!” Tunjuk Sisil, fokusnya kini teralihkan sepenuhnya kepada mereka berdua.Membuat Ardi kesal saja.“Jadi gimana, Sil? Mau ya ikut sama ayah menginap di rumah nenek Ratna?” Tanya Ardi tanpa bosan sementara Mita lebih memilih untuk melanjutkan ngemilnya.“Gak, Yah ...”“Kok nggak mau sih?”Kali ini Keke diam saja karena sindy dan

  • Istri yang Tak Dinafkahi    132

    “aku akan telepon mama dan memintanya untuk tidak meninggalkan Sisil sendirian, kamu tenang ya?” Bujuk Zayyan, dia sangat mengerti dengan kegelisahan yang dirasakan sindy.“Cepat, Mas! Atau kamu bisa pulang duluan, aku benar-benar tidak tenang ini ...”Zayyan menyentuh lengan sindy sebagai isyarat untuk diam sejenak karena sambungan dengan Keke mulai terhubung.“Halo, Zay?”“Ma, ayah kandung Sisil mau datang ke rumah. Aku minta tolong jangan pernah tinggalkan Sisil sama dia, ini sindy sudah ketakutan setengah mati soalnya.”“Memangnya ada apa, Zay? Ayahnya Sisil Cuma datang buat bertemu, kan?”“Ceritanya panjang, ma. Pokoknya aku minta tolong jangan biarkan Sisil sendirian, tolong ya, Ma?”“Oke, kamu tenang saja. Mama akan jaga Sisil,” sahut Keke buru-buru.Usai pembicaraan dengan ibunya berakhir, Zayyan menoleh memandang Sindy.“Mama sudah aku kasih tahu soal Ardi, jadi kamu tenang saja.”Sindy hanya bisa mengangguk, meski dalam hati rasanya ingin cepat pulang ke rumah.“K

  • Istri yang Tak Dinafkahi    131

    Sindy mengangguk, dia percaya jika Zayyan yang bicara.**Hari yang direncanakan tiba, Ardi harus menekan ego-nya sampai ke dasar demi bisa menemui putri semata wayangnya.Ditemani Mita, dia meluncur pergi ke restoran Zayyan sepulang kerja untuk meminta alamat rumah mereka."Resto sudah tutup belum ya jam segini, Mit?""Masih buka biasanya, kita kan cuma minta alamat rumah kakak bos. Malah lebih nyaman kalau kita bisa menemui Sisil tanpa kehadiran mereka kan, Kak?"Ardi mengangguk setuju. "Betul juga kamu, Mit.""Ayo kita berangkat sekarang, keburu pulang mereka nanti!"Ardi segera menyalakan motornya dan melaju kencang bersama menuju ke restoran Zayyan."Nes, panggil bos kamu sekarang." Ardi memerintah ketika dia tiba di resto dan langsung menemui Nesi di meja kasir."Ada urusan apa kalau boleh tahu?" Tanya Nesi formal."Ada deh, ini urusan aku sama bos kamu. Cepat panggil," perintah Ardi lagi, membuat wajah Nesi seketika masam. Meski begitu, dia langsung meraih gagang telepon dan me

  • Istri yang Tak Dinafkahi    130

    Selama beberapa saat mereka berdua terdiam dan sibuk dengan isi pikiran masing-masing."Apa kita harus membutuhkan pengakuan langsung darinya kalau ingin meneruskan kasus itu?" Tanya Zayyan masih penasaran."Memang tidak harus, asalkan ada bukti yang kuat. Masalahnya adalah kita baru menyelidiki sendiri karena ternyata pihak berwajib kurang gesit dalam menangani kasus Anda, dalam kurun waktu tersebut saya yakin sudah banyak bukti yang entah tercecer, entah tersamarkan." Boby menjawab dengan raut wajah serius."Wah, wah, dia benar-benar bermain cantik dan rapi.""Lebih tepatnya karena didukung situasi juga, Pak. Anda yang saat itu kecelakaan cukup parah, kemudian lanjut terapi, sehingga Nyonya Keke hanya fokus terhadap kesembuhan Anda, dan dia datang sebagai malaikat penolong di saat yang benar-benar tepat."Zayyan mengangguk setuju. "Jadi dia memiliki alibi untuk berkelit kalau kita mendesaknya sekarang?""Saya pikir begitu, terpaksa kita harus bersabar dan tetap memantau pergerakan

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status