“Tenang dulu, Dav!” pekik seorang wanita yang tak lain adalah Luna. Ia menarik David untuk menjauh dari Randy yang terhuyung karena pukulan David.Randy meringis kesakitan sambil memegangi pipinya yang barusan dipukul tanpa aba-aba oleh suaminya Feyana. Ia agak sebal dengan kelakuan pria itu.“Aku lihat dari atap gedung kalau kamu membopong Feyana ke taksi buntut milikmu. Sekarang, di mana kamu sembunyikan istriku!?” bentak David yang tak peduli jika menjadi pusat perhatian orang-orang yang lewat di lobi.David yang awalnya masih di ruangan Feyana, menunggu istrinya itu cepat kembali, tak sabaran dan akhirnya mencarinya sendiri. Luna juga mengekorinya sejak dia mencari Feyana mulai dari kantin hingga toilet, tetapi tak juga kelihatan batang hidung Feyana.David terus menggerundel pada Luna karena melarangnya untuk mengejar Feyana waktu masih dalam jangkauan. Sekarang ia kehilangan jejak Feyana dan itu membuatnya khawatir. Feyana itu sedang hamil.“Kita cari di atap! Aku yakin istrimu
David memeluk istrinya dengan air mata yang sudah merembes sejak tadi. Feyana yang kebingungan pun berusaha menenangkan suaminya dengan menepuk-nepuk pundaknya.“Aku dan bayi kita baik-baik saja. Apa yang kamu tangisi, sih? Oh iya, kapan kita akan pulang? Aku sudah tak mau lama-lama di sini,” ucap Feyana berusaha tersenyum pada David.David tak mau mendengar Feyana. Ia hanya terus menangis di pelukan istrinya itu. Tak kuasa untuk membuat istrinya merasakan penderitaan yang sama dengannya, yang mungkin akan lebih parah.Erik pun turun tangan untuk maju mengelus pucuk kepala putrinya. “Kamu perlu waktu untuk pemulihan. Baru setelahnya bisa diperbolehkan pulang, Fey.”Feyana menggeleng tak mau. Ia merasa badannya malah lemas jika terus dirawat. Ia ingin keluar rumah sakit sekarang, bukan nanti.“Bayi dalam perut Feyana mengatakan bahwa dia juga tidak senang di sini. Jadi, ayo kita pulang saja!”“KAMU KEGUGURAN. TIDAK ADA JANIN DI PERUTMU LAGI, FEYANA. Kamu harus sadar bahwa anak kita suda
Karena David tak mengindahkan bentakan Feyana, wanita itu terpaksa mendorong keras tubuhnya hingga terantuk tembok. David menatap tak percaya atas apa yang barusan dilakukan Feyana padanya.Bukannya membantu David lebih dulu, Feyana malah mengutamakan Randy yang kesakitan akibat pukulan suaminya. Tepat ketika itu, keluarga Feyana datang bersama dengan perawat dan satpam untuk melerai kegaduhan.“Tolong rawat pria ini dulu, Sus! Dia terluka dan mengeluarkan darah,” pinta Feyana resah ketika perawat itu ingin menuntunnya masuk ke dalam.Perawat itu saling lempar pandang pada keluarga pasien, meminta persetujuan. Ketika Erik dengan raut datar dan kakunya memberi anggukan, barulah perawat itu membawa Randy untuk mengobati lukanya itu. Erik mengikuti di belakang, bersamaan dengan kedatangan dokter dan 2 perawat lainnya untuk memeriksa Feyana.Erik akan membuat perhitungan pada Randy. Mantan menantunya itu memang harus ditindak tegas. Sudah bercerai, masih saja mengganggu Feyana yang jelas-
Feyana sudah bisa dipulangkan hari ini setelah menjalani perawatan fisik, maupun psikologisnya. David secara sengaja menyuruh Feyana melakukan konseling pada kondisi mentalnya sehabis kehilangan calon bayi di perutnya. Bukan mau menghina Feyana mengalami gangguan jiwa, tapi ini agar kondisi psikis Feyana juga segera pulih.Keluarga maupun Feyana sendiri berusaha tak mempermasalahkan tindakan David. Setelah hampir sebulan lamanya, Feyana sudah bisa kembali jadi sosok ceria seperti sediakala. Memang terkadang ia masih terbayang soal keguguran yang dialaminya, namun David dan keluarga selalu bisa membuat Feyana kuat untuk bangkit.“Jangan ada yang ketinggalan. Aku tak mau harus kembali ke rumah sakit ini lagi, loh,” ujar David yang disahuti Feyana dengan anggukan yakin.Keduanya sedang mengemas barang untuk pulang hari ini. Jadwal kepulangan Feyana agak dipercepat 2 hari sebab kondisinya sudah sangat stabil.“Oh ya, bagaimana dengan kantor? Apa aku masih bisa bekerja di sana, atau aku se
Joshua masih memproses apa yang barusan didengarnya. Dan ketika dirinya ingin kembali bertanya untuk memastikan, Feyana sudah hilang bersamaan dengan pintu lift yang menutup meninggalkannya.“Wah, jika memang begitu kebenarannya, aku memang harusnya jadi sekretaris Feyana bukannya Luna. Perempuan itu ternyata ular berbisa yang mengincar suaminya Feyana,” ucapnya lirih.Kemudian ia memilih mengejar Feyana dengan menaiki tangga. Tetapi ketika baru saja bersiap untuk berlari, pintu lift terbuka bersamaan dengan suara Feyana berseru memanggil namanya.“Cepat masuk sebelum kututup lagi!”Joshua masuk dan tertawa kecil bersama Feyana. “Tidak tega membiarkanku naik tangga sampai lantai atas, ya?” gurau Joshua terlalu percaya diriFeyana mendorong bahu Joshua agar menjauh darinya. “Siapa juga yang kasihan. Sekarang kamu tahu alasanku memanfaatkanmu dan tak mau Luna jadi sekretarisku. Jadi, apa keputusanmu?”“Tentu saja menerima. Aku akan berusaha jadi sekretaris yang berguna untukmu.”Feyana
Feyana bergegas mendatangi suaminya lalu mengadu, “Mas, Luna itu wanita licik. Dia selama ini sengaja mendekatiku untuk merebutmu dariku. Sekarang, kamu paham kan kenapa aku membencinya.”Feyana pikir riwayat Luna sudah tamat. David sendiri yang akan menendang Luna dari hidupnya. Ia tersenyum sinis ke arah Luna yang didekati oleh suaminya dengan tergesa.Manik Feyana melotot kaget karena bukan amarah yang David tujukan ke Luna, melainkan sikap perhatian. David membantu Luna bangun dan membersihkan pakaiannya yang kena noda di lantai.“Astaga, kamu gapapa? Maafin Feyana, ya.”Feyana menimbrung interaksi keduanya dengan menarik lengan David agar menghadap dirinya. “Apa yang kamu lakukan? Kenapa malah minta maaf? Aku tidak berbuat kesalahan. Sebaliknya, si wanita licik itulah yang tengah menyusun rencana menghancurkanku.”“Feyana, jangan berlebihan. Mana mungkin aku lakukan hal itu pada istri sahabat baikku. Kamu itu salah tangkap apa maksudku.” Luna segera menyanggah ucapan Feyana denga
Feyana kemudian mematikan daya ponselnya dan memasukkan dalam tas. Sesampainya di parkiran, ia mencari-cari keberadaan mobilnya yang mudah dijumpai.“Eh, tumben sudah pulang. Memangnya tidak lembur?” tegur Feyana ketika melihat Joshua memakai helm dan naik motor yang kebetulan bersebelahan dengan mobilnya.“Karena pekerjaanku jadi sekretarismu, aku jadi punya alasan pulang cepat untuk mempersiapkan diri. Benarkah mulai besok aku jadi sekretarismu? Astaga, terlalu mendadak dan cepat menurutku,” sahut Joshua menggaruk tengkuknya.Feyana tertawa, “Biar kamu tidak melulu disuruh lembur oleh seniormu itu. Oh ya, besok siapkan berkas-berkas mengenai calon klien yang mengajukan kerja sama dengan perusahaan. Besok akan kucek satu persatu mana kiranya yang berpotensi memperkuat posisi perusahaan untuk merambah ke jenjang lebih besar lagi.”Usai menuturkan apa tugas pertama Joshua besok, Feyana pamit pulang lebih dulu. Feyana tidak langsung menuju rumah ayahnya, melainkan berkeliling jalan raya
“Yasudah kalau kamu maunya begitu. Pertama-tama aku dan keluarga ingin mengucapkan terima kasih karena dirimu sudah membantu Rena. Aku baru tahu bahwa Rena mabuk-mabukan, jadi sungguh kaget ketika kamu bawa dia dalam keadaan setengah sadar seperti tadi,” jelas Randy yang terpaksa menunduk agar bisa sejajar dengan Feyana yang duduk nyaman di mobilnya.“Maksudmu, aku yang membuatnya mabuk? Wah, tak kusangka niat baikku malah dibalas dengan tuduhan seperti ini. Lain kali, akan kubiarkan siapapun dari keluargamu tanpa perlu kubantu,” tukas Feyana terdengar pura-pura terluka.Randy langsung menggeleng dan mengibaskan tangan, “Bukan begitu maksudku, Fey. Astaga, kamu salah paham. Aku dan keluargaku sungguh berterima kasih padamu. Jika tidak, mungkin Rena sudah tak terselamatkan di luaran sana.”Feyana hanya menaikkan sebelah sudut bibirnya merasa tinggi hati. Lalu, ketika dirasa tak ada yang perlu dirinya dengar dari Randy, Feyana menaikkan kaca mobilnya sambil menyalakan mesin mobilnya.“E
“Sean, ayo cepat keluar! Nanti terlambat ke sekolah, loh,” panggil Feyana yang sudah rapi berdiri di samping mobilnya. Ia beberapa kali melihat jam tangannya sambil berdecak resah karena rapat di kantornya akan dimulai sebentar lagi.Sean tampak keluar dari rumah dengan tas ransel yang hanya disampirkan di satu lengannya seraya berlari tergesa-gesa mendekati ibunya yang tampak kesal.Feyana melipat kedua tangan di dada sambil memicingkan mata ketika putranya itu berdiri di hadapannya. Bukannya merasa bersalah, Sean malah meringis menunjukkan deretan gigi rapinya itu, bermaksud membuat ibunya terbuai. Namun Feyana hanya diam melihatinya yang kemudian tampak salah tingkah.“Iya, maafkan aku, Mah. Tadi Sean bangunnya telat jadi terlambat begini. Sekarang, ayo berangkat keburu mamah ikutan telat ke kantornya!” elak Sean terdengar jujur.Feyana menjitak pelan kepala Sean sambil mendengus, “Makanya jangan begadang cuman untuk main game terus! Kamu pikir mamah gak tau kalau tiap malam kamu it
“Maaf, tapi kami sepakat untuk tidak menjawab pertanyaan tersebut. Bisakah, Anda menghargai privasi keluarga kami?!” sahut David menatap lurus dengan rahang yang mengeras pada wartawan itu.Wartawan yang mengajukan pertanyaan tampak gugup. Ia menatap ke arah teman-temannya yang sesama wartawan untuk minta bantuan, tapi tak ada satupun yang menghiraukannya. Mereka semua tentu tak mau berurusan dengan keluarga David yang akan merusak karier mereka dalam bidang ini. Tamat sudah riwayat wartawan wanita ini.David menyuruh seorang sekuriti yang berdiri tak jauh darinya. Hanya dengan jari telunjuknya, sekuriti itu mendekatinya dan mendengar bisikan David dengan baik. Sesuai perintah yang baru saja ia dapat dari atasannya, sekuriti itu berjalan mengendap lewat pintu belakang untuk membawa wartawan wanita tadi pergi meninggalkan ruangan.David kemudian memandang Feyana lalu memberinya anggukan meyakinkan bahwa semuanya akan aman.“Aku harap ini jadi pembelajaran bagi kalian semua untuk berhat
Feyana memandang nanar pada timbunan tanah yang ber-nisankan nama Sabrina. Air matanya terus bergulir meski sudah berulang kali diusap oleh suaminya yang berada di sampingnya. Kedua tangan Feyana sibuk menggendong Sean yang sedari tadi menangis. Sepertinya, bocah kecil ini menyadari bahwa ibunya sudah takkan lagi ada di dunia ini untuk menemaninya.Sayangnya Norma dan Imelda tidak bisa ikut ke pemakaman karena situasi mereka yang masih menjadi tahanan. Tentu saja ketika mendengar kabar kematian Sabrina dan kenyataan soal penyakitnya itu dari Feyana, mereka berdua sangat terpukul. Keduanya tak menyangka Sabrina tega menutupi kebenaran yang amat menyakitkan itu hanya agar tak membuat mereka khawatir.“Fey, ayo pulang. Kasihan Sean jika terus di sini, apalagi langit mulai mendung.” David mengajak Feyana pulang karena mereka sudah sangat lama di sana. Dirinya kasihan melihat wajah sembab istrinya dan tangisan pilu Sean yang tak kunjung reda.Feyana inginnya masih tetap di sana, namun meli
“Aku tak tahu pada siapa harus menitipkan Sean. Aku hanya percaya padamu, Fey.”Ucapan Sabrina itu terus-menerus terlintas di kepala Feyana. Ia pun berjalan tanpa minat ketika keluar dari rumah sakit, bahkan dia tak mengacuhkan David yang sedari tadi menatapnya penasaran. David ingin bertanya apa yang Feyana bicarakan dengan Sabrina sampai membuatnya tak fokus seperti sekarang, tapi melihat ratapan suram di mata Feyana membuatnya mengurungkan niat bertanya.“Fey, biar aku antar ke kantor aja, gak usah bawa mobil. Biar nanti si Joshua aku suruh ambil mobilmu di sini,” sergah David tidak yakin dengan Feyana yang kurang fokus ketika nanti menyetir di jalan.Feyana menggeleng dan ingin tetap menyetir sendiri, namun David mencegahnya dengan mengambil kunci mobilnya lalu menggandengnya agar masuk ke mobil David.“Aku tidak mau ambil risiko kamu kenapa-napa kalau tetap memaksa menyetir sendiri. Kita langsung menuju kantormu saja, aku antar,” tegas David tanpa boleh dibantah.Ketika sudah dud
Sabrina menatap nanar pada Feyana yang diam kaku tak berkutik setelah mendengar permintaannya yang terdengar gila. Sabrina akui dia tak memiliki siapapun yang bisa dipercayainya, bahkan keluarga saja sudah tak punya. Dirinya hanya memiliki Sean yang terpaksa dititipkannya di panti asuhan selama ia menjalani proses hukuman penjara.“Hanya kamu yang terlintas di pikiranku, Fey. Aku tentu takkan rela berikan hak asuh Sean pada ayahnya, si Leon. Bahkan pria itu saja tak tahu bahwa dia memiliki putra.”“Apa kamu sudah memikirkan keputusanmu itu matang-matang? Aku bukan beralasan mau menolak, tapi tanggung-jawab ini terlalu besar. Apa kamu seyakin ini padaku? Dan mau sampai kapan kamu menutupi kebenaran bahwa Sean adalah darah dagingnya Leon? Tidak ada yang bisa menutupi rahasia selamanya, Na.”Feyana mengusap air mata yang merembes di pipi Sabrina dengan sebelah tangan yang tidak digenggam oleh Sabrina. Baru kali ini ia melihat kesedihan teramat dalam di wajah Sabrina yang tergambar jelas.
Feyana pagi-pagi sudah gaduh tak karuan, membuat suaminya yang masih nyenyak bergelung di selimut merasa terusik. Sambil memperhatikan Feyana bolak-balik di kamar, David menegurnya perlahan.“Ada apa panik banget, sih? Gak biasanya kamu begini.’”Feyana hanya menoleh sekilas pada suaminya yang masih bersantai di kasur. Ia menjelaskan dengan sekedarnya kalau mendapat kabar jika Sabrina, salah satu temannya yang ada di sel penjara waktu itu sekarang sedang menjalani perawatan di rumah sakit, bahkan sampai harus opname.“Kalau sampai opname begitu, berarti sakitnya serius. Aku mau ke sana untuk melihat kondisinya. Semoga saja Sabrina tidak apa-apa,” lontar Feyana lalu menyabet tasnya yang ada gantungan.“Aku berangkat dulu, ya. Bye!” ujarnya sambil menyempatkan diri memberikan ciuman selamat pagi untuk David.David menghela napas salut pada Feyana yang tampak sangat peduli pada temannya yang satu sel dengannya itu. Bahkan sejak keluar dari penjara dirinya membuat jadwal rutin untuk menje
Feyana dan David dalam perjalanan pulang, bersisian di dalam mobil tapi senyap sejak 15 menit yang lalu. David berulang kali menatap sebentar istrinya yang terlihat sedang memikirkan sesuatu. Karena tak kunjung mendapat perhatian, David mengelus punggung tangan Feyana dengan sebelah tangannya yang bebas dari menyetir.“Lagi mikirin apa?”Feyana barulah menoleh padanya lalu menyengir kecil membuat David mengangkat sebelah alisnya bingung. “Soal Joshua dan Mitha, ya? Kamu kenapa ngebet banget jodohin mereka, sih? Padahal kalau dipikir-pikir yang dikatakan Joshua memang benar, kita belum terlalu kenal soal Mitha. Iya kita memang lihatnya Mitha wanita yang baik dan tidak neko-neko, tapi siapa tahu itu hanya topengnya semata.”Seperti bisa membaca apa yang sedang Feyana pikirkan, David menuturkan hal demikian dengan raut wajah tenang tanpa menunjukkan emosi apapun, itu agar Feyana juga tak merasa tersinggung.Feyana mencebik sambil menyahuti, “Tapi aku merasa kasihan pada Joshua yang sudah
“Aku malah bermaksud ingin menyingkirkan Randy di saat kontrak kerja dengannya berakhir. Aku senang kamu melakukannya lebih cepat, Dav.”Tanggapan di luar dugaan dari Feyana membuat David menganga tak percaya. Semenit kemudian ia barulah bisa mengulum senyuman karena ternyata Feyana tidak marah dan malah sejalan dengannya.“Jadi kuharap kita tak lagi bersitegang hanya karena Randy dan keluarganya. Aku muak kita bertengkar perihal mereka,” kata Feyana yang diangguki semangat oleh suaminya.“Aku akan membereskan Randy dan keluarganya agar tidak akan pernah muncul di hadapan kita lagi. Tenang saja, aku tidak bermaksud membunuh mereka, hanya saja ingin mengusir mereka dari kota ini. Jika mereka berada di tempat yang jauh, tak mungkin bisa mengganggu kita lagi,” cetus David sembari mengambil ponselnya untuk menghubungi orang suruhannya.Kening David mengerut ketika mengobrol beberapa saat dengan seseorang di telepon. Setelahnya ia memutuskan sambungan dan memberi tatapan linglung pada Feya
Feyana melihat Joshua tak berkutik mendengar pertanyaannya yang cukup menohok itu. Karena melihat pria di depannya itu hanya diam tak menyahut, Feyana yang kembali bersuara. “Aku tak sengaja melihat Randy ada di rumah sakit ini. Dia dirawat karena mengalami patah tulang dan berakhir cacat usai dioperasi. Kamu tahu apa yang membuatku merasa tersinggung? Ketika aku menghadapi keluarga Randy seorang diri demi menjaga martabatnya suamiku. Tapi aku merasa kasihan pada diriku sendiri sebab membela orang yang malah membohongiku. Kamu mengerti bagaimana bencinya aku saat kutahu bahwa David membohongiku dari keluarganya Randy? Mereka semua saling menyerangku waktu itu, dan aku diam tak berkutik dalam hati, tapi pura-pura berani pada mereka dengan membual soal ancaman untuk menakutinya.”Feyana menenggak minuman di gelasnya secara brutal dan meletakkan kembali gelasnya dengan keras sampai terdengar bunyi berdentum. Tatapan tajam menusuk Feyana yang memerah menahan amarah membuat Joshua was-was