“Gimana tadi di sana, Fey? Loh, kok bawa buku banyak banget? Sini, tak bantu taruh ke situ,” kata David yang sigap membantu Feyana dan Jerome membawa buku.Feyana langsung duduk menyender ke kursi tunggu sambil mengipasi wajahnya yang berkeringat. Berat bawa buku miliknya Jerome.Jerome juga melakukan hal yang sama, tapi tidak sampai berkeringat banyak seperti Feyana. Ia hanya tersenyum ketika David menaikkan sebelah alis bertanya padanya.“Kalian ini habis mulung di mana? Kok balik-balik malah bawa buku sebanyak ini.” David bergurau jenaka sambil menyenggol bahu Jerome.Feyana langsung memicing tajam pada David yang sengaja duduk di sebelah Jerome, menghindar jika sewaktu-waktu Feyana memukul lengannya kalau lagi kesal.“Aku minta agar Jerome pindah sekolah saja. Asal kamu tahu, aku tadi di sekolahannya Jerome trus berantem sama tuh Pak Robin. Ternyata Kepala Sekolah sana berkoalisi dengan Pak Robin, makanya tadi Jerome disuruh datang ke sekolahan untuk diancam.”Feyana berapi-api me
David kembali dari kantor dengan wajah yang kelelahan. Ia berjalan lunglai mendekati ruang tunggu di mana istrinya dan Jerome berada.Saat ini Feyana sedang bercanda gurau dengan Jerome sambil bermain monopoli yang sengaja dibeli di toko dekat Rumah Sakit. Cukup membantu menghilangkan kebosanan karena bermain ponsel.David langsung tiduran beralas karpet yang mereka gelar, mendusel ke paha Feyana sambil mencebik manja.“Capek, ya? Sini, biar aku pijat,” ucap Feyana sambil mengelus-elus kepala suaminya yang sedang manja.“Sumpah, di kantor tadi aku hampir tidak istirahat. Banyak banget kerjaan yang belum selesai, ditambah sekretarisku juga tengah cuti lahiran. Aku kayak orang stres saking bundelnya kepalaku,” adu David seperti anak kecil.Feyana hanya manggut-manggut mendengar cerita sedih suaminya. “Yang sabar, ya. Nanti kalau Joshua sudah bangun, jadikan dia sekretarismu saja. Joshua sangat baik dalam pekerjaannya dan bisa diandalkan. Kamu akan mendapat kemudahan dan manfaat jika mem
Feyana langsung meriang pagi itu. Perempuan yang ditemuinya waktu pagi buta tadi bukanlah manusia. Karena syok, tubuh Feyana langsung merespons dengan sakit mendadak.Wajah Feyana pucat pasi dan berakhir harus dirawat. Ia diberi infus nutrisi dan vitamin yang dibutuhkan tubuhnya agar lekas pulih. Beberapa kali ia bertanya pada David apakah sungguh tidak melihat sosok perempuan itu, namun jawaban suaminya selalu sama, membuatnya kembali ketakutan.Jerome datang menjenguk setelah selesai mandi. Dia antara ingin menertawakan keapesan Feyana, tetapi juga kasihan karena sampai harus diinfus segala. Mungkin kalau itu dirinya yang di posisi Feyana, Jerome langsung pingsan tak sadarkan diri sampai beberapa jam lamanya. Bangun-bangun akan kembali pingsan dan begitu seterusnya.“Kak, sepertinya aku tahu siapa sosok wanita yang kamu lihat itu.”Feyana langsung melirik penasaran pada Jerome, tapi ia juga takut jika membahas hal mistis lebih lanjut.“Jadi, mau dengar atau tidak?” tanya Jerome mena
Sekembalinya dari kedai minuman, Feyana dan Jerome dibuat bersemangat ketika Dokter mengatakan bahwa kondisi pasien sudah cukup stabil untuk melakukan operasi. Sekarang ruang operasi sedang dipersiapkan untuk Joshua.Feyana dan Jerome mengintil di belakang brankar Joshua yang digelandang ke meja operasi. Tangan keduanya saling bertautan, harap-harap cemas menunggu operasi berlangsung.Feyana sempatkan diri untuk menghubungi suaminya lewat pesan singkat. Ia tak berani meneleponnya karena takut David sedang bekerja. Biar saja nanti David tahu kabarnya agak terlambat, yang jelas Feyana sudah memberikan informasi penting ini.Operasi yang berjalan hampir 2 jam lamanya tak menyurutkan semangat Feyana dan Jerome yang berdoa untuk kelancaran operasinya Joshua. Keduanya bergantian duduk dan berdiri menunggu selesainya operasi.Ponsel Feyana berdering membuatnya segera mengangkat ketika tahu itu dari David. “Iya, sekarang dia lagi dioperasi. Belum selesai sejak 2 jam lalu. Semoga saja setelah
“Gimana kondisinya?” tanya David yang baru saja datang. Napasnya masih terdengar memburu efek habis berlari dari parkiran.Feyana langsung memeluk David sambil menangis. “Operasi Joshua berhasil. Dia sedang diperiksa oleh Dokter setelah dinyatakan bangun dari koma. Aku sungguh bahagia, Mas.”David langsung bernapas lega. Ia hampir tercekat dan berhenti bernapas ketika Feyana mulai bicara. Pasalnya Feyana tadi meneleponnya namun tak segera bicara, selain hanya menangis histeris. David jadi berpikir yang tidak-tidak soal Joshua.“Terus kenapa nangis doang pas telepon aku tadi? Astaga, kamu bikin aku gemetaran pas mau ke sini. Aku menyopir sampek mau nabrak orang, loh. Lain kali jangan bikin panik gitu, Fey!” nasihat David menegur tanpa marah.Ia tak menyalahkan Feyana karena mungkin saking terharunya ia jadi tak bisa mengucapkan dengan kata-kata. Hanya saja, Feyana tidak boleh mengulanginya. Itu akan membuat kacau keadaan saja.Feyana memberi anggukan paham atas pesan David khusus untuk
Feyana tak tahan untuk menggeplak lengan suaminya yang bersikeras ingin membalas Joshua.“Joshua masih sakit, dirinya bahkan amnesia karena habis koma. Kamu ini bisa-bisanya mau berantem sama orang sakit,” sengit Feyana lalu mencubit pinggang suaminya.David langsung mengerang kesakitan. “Ampun, Fey!” serunya menyuruh Feyana berhenti mencubitnya.“Masih mau membalas Joshua atau tidak? Jika iya, takkan kulepaskan.” Feyana mengancam dengan masih mencubit suaminya.Mau tak mau David menganggukkan kepala cepat. Seusai Feyana melepaskan cubitannya, David langsung menyelonong pergi, merajuk ceritanya.Feyana melihat punggung David menjauh hingga hampir menghilang tak terlihat. Ia menghela napas melihat tingkah kekanakan suaminya.“Kejar saja Kak David, tenangkan dia dan katakan kakak sayang padanya! Dia itu sedang kesal sejak dari kantor, mungkin sesuatu yang menyebalkan terjadi tadi. Makanya dia makin kesal melihatmu malah tak mau mengerti dirinya.” Jerome berinisiatif memberikan sarannya
Feyana menyuapi Joshua untuk sarapan pagi ini. Kondisinya pulih secara cepat dan perkembangannya yang baik sempat mengejutkan banyak Dokter yang menanganinya.“Nah, buka mulut! Kamu dengar tidak kalau kesembuhanmu yang cepat ini membuat banyak orang kagum padamu? Mereka kadang juga tanya padaku, tentang apa rahasiamu bisa cepat sembuh.” Feyana mulai mengoceh seperti biasa ketika bertugas menyuapi Joshua.Dirinya, Jerome, dan bahkan juga David memang sengaja menjadwalkan secara bergantian untuk yang menyuapi Joshua. Agar tidak ribut, mereka membaginya sama rata. Pagi, siang, sore selalu bergantian. Tiap harinya juga bergantian. Tak terasa hal seperti itu sudah berlangsung hampir seminggu ini.“Terus kamu jawab apa?” balas Joshua jadi ingin tahu. Ia merasa pantas membanggakan dirinya karena pulih cepat.Sambil menjentikkan jari telunjuk dan jempolnya, dada Feyana agak membusung bangga. “Tentu saja kujawab dengan yakin kalau kasih sayang orang-orang yang menunggunya sembuh membuatmu bers
Feyana duduk di kursi sebelah suaminya. David tampak biasa saja, namun Feyana berkebalikan darinya. Feyana sudah berkeringat dingin menatap suaminya dan juga polisi itu bergantian.“Mas, gimana bisa kamu ditangkap, sih? Terus gimana kalo dipenjara? Astaga, aku tidak mau ditinggal suami masuk bui,” cerca Feyana berbisik pada David.David mengelus lengan Feyana, menyuruhnya untuk duduk menghadap ke depan bukan miring ke arahnya. David juga meminta agar pengacara yang dibawa Feyana untuk mendekat, mengatasi kasusnya.Pengacara itu berdiri di sisi David dan bicara dengan Polisi, meminta penjelasan garis besar tuntutan hukuman yang David lakukan.“Pak David dilaporkan atas tindakan pelanggaran hak privasi Bapak Robin. Dengan bukti kamera pengawas yang diletakkan di vas bunga yang sengaja Pak David hadiahkan ke Pak Robin untuk mengawasinya diam-diam.”Feyana menarik lengan baju David dan kembali berbisik, “Benar kamu melakukan hal itu, Mas? Astaga, kamu bertindak sejauh apa?”David membungk
“Sean, ayo cepat keluar! Nanti terlambat ke sekolah, loh,” panggil Feyana yang sudah rapi berdiri di samping mobilnya. Ia beberapa kali melihat jam tangannya sambil berdecak resah karena rapat di kantornya akan dimulai sebentar lagi.Sean tampak keluar dari rumah dengan tas ransel yang hanya disampirkan di satu lengannya seraya berlari tergesa-gesa mendekati ibunya yang tampak kesal.Feyana melipat kedua tangan di dada sambil memicingkan mata ketika putranya itu berdiri di hadapannya. Bukannya merasa bersalah, Sean malah meringis menunjukkan deretan gigi rapinya itu, bermaksud membuat ibunya terbuai. Namun Feyana hanya diam melihatinya yang kemudian tampak salah tingkah.“Iya, maafkan aku, Mah. Tadi Sean bangunnya telat jadi terlambat begini. Sekarang, ayo berangkat keburu mamah ikutan telat ke kantornya!” elak Sean terdengar jujur.Feyana menjitak pelan kepala Sean sambil mendengus, “Makanya jangan begadang cuman untuk main game terus! Kamu pikir mamah gak tau kalau tiap malam kamu it
“Maaf, tapi kami sepakat untuk tidak menjawab pertanyaan tersebut. Bisakah, Anda menghargai privasi keluarga kami?!” sahut David menatap lurus dengan rahang yang mengeras pada wartawan itu.Wartawan yang mengajukan pertanyaan tampak gugup. Ia menatap ke arah teman-temannya yang sesama wartawan untuk minta bantuan, tapi tak ada satupun yang menghiraukannya. Mereka semua tentu tak mau berurusan dengan keluarga David yang akan merusak karier mereka dalam bidang ini. Tamat sudah riwayat wartawan wanita ini.David menyuruh seorang sekuriti yang berdiri tak jauh darinya. Hanya dengan jari telunjuknya, sekuriti itu mendekatinya dan mendengar bisikan David dengan baik. Sesuai perintah yang baru saja ia dapat dari atasannya, sekuriti itu berjalan mengendap lewat pintu belakang untuk membawa wartawan wanita tadi pergi meninggalkan ruangan.David kemudian memandang Feyana lalu memberinya anggukan meyakinkan bahwa semuanya akan aman.“Aku harap ini jadi pembelajaran bagi kalian semua untuk berhat
Feyana memandang nanar pada timbunan tanah yang ber-nisankan nama Sabrina. Air matanya terus bergulir meski sudah berulang kali diusap oleh suaminya yang berada di sampingnya. Kedua tangan Feyana sibuk menggendong Sean yang sedari tadi menangis. Sepertinya, bocah kecil ini menyadari bahwa ibunya sudah takkan lagi ada di dunia ini untuk menemaninya.Sayangnya Norma dan Imelda tidak bisa ikut ke pemakaman karena situasi mereka yang masih menjadi tahanan. Tentu saja ketika mendengar kabar kematian Sabrina dan kenyataan soal penyakitnya itu dari Feyana, mereka berdua sangat terpukul. Keduanya tak menyangka Sabrina tega menutupi kebenaran yang amat menyakitkan itu hanya agar tak membuat mereka khawatir.“Fey, ayo pulang. Kasihan Sean jika terus di sini, apalagi langit mulai mendung.” David mengajak Feyana pulang karena mereka sudah sangat lama di sana. Dirinya kasihan melihat wajah sembab istrinya dan tangisan pilu Sean yang tak kunjung reda.Feyana inginnya masih tetap di sana, namun meli
“Aku tak tahu pada siapa harus menitipkan Sean. Aku hanya percaya padamu, Fey.”Ucapan Sabrina itu terus-menerus terlintas di kepala Feyana. Ia pun berjalan tanpa minat ketika keluar dari rumah sakit, bahkan dia tak mengacuhkan David yang sedari tadi menatapnya penasaran. David ingin bertanya apa yang Feyana bicarakan dengan Sabrina sampai membuatnya tak fokus seperti sekarang, tapi melihat ratapan suram di mata Feyana membuatnya mengurungkan niat bertanya.“Fey, biar aku antar ke kantor aja, gak usah bawa mobil. Biar nanti si Joshua aku suruh ambil mobilmu di sini,” sergah David tidak yakin dengan Feyana yang kurang fokus ketika nanti menyetir di jalan.Feyana menggeleng dan ingin tetap menyetir sendiri, namun David mencegahnya dengan mengambil kunci mobilnya lalu menggandengnya agar masuk ke mobil David.“Aku tidak mau ambil risiko kamu kenapa-napa kalau tetap memaksa menyetir sendiri. Kita langsung menuju kantormu saja, aku antar,” tegas David tanpa boleh dibantah.Ketika sudah dud
Sabrina menatap nanar pada Feyana yang diam kaku tak berkutik setelah mendengar permintaannya yang terdengar gila. Sabrina akui dia tak memiliki siapapun yang bisa dipercayainya, bahkan keluarga saja sudah tak punya. Dirinya hanya memiliki Sean yang terpaksa dititipkannya di panti asuhan selama ia menjalani proses hukuman penjara.“Hanya kamu yang terlintas di pikiranku, Fey. Aku tentu takkan rela berikan hak asuh Sean pada ayahnya, si Leon. Bahkan pria itu saja tak tahu bahwa dia memiliki putra.”“Apa kamu sudah memikirkan keputusanmu itu matang-matang? Aku bukan beralasan mau menolak, tapi tanggung-jawab ini terlalu besar. Apa kamu seyakin ini padaku? Dan mau sampai kapan kamu menutupi kebenaran bahwa Sean adalah darah dagingnya Leon? Tidak ada yang bisa menutupi rahasia selamanya, Na.”Feyana mengusap air mata yang merembes di pipi Sabrina dengan sebelah tangan yang tidak digenggam oleh Sabrina. Baru kali ini ia melihat kesedihan teramat dalam di wajah Sabrina yang tergambar jelas.
Feyana pagi-pagi sudah gaduh tak karuan, membuat suaminya yang masih nyenyak bergelung di selimut merasa terusik. Sambil memperhatikan Feyana bolak-balik di kamar, David menegurnya perlahan.“Ada apa panik banget, sih? Gak biasanya kamu begini.’”Feyana hanya menoleh sekilas pada suaminya yang masih bersantai di kasur. Ia menjelaskan dengan sekedarnya kalau mendapat kabar jika Sabrina, salah satu temannya yang ada di sel penjara waktu itu sekarang sedang menjalani perawatan di rumah sakit, bahkan sampai harus opname.“Kalau sampai opname begitu, berarti sakitnya serius. Aku mau ke sana untuk melihat kondisinya. Semoga saja Sabrina tidak apa-apa,” lontar Feyana lalu menyabet tasnya yang ada gantungan.“Aku berangkat dulu, ya. Bye!” ujarnya sambil menyempatkan diri memberikan ciuman selamat pagi untuk David.David menghela napas salut pada Feyana yang tampak sangat peduli pada temannya yang satu sel dengannya itu. Bahkan sejak keluar dari penjara dirinya membuat jadwal rutin untuk menje
Feyana dan David dalam perjalanan pulang, bersisian di dalam mobil tapi senyap sejak 15 menit yang lalu. David berulang kali menatap sebentar istrinya yang terlihat sedang memikirkan sesuatu. Karena tak kunjung mendapat perhatian, David mengelus punggung tangan Feyana dengan sebelah tangannya yang bebas dari menyetir.“Lagi mikirin apa?”Feyana barulah menoleh padanya lalu menyengir kecil membuat David mengangkat sebelah alisnya bingung. “Soal Joshua dan Mitha, ya? Kamu kenapa ngebet banget jodohin mereka, sih? Padahal kalau dipikir-pikir yang dikatakan Joshua memang benar, kita belum terlalu kenal soal Mitha. Iya kita memang lihatnya Mitha wanita yang baik dan tidak neko-neko, tapi siapa tahu itu hanya topengnya semata.”Seperti bisa membaca apa yang sedang Feyana pikirkan, David menuturkan hal demikian dengan raut wajah tenang tanpa menunjukkan emosi apapun, itu agar Feyana juga tak merasa tersinggung.Feyana mencebik sambil menyahuti, “Tapi aku merasa kasihan pada Joshua yang sudah
“Aku malah bermaksud ingin menyingkirkan Randy di saat kontrak kerja dengannya berakhir. Aku senang kamu melakukannya lebih cepat, Dav.”Tanggapan di luar dugaan dari Feyana membuat David menganga tak percaya. Semenit kemudian ia barulah bisa mengulum senyuman karena ternyata Feyana tidak marah dan malah sejalan dengannya.“Jadi kuharap kita tak lagi bersitegang hanya karena Randy dan keluarganya. Aku muak kita bertengkar perihal mereka,” kata Feyana yang diangguki semangat oleh suaminya.“Aku akan membereskan Randy dan keluarganya agar tidak akan pernah muncul di hadapan kita lagi. Tenang saja, aku tidak bermaksud membunuh mereka, hanya saja ingin mengusir mereka dari kota ini. Jika mereka berada di tempat yang jauh, tak mungkin bisa mengganggu kita lagi,” cetus David sembari mengambil ponselnya untuk menghubungi orang suruhannya.Kening David mengerut ketika mengobrol beberapa saat dengan seseorang di telepon. Setelahnya ia memutuskan sambungan dan memberi tatapan linglung pada Feya
Feyana melihat Joshua tak berkutik mendengar pertanyaannya yang cukup menohok itu. Karena melihat pria di depannya itu hanya diam tak menyahut, Feyana yang kembali bersuara. “Aku tak sengaja melihat Randy ada di rumah sakit ini. Dia dirawat karena mengalami patah tulang dan berakhir cacat usai dioperasi. Kamu tahu apa yang membuatku merasa tersinggung? Ketika aku menghadapi keluarga Randy seorang diri demi menjaga martabatnya suamiku. Tapi aku merasa kasihan pada diriku sendiri sebab membela orang yang malah membohongiku. Kamu mengerti bagaimana bencinya aku saat kutahu bahwa David membohongiku dari keluarganya Randy? Mereka semua saling menyerangku waktu itu, dan aku diam tak berkutik dalam hati, tapi pura-pura berani pada mereka dengan membual soal ancaman untuk menakutinya.”Feyana menenggak minuman di gelasnya secara brutal dan meletakkan kembali gelasnya dengan keras sampai terdengar bunyi berdentum. Tatapan tajam menusuk Feyana yang memerah menahan amarah membuat Joshua was-was