"Apa yang kalian bicarakan?"Shella seketika mengernyitkan kening, mendapati Dion yang terlihat terkejut dengan pernyataannya.Untuk seketika Shella bangkit dan terduduk dengan raut wajah penuh tanda tanya, "M-maksudmu apa, Mas? Apa pentingnya pembahasanku dengan dia!?""Aku hanya ingin tahu apa yang kalian bahas selama beberapa menit menghilang," jelas Dion bernada dingin lalu ia menyipitkan matanya, "Apa kamu sempat membahas hal sensitif dengannya?"Bukan main, Dion tampak penasaran sekali terkait hal itu bahkan ia sedikit meninggikan suaranya pada sang istri. Namun alih-alih menjawab, Shella justru semakin tak mengerti dengan arah pembicaraan ini. Dan lagi, kenapa mereka harus membahas hal sepele pada waktu yang sudah larut begini?Shella lantas menggelengkan kepalanya dengan gerak cepat, "Mas! Tolong bicara dengan jelas apa maksudmu?"Dion semakin gemas, entah bagaimana ia harus menjelaskan kepada Shella terkait pertanyaannya yang terdengar simpel menurutnya.Lalu dengan helaan na
Drt ... Drtt ....Di tengah-tengah lamunan Dion, ia merasakan getaran ponsel yang cukup kuat di atas ranjangnya. Ia pun mengerjap dan berusaha menemukan sumber getaran tersebut dengan menyingkirkan selimut menutupi tubuhnya.Lalu Dion terkejut, ia menemukan suatu benda yang menyala dan terus bergetar."Dia meninggalkan ponselnya," gumamnya seraya meraih ponsel milik Shella yang tergeletak di sisi bagian dari tempat tidur tersebut.Dion lantas membalikkan ponsel itu yang menampakkan deretan angka tanpa sebuah nama yang terus berusaha melakukan panggilan suara kepada istrinya.Kening Dion pun mengerut dan berkata, "Siapa yang menelepon malam-malam?" Hingga tak lama kemudian ia menekan tombol hijau dan memulai panggilan tersebut.Tetapi untuk seketika raut wajahnya berubah kala ia mendengar suara lelaki dari seberang sana yang menyapa Shella dengan suara yang begitu lembut."Siapa ini!?" tanya Dion dengan nada ketus.["Wait, siapa ini? Kemana Shella?"]Dion mulai geram, karena sang penel
Hari-hari berjalan dengan semestinya, bahkan suasana semakin terasa mencekam di antara hubungan Dion dan Shella.Ya! Entah sudah berapa lama Dion mengabaikan istrinya setelah kejadian beberapa waktu lalu yang menciptakan sebuah dinding besar di antara keduanya.Meski sikap Dion terhadap Shetta tetaplah seperti biasa, namun hal itu tidak berlaku pada istrinya. Lelaki itu tampak tak begitu merespon setiap perkataan maupun sapaan dari istrinya sendiri.Ketika Shella menawarkan bantuan kepada suaminya, Dion selalu saja menggelengkan kepalanya dan menjawab, "Terima kasih, aku bisa sendiri." Dengan senyuman tipis yang tampak dibuat-buat.Tak hanya itu, saat Shella menyajikan makanan ataupun secangkir kopi sekalipun, Dion hanya menatapnya dan tidak meminumnya barang satu tegukkanpun.Hal itu membuat Shella merasa sedih, ia mencoba menyelesaikan masalah itu namun penjelasannya selalu tak mendapatkan sambutan baik. Bahkan setiap malam, Dion selalu tidur di ruang kerja pribadinya yang berada di
[Baiklah kalau kamu tidak membalas pesan ini dan tidak berniat menerima ajakkanku, tapi aku tidak tanggung jawab kalau seandainya surat hasil tes DNA itu sampai ke tangan Dion.]"Apa-apaan ini!? Dia bisanya cuma mengancamku saja!" umpat Shella dengan jari jemari yang masih menggeser layar ponselnya membaca pesan yang masih saja bermunculan.[Aku pun merasa penasaran dengan reaksi suamimu kalau dia tahu bahwa Shetta bukan anak kandungnya.] Hans mengakhiri pesan singkat itu dengan sebuah emoticon tersenyum lebar.Hal itu lantas membuat Shella semakin geram dengan tingkah Hans yang di luar pemikirannya.Betapa tidak? Ketika Shella berusaha untuk tidak menggubrisnya, lelaki itu selaku saja punya cara agar Shella menuruti permintaannya.Shella pun berdecih sembari memegangi kepalanya yang mulai terasa pening.Belum cukup ia menghadapi sikap Dion yang terus saja mengabaikannya, kini ditambah lagi dengan Hans yang semakin berulah.Ini sungguh membuat kepalanya terasa penuh hingga mau pecah!
"Sayang?? Shetta??"Shella tampak berjalan sembari berusaha memanggil anaknya dengan pakaian yang sudah siap untuk pergi. Tetapi panggilannya tidak lantas mendapat jawaban meski ia sudah beberapa kali memanggil nama anak itu.Hingga muncul sosok gadis berseragam yang tak lain ialah suster Anna."Ah! Maaf, Nyonya. Non Shetta sepertinya masih tidur siang, karena setelah kami pulang dari sekolah Shetta meminta untuk tidur dulu."Shella pun menghentikan langkahnya dengan menunjukkan raut wajah sedikit menyesal."Begitu ya ...." Lalu ia terdiam sesaat."Bagaimana ini? Hans pasti marah kalau aku tidak membawa Shetta," batinnya.Ya! Ia tentu merasa cemas jika Hans akan kembali mengancamnya saat dirinya tidak menurutinya untuk mengajak Shetta bertemu dengan lelaki itu.Shella juga merasa kasihan jika ia harus membangunkan Shetta yang mungkin tengah terlelap karena lelah setelah pulang sekolah.Shella pun harus memutar otak memikirkan sebuah alasan untuk ia katakan nanti di depan Hans, pasalny
Tut ... Tut ....["Hallo, Mas?"]Terdengar suara nyaring dari seberang sana, suara yang selalu membuat suasana hati Bryan merasa lebih baik di tengah-tengah kesibukkannya mengurus perusahaan miliknya di Ibu kota.Ya! Bryan memang selalu merasa senang kala ia mendengar suara Arumi yang cukup berhasil membuatnya selalu berdebar, hingga tak jarang membuatnya ingin selalu mendekap erat wanita yang sebentar lagi akan menjadi istrinya.Dengan raut wajah berseri-seri, Bryan lantas memulai percakapan lewat jaringan telepin tersebut."Kamu sedang di mana, Arumi?" tanyanya dengan nada bicara yang begitu lembut.["Aku sedang di kantor lah ... Di mana lagi?"]"Ya, ya, aku tahu. Maksudku apa kamu sudah makan siang?"["Belum, aku masih mengecek beberapa berkas lagi."]"Baiklah, aku akan segera ke sana menjemputmu makan siang. Tunggulah di sana."["Eh! Tapi-"]Pip, pip, pip ....Sambungan telepon itu tiba-tiba terputus, bahkan sebelum Arumi mencoba menjelaskan bahwa ia tidak bisa makan siang untuk s
"Jadi ... Ada urusan apa kau mengajakku bertemu?" tanya Shella langsung ada intinya.Wanita itu memang tidak suka berbasa-basi, terlabih dengan sosok lelaki yang saat ini berada di hadapannya. Bahkan Shella tampak tidak nyaman dan tidak ingin berlama-lama duduk bersama dengan lelaki itu.Akan tetapi, harapan Shella tentunya tidak sesuai dengan kenyataannya karena Hans justru tidak serta merta mengutarakan maksud dan tujuannya bertemu dengan wanita itu.Dengan tersenyum manis Hans lantas menopang dagunya menggunakan sebelah tangan."Ah! Kenapa ya? Mungkin aku hanya ingin melihat wajahmu saja?" ucapnya dengan begitu santai lalu menatap wanita itu dengan tatapan yang begitu dalam."Entah kenapa, akhir-akhir ini bayangmu memang selalu menghantuiku bahkan setiap malam, setiap aku akan tidur," ungkapnya, "Apa memang aku harus memilikimu saat ini juga?"Alih-alih merasa tersipu dengan bujuk rayuan yang dilontarkan oleh Hans, Shella justru hanya bersikap seperti biasa, bahkan kata-kata mutiar
Arumi masih saja memperhatikan tas yang terletak di atas meja itu, bahkan setelah ia dan Bryan duduk bergabung dengan Hans.Hingga detik berikutnya Arumi mengerjapkan matanya seolah teringat sesuatu."Ah! Bukankah aku pernah melihat tas itu di dalam kamar Shella dan mas Dion waktu itu?" batinnya menerka-nerka lagi.Untuk sesaat Arumi kembali membuka ingatannya saat ia masih berada di rumah Dion, tepat saat berada di dalam kamar lelaki itu bersama dengan Rose, mertuanya waktu itu.Arumi yang tengah menghentikan Rose untuk terus melihat-lihat kamar itupun untuk seketika merasa takjub saat melihat koleksi tas Shella yang berada di dalam lemari, terutama pada tas kecil berwarna hitam berakses pita yang terbuat dari kulit buaya, persis dengan tas yang ia lihat saat ini.Arumi pun menyipitkan matanya, "Ah! Tas seperti itu mungkin sudah banyak yang punya, bukan dia saja," terkanya.Tetapi tetap saja, Arumi merasa hatinya belum tenang, ia masih saja merasa penasaran dengan pemilik tas itu."M
Kerutan pada keningnya kini mulai tampak jelas, kala lelaki itu membalikkan amplop putih yang ternyata mempunyai lambang yang menggambarkan salah satu lambang Laboratorium terkemuka di kota itu.Mulanya Dion merasa aneh hingga bertanya-tanya dalam benaknya. Tanpa menunggu lama lagi Dion lantas mulai membuka isi amplop dan memgeluarkan secarik kertas putih dengan beberapa deretan huruf dan angka di dalamnya."Surat apa ini?" tanyanya masih menerka-nerka bahkan belum menyadarinya.Perlahan namun pasti, Dion kini mulai membaca kata demi kata yang tertulis di dalam surat tersebut. Untuk sesaat ia kembali heran, terlebih ketika lelaki itu menyadari terdapat beberapa nama yang tidak asing lagi baginya tertera di dalam tulisan tersebut."Kenapa ada nama anakku di sini!? Arshetta Puteri Santoso!?"Ya! Rasa penasaran lelaki itu semakin meluas, bahkan merasa begitu heran mengapa nama itu ada di dalamnya. Ia pun lekas membaca dengan lebih teliti lagi, kata demi kata yang menjelaskan terkait hasi
Seperti rencana sebelumnya pagi ini Hans akan melancarkan aksinya dengan memberi pelajaran pada Dion dan Shella terkait Kejadian beberapa malam yang lalu yang membuat dirinya merasa dipermalukan di hadapan semua orang bahkan di tempat yang selalu ia kunjungi. Lelaki itu telah bersiap dengan pakaian rapinya dan segera meluncur meninggalkan kediamannya menggunakan mobil mewah miliknya yang berharga milyaran rupiah.Dengan ditemani sopir pribadinya Hans segera saja menuju perusahaan milik Dion yang berada di pusat kota tersebut. Raut wajahnya kini menampakkan bahwa dirinya sangat percaya diri dengan rencana ini bahkan Hans sangat yakin bahwa ia akan segera membuat Dion menderita dan bisa memiliki Shella seutuhnya."Tunggu saja, Dion, aku akan menunjukkan Siapa yang paling kuat di antara kita dan aku akan membuktikan siapa yang paling pantas berada di samping Shella, " ucapnya dengan penuh keyakinan dan percaya diri.Tak butuh waktu beberapa jam untuk bisa tiba di kawasan perusahaan elit
Sudah berhari-hari Hans selalu melamun, asyik dengan pikirannya sendiri. Ya! Setelah perdebatannya bersama Dion dan Shella malam itu, ia kini lebih banyak diam dari biasanya, ponsel yang selalu ia mainkanpun kini hanya tergeletak tak karuan di atas meja kerjanya.Ia sungguh tidak berselera untuk melakukan apapun, bahkan ia hanya melakukan beberapa pekerjaan kantornya dan pulang tepat waktu. Tanpa mampir ke sebuah tempat atau melakukan sesuatu seperti biasanya."Ini terasa membosankan, aku hanya dian seperti ini dan tidak melakukan apapun."Hans lalu merebahkan dirinya di atas kursi santai di sebelah kolam renang miliknya, menandangi langit malam yang gelap dan penuh dengan berbagai cahaya bintang menghiasinya.Tak dapat dipungkiri, beberapa ucapan serta cibiran yang ia terima dari Shella tentu berdampak buruk dan cukup panjang hingga membuaynya seperti ini. Lelaki itu semakin terlarut dalam lamunannya sendiri membayangkan semua rentetan kejadian yang secara tidak langsung telah menyin
Bryan baru saja tiba di kantornya dengan suasana hati yang sedikit kurang baik. Setelah perbincangan bersama pamannya yang terjadi semalam, Bryan tentu saja kini merasa bingung dengan saran yang diberikan oleh Handi.Bagaimana tidak? Saran yang dikatakan oleh Handi telah cukup membuat Bryan kembali berpikir, lagi dan lagi.Ia merasa cemas dan takut dengan keadaan Arumi yang belum sepenuhnya merasa lebih baik, bahkan saat terakhir ia makan siang dengan Arumi, wanita itu masih saja terlihat murung, menjawab pertanyaan Bryan seperlunya."Ini benar-benar membuatku pusing," ucap Bryan kala ia menduduki kursi kerjanya dan hendak memulai aktifitasnya.Tetapi, alih-alih segera menggarap beberapa pekerjaannya, lelaki itu justru hanya diam dengan kedua mata terfokus menatap layar komputernya.Diam ... dan tidak bergeming ....Di dalam pikirannya kini hanya terdapat berbagai macam hal yang tentang Arumi dan Askara."Bagaimana kalau tante Rose berbuat nekad dan bersikukuh menginginkan Askara? Lan
Hari-hari setelah malam itu, Shella kini terlihat murung. Meski ia tetap menemani Vena membuka tempat karaokenya, namun semuanya tidak berjalan seperti sebelumnya. Wanita itu jadi lebih pendiam, senyuman manis yang ia miliki kini hanya tertuju untuk para customer.Ya! Shella cukup profesional dalam mengelola emosinya kali ini.Akan tetapi tetap saja, terlihat sekali perbedaan sikap dalam dirinya. Vena pun merasakan hal itu, merasa iba melihat sahabatnya yang harus berada dalam situasi seperti ini."Hmm, saituasi macam apa lagi ini!? Aku benar-benar tidak habis pikir ... "Semua terjadi jelas karena Dion, lelaki yang tiba-tiba datang mengacau. Hal itu membuat Vena memutuskan untuk melakukan sesuatu."Aku harus segera bertindak, karena seperti ini saja sudah membuatku lelah."Ya! Pagi ini lebih tepatnya sesaat setelah matahari muncul dari ufuk timur, para orang-orang yang memulai aktifitasnya, Vena telah bersiap dan segera pergi menuju kantor Dion. Vena berjalan mengendap-endap melewati
Kini, Handi tengah duduk tegap di sebuah ruang tamu yang terdapat pada rumah mewah bergaya modern tersebut. Lelaki itu tak berhenti mengatur pernapasannya, dan juga mengatur beberapa bahasan yang akan ia katakan pada keponakannya.Ia ingin mengulur waktu, memikirkan lagi semuanya hingga terasa tepat untuk disampaikan. Tetapi Bryan sepertinya tidak akan memberinya kesempatan."Baiklah, Om. Apa yang membawa Om hingga malam-malam begini mendatangiku?" tanya Bryan langsung pada intinya.Bryan yang memang sedari dulu tak begitu menyukai basa-basi serta selalu membahas inti dari setiap permasalahan tentu sudah menjadi hal biasa bagi Handi, dan lelaki itu tak pernah menunjukkan aksi protesnya.Handj lalu membenahi posisi duduknya, sebelumm akhirnya menbahas apa yang membuat pikirannya mengganjal."Maaf sebelumnya kalau Om tiba-tiba menanyakan ini padamu," ucap Handj sedikit ragu, "Apa rencanamu saat kalian berdua resmi menikah?"Bukannya lekas menjawab, Bryan justru dibuat bingung dengan per
Handi kini telah tiba di sebuah kawasan perumahan elite di bilangan Jakarta. Entah apa yang ada di pikiran lelaki paruh baya itu hingga ia menjalankan mobilnya dengan secepat kilat dan tiba di rumah keponakannya.Saat lelaki itu menghentikan mobilnya tepat di depan gerbang rumah besar tersebut seketika itu pula ia disambut oleh seorang satpam yang bekerja di rumah itu."Selamat malam, Apakah ada yang bisa saya bantu? " tanya satpam tersebut."Apakah Bryan sudah pulang?" tanya Handi sesaat setelah ia menurunkan kaca jendela mobil miliknya.Satpam itu pun menganggukan kepalanya dan kemudian menjawab, "Kebetulan sekali Tuan Bryan baru saja pulang dari kantor beberapa menit yang lalu."Mendengar itu tentu saja membuat Handi merasa lega karena dia bisa langsung menemui keponakannya di dalam rumah itu meski ia sendiri belum tahu apa yang akan dia bicarakan saat ini dengan Bryan.Tanpa berlama-lama lagi satpam itu pun lekas mempersilahkan Handi untuk memasuki pekarangan rumah Bryan yang tamp
"Apa aku memang terlalu kejam? Apa aku salah karena menginginkan sesuatu yang sudah kubuang sendiri?"Pikiran itu terus menerus mengganggunya, terngiang-ngiang sampai tak dapat disingkirkan lagi.Entah mengapa, malam ini Rose terasa sulit sekali untuk tidur, ia telah pergi ke kamar mandi, minum beberapa tegukkan ari mineral, bahkan melakukan hal beberapa saat, tak membuatnya merasakan kantuk sekalipun.Rose terus saja terpikirkan beberapa hal yang selama ini mengusiknya. Bahkan sesaat setelah ia bertemu Dion dan membicarakan terkait tes DNA itu, Rose tak mampu lagi berkata apapun."Apa aku turuti saja kemauan Dion untuk melupakan hal ini?" pikirnya lagi.Hingga sesaat kemudian Rose kembali menggelengkan kepalanya."Tidak, tidak. Aku tidak boleh mundur, aku harus membuktikannya sendiri kalau dugaanku benar," ucapnya lagi.Ya! Rose memang selalu bersikeras mendapatkan apa yang ia inginkan, bahkan lautanpun akan ia sebrangi asalkan pada akhirnya ia mendapatkan hal tersebut.Saat ini, Ros
"Tunggu, Mas!! Aku bisa-""Diamlah, aku sudah tidak ingin mendemgarkanmu lagi," sergah Dion memotong ucapan Shella dan lekas pergi dari sana.Shella tentu tidak ingin melewatkan kesempatan ini, ia segera meraih tangan Dion dan menggenggamnya erat, namun seketika itu pula Dion menghempaskannya, seolah benar-benar tidak ingjn tersentuh lagi oleh Shella. Lelaki itu lekas pergi dari hadapan Shella, tetapi lagi dan lagi, sosok perempuan tiba-tiba saja muncul dan menghentikan langkah lelaki itu."Ck! Tolong minggir, aku harus pergi."Tetapi wanita itu tentu tidak mendengar dan terus berdiri tepat di hadapannya."Ada apa ini!?" tanya wanita tersebut bernada dingin, "Apa kau yang membuat kericuhan di tempatku?""Aku??" Dion kemudian berdecih lalu kembali menoleh ke belakang, "Aku hanya berniat memastikan sesuatu dan pergi, tapi lihat? Aku malah menemukan sesuatu yang menarik di sini."Vena pun terdiam, mengikuti arah pandang Dion dan menatap sosok pria bertubuh tinggu berdiri tepat di sampin