Feli menutup pintu ruangan kerja Archer dengan perasaan kesal. Namun, sedetik kemudian ia menyesal kenapa tidak menunggu saja di dalam dan tidak menunjukkan kekesalannya pada suaminya itu?Feli berdecak lidah dan mengacak rambutnya sendiri. Kemudian menatap pintu yang sudah tertutup.Harga dirinya terlalu tinggi untuk kembali masuk ke dalam. Ia pun memutuskan meninggalkan tempat tersebut dan memilih menemani Kimberly yang baru saja pulang sekolah.Sementara itu di dalam, Archer hanya terperangah melihat Feli keluar begitu saja. Ia bisa melihat ekspresi wanita itu tampak keruh meski hanya sekilas.“Tuan, biar saya ambilkan dulu obatnya. Sebentar.” Dengan langkah anggun, Andita mengambil nampan dari atas meja sofa. Kemudian menaruhnya di meja kerja Archer yang agak jauh dari berkas-berkas penting.“Pantas saja Anda selalu suka cookies, yang membuatnya ternyata sangat cantik dengan tampilan sederhana seperti itu,” puji Andita sembari menarik selembar tisu, lalu membungkus satu cookies de
“Laki-laki yang memiliki istri lebih dari satu itu punya alasan untuk melakukannya, Kim. Sedangkan Papi nggak punya alasan. Mami kamu saja sudah cukup.”Archer menghampiri anak dan istrinya sembari mengulas senyum lebar.Feli berdecih pelan, sepelan mungkin sampai Kimberly tidak mendengar. ‘Sekarang bisa bilang begitu, lalu apa yang dia lakukan bersama Belvina di masa lalu dan sekretarisnya barusan?’ batin Feli dengan perasaan kesal yang sulit ia kendalikan.“Tapi enak loh, Pi. Kan jadi banyak yang bantuin Papi,” celetuk Kimberly lagi.Kalau yang berbicara bukan anak kecil dan bukan anaknya, sudah Feli usir jauh-jauh orang itu. Karena ini Kimberly yang belum tahu apa-apa, jadi ia bersabar mendengarkan.“Nggak, Sayang.” Archer duduk di samping Feli. “Papi nggak bisa berbagi cinta Papi ke orang lain. Soalnya cinta Papi udah dihabisin sama Mami kamu.”Feli mendelik, tapi ia tidak bisa menolak rangkulan Archer di pinggangnya. Kimberly sedang memperhatikan mereka berdua.“Memang kalau nika
Kekhawatiran Feli tergambar jelas dalam raut wajahnya. Ia meraba-raba kaki yang Archer keluhkan sakit. Merasa panik sebab tak tahu apa yang harus Feli lakukan.Namun, ketika melihat Archer mengulum senyum, raut muka Feli seketika kembali masam. “Kamu mengerjaiku?”“Kamu mengkhawatirkanku,” gumam Archer, masih tersenyum sembari mengusap tengkuk. “Aku senang karena dikhawatirkan olehmu, sampai-sampai kamu lupa dengan marahmu sendiri.”“Nggak lucu!”Feli melemparkan bantal ke wajah Archer, membuat pria itu tertawa alih-alih marah.“Kamu pikir sakitmu bisa dijadikan lelucon?! Mulai sekarang aku nggak akan percaya lagi kalau kamu mengeluh sakit!” Feli mendengus dan membaringkan tubuhnya membelakangi Archer.“Hey… jangan marah.” Archer masih berusaha meredakan tawanya. “Aku benar-benar sakit, Sunshine. Serius. Aku nggak bercanda.”Feli tidak menggubris lagi dan memilih mematikan lampu utama, yang kebetulan letak saklar lampunya ada di dekatnya. Ruangan kamar itu berubah remang-remang dari c
Dengan hati bahagia Feli mendorong pintu ruangan kerja Archer tanpa mengetuknya.Pada saat yang sama, di dalam sana Tevin akan menarik pintu. Jadilah pintu itu menabrak Tevin akibat dorongan Feli yang terlalu bersemangat.“Aargh! Shit!” umpat Tevin sembari memegangi pucuk hidungnya yang terkena daun pintu.“Astaga…! Tevin!”Feli terkejut, hingga tidak sadar hewan kecil berwarna hijau di telapak tangannya terlempar entah ke mana.“Maaf, maaf. Aku nggak sengaja, kukira nggak ada kamu di dekat pintu.” Feli menggigit bibir bawah, merasa bersalah begitu melihat pucuk hidung yang mancung itu memerah.“Oke. Nggak masalah.”“B-berdarah? Hidung kamu berdarah!” Feli semakin panik. Ia buru-buru berlari kecil menuju sofa dan menarik selembar tisu dari kotaknya, yang terletak di atas meja.“Gede banget ya, Fel, tenaga kamu. Bisa-bisanya hidung aku sampai berdarah gini.”“Aku terlalu bahagia, Tev.” Tanpa pikir panjang, Feli membantu mengelap darah yang menetes menggunakan tisu tersebut. “Pasti saki
Kicau burung yang saling bersahutan serta desir angin yang berhembus halus membangunkan Feli dari tidurnya. Saat membuka kelopak mata, pemandangan pertama yang Feli lihat adalah wajah tegas suaminya, yang dihiasi cambang di rahang, tidak lebat dan tidak tipis. Mata yang selalu menyorot teduh itu kini tampak terpejam.Feli meraba-raba ponsel di nakas, lalu menghidupkan layarnya. Seketika mata Feli membelalak melihat jam sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi.“Archer… bangun, Archer. Sudah jam sepuluh,” gumam Feli sembari menyingkap sedikit selimut yang menutupi tubuh polos mereka berdua. Ia akan duduk, tapi baru sadar kalau tubuhnya terkunci tangan dan kaki pria itu. “Astaga… Archer!”“Hmm… masih jam sepuluh, kan? Nggak apa-apa. Kita baru tidur jam lima, Sunshine.” Archer bergumam tanpa membuka kelopak matanya.Feli berdecak lidah. Ia menunduk dan tanpa sengaja melihat dadanya telah dipenuhi jejak kemerahan akibat ulah Archer semalam. “Kamu lupa hari ini hari apa?”“Hari Sabtu. Why?”“H
“Sekali lagi kamu puji aku begitu, selamat! Kamu dapat gelas cantik, Archer.” Feli menahan tawa, sudah lebih dari lima kali Archer memujinya dengan kalimat yang sama.Obrolan mereka terinterupsi oleh wartawan yang menyerbu. Namun petugas segera melindungi keluarga kecil yang malam ini menjadi sorotan itu. Berbagai pertanyaan dari wartawan terlontar dan hanya ditanggapi dengan senyuman.“Nanti ada saatnya kita sesi wawancara,” ucap Archer penuh wibawa, yang membuat para pemburu berita itu tersenyum senang dan tertib.Sore ini Tiger Corp menggelar pesta di sebuah gedung mewah. Bukan pesta resmi. Hanya pesta apresiasi, untuk mengapresiasi para klien dan karyawan. Sekaligus sebagai bentuk rasa syukur Archer atas keberhasilannya, yang mampu bertahan dalam daftar sepuluh besar pebisnis muda terbaik se-Asia, selama lima tahun terakhir.Archer menggenggam tangan Feli dan Kimberly, memasuki ballroom yang sudah dipenuhi para tamu. Hidangan tersaji di atas meja-meja panjang. Klien dan para petin
“Kenapa? Kamu nggak suka aku mengusir sekretarismu?” tanya Feli saat ia merasakan tatapan Archer terus mengarah kepadanya setelah kepergian Andita.“Kamu bilang apa barusan pada Andita?”Feli cukup terkejut mendengar pertanyaan itu. Sorot mata Feli seketika berubah mendung karena mengira suaminya tidak setuju dengan sikapnya yang mengusir Andita pergi.“Aku yakin kamu mendengarnya dengan jelas.” Feli jadi enggan menatap Archer. Matanya kini terarah pada MC yang sedang bercuap-cuap di depan.Sementara itu Kimberly lebih senang menyimak sang MC tersebut.“Bilang sekali lagi, Sunshine. Barusan nggak keburu aku rekam.”“Ngapain direkam?” Feli menatap Archer lagi, kemudian memajukan wajahnya ke dekat telinga Archer, dan berbisik dengan perasaan kesal, “Mau dijadikan bukti kalau aku ini istri yang protektif dan galak, karena mencurigai hubungan suami dan sekretarisnya?”“Bukan.” Archer tak terpancing emosi. Ia malah menarik sebelah paha Feli dan mengusapnya. “Untuk aku tunjukkan pada orang-
Archer tertegun.Hatinya seakan tercubit dan pipinya seperti tertampar mendengar jawaban Feli. Ia sudah banyak menorehkan luka di hati wanita itu, tapi malam ini, di depan banyak orang Feli masih mau membela dan melindungi nama baiknya.Archer mengeratkan genggaman tangannya saat menyadari tangan Feli terasa dingin dan berkeringat.Ia segera membawa wanita itu menjauhi awak media dan mencari tempat yang agak sepi. Lalu berhenti di taman samping ballroom.“Maafkan aku, Sunshine,” gumam Archer seraya menenggelamkan tubuh Feli ke dalam pelukannya. “Maafkan aku.”“Kenapa harus meminta maaf?” Feli menghirup dalam-dalam aroma tubuh Archer, lalu mendongak, menatap suaminya penuh tanya.“Karena kesalahanku terlalu banyak.”Feli terkekeh dan memukul punggung pria berjas hitam itu. “Kalau gitu minta maaf sama Tuhan.”“Tapi kamu sakit hati olehku.” Archer menghela napas berat seraya menumpukan dagu di puncak kepala istrinya. “Kalau kamu nggak memaafkanku, Tuhan juga nggak mungkin mengampuniku.”