Alga seakan tak berkedip memandang perempuan semampai yang tengah sibuk menyajikan makanan pesanan pengunjung dimeja seberang.
Perempuan itu benar-benar mirip dengan Siti Maemunah istrinya, meski dia hanya melihatnya di selembar foto, dia sangat yakin itu adalah istrinya yang pergi meninggalkannya setahun silam. Mata hijau perempuan itu yang membuatnya begitu yakin, warna mata yang jarang ditemukan pada perempuan kebanyakan yang dikenalnya
Saat dulu dia akan dijodohkan dengan Maemunah, ayahnya bercerita jika Maemunah memiliki darah campuran Perancis dan Indonesia, karna ibunya pernah menikah siri dengan lelaki berkebangsaan Perancis saat menjadi buruh migran di luar negeri, itulah yang membuat perempuan itu memiliki tubuh semampai dan juga mata hijau menawan yang menurun dari ayahnya, tetapi pernikahan orang tua Maemunah hanya sebentar, ibunya sudah berpisah dengan ayahnya dan meninggal saat melahirkan Munah.
Pak Arman yang merupakan paman gadis itu yang kemudian memberi nama Siti Maemunah, nama yang tidak sesuai dengan fisik perempuan itu, tetapi Pak Arman melakukannya sesuai keinginan Ibu munah sesaat sebelum meninggal ... dan itu di ambil dari nama neneknya.
Alga mendesah, Hani yang tadi mengajaknya makan siang di sini belum kembali, mungkin perempuan itu ke kamar mandi setelah memesan makanan, entahlah, Alga tak begitu peduli.
Lelaki itu mengambil gawainya, mengutak atiknya sesaat sebelum kemudian mengarahkan kameranya ke sosok Maemunah yang masih sibuk bolak balik mengantarkan pesanan makanan. Dia mengcapture Maemunah secara diam-diam setelah mematikan pengaturan blitz.
Alga tampak mengedit edit gambar hasil jepretannya saat sebuah tepukan menyapu pundaknya."lagi liatin apa?" Sentak Hani. Alga terkesiap, dan menggeleng singkat.
"Engga, Suasananya rame ya," ucapnya buru-buru mematikan ponselnya. Hani tersenyum manis.
"Aku baru kesini, penasaran katanya makanannya enak ... makanya sekalian ajak kamu." Hani menggenggam tangan Alga dan memandanginya lama sampai seorang karyawan resto menghampiri meja mereka sembari membawa makanan yang dipesan. Alga menatap perempuan itu, barangkali Maemunah, ternyata bukan, dan bersit kecewa membayang di wajahnya.
"Makasih mba ...," ucap Alga singkat. Pramusaji itu balas tersenyum sebelum kemudian berlalu setelah menata hidangan di meja.
"Makan yuk ...," ajak Hani. Perempuan itupun mulai menyantap makanan di depannya. Alga mengangguk dan mengikuti Hani menyuap makanannya.
"Yang punya resto ini kakaknya temenku," ujar Hani mulai bercerita.
"Temen yang mana? bukannya di sini kamu tidak mempunyai banyak teman?" Alga berucap disela-sela menyuap makanannya. Alisnya tampak saling bertaut, seakan tengah berfikir.
"Temen kuliah di luar, aku ketemu dia di sana, kebetulan dia sama-sama sedang ngambil S2," jawab Hani. Alga manggut-manggut. Dia meneruskan suapannya dan tiba-tiba dia teringat sesuatu.
"kalau yang punya resto kakaknya temenmu, berarti kamu mengenalnya dengan baik kan?" Tanya Alga.
"Yah ... tentu, nah itu dia orangnya, hay ...." Hani tiba-tiba melambaikan tangannya pada seorang lelaki yang melintas, dan tak berapa lama sosok itupun mendekat sambil menebar senyum.
"Kapan datang ...?" Sapanya sambil cipika cipiki dengan Hani. lelaki itu kemudian menatap Alga.
"Apa ini Alga?" Tanyanya kemudian, dia pun mengulurkan tangan dan disambut lelaki di depannya, merekap lalu saling berjabat dengan erat.
"Apa kabar, Hani banyak cerita tentang kamu ... sepertinya dia juga sudah cerita tentang aku kan?" ujarnya ramah.
"Dia baru cerita sedikit," jawab Alga sambil menatap Hani seakan bertanya kenapa dia bisa begitu akrab dengan lelaki di depannya.
"Enjoy ya ... maaf tak bisa menemani kalian, aku harus keliling dulu dan ada sedikit keperluan setelahnya ... semoga kalian suka dengan makanannya, lain kali kita ngobrol-ngobrol, Bro ...," ujarnya sambil menepuk pundak Alga. Dia akan berlalu sampai suara Alga menghentikannya.
"Tunggu ... boleh aku bertanya tentang sesuatu?" suara Alga tampak ragu.
"Tentu. Tapi tidak sekarang ya ... chat aja oke? kamu bisa catat nomernya di Hani."
"Oke." Alga tersenyum. Dipandangnya perempuan yang tengah asik menyantap makanannya itu.
"Boleh aku minta nomernya, Han?"
"Tentu ... nih, cari sendiri. Namanya Leo." Hani menyodorkan ponselnya.
Alga mengutak atik ponsel di tangannya, membuka kontak dan mencari nama Leo. begitu ketemu langsung dikirimnya nomer itu ke ponselnya.
"Aku tertarik dengan resto ini, mungkin bisa menjajaki kerjasama dengannya, Han," ujar Alga melihat raut Hani seakan menelisik ingin tahu kenapa tiba-tiba dia ingin bertanya tentang ponsel temannya.
"Nice ... usaha Resto memang menjanjikan ... aku dukung ko." Hani pun tersenyum.
Alga menatap Hani lagi, kali ini lama ... perempuan itu tengah asik menikmati makanannya, tak Alga rasakan lagi debar-debar kerinduan pada perempuan di depannya itu. Entah mengapa, tak ada rasa senang, tak ada rasa menggebu seperti dulu, perasaannya perlahan telah hilang tertelan waktu. Jarak yang membentang diantara mereka, kesibukannya ... dan pikirannya yang dipenuhi tentang Munah sepertinya mengikis segala rasa di hatinya.
Hampir setahun berlalu, dia fikir dengan kepergian Munah, dia bisa melanjutkan hubungannya dengan Hani, menyusun masa depan baru bersama kekasihnya itu, terlebih orang tuanya telah membebaskan dirinya jika ingin menikah lagi dengan perempuan manapun pilihannya karena tak kunjung mendapat kabar tentang keberadaan Siti maemunah dari Pa Arman, tapi dia salah. Dia terus berkutat dengan pencarian istrinya, sampai diapun menyewa orang untuk mencarinya, dia bahkan tak pernah lagi menghubungi Hani kecuali perempuan itu yang menghubunginya terlebih dahulu. Sampai saat ini, Hani sedang pulang ke indonesia, Alga bahkan tak bisa atau sengaja membuat banyak alasan untuk tak menjemputnya di bandara seperti dulu. Yah, dia benar-benar telah berhenti mencintai kekasihnya ... dan dia belum bisa mengungkapkan yang sebenarnya pada perempuan di depannya, apakah ia jahat pada Hani? entahlah, Alga pun menyudahi lamunannya.
"Jam makan siang udah habis, Han ... aku harus kembali." Alga memandang jam mahal yang melingkar di lengannya.
"Ok ... aku juga sudah selesai nih." jawab Hani. Perempuan itu mulai berkemas.
"Aku antar kamu pulang?" Tawar Alga melihat Hani selesai bersiap.
"Ok ...."
Algapun bangkit dari tempatnya, pandangannya menyapu seluruh ruangan resto, berharap menemukan sosok yang dicarinya, tetapi Lelaki itu tak melihat Munah lagi.
"Aku ke toilet sebentar ya ... tunggu di mobil," bisik Alga pada Hani dan langsung dibalas anggukan perempuan itu.
Untuk menuntaskan rasa penasarannya Alga menghentikan seorang pramusaji yang melintas begitu dilihatnya Hani sudah keluar.
"Maaf mba ... tadi saya melihat ada karyawan cantik yang memiliki warna mata hijau, sekarang ko gak ada?" tanya Alga lugas. Perempuan yang ditanya nampak mengerutkan kening dan berpikir.
"Oh ... Maemunah kan? tadi pergi diajak Bos," jawab perempuan berkerudung itu dengan enggan. Alga hanya tersenyum.
"Makasiih ya ...," ucapnya sambil bergegas pergi dari tempat itu. Dia harus mencari tahu tentang Munah dari Leo. Yah ... ia harus menghentikan pelarian istrinya tersebut.
Setelah seharian diajak Leo bosnya, Munah diijinkan tidak kembali ke restoran. Perempuan itupun memutuskan untuk berjalan-jalan di Mall daripada sendiri di tempat kos nya karena Fara hari ini pulang malam.Gadis itu sedang pergi kencan dengan daddy nya. Hampir setahun Munah berteman dengan Fira dan dia merasa cocok dengan perempuan itu. Fira adalah perempuan cuek, berfikiran bebas, tak pernah menghakimi orang, dan juga sangat pengertian, hal itulah yang membuat Munah dekat dengannya, mempercayainya hingga menjadikan perempuan itu satu satunya orang yang tau tentang cerita pelariannya.Munah menyusuri Mall. Dia tidak berniat membeli apapun selain sekedar berjalan jalan untuk menghabiskan waktu. Dia belum gajian, resto tempatnya kerja sekarang baru opening, meski dia memiliki sedikit simpanan dari menyisihkan sebagian gajinya dari tempat kerjanya yang dulu-dulu, tapi dia harus sangat berhemat. Beruntung Fira lah yang membayar biaya sewa kosan mereka dan sering
Alga pulang ke apartemen dengan pikiran kalut. Ia masih memikirkan pertemuannya dengan Munah walaupun hanya sekilas. Bagaimana caranya agar ia bisa menemukan di mana istrinya itu tinggal? sedang Jakarta begitu luas.Lelaki itu menghempaskan tubuhnya di sofa, lalu terpejam karena merasakan penat yang luar biasa. Tiba-tiba tubuhnya serasa ada yang memijat lembut dan ia merasa begitu rileks karenanya. Mungkinkah ia sedang bermimpi?"Enak, Al?" ucap seseorang membuat Alga terlonjak kaget. Lelaki itu segera menoleh ke belakang dan seorang perempuan paruh baya terlihat tengah memijit bahu dan punggungnya seraya tersenyum manis. Perempuan itu kemudian mengedipkan mata kepadanya."Ibu?!" seru lelaki itu tak percaya. "Ibu datang kenapa tak hubungi aku?" tanya Alga."Ibu mau kasih kejutan buat kamu," jawab Ela masih dengan memijit tubuh puteranya."Pijitan Ibu enak, tahu aja kalau aku sedang capek.""Makanya cari istri ... biar ada yang mijitin kamu k
Hari ini Munah libur untuk pertama kalinya sejak Resto tempatnya bekerja buka, dan perempuan itu berencana untuk bertemu seorang Ibu yang bernama Ela, dia adalah perempuan paruh baya yang dijumpainya di sebuah Mall. Ada benda milik perempuan itu yang tertinggal saat ia menabraknya dulu. Dan meski Munah telah menghubunginya, namun baru hari ini Munah akan memberikannya karna baru bisa meluangkan waktu untuk bertemu.Bersiap-siap untuk pergi, Munah baru menyadari kamar kost nya terasa sangat sepi. Fira tidak pulang entah sudah berapa hari, dan perempuan itu tak memberinya kabar. Mungkinkah dia bersama dengan 'Dady' nya? tapi hal itu sangat diluar kebiasaan karena temannya itu punya prinsip-prinsip yang selalu dijaganya, dan dia tak pernah sekalipun bermalam hanya berduaan dengan lelaki yang menjadi sugar dady nya itu.Mengabaikan keadaan Fira yang masih belum jelas, Munah akhirnya pergi. Ela memintanya bertemu di food court Mall saat kemarin mereka berkenalan sehin
Ibu dari mana?" Alga menatap kedatangan Ela yang nampak tersenyum bahagia, raut Ibunya itu berseri-seri dan sejak ia membuka pintu apartemen, Ibunya terdengar bersenandung lirih. Kening Alga berkerut. Tetapi Ibunya hanya melewatinya begitu saja dan langsung menghilang ke dalam kamar."Ibu ...," teriak Alga."Bu ...." Kali ini Alga memelankan suaranya. Lelaki itu berulang kali mengetuk kamar pelan. Setelah tiga kali ketukan, pintu akhirnya terbuka, dan Ibunya tampak sudah berganti baju santai."Ibu habis jalan-jalan. Di sini sendirian tuh sepi, makanya tadi keluar ketemuan sama kenalan Ibu." Ela keluar dari kamar dibawah tatapan heran puteranya."Siapa? memang Ibu punya kenalan?" Tanya Alga heran. Ela hanya mengangkat bahu."Kenalan ibu itu perempuan cantik, masih muda, pinter masak lagi, dia juga orang baik." Alga memutar bola mata malas, meyakini Ibu nya hanya berbohong untuk memprovokasinya. Sejak kapan Ibunya berteman dengan perempuan mud
Munah mengedarkan pandangan. Ia berada di tempat yang tak ia ketahui. Bangunan kuno dengan cat putih yang kusam menjadi pemandangan di sekelilingnya saat matanya yang tertutup kain hitam di lepaskan oleh orang-orang yang membawanya."Ini di mana? kenapa aku di bawa kesini?!" tanya Munah cemas. Dan seringaian dari dua lelaki besar yang membawanya yang menjadi jawaban atas pertanyaannya. Munah diam. Ia tak lagi ingin mengatakan apapun karena yakin takan mendapatkan jawaban yang memuaskan.Dua lelaki yang membawa Munah, menyeret tubuh perempuan itu dan mendorongnya agar duduk di sebuah sofa lusuh berwarna toska pudar. Dengan tangan yang masih terikat, perempuan itu terus berdoa agar tak terjadi hal-hal buruk yang menimpanya. Kemudian seorang lelaki gendut dengan kepala hampir tanpa rambut yang Munah kenali sebagai 'Dady' nya Fira muncul dari balik pintu tengah. Matanya menyorot tajam, seakan menelanjangi dan menebarkan aroma ketakutan pada dirinya."Di mana Fira
Munah berada di ruangan Leo, Bos nya di Resto. Hari ini ia berangkat pagi-pagi sekali karena ingin bicara hal yang penting dengan lelaki muda itu. Dia berniat meminjam uang, ya ... setelah semalaman memikirkan masalah yang ditimbulkan Fira, Munah tak memiliki cara lain untuk bisa mendapatkan uang, ia akhirnya akan meminjam uang pada Bos nya itu, berapapun nantinya yang bisa ia dapatkan, ia akan kumpulkan sambil mencari uang di tempat lain.Leo masuk ke kantornya setelah tadi keluar untuk menerima telepon. Lelaki itu duduk di kursinya dan memandang Munah lekat."Ada apa?" tanya lelaki itu dengan kening berkerut. Dipandangi seperti itu, Munah menjadi gugup. Ia garuk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal."Sebenarnya aku kemari untuk meminjam uang, Mas," ucap Munah lirih. Wajahnya tertunduk menahan malu."Berapa?" tanya Leo. Muna
Alga keluar dari Resto Leo setelah berkeliling mengamati keadaan Resto calon partnernya tersebut. Harapannya untuk menggali informasi tentang Maemunah sejak dari rumah, sirna berganti kekesalan yang memuncak saat Leo mengatakan Munah adalah milik lelaki itu. Terlebih saat ia melihat istrinya hanya berduaan dalam satu ruangan saat ia pertama kali masuk ke kantor Leo. Perasaannya gusar,Sebenarnya ada hubungan apa diantara mereka berdua? apakah mereka berpacaran? mungkinkah Munah meninggalkannya dulu karena ingin menjalin kasih dengan lelaki itu? tapi itu tak mungkin. Leo bilang menyukai Munah saat pertama kali melihatnya melamar kerja di tempatnya dan itu berarti belum lama mengingat Restonya adalah Resto baru.Alga menghela nafas kasar, pikirannya begitu kalut.Hingga sampai di kantornya lelaki itu memerintahkan sekretarisnya Lina melarang siapapun yang akan menemuinya. Ia ingin menyendiri.Alga membuka berkas-berkas di atas meja kerjanya. Ia mencoba
Munah baru pulang saat maghrib menjelang. Dia membuka pintu kamar kostnya dengan perasaan lelah yang luar biasa. Begitu masuk, dihempaskannya tubuhnya di atas kasur tipis yang setia menemani hari-harinya di kost ini selama beberapa bulan terakhir.Mata perempuan itu terpejam, hari ini dia pergi dengan lelaki bernama Heru setelah pulang dari Resto karena kebetulan jadwalnya shift pagi, Heru adalah sosok yang cukup tampan tetapi dungu. Yah, dia berhasil mengerjainya dengan membuatnya mabuk dan menghilang setelah mendapat uang hasil pembayaran karena menemani lelaki itu di tempat karoeke, sehingga ia tak perlu lagi melayani lelaki itu melebihi batas yang mati-matian dijaganya.Munah memang mulai mencari pekerjaan sampingan agar bisa mendapatkan banyak uang untuk mencicil pada Toni, dan membuka jasa kencan online adalah sesuatu yang muncul begitu saja di otaknya saat ia merasa buntu untuk berpikir, hanya sebatas kencan, tak lebih. Pekerjaan itu
Munah termangu di sebuah ruang perawatan. Di depannya terbaring lelaki yang masih tak sadarkan diri. Lelaki itu adalah Alga yang secara kebetulan mengalami kecelakaan. Tanpa saudara, tanpa kerabat, tanpa teman, tanpa istri, lelaki itu terbaring sendirian membuat Munah tak tahu apa yang harus ia lakukan terhadapnya.Haruskah ia menghubungi keluarga laki-laki itu? Tapi bagaimana ia bisa menghubunginya? Munah benar-benar merasa begitu bingung.Munah memandangi raut Alga yang terlihat lebam di beberapa bagian. Wajahnya terlihat menyedihkan dan tanpa sadar, perasaan bersalah mulai menjalari hati Munah. Kalau saja ia tak pergi dengan Leo ... teringat akan Bosnya itu Munah bermaksud untuk menghubunginya dan beralasan ia tak enak badan hingga memutuskan untuk pulang diam-diam ... tetapi baru mengambil ponselnya di dalam tas, benda pipih itu bergetar menandakan sebuah pesan masuk ke aplikasi mesenggernya.[Di mana?] Munah membaca kalimat singkat yang ternyata dari Leo tersebut. Mendesah untuk
Hari ini Munah pergi dengan Leo. Perempuan itu menemani Bosnya mengadakan pertemuan bisnis sekaligus makan malam. Ia sudah minta ijin Alga tak bisa memasak untuk lelaki itu, meski terkesan marah pada akhirnya Alga membolehkannya pergi. Sebenarnya Munah merasa tak enak pada lelaki itu, tetapi ia juga sudah terikat perjanjian dengan Leo untuk menjadi kekasih palsunya karena ia sudah menerima uang pemberian dari Bosnya itu.Munah sudah berdandan dengan ayu walaupun hanya memakai riasan yang natural dan memakai gaun yang sederhana, dan Leo sama sekali tak keberatan dengan penampilan Munah saat ini, sesuatu yang membuat perempuan itu bisa bernapas dengan lega.Mereka berdua telah duduk bersisian di sebuah meja yang telah direservasi sebelumnya, makanan yang mereka pesan pun sudah datang, tetapi rekan bisnis Leo belum juga muncul. Munah mendadak menjadi gelisah, seakan ia yang memiliki janji meeting hari ini, sedangkan Leo malah tak terlihat cemas, lelaki itu malah terkesan santai dan cuek
Langkah Munah terhenti membuat Alga heran. Lelaki itu menatap Munah bingung. "Kamu kenapa?" katanya. Munah reflek mencengkeram lengan Alga."Ada apa?" tanya lelaki itu kembali."Kita pergi dari sini saja!" Langkah Munah perlahan mulai mundur. Matanya menatap teras kostnya dengan waspada. Dua orang anak buah Toni yang sembari tadi duduk santai mulai berdiri melihat aksi perempuan yang berjarak hanya beberapa meter di depan mereka. Alga yang mulai memahami situasi karena curiga dengan keberadaan dua lelaki besar di depan teras kostan Munah bergerak cepat menarik lengan istrinya tersebut dan lari menuju mobilnya. Anak buah Toni langsung mengejarnya. Terseok-seok Munah mengimbangi langkah-langkah lebar kaki panjang Alga, dan pada akhirnya mereka bisa mencapai mobil lalu dengan gerak cepat Alga dapat menghidupkannya untuk segera melajukannya agar terhindar dari kejaran anak buah Toni. Terdengar teriakan dan makian dua orang bertubuh besar itu ketika incarannya berhaasil kab
Jam kerja hampir berakhir. Munah terus memikirkan berbagai macam cara untuk menolak secara halus ajakan Leo. Ia tak bisa membayangkan akan bertemu dengan keluarga lelaki itu meski hanya untuk membantunya bersandiwara. Lagi pula ia sudah punya rencana pergi ke tempat kos nya untuk mengambil barang-barangnya. Arrgh ... kepala perempuan itu mendadak begitu pening, ia pun memijit mijitnya berharap semua yang berjejal di otaknya menghilang, tetapi hal itu tak jua berhasil hingga akhirnya ia segera melanjutkan pekerjaannya agar segera selesai meski dengan otak yang begitu penuh.Munah sedang membereskan dapur, mencoba fokus dengan yang ia kerjakan ketika terdengar suara langkah kaki mendekatinya. Kegiatan perempuan itu menjadi terhenti. Ia bisa menduga siapa yang mendatanginya."Ehemm ... pekerjaannya sudah selesai?" Suara yang Munah kenali sebagai milik Leo terdengar begitu lembut. Dugaannya tak meleset, tetapi Munah tak segera berbalik, ia masih membelakangi Bosnya itu. Ma
"Munah ... berhenti ... jangan lari ....!" Teriakan itu menggema menebarkan ketakutan di dada Munah. Perempuan itu terus berlari meski keringat bercucuran membasahi tubuhnya."Munah berhenti!" Suara itu terdengar semakin dekat. Diantara deru napasnya yang memburu, Munah berulangkali menoleh ke belakang tuk memastikan sosok yang mengejarnya sudah jauh. Tetapi sosok tinggi itu semakin dekat, meski tenaganya sudah ia kerahkan sekuat mungkin, nyatanya bukan senakin jauh tetapi sosok itu semakin dekat hingga hanya beberapa langkah saja bisa menyamainya."Jangan dekat-dekat!" seru Munah putus asa."Aku takan menyakitimu.""Orang lain yang akan melakukannya kalau aku tidak pergi.""Berhenti!""Tidak!"Munah terus mempercepat larinya saat sosok itu kian dekat mengejarnya. Wajahnya pucat pasi hingga ia tak lagi memperdulikan keadaan dan ia terjebak di tepi sebuah jurang. Wajahnya menatap batu terjal di bawah ujung jalannya. Otaknya menjadi bun
Alga sedang menyantap masakan yang sudah Munah selesaikan ketika perempuan itu terus menatapnya dalam diam. Mereka duduk berhadapan di meja makan kecil di dekat dapur."Enak ...," komentar Alga. Munah menatap tak percaya karena makanan yang ia sajikan kini adalah sesuatu yang tak selesai ia masak tadi siang. Munah hanya mengolahnya lagi agar tidak menjadi sia-sia."Aku gak bohong. Coba kamu juga mencicipi hasil masakanmu alih-alih hanya terus memperhatikanku seperti itu," ucap Alga lagi dengan tersenyum.Munah masih memicingkan matanya seakan curiga Alga hanya berbohong. Tetapi akhirnya perempuan itu mulai menuruti Alga dengan mengambil sendok dan mulai memasukkan sedikit sup ke dalam mulutnya."Bagaimana? enak kan?"Munah menelan supnya hati-hati dan lelaki di depannya memang tidak berbohong. Supnya enak. Untuk lebih memastikan dirinya sendiri, perempuan itu mengambil jenis makanan lain dan ternyata rasanya sama, teta
Munah tak memberikan jawaban apapun atas penawaran Alga untuk tinggal di apartemennya. Perempuan itu hanya diam sehingga Alga membawa mobilnya menuju tempat saat ia mengantar Munah pulang setelah berkencan dengannya kemarin.Sesungguhnya Alga tak percaya Munah bisa tinggal di lingkungan yang kurang nyaman hingga ia mengira perempuan itu hanya menutupi tempat tinggal yang sebenarnya, agar tak diketahui oleh orang lain juga agar tak diketahui olehnya. Alga berharap menemukan jawaban itu hingga bertanya pada Leo tadi. Tapi rasa keingintahuannya tak menemukan jawaban hingga lelaki itu kemudian terhenyak dari lamunannya saat Munah memintanya berhenti.Alga memelankan laju kendaraannya, dan Munah memintanya berhenti di tempat yang sama seperti pagi tadi."Kamu benar-benar tinggal di sini?" tanya Alga ragu. Munah mengangguk. Perempuan itupun bergegas membuka pintu mobil dan hendak turun saat netranya melihat sekilas dua sosok lelaki kekar yang barusan
Munah sudah berada di Resto Leo. Perempuan itu memutuskan berangkat bekerja meski ia masih merasa lelah setelah pulang dari apartemen Alga. Lelaki itu mengantarnya hanya sampai di ujung gang tempat tinggalnya atas permintaan Munah.Munah harus mengkonfirmasi uang yang Leo transfer untuknya sehingga begitu sampai di Resto dia langsung menuju kantor Leo. Lelaki itu terlihat sedang sibuk membuka banyak berkas di depannya sebelum kemudian senyumnya merekah melihat kedatangan Munah."Sudah sehat?" tanya lelaki itu padanya. Munah mengangguk kendati ia merasa keadaannya semakin memburuk dibanding hari kemarin."Masuklah ...," perintah lelaki itu. Dengan pelan dan menahan perih Munah mendekati Leo dan duduk di depan lelaki itu. Rasa perih pada area sensintifnya masih terasa kendati ia sudah berendam dengan air hangat sebelum berangkat kerja."Aku yakin kamu kesini mau mengatakan menerima untuk menjadi kekasihku kan?" ucap Leo seraya tersen
Airmata Munah bercucuran, tetapi Alga menganggap hal itu hanya sebuah kamuflase yang coba istrinya tunjukkan agar ia bersimpati padanya, dan menghentikan apa yang tengah dilakukannya. Alga membentengi dirinya dengan membuang jauh rasa empatinya, hanya amarah memuncak yang ia biarkan menguasai dirinya saat ini, amarah karena Munah menolaknya padahal ia berhak atas perempuan itu, tetapi Alga sangka Munah tidak menolak banyak lelaki yang telah menidurinya.Alga terus mencium Munah, bukan hanya di bibirnya, tetapi di semua tempat, telinganya, lehernya, selangkanya, lalu menyesap di beberapa titik, meninggalkan bekas kissmark yang begitu jelas, kemudian satu tangannya bergerak cepat menyingkirkan baju yang melekat di tubuh Munah dan begitu semua terlepas, lelaki itu menjamah tubuh istrinya kemudian begitu puas, ia mulai bergerak memasukinya, Munah terpejam dengan airmata masih berlinang dan meringis merasakan perih dan kesakitan saat sesuatu yang keras berusaha memasukinya.