“Sherin ada di mana? Aku mau tidur kalau ada dia di sini,” ucap David memohon pada Feyana ketika istrinya itu menyuruhnya agar lekas tidur sebab hari sudah makin larut.Ingin rasanya Feyana melempar botol mineral yang ada di tangannya ke kepala David. Niat hati ingin minum lalu bersiap untuk tidur karena matanya sudah sangat berat, malah emosinya dipancing oleh David yang merengek minta Sherin yang menemani bukan Feyana yang notabene adalah istri sahnya.“Kamu pikir Sherin kerja untuk menjagamu saja? Heh, jangan banyak mau! Ini sudah malam dan Sherin udah pulang sejak tadi. Atau kalau kamu masih ngeyel begini, biar kubuat kamu pingsan dengan botol ini, mau?” semprot Feyana dengan ucapan nyelekitnya.David langsung meneguk ludah pelan dan buru-buru menarik selimut untuk tidur. Padahal dirinya hanya ingin mengerjai Feyana saja, tapi malah dapat tanggapan sarkas begini. Yah, tidak kaget juga dengan sikap Feyana yang memang begitu.Setelah melihat David sudah menutup mata rapat, meski ter
Sosok itu menoleh dengan cepat menatap Feyana yang berdiri mematung di ambang pintu. Keadaan temaram membuat Feyana tak bisa melihat jelas sosok yang mulai berdiri dan ingin mendekatinya. Feyana spontan memundurkan diri sambil memicingkan mata agar bisa melihat jelas sosok itu.“Ini aku David bukan hantu.”Napas Feyana melengos begitu saja ketika mendengar dan mengenali suara David. Ia berjalan mendekati saklar lampu yang cahayanya jauh lebih terang. Memang sengaja Feyana tadi matikan agar David tidak silau saat mau tidur dan dirinya lupa nyalakan kembali.“Sedang apa kamu dengan laptopku?” tanya Feyana sambil mengecek laptopnya, khawatir kalau David merusak pekerjaannya.Namun Feyana dibuat terkesima karena pekerjaannya membuat laporan hampir selesai, padahal tadi masih kurang separuh. Feyana menatap salut pada David yang kembali duduk di bangsalnya.“Terima kasih sudah membantuku. Meskipun ingatanmu dalam mengenali keluargamu sendiri sedang bermasalah, tapi ternyata tidak berpengaru
Feyana dibuat sibuk seharian ini karena jadwalnya yang padat untuk meeting dan bertemu beberapa klien. Ia tak tahu kenapa Randy tak bisa dihubungi dan itu sangat menjengkelkan baginya, sebab tugas Randy menjadi sekretaris untuk membantunya dalam bekerja malah diabaikannya.“Pokoknya awas saja kalau dia datang ke kantor, aku akan memakinya habis-habisan. Aku pastikan dia dapat sanksi keras karena kelalaiannya dalam bekerja. Sudah tak masuk tanpa absen, semua tugasnya malah diabaikan begini.”Feyana sudah mendumel sejak tadi, entah ke berapa kalinya ia mengumpati Randy. Feyana kemudian kembali ke ruang rapat untuk meeting dengan karyawannya membahas rancangan kerja untuk bulan depan.“Apa tidak ada satupun yang tahu keberadaannya atau bisa menghubungi Randy sampai sekarang?” tanya Feyana setelah meeting hampir 2 jam itu selesai.Semua menggelengkan membuat Feyana menghela napas. Jika begini, bukankah kelakuan Randy sudah sangat keterlaluan?“Kalau begitu mulai saat ini Randy akan dipeca
Joshua menggaruk tengkuknya mencoba terlihat biasa saja. “Yah, aku hanya menebak saja jika nanti David sudah kembali ingatannya pasti mengamuk karena aku tidak becus menjagamu. Suamimu kan memang protektif sekali padamu,” elaknya diiringi senyum tipisnya.Feyana ber-oh ria mendengarnya. “Aku jadi rindu cerewetnya dia ketika aku terluka sedikit saja. Kapan dia bisa ingat denganku lagi dan kembali jadi David yang mencintaiku sangat hebat seperti dulu, ya?”Joshua mengalihkan pertanyaan Feyana yang tak bisa ia tanggapi secara benar. Dirinya mengajak diskusi Feyana soal karyawan yang seperti cocok dijadikan sekretaris sementara menggantikan posisi Randy yang kosong.Feyana memperhatikan Joshua yang mengeluarkan pendapatnya sambil maneruskan makan. Dirinya mengangguk setuju ketika Joshua selesai memberi point penting kenapa ia memilih salah satu dari kandidat yang ada.“Aku juga awalnya ingin memilih dia karena menurutku selain profilnya yang bagus, kupikir dia terlihat dari penampilannya s
Baik Joshua maupun Mitha, keduanya langsung terbatuk mendengar ucapan Feyana yang terlalu lugas itu. Feyana sendiri hanya senyum-senyum melihat wajah mereka malah merona tak karuan. Ia kemudian berdiri untuk duduk di kursi kerjanya sendiri. Ia mengambil beberapa map cukup tebal lalu meminta Mitha untuk mengerjakannya.“Seminggu lagi serahkan laporan hasil pekerjaanmu ke meja kerjaku, Mit! Oh iya, kalau pekerjaanmu bagus selama seminggu ini, nantinya aku akan pilih kamu untuk jadi sekretaris pribadiku secara permanen. Jadi, kuharap kamu bisa gunakan kesempatan ini untuk menunjukkan bakatmu.”Mitha mengangguk mengerti seraya menerima map itu dengan sopan. Ia lalu pamit undur diri pergi ke mejanya yang mulai sekarang akan berada di depan ruangan Feyana.Feyana mempersilakan Mitha pergi lalu dirinya sendiri juga akan pergi dengan Joshua menuju rumah sakit. Pekerjaan Feyana sudah selesai hari ini ditambah Mitha sudah bisa menangani beberapa berkasnya yang lain.“Kita langsung ke rumah saki
Feyana hanya memandang dingin pada mereka berdua dan berdiri tak lama kemudian. “Kalian gak usah makan aja kalau gitu. Biar aku dan dua bocah ini yang habiskan, iya kan Jer, Al?” tegasnya dengan muka sinis.Alysa dan Jerome yang menyadari suasana tidak kondusif memilih netral dan hanya mengangguk patah-patah ketika Feyana mengambil duduk di sisi mereka untuk menikmati makan buah. Kedua remaja ini berusaha untuk fokus pada PR mereka, mengacuhkan delikan tajam Feyana yang tertuju pada David dan Joshua yang ada di bangsal.Lama-kelamaan Joshua tidak kuat terus ditatap mendelik oleh Feyana yang mulutnya tetap mengunyah buah anggur maupun semangka. Sepertinya Feyana serius dengan ucapannya untuk menghabiskan buah itu tanpa membaginya pada kedua pria dewasa ini.“Kak, tugas sekolahku dengan Alysa sudah selesai. Ini juga udah mau malam, kami pamit pulang dulu, ya.” Jerome berusaha terdengar normal dengan nada suaranya.Barusan Alysa memang mengiriminya pesan singkat lewat chat untuk membawan
Feyana yang awalnya ingin beli makanan di kantin rumah sakit dibuat penasaran waktu melihat Rena dan mantan ibu mertuanya sedang jalan dengan tergesa-gesa melewati koridor rumah sakit, sampai mereka bahkan tak menyadari sedang berpapasan dengan Feyana. Yah, memang keadaan koridor yang sedikit temaram mungkin membuat mereka tak mengenali bahwa itu Feyana.“Sedang apa mereka di rumah sakit malam-malam begini? Terlihat panik juga,” monolog Feyana menoleh melihat mereka yang berbelok ke lorong sebelah kiri.Entah dorongan dari mana, tapi Feyana merasa cukup penasaran dengan keberadaan dua wanita yang dulu menghiasi masa lalunya cukup buruk itu. Jika memang mereka tertimpa musibah, mungkin tak ada salahnya untuk Feyana menertawakan penderitaan mereka sebentar. Hitung-hitung melihat hukum karma sedang bekerja dan Feyana dipersilakan menyaksikannya.Feyana juga ingin menanyakan perihal Randy yang tak ada kabarnya, pasti keluarganya tahu apa yang terjadi pada pria itu. Bukan karena Feyana mas
“Dengarkan dulu penjelasanku, Fey!”Feyana menulikan pendengarannya dan keluar dari ruang rawatnya David dengan amarah memuncaknya. Ia bahkan tak peduli bahwa di dalam sana David berusaha mengejarnya namun terhalang dengan selang infus yang dipasang di tangannya, terlebih rasa pusing tiba-tiba menjalar efek obat yang diminumnya tadi.Tak mau Feyana pergi dengan suasana hati yang berantakan dan salah paham padanya, David segera menghubungi Joshua.“Cepat ke sini! Feyana sudah tahu kalau aku pura-pura amnesia dan dia marah besar padaku saat ini. Aku tidak kuat mengejarnya karena tubuhku lemah saat ini,” lontar David di telepon.Joshua yang ada di seberang sambungan mengangguk mengerti. Ia menepuk jidat pasrah jika nanti Feyana ikut memusuhinya. Di benaknya ia penasaran bagaimana Feyana bisa tahu padahal hanya dirinya dan David yang tentu saja sengaja menutupi serapat mungkin, bahkan tak segan menutup mulut para Dokter yang bertugas merawatnya.*****Feyana berjalan cepat menuju parkiran
“Sean, ayo cepat keluar! Nanti terlambat ke sekolah, loh,” panggil Feyana yang sudah rapi berdiri di samping mobilnya. Ia beberapa kali melihat jam tangannya sambil berdecak resah karena rapat di kantornya akan dimulai sebentar lagi.Sean tampak keluar dari rumah dengan tas ransel yang hanya disampirkan di satu lengannya seraya berlari tergesa-gesa mendekati ibunya yang tampak kesal.Feyana melipat kedua tangan di dada sambil memicingkan mata ketika putranya itu berdiri di hadapannya. Bukannya merasa bersalah, Sean malah meringis menunjukkan deretan gigi rapinya itu, bermaksud membuat ibunya terbuai. Namun Feyana hanya diam melihatinya yang kemudian tampak salah tingkah.“Iya, maafkan aku, Mah. Tadi Sean bangunnya telat jadi terlambat begini. Sekarang, ayo berangkat keburu mamah ikutan telat ke kantornya!” elak Sean terdengar jujur.Feyana menjitak pelan kepala Sean sambil mendengus, “Makanya jangan begadang cuman untuk main game terus! Kamu pikir mamah gak tau kalau tiap malam kamu it
“Maaf, tapi kami sepakat untuk tidak menjawab pertanyaan tersebut. Bisakah, Anda menghargai privasi keluarga kami?!” sahut David menatap lurus dengan rahang yang mengeras pada wartawan itu.Wartawan yang mengajukan pertanyaan tampak gugup. Ia menatap ke arah teman-temannya yang sesama wartawan untuk minta bantuan, tapi tak ada satupun yang menghiraukannya. Mereka semua tentu tak mau berurusan dengan keluarga David yang akan merusak karier mereka dalam bidang ini. Tamat sudah riwayat wartawan wanita ini.David menyuruh seorang sekuriti yang berdiri tak jauh darinya. Hanya dengan jari telunjuknya, sekuriti itu mendekatinya dan mendengar bisikan David dengan baik. Sesuai perintah yang baru saja ia dapat dari atasannya, sekuriti itu berjalan mengendap lewat pintu belakang untuk membawa wartawan wanita tadi pergi meninggalkan ruangan.David kemudian memandang Feyana lalu memberinya anggukan meyakinkan bahwa semuanya akan aman.“Aku harap ini jadi pembelajaran bagi kalian semua untuk berhat
Feyana memandang nanar pada timbunan tanah yang ber-nisankan nama Sabrina. Air matanya terus bergulir meski sudah berulang kali diusap oleh suaminya yang berada di sampingnya. Kedua tangan Feyana sibuk menggendong Sean yang sedari tadi menangis. Sepertinya, bocah kecil ini menyadari bahwa ibunya sudah takkan lagi ada di dunia ini untuk menemaninya.Sayangnya Norma dan Imelda tidak bisa ikut ke pemakaman karena situasi mereka yang masih menjadi tahanan. Tentu saja ketika mendengar kabar kematian Sabrina dan kenyataan soal penyakitnya itu dari Feyana, mereka berdua sangat terpukul. Keduanya tak menyangka Sabrina tega menutupi kebenaran yang amat menyakitkan itu hanya agar tak membuat mereka khawatir.“Fey, ayo pulang. Kasihan Sean jika terus di sini, apalagi langit mulai mendung.” David mengajak Feyana pulang karena mereka sudah sangat lama di sana. Dirinya kasihan melihat wajah sembab istrinya dan tangisan pilu Sean yang tak kunjung reda.Feyana inginnya masih tetap di sana, namun meli
“Aku tak tahu pada siapa harus menitipkan Sean. Aku hanya percaya padamu, Fey.”Ucapan Sabrina itu terus-menerus terlintas di kepala Feyana. Ia pun berjalan tanpa minat ketika keluar dari rumah sakit, bahkan dia tak mengacuhkan David yang sedari tadi menatapnya penasaran. David ingin bertanya apa yang Feyana bicarakan dengan Sabrina sampai membuatnya tak fokus seperti sekarang, tapi melihat ratapan suram di mata Feyana membuatnya mengurungkan niat bertanya.“Fey, biar aku antar ke kantor aja, gak usah bawa mobil. Biar nanti si Joshua aku suruh ambil mobilmu di sini,” sergah David tidak yakin dengan Feyana yang kurang fokus ketika nanti menyetir di jalan.Feyana menggeleng dan ingin tetap menyetir sendiri, namun David mencegahnya dengan mengambil kunci mobilnya lalu menggandengnya agar masuk ke mobil David.“Aku tidak mau ambil risiko kamu kenapa-napa kalau tetap memaksa menyetir sendiri. Kita langsung menuju kantormu saja, aku antar,” tegas David tanpa boleh dibantah.Ketika sudah dud
Sabrina menatap nanar pada Feyana yang diam kaku tak berkutik setelah mendengar permintaannya yang terdengar gila. Sabrina akui dia tak memiliki siapapun yang bisa dipercayainya, bahkan keluarga saja sudah tak punya. Dirinya hanya memiliki Sean yang terpaksa dititipkannya di panti asuhan selama ia menjalani proses hukuman penjara.“Hanya kamu yang terlintas di pikiranku, Fey. Aku tentu takkan rela berikan hak asuh Sean pada ayahnya, si Leon. Bahkan pria itu saja tak tahu bahwa dia memiliki putra.”“Apa kamu sudah memikirkan keputusanmu itu matang-matang? Aku bukan beralasan mau menolak, tapi tanggung-jawab ini terlalu besar. Apa kamu seyakin ini padaku? Dan mau sampai kapan kamu menutupi kebenaran bahwa Sean adalah darah dagingnya Leon? Tidak ada yang bisa menutupi rahasia selamanya, Na.”Feyana mengusap air mata yang merembes di pipi Sabrina dengan sebelah tangan yang tidak digenggam oleh Sabrina. Baru kali ini ia melihat kesedihan teramat dalam di wajah Sabrina yang tergambar jelas.
Feyana pagi-pagi sudah gaduh tak karuan, membuat suaminya yang masih nyenyak bergelung di selimut merasa terusik. Sambil memperhatikan Feyana bolak-balik di kamar, David menegurnya perlahan.“Ada apa panik banget, sih? Gak biasanya kamu begini.’”Feyana hanya menoleh sekilas pada suaminya yang masih bersantai di kasur. Ia menjelaskan dengan sekedarnya kalau mendapat kabar jika Sabrina, salah satu temannya yang ada di sel penjara waktu itu sekarang sedang menjalani perawatan di rumah sakit, bahkan sampai harus opname.“Kalau sampai opname begitu, berarti sakitnya serius. Aku mau ke sana untuk melihat kondisinya. Semoga saja Sabrina tidak apa-apa,” lontar Feyana lalu menyabet tasnya yang ada gantungan.“Aku berangkat dulu, ya. Bye!” ujarnya sambil menyempatkan diri memberikan ciuman selamat pagi untuk David.David menghela napas salut pada Feyana yang tampak sangat peduli pada temannya yang satu sel dengannya itu. Bahkan sejak keluar dari penjara dirinya membuat jadwal rutin untuk menje
Feyana dan David dalam perjalanan pulang, bersisian di dalam mobil tapi senyap sejak 15 menit yang lalu. David berulang kali menatap sebentar istrinya yang terlihat sedang memikirkan sesuatu. Karena tak kunjung mendapat perhatian, David mengelus punggung tangan Feyana dengan sebelah tangannya yang bebas dari menyetir.“Lagi mikirin apa?”Feyana barulah menoleh padanya lalu menyengir kecil membuat David mengangkat sebelah alisnya bingung. “Soal Joshua dan Mitha, ya? Kamu kenapa ngebet banget jodohin mereka, sih? Padahal kalau dipikir-pikir yang dikatakan Joshua memang benar, kita belum terlalu kenal soal Mitha. Iya kita memang lihatnya Mitha wanita yang baik dan tidak neko-neko, tapi siapa tahu itu hanya topengnya semata.”Seperti bisa membaca apa yang sedang Feyana pikirkan, David menuturkan hal demikian dengan raut wajah tenang tanpa menunjukkan emosi apapun, itu agar Feyana juga tak merasa tersinggung.Feyana mencebik sambil menyahuti, “Tapi aku merasa kasihan pada Joshua yang sudah
“Aku malah bermaksud ingin menyingkirkan Randy di saat kontrak kerja dengannya berakhir. Aku senang kamu melakukannya lebih cepat, Dav.”Tanggapan di luar dugaan dari Feyana membuat David menganga tak percaya. Semenit kemudian ia barulah bisa mengulum senyuman karena ternyata Feyana tidak marah dan malah sejalan dengannya.“Jadi kuharap kita tak lagi bersitegang hanya karena Randy dan keluarganya. Aku muak kita bertengkar perihal mereka,” kata Feyana yang diangguki semangat oleh suaminya.“Aku akan membereskan Randy dan keluarganya agar tidak akan pernah muncul di hadapan kita lagi. Tenang saja, aku tidak bermaksud membunuh mereka, hanya saja ingin mengusir mereka dari kota ini. Jika mereka berada di tempat yang jauh, tak mungkin bisa mengganggu kita lagi,” cetus David sembari mengambil ponselnya untuk menghubungi orang suruhannya.Kening David mengerut ketika mengobrol beberapa saat dengan seseorang di telepon. Setelahnya ia memutuskan sambungan dan memberi tatapan linglung pada Feya
Feyana melihat Joshua tak berkutik mendengar pertanyaannya yang cukup menohok itu. Karena melihat pria di depannya itu hanya diam tak menyahut, Feyana yang kembali bersuara. “Aku tak sengaja melihat Randy ada di rumah sakit ini. Dia dirawat karena mengalami patah tulang dan berakhir cacat usai dioperasi. Kamu tahu apa yang membuatku merasa tersinggung? Ketika aku menghadapi keluarga Randy seorang diri demi menjaga martabatnya suamiku. Tapi aku merasa kasihan pada diriku sendiri sebab membela orang yang malah membohongiku. Kamu mengerti bagaimana bencinya aku saat kutahu bahwa David membohongiku dari keluarganya Randy? Mereka semua saling menyerangku waktu itu, dan aku diam tak berkutik dalam hati, tapi pura-pura berani pada mereka dengan membual soal ancaman untuk menakutinya.”Feyana menenggak minuman di gelasnya secara brutal dan meletakkan kembali gelasnya dengan keras sampai terdengar bunyi berdentum. Tatapan tajam menusuk Feyana yang memerah menahan amarah membuat Joshua was-was