“Fey, apa yang kamu lakukan? Cepat ucapkan kalimat penutupnya!” bisik Erik yang kebetulan duduk di dekat podium Feyana.Feyana segera mengikuti arahan ayahnya dan melakukan penutupan rapat kali ini. Semua yang hadir pun satu persatu keluar gedung. Feyana buru-buru turun dari podium dan mencari keberadaan Randy, namun ia terhalang dengan banyaknya orang di dalam ruangan yang mengantre untuk keluar.“Hey, kamu itu kenapa? Siapa yang kamu cari, sih?” sentak Erik mencekal tangan Feyana agar berhenti bergerak seperti orang kebingungan.“Aku melihat Randy. Dia ikut rapat dan menatapku lekat, aku yakin sejak tadi ia pasti sudah memperhatikanku.” Feyana menyahut dengan nada kesal dan tak sabaran melepas cekalan ayahnya.Erik mengeratkan pegangannya dan menyuruh Feyana untuk tenang. Ia tak mau orang-orang yang masih berada di dalam gedung melihat kepanikan Feyana yang tidak wajar seperti ini.“Kalaupun memang dia datang ke mari—lalu apa? Tidak akan berpengaruh apapun padamu, Nak. Apa kamu masi
“Kamu ketakutan dengar ucapanku? Astaga, bagaimana kamu berubah se-drastis ini setelah mencampakkanku?” kekeh Feyana lalu kembali menatap tajam. Aura suramnya sungguh terlihat kentara.Ketika Feyana melangkah turun untuk sejajar dengan Randy, pria itu malah memegangi lengannya.“Aku minta maaf. Aku dan keluargaku sungguh menyesali perbuatan kami dulu padamu. Jadi, kumohon berhenti memendam amarah pada keluargaku. Aku ingin hidup tenang,” pinta Randy putus asa.Feyana tersenyum miring. Ia tak mengerti, kenapa dendamnya bisa mempengaruhi hidup Randy. Tapi baguslah jika memang hidup Randy dan keluarganya jadi sulit setelah bercerai darinya.“Perusahaanku sedang dalam keterpurukan. Aku tak tahu, kenapa semuanya jadi sulit. Tetapi, sepertinya karena dendammu kepadaku dan keluargaku yang membuat karma menimpa kami.”Feyana tak bisa menahan untuk tidak tertawa terbahak. Karma katanya? Hey, ternyata Randy masih mempercayai takhayul seperti itu. Tak sangka, pria metropolitan macam Randy masih
David tanpa buang waktu segera mengajak Feyana untuk pergi ke rumah sakit. Keduanya sama-sama dibuat gugup bukan main ketika memasuki ruangan Dokter Kehamilan setelah beberapa lama menunggu antrean.“Santai dulu! Kalian berdua terlihat sangat tegang sekali,” goda dokter wanita itu yang melihat David dan Feyana sebagai pasangan baru.David menggenggam tangan Feyana yang ada di bawah meja sambil tersenyum kaku. “Jadi, apa hasilnya? Benarkah istriku sedang mengandung?” tanya David harap-harap cemas menanti jawaban.Dokter itu menunjukkan lembar kertas hasil pemeriksaan pada mereka berdua. Senyumnya terkembang sempurna dengan satu tangan menunggu untuk dijabat oleh David. “Selamat, istri anda sedang mengandung. Janin yang ada di perutnya masih berumur sekitar 4 minggu dan masih lemah, jadi saya sarankan untuk terus berhati-hati.”David rasanya hampir tak percaya mengetahui bahwa Feyana hamil. Ini sebuah berkah yang tak diduga akan datang padanya secepat ini. Dirinya memeluk Feyana dan ter
Feyana dan David sudah tiba di vila yang sengaja Erik sewa untuk seminggu ke depan untuk keduanya bisa menghabiskan waktu. Feyana tampak riang saat memasukkan pakaiannya ke dalam lemari.“Bisakah ini dikatakan bulan madu pertama kita?” kekeh Feyana yang sudah tiduran dengan kepala berbantal paha David.David terlihat masih fokus dengan ponselnya, namun sesekali melirik Feyana di bawahnya lalu tersenyum untuk membuat istrinya merasa tidak diabaikan.Feyana tak lagi bicara, itu membuat David segera meletakkan ponselnya di meja nakas. Ia lalu mendusel pada Feyana dan keduanya pun tidur siang.Sorenya, ketika matahari hampir tenggelam, Feyana sudah sibuk mengomeli David karena tidak segera keluar. Pasalnya, mereka berdua ingin melihat sunset di area pantai yang katanya itu indah.“Ayo, cepat! Nanti keburu mataharinya tenggelam,” rengek Feyana sampai-sampai menarik lengan baju David agar melangkah lebih cepat.David merengut pasrah ketika melihat lengan bajunya lecek akibat Feyana. Ia ingi
“Nih, aku sengaja beri tip tambahan untukmu. Semoga ini pertemuan terakhir kita, baik disengaja atau tidak.” Feyana berucap dingin sembari menyodorkan beberapa lembar uang yang sengaja dilebihkan.“Ini terlalu banyak untuk tip-ku, Fey. Aku akan usahakan untuk tidak muncul di hadapanmu lagi,” tolak Randy ketika menghitung uangnya.Feyana menggeleng sekilas lalu berjalan pergi dengan menarik dua buah koper. Randy juga tak mungkin turun dari mobilnya dan mengembalikan uang itu, sebab bagaimanapun juga ia tak mau bohong bahwa membutuhkan uang itu. Meski terlihat tak punya malu, Randy akhirnya memasukkan uang tip itu ke dalam saku bajunya lalu melajukan mobil taksi pergi meninggalkan kawasan apartemen mewah tujuan Feyana.Feyana menyempatkan diri menoleh ke belakang untuk mengecek apakah taksi yang dikemudikan Randy masih berada di sana atau tidak, melihat bahwa sudah pergi ia tak ayal tersenyum sinis. “Harga tingginya sepertinya ikut lenyap bersamaan hartanya,” ucapnya lalu masuk ke apart
Feyana duduk di kursi kerjanya sambil memutar-mutarnya dengan kaki. Ia baru selesai mengobrol lewat telepon dengan ayahnya, membahas Pak Betrand.“Dia bukan teman baik ayahku, tetapi malah mengaku-aku. Ayahku bilang Pak Betrand itu tak pernah mau berurusan dengannya ketika ia merintis usahanya yang dulu sering jatuh-bangun. Tetapi kenapa dia terdengar membanggakan diri sendiri dengan bilang bahwa teman baik ayahku? Sungguh menyebalkan.”Feyana terus bermonolog sendirian di ruangannya hingga dibuyarkan dengan ketukan di pintu meminta izinnya untuk masuk. Feyana pun yang paham langsung menyahut di dalam agar langsung masuk saja. Sedetik kemudian melongoklah kepala Joshua yang menyengir ketika mendapati Feyana sendirian di ruangannya.“Aku takut dirimu tidak sendirian, makanya segan sekali untuk mengetuk pintunya,” ungkap Joshua yang sudah berdiri sopan di depan meja kerja Feyana.Feyana tertawa mendengar kegelisahan Joshua yang tak penting itu. “Memang kenapa jika aku sedang bersama ora
“WAH, KAMU SUNGGUH HAM—,”Feyana langsung membekap mulut Joshua agar tidak menarik atensi orang-orang yang ada di kantin karena pekikannya. “Hey, jaga mulutmu!” sengatnya memberi peringatan keras.Joshua pun langsung menganggukkan kepala, baru setelah itu Feyana melepaskan bekapannya. Kemudian ketika Joshua terlihat kembali aktif bertanya soal kehamilannya dengan suara berbisik, Feyana menyahut dengan ringan.“Yah, tentu saja anaknya suamiku. Aku tidak melakukan hal seperti ‘itu’ dengan sembarang pria, kecuali suamiku.”Joshua tertawa mendengarnya. Seolah dirinya terlihat meragukan kehamilan Feyana. “Yasudah iya, aku ucapkan selamat untuk kehamilanmu. Kamu ingin apa untuk hadiah dariku? Kuharap, jangan minta yang mahal.”Feyana menjentikkan ibu jari dan telunjuknya dengan senang. “Akan kupikirkan nanti. Tapi kamu harus janji untuk memenuhinya, ya!”Joshua mendengus kesal. Ia yakin Feyana takkan main-main soal ucapannya itu. Bisa saja nanti permintaan Feyana akan sangat tak masuk akal.
“FEYANA, SADARKAN DIRIMU!” titah seseorang yang membuat Feyana menatapnya agak linglung.“Bagaimana bisa kamu di sini?” tanya Feyana dengan suara lirih dan lemah.Randy awalnya sempat lega karena berhasil mendorong tubuh Feyana ke sisi jalan, menghindarkannya dari tabrakan bus yang nyaris mengenainya, namun ia jadi panik ketika kaki Feyana malah mengeluarkan darah beserta cairan putih kental.“Aku bawa kamu ke rumah sakit, ya.” Tanpa menunggu persetujuan Feyana, Randy menggendong tubuh Feyana ala bridal style.Feyana yang masih tercenung memproses apa yang sedang terjadi, merasakan sakit di bagian antara kakinya. Ia sempat kaget ketika Randy mendudukkannya di kursi penumpang mobil taksinya.“Pakai sabuk pengamannya, ya.” Lagi, Randy tak menunggu Feyana menyahut dan bergegas memasangkan sabuk pengaman.Feyana diam saja melihat kepanikan Randy. Ketika mobil bergerak cepat, Feyana tak sengaja melihat di pinggir jalan seorang nenek yang tadi ingin diselamatkannya sedang ditenangkan oleh
“Sean, ayo cepat keluar! Nanti terlambat ke sekolah, loh,” panggil Feyana yang sudah rapi berdiri di samping mobilnya. Ia beberapa kali melihat jam tangannya sambil berdecak resah karena rapat di kantornya akan dimulai sebentar lagi.Sean tampak keluar dari rumah dengan tas ransel yang hanya disampirkan di satu lengannya seraya berlari tergesa-gesa mendekati ibunya yang tampak kesal.Feyana melipat kedua tangan di dada sambil memicingkan mata ketika putranya itu berdiri di hadapannya. Bukannya merasa bersalah, Sean malah meringis menunjukkan deretan gigi rapinya itu, bermaksud membuat ibunya terbuai. Namun Feyana hanya diam melihatinya yang kemudian tampak salah tingkah.“Iya, maafkan aku, Mah. Tadi Sean bangunnya telat jadi terlambat begini. Sekarang, ayo berangkat keburu mamah ikutan telat ke kantornya!” elak Sean terdengar jujur.Feyana menjitak pelan kepala Sean sambil mendengus, “Makanya jangan begadang cuman untuk main game terus! Kamu pikir mamah gak tau kalau tiap malam kamu it
“Maaf, tapi kami sepakat untuk tidak menjawab pertanyaan tersebut. Bisakah, Anda menghargai privasi keluarga kami?!” sahut David menatap lurus dengan rahang yang mengeras pada wartawan itu.Wartawan yang mengajukan pertanyaan tampak gugup. Ia menatap ke arah teman-temannya yang sesama wartawan untuk minta bantuan, tapi tak ada satupun yang menghiraukannya. Mereka semua tentu tak mau berurusan dengan keluarga David yang akan merusak karier mereka dalam bidang ini. Tamat sudah riwayat wartawan wanita ini.David menyuruh seorang sekuriti yang berdiri tak jauh darinya. Hanya dengan jari telunjuknya, sekuriti itu mendekatinya dan mendengar bisikan David dengan baik. Sesuai perintah yang baru saja ia dapat dari atasannya, sekuriti itu berjalan mengendap lewat pintu belakang untuk membawa wartawan wanita tadi pergi meninggalkan ruangan.David kemudian memandang Feyana lalu memberinya anggukan meyakinkan bahwa semuanya akan aman.“Aku harap ini jadi pembelajaran bagi kalian semua untuk berhat
Feyana memandang nanar pada timbunan tanah yang ber-nisankan nama Sabrina. Air matanya terus bergulir meski sudah berulang kali diusap oleh suaminya yang berada di sampingnya. Kedua tangan Feyana sibuk menggendong Sean yang sedari tadi menangis. Sepertinya, bocah kecil ini menyadari bahwa ibunya sudah takkan lagi ada di dunia ini untuk menemaninya.Sayangnya Norma dan Imelda tidak bisa ikut ke pemakaman karena situasi mereka yang masih menjadi tahanan. Tentu saja ketika mendengar kabar kematian Sabrina dan kenyataan soal penyakitnya itu dari Feyana, mereka berdua sangat terpukul. Keduanya tak menyangka Sabrina tega menutupi kebenaran yang amat menyakitkan itu hanya agar tak membuat mereka khawatir.“Fey, ayo pulang. Kasihan Sean jika terus di sini, apalagi langit mulai mendung.” David mengajak Feyana pulang karena mereka sudah sangat lama di sana. Dirinya kasihan melihat wajah sembab istrinya dan tangisan pilu Sean yang tak kunjung reda.Feyana inginnya masih tetap di sana, namun meli
“Aku tak tahu pada siapa harus menitipkan Sean. Aku hanya percaya padamu, Fey.”Ucapan Sabrina itu terus-menerus terlintas di kepala Feyana. Ia pun berjalan tanpa minat ketika keluar dari rumah sakit, bahkan dia tak mengacuhkan David yang sedari tadi menatapnya penasaran. David ingin bertanya apa yang Feyana bicarakan dengan Sabrina sampai membuatnya tak fokus seperti sekarang, tapi melihat ratapan suram di mata Feyana membuatnya mengurungkan niat bertanya.“Fey, biar aku antar ke kantor aja, gak usah bawa mobil. Biar nanti si Joshua aku suruh ambil mobilmu di sini,” sergah David tidak yakin dengan Feyana yang kurang fokus ketika nanti menyetir di jalan.Feyana menggeleng dan ingin tetap menyetir sendiri, namun David mencegahnya dengan mengambil kunci mobilnya lalu menggandengnya agar masuk ke mobil David.“Aku tidak mau ambil risiko kamu kenapa-napa kalau tetap memaksa menyetir sendiri. Kita langsung menuju kantormu saja, aku antar,” tegas David tanpa boleh dibantah.Ketika sudah dud
Sabrina menatap nanar pada Feyana yang diam kaku tak berkutik setelah mendengar permintaannya yang terdengar gila. Sabrina akui dia tak memiliki siapapun yang bisa dipercayainya, bahkan keluarga saja sudah tak punya. Dirinya hanya memiliki Sean yang terpaksa dititipkannya di panti asuhan selama ia menjalani proses hukuman penjara.“Hanya kamu yang terlintas di pikiranku, Fey. Aku tentu takkan rela berikan hak asuh Sean pada ayahnya, si Leon. Bahkan pria itu saja tak tahu bahwa dia memiliki putra.”“Apa kamu sudah memikirkan keputusanmu itu matang-matang? Aku bukan beralasan mau menolak, tapi tanggung-jawab ini terlalu besar. Apa kamu seyakin ini padaku? Dan mau sampai kapan kamu menutupi kebenaran bahwa Sean adalah darah dagingnya Leon? Tidak ada yang bisa menutupi rahasia selamanya, Na.”Feyana mengusap air mata yang merembes di pipi Sabrina dengan sebelah tangan yang tidak digenggam oleh Sabrina. Baru kali ini ia melihat kesedihan teramat dalam di wajah Sabrina yang tergambar jelas.
Feyana pagi-pagi sudah gaduh tak karuan, membuat suaminya yang masih nyenyak bergelung di selimut merasa terusik. Sambil memperhatikan Feyana bolak-balik di kamar, David menegurnya perlahan.“Ada apa panik banget, sih? Gak biasanya kamu begini.’”Feyana hanya menoleh sekilas pada suaminya yang masih bersantai di kasur. Ia menjelaskan dengan sekedarnya kalau mendapat kabar jika Sabrina, salah satu temannya yang ada di sel penjara waktu itu sekarang sedang menjalani perawatan di rumah sakit, bahkan sampai harus opname.“Kalau sampai opname begitu, berarti sakitnya serius. Aku mau ke sana untuk melihat kondisinya. Semoga saja Sabrina tidak apa-apa,” lontar Feyana lalu menyabet tasnya yang ada gantungan.“Aku berangkat dulu, ya. Bye!” ujarnya sambil menyempatkan diri memberikan ciuman selamat pagi untuk David.David menghela napas salut pada Feyana yang tampak sangat peduli pada temannya yang satu sel dengannya itu. Bahkan sejak keluar dari penjara dirinya membuat jadwal rutin untuk menje
Feyana dan David dalam perjalanan pulang, bersisian di dalam mobil tapi senyap sejak 15 menit yang lalu. David berulang kali menatap sebentar istrinya yang terlihat sedang memikirkan sesuatu. Karena tak kunjung mendapat perhatian, David mengelus punggung tangan Feyana dengan sebelah tangannya yang bebas dari menyetir.“Lagi mikirin apa?”Feyana barulah menoleh padanya lalu menyengir kecil membuat David mengangkat sebelah alisnya bingung. “Soal Joshua dan Mitha, ya? Kamu kenapa ngebet banget jodohin mereka, sih? Padahal kalau dipikir-pikir yang dikatakan Joshua memang benar, kita belum terlalu kenal soal Mitha. Iya kita memang lihatnya Mitha wanita yang baik dan tidak neko-neko, tapi siapa tahu itu hanya topengnya semata.”Seperti bisa membaca apa yang sedang Feyana pikirkan, David menuturkan hal demikian dengan raut wajah tenang tanpa menunjukkan emosi apapun, itu agar Feyana juga tak merasa tersinggung.Feyana mencebik sambil menyahuti, “Tapi aku merasa kasihan pada Joshua yang sudah
“Aku malah bermaksud ingin menyingkirkan Randy di saat kontrak kerja dengannya berakhir. Aku senang kamu melakukannya lebih cepat, Dav.”Tanggapan di luar dugaan dari Feyana membuat David menganga tak percaya. Semenit kemudian ia barulah bisa mengulum senyuman karena ternyata Feyana tidak marah dan malah sejalan dengannya.“Jadi kuharap kita tak lagi bersitegang hanya karena Randy dan keluarganya. Aku muak kita bertengkar perihal mereka,” kata Feyana yang diangguki semangat oleh suaminya.“Aku akan membereskan Randy dan keluarganya agar tidak akan pernah muncul di hadapan kita lagi. Tenang saja, aku tidak bermaksud membunuh mereka, hanya saja ingin mengusir mereka dari kota ini. Jika mereka berada di tempat yang jauh, tak mungkin bisa mengganggu kita lagi,” cetus David sembari mengambil ponselnya untuk menghubungi orang suruhannya.Kening David mengerut ketika mengobrol beberapa saat dengan seseorang di telepon. Setelahnya ia memutuskan sambungan dan memberi tatapan linglung pada Feya
Feyana melihat Joshua tak berkutik mendengar pertanyaannya yang cukup menohok itu. Karena melihat pria di depannya itu hanya diam tak menyahut, Feyana yang kembali bersuara. “Aku tak sengaja melihat Randy ada di rumah sakit ini. Dia dirawat karena mengalami patah tulang dan berakhir cacat usai dioperasi. Kamu tahu apa yang membuatku merasa tersinggung? Ketika aku menghadapi keluarga Randy seorang diri demi menjaga martabatnya suamiku. Tapi aku merasa kasihan pada diriku sendiri sebab membela orang yang malah membohongiku. Kamu mengerti bagaimana bencinya aku saat kutahu bahwa David membohongiku dari keluarganya Randy? Mereka semua saling menyerangku waktu itu, dan aku diam tak berkutik dalam hati, tapi pura-pura berani pada mereka dengan membual soal ancaman untuk menakutinya.”Feyana menenggak minuman di gelasnya secara brutal dan meletakkan kembali gelasnya dengan keras sampai terdengar bunyi berdentum. Tatapan tajam menusuk Feyana yang memerah menahan amarah membuat Joshua was-was