Sampai malam harinya Feli masih belum bisa bersikap baik kepada Archer. Entah mengapa, sebagian dari dirinya menyuruhnya untuk tidak percaya begitu saja pada penjelasan Archer siang tadi. Meski Archer berjanji akan menjauhkan wanita itu dari kehidupannya, tapi ternyata itu tak benar-benar membuat Feli seratus persen percaya bahwa tak ada apapun yang terjadi selama di Surabaya.“Aku tahu kamu belum mempercayaiku.”Suara Archer yang baru saja keluar dari kamar mandi, membuyarkan lamunan Feli yang terduduk di tepian ranjang.“Tumben kamu peka,” jawab Feli, masih dengan suara yang sedikit ketus.Archer tersenyum kecil. Tubuhnya yang dibalut kaos oblong dan celana selutut, mendekati sang istri. “Aku akan memberimu bukti besok pagi bahwa penjelasanku tadi siang nggak bohong, Sunshine.”Feli terdiam. Ia memang ingin bukti nyata yang bisa meyakinkannya seratus persen bahwa Archer masih layak untuk ia berikan kepercayaan.“Mau apa dengan dasi itu?!” Mata Feli membelalak saat melihat Archer men
Sebuah rekaman CCTV yang dikirimkan Archer menarik perhatian Feli yang tengah berkutat dengan pekerjaan. Ia meninggalkan pekerjaannya demi membuka video tersebut.Itu rekaman CCTV yang diambil di lorong hotel. Terlihat Vicky yang masuk lebih dulu ke ruangan 601, lalu disusul Archer setelahnya. Tiga menit kemudian barulah Andita masuk.Ternyata Andita tidak lama ada di ruangan Archer. Lima menit kemudian wanita itu keluar lagi. Sementara Vicky cukup lama menghabiskan waktu bersama Archer.[“Masih kurang buktinya? Cek lagi video timelaps di bawah. Yang ini lebih lengkap.”]Pesan dari Archer beriringan dengan video berikutnya yang berdurasi lebih panjang. Kali ini diambil di lorong yang menuju ke ruangan Andita. Terlihat Andita memasuki kamar 502. Ternyata Andita menginap di kamar biasa, bukan presidential suite.Tak ada yang aneh dalam rekaman itu, hanya tamu-tamu di kamar sekitarnya yang terlihat keluar masuk lift.Namun, Feli dengan sabar menunggu. Sampai akhirnya ia melihat seorang p
Seulas senyum terlukis di bibir merah Feli yang tipis nan penuh, seiringan dengan jemari lentiknya yang meliuk di atas sketchbook. Menghasilkan sketsa kasar sebuah tuxedo. Ia sudah membayangkan tubuh suaminya yang kekar menggunakan tuxedo itu.“Serius amat, sampai-sampai tidak sadar dengan kedatanganku.”“Eh?”Feli terkejut begitu mendengar suara pria yang tak asing di telinga. Ia mendongak dan mendapati seorang pria tampan sudah berdiri di sampingnya.“Tahu kampung halaman juga ternyata,” sindir Feli, “aku kira kamu akan pindah kewarganegaraan jadi warga negara Prancis.”Xavier berdecak lidah lalu merebut skecthbook milik kakaknya. Dia duduk di ujung meja dengan angkuh sembari memperhatikan gambar tersebut. “Kakak bikin jas untuk suami berengsekmu itu?”“Berhenti menyebut dia berengsek, Xavier.”“Dia memang berengsek.” Xavier mengedikkan bahu. “Bahkan tanganku masih belum puas menghajar dia.”Feli memilih untuk tidak menanggapi gerutuan adiknya. Ia beranjak menuju kulkas dan mengambil
“Untuk siapa ini? kenapa ada tanda hati di sini?” Archer menatap Feli dengan tatapan curiga, seraya menunjukkan gambar tuxedo pada sketchbook istrinya.Feli tersedak. Ia terbatuk-batuk saat air putih yang diteguk masuk ke saluran yang salah. Archer terkejut, buru-buru ia berlari menghampiri istrinya dan menepuk-nepuk tengkuknya.“Makanya lain kali minumnya hati-hati.” Archer menarik selembar tisu, yang kebetulan ada di atas meja bar. Ia mengelap sisa-sisa air di dekat bibir Feli menggunakan tisu tersebut.Feli mendelik. “Kamu nggak sadar, aku tersedak gara-gara kamu?”“Pertanyaan aku tadi ganggu kamu ya?” Archer meringis. Seakan teringat sesuatu, ia kembali ke sofa dan mengambil sketchbook dari atas meja. Lalu menghampiri istrinya lagi.Saat ini mereka ada di ruang keluarga. Baru saja menghabiskan makan malam bersama Xavier. Meski Xavier masih membenci Archer, tapi dia tetap memenuhi undangan Archer untuk makan malam di rumah. Sekarang Xavier sedang mengasuh Kimberly di ruangan khusus
Air kolam renang bergelombang ketika Archer menceburkan diri. Tubuh atletisnya bergerak dari ujung ke ujung kolam. Sangat lincah dan atraktif, membuat Feli berusaha menahan diri untuk tidak ikut menceburkan dirinya ke dalam.“Hey hey hey! Mau ngapain?!”Feli menghentikan langkahnya saat mendengar seruan Archer dari sudut kolam. Ia lantas menunjuk tepian kolam di dekat Archer seraya menjawab, “Mau duduk di situ.”“Jangan ke sini! Licin! Biar aku yang ke situ!”Feli mengangguk. Kemudian ia duduk di tepian kolam yang tengah ia pijak. Kedua kakinya menggantung di dalam air. Tak perlu ia menggulung celana, sebab celana yang Feli gunakan tingginya hanya setengah paha.“Kamu mau ikut berenang?”Dada telanjang Archer yang tiba-tiba menyembul dari dalam air di hadapannya, membuat Feli terkejut. Feli lantas menggelengkan kepala. “Lagi males. Udah, lanjutin aja berenangnya. Aku cuma mau duduk merhatiin doang, kok.”“Kalau ada kamu, mana mungkin berenang jadi jauh lebih menarik?” Archer terkekeh d
Feli tak berhenti menggerutu dengan bibir sedikit maju, jemarinya sibuk mengoleskan cairan liquid berwarna ivory ke lehernya. Perlu waktu cukup lama sampai akhirnya empat tanda merah yang membentuk tak beraturan di sana tertutupi semua. Hingga warnanya rata dengan warna kulit asli.“Kenapa ditutup, hem? Bagus begitu, biar orang lain tahu kamu milikku,” kelakar Archer, sembari mengulum senyum saat melihat istrinya yang terus menggerutu sejak tadi.Feli mendelik, menatap Archer yang tengah memakai sepatu di tepian ranjang melalui cermin. “Memangnya kalau orang lain lihat, mereka akan tahu ini kamu yang bikin?” gerutunya lagi, “kecuali kalau kamu kasih nama Archer di sini,” sindirnya sembari menunjuk lehernya.“Ide bagus.” Satu sudut bibir Archer terangkat. “Lain waktu aku akan membuat namaku dengan bibirku di lehermu.”Mata Feli mengerjap. Sindirannya malah diartikan sebagai saran oleh pria yang beberapa saat lalu membuatnya ‘terbang’ di kolam renang itu. Iya, semuanya gara-gara ide gil
Motor sport hitam itu melaju cukup kencang, membelah jalanan sore hari yang cukup padat. Feli mengeratkan pelukannya di perut Archer, bibirnya tak berhenti mengulum senyum di balik helm-nya.Ternyata begini rasanya… memeluk lelaki ini ketika sedang berkendara di motor. Sensasinya sangat berbeda dengan pelukan yang sering mereka lakukan.Saat jalanan sedang lengang, Archer menurunkan kecepatan laju kendaraannya, melepaskan tangan kirinya dari stang motor hanya untuk menggenggam tangan Feli yang memeluknya.Hanya sentuhan ringan dan sekejap, tapi mampu membuat hati Feli tergelitik. Kupu-kupu beterbangan di perutnya. Jantungnya berdebar dan terasa membahagiakan. Feli sampai khawatir punggung Archer bisa merasakan detak jantungnya yang tak karuan ini.“Eh?! Stop! Stop! Stop!”Tepukan cepat di bahu—persis seperti penumpang yang tengah meminta tukang ojek berhenti, nyaris membuat Archer mengerem mendadak. Untung saja Archer segera sadar wanitanya itu sedang hamil dan di belakang mereka ada
Archer seketika terdiam setelah mendengar gumaman Feli, yang terasa seperti sedang menamparnya. Feli tak akan tahu bagaimana menyesalnya Archer karena telah menghabiskan waktu tujuh tahunnya dengan wanita yang salah. Tujuh tahun yang sia-sia.“Kamu tahu? Kalau Tuhan memberiku kesempatan satu kali untuk kembali ke masa lalu, hal apa yang ingin aku lakukan?”Mata Feli mengerjap, menaikkan pandangannya dari meja warna merah, ke arah Archer. Ia menggeleng, tak punya gambaran sama sekali.Kedua sudut bibir Archer terangkat, getir. “Aku ingin mengutarakan perasaanku padamu setelah aku sadar kalau aku mencintaimu.”“Kenapa?” Feli bergumam dengan tatapan tak percaya.“Karena dulu aku pengecut. Semua penderitaanmu berawal dari sikapku yang sangat pengecut.” Helaan napas Archer terasa berat. “Andai aku berani menyatakan cintaku, aku pasti tahu perasaanmu padaku yang sebenarnya. Sehingga aku nggak perlu percaya pada dua orang itu (Eden dan Belvina).”“Sudahlah. Mau bagaimana lagi? Nasi sudah men