“Memangnya kenapa? Kan hanya waktu seperti ini, aku boleh keluar menghirup udara bebas dan bertemu kalian. Apa salahnya, sih,” ucap Feyana tak acuh sambil berjongkok di tempat yang sama dengan mereka bertiga.Sabrina dan Imelda menggelengkan kepala keras. Menarik lengan Feyana agar berdiri yang tentu saja membuat empunya mengerang kesakitan karena tarikan tak sabaran mereka.“Kamu balik lagi aja ke selmu! Mumpung Emily belum datang ke sini,” suruh mereka memaksa.Feyana menolak lalu menghempas tangan-tangan mereka yang memegangi tubuhnya. Ia sama sekali tidak takut pada Emily. Ia sudah punya rencana untuk menjatuhkannya, hanya tinggal menunggu waktu saja.“Kamu bisa hancur di tanganku dan petarung yang Emily punya.”Seketika Feyana langsung mengernyit kaget dengar ucapannya Norma yang sedikit tak acuh padanya. Ketika Imelda dan Sabrina masih kukuh menarik-narik lengannya untuk berdiri, hanya Norma yang sejak tadi tak terlalu menunjukkan ekspresi paniknya.“Apa maksudnya?” lontar Feyan
Feyana berada dalam IGD di rumah sakit. Banyak yang menunggui dirinya di luar pintu IGD dengan harap-harap cemas. David yang paling sulit mengendalikan dirinya. Ia mau marah, tapi tak tahu pada siapa. Ia terus saja mencerca dengan kata-kata kasar untuk melampiaskan amarahnya. Tak ada yang bisa menenangkannya, karena hanya Feyana yang mampu sedangkan perempuan itu sedang di dalam mengadu nasibnya.“Cepat cari tahu siapa dalangnya! Kuberi kamu waktu sampai nanti malam. Jika tak segera melaporkannya padaku, kamu yang akan terima akibatnya.” David sedang bertelepon dengan seorang bawahannya dengan tekanan emosi yang belum mereda. Ia lalu mematikan telepon sepihak dan kembali mondar-mandir penuh kepanikan.“Suruh anakmu itu untuk duduk! Dia bikin tambah pusing saja melihatnya mondar-mandir,” keluh ayahnya David menyenggol pelan sang istri.Ibu David berdiri mendekati David dan membujuknya untuk duduk. Semuanya juga sama khawatirnya dengan David, tapi tak harus sampai resah berlebihan seper
Yang diduga Joshua memang benar apa adanya. Ia sekarang sedang menghadiri pesta pernikahan Rena dan Leon yang digelar cukup mewah padahal jelas-jelas ayahnya Leon sedang tersandung kasus korupsi. Dengan sedikit kegugupan yang menggerayanginya, Joshua memberanikan diri untuk masuk ke dalam.“Dari pihak mempelai perempuan atau lelaki?” tanya seorang wanita yang bertugas mengurus buku tamu acara pesta.Joshua tersenyum kecut sambil menggaruk belakang tengkuknya. “Aku perwakilan dari teman mempelai perempuan yang kebetulan tidak bisa hadir. Apa boleh aku masuk ke dalam?” jelasnya mencoba tidak terdengar gagap. Dirinya lupa tidak membawa undangannya padahal sebelum ke sini sudah diberikan oleh David.Wanita itu menatap Joshua agak selektif lalu mengangguk memberi izin. “Tolong tanda-tangan di bagian sini, ya,” ungkapnya menuntun Joshua agar membubuhkan tanda tangannya di bagian yang sudah disiapkan.Usai selesai dengan urusan buku tamu, Joshua pun menaruh sejumlah uang yang David sudah tit
Seperti komando yang tak bisa dibantah, David langsung menyuruh bawahannya yang paling ia percaya untuk segera bertindak. Ia sudah mendengarnya langsung dari Feyana apa yang sebenarnya terjadi di dalam penjara. Bukan hanya ketidakadilan, melainkan sebuah kolusi yang membuat ia ikut mual mendengarnya.Ia tak menyangka bahwa Emily sampai menjadi wanita simpanan seorang Irjen dan membuat hierarki menggilakan seperti yang Feyana bilang. Yang paling membuatnya tak bisa terima adalah Emily berani mengusik Feyana hingga separah ini.“Aku sudah menyuruh tangan kananku untuk mulai bergerak, Fey. Setelah dirimu sembuh dan dikembalikan ke sel, maka rencana ini akan langsung dilaksanakan. Kamu yang akan memimpin pembelotan ini.”Feyana mengangguk siap ketika suaminya mengelus kepalanya dengan lembut untuk menyalurkan semangat. “Kamu gak sendirian. Ada aku yang selalu ada untukmu, dan jangan lupakan orang-orang di sekelilingmu yang begitu menyayangimu. Aku akan dukung apapun keputusanmu, Sayang.”
Kabar menggemparkan terjadi di pagi hari yang sibuk. Bahkan saat masih dini hari pun, orang-orang sudah berlalu lalang menimbulkan suara mengganggu. Banyak mulut yang saling bicara dan kaki yang melangkah ke sana- ke mari.Tewasnya seorang Irjen Polisi dan salah satu tahanan perempuan menjadikan Penjara ini menjadi berita utama dan trending di setiap saluran informasi. Banyak yang mau mengusut tuntas apa yang sebenarnya terjadi dalam tragedi berdarah semalam.Feyana yang ada di selnya sesekali menggigit resah kuku jarinya. Ia sudah menolak untuk melakukan wawancara dengan berbagai pihak yang sejak tadi memaksanya untuk menjadi saksi.“Anda tidak bisa hanya diam saja ketika teman sel sebelahmu mati. Anda harus bicara dan katakan apa yang Anda tahu agar penyelidikan ini bisa menemui titik terang! Banyak yang menyoroti masalah ini,” ucap salah seorang Penyidik yang berusaha tetap membujuk Feyana agar mau diajak kompromi.Feyana menggerutu, “Aku tidak berteman dengan tahanan di sel sebel
“Jadi, saya menawarkan sebuah kesepakatan dan penyelesaian. Kasus ini hanya akan berhenti dengan tersangka Emily yang dinyatakan sebagai pelakunya. Kita bisa mengarang cerita bahwa Widia yang tak terima saat tahu bahwa Emily si Musuh Bebuyutannya menjalin hubungan gelap dengan seorang Irjen Polisi. Widia mengancam akan membongkar hubungan terlarang mereka kepada khalayak jika tidak menerima tuntutannya untuk dibebaskan, lalu Emily kalap dan berusaha membunuh Widia. Tidak tahunya Widia cukup mumpuni untuk lolos darinya dan merebut pistol di tangannya.”“Setelahnya seperti yang kita lihat di CCTV. Irjen itu menodongkan senjata pada Widia dan mereka terlibat baku tembak hingga menewaskan keduanya. Emily selamat dalam hal ini, dan dia harus membusuk di penjara!"Feyana menganga mendengar apa yang barusan diucapkan David dengan suara baritonnya yang tegas tanpa gugup sama sekali. Feyana hanya menjadi penyimak di rapat penting dan sangat rahasia ini. Yang ia tahu pasti, kematian Irjen Pol b
2 bulan berlalu sejak kejadian tewasnya Irjen Polisi dan seorang tahanan bernama Widia karena baku tembak. Terungkap bahwa Widia marah karena diperlakukan tak adil saat menjadi tahanan dan memutuskan berontak. Ia yang mengetahui fakta bahwa sel penyisihan dibuat karena kepentingan pribadi dan perselingkuhan Emily dengan Irjen Polisi itu membuatnya kebakaran jenggot. Emily dan Widia memang dirumorkan tak pernah akur.Kasus ditutup dengan segala kesalahan dilimpahkan pada Emily. Widia dinyatakan tak bersalah dan Irjen Polisi yang sudah tewas itu dicopot dari jabatannya dengan tidak hormat karena menodai citra kepolisian.“Kamu ikut olahraga di lapangan atau enggak hari ini?” tanya Imelda ketika dirinya dan dua lainnya sudah bersiap untuk dibukakan pintu sel.“Tidak—Aku akan bertemu dengan orang yang menjengukku hari ini. Kalian bersenang-senang saja di sana,” balas Feyana tersenyum tipis.Feyana dan para tahanan lainnya tak lagi merinding ketika waktunya olahraga tiap minggu di lapangan
Malam ini Feyana dengan diam-diam dibukakan pintu selnya oleh seorang Polisi yang berjaga. Polisi yang diajaknya bekerja sama waktu itu dan menolaknya, kini satu tim dengannya.“Udah mati semua CCTV nya kan?” tanya Feyana berbisik padanya.“Aman. Semuanya sudah diatur agar kamu gak ketahuan,” ungkapnya dengan yakin.Feyana tersenyum mengangguk dan keluar dari selnya dengan tenang. Kedua orang ini lalu berjalan menuju ruangan khusus untuk berkunjung para tahanan, tentu saja dengan semua kamera pengawas yang menuju ke sana dinon-aktifkan.Feyana membuka pintu ruangan dan tersenyum lebar ketika orang yang dinantinya akhirnya bisa bertemu dengannya. Feyana dengan haru memeluknya, melampiaskan rasa kasihan dan senang secara bersamaan.“Bagaimana dengan lukamu? Apa sudah pulih benar? Jika belum, kamu bisa menundanya lebih lama lagi untuk menjalani perawatan.” Feyana bercelatuk ketika pelukan sudah terlepas.David yang berada di sisi Feyana, bahkan diacukannya. Istrinya itu lebih perhatian p
“Sean, ayo cepat keluar! Nanti terlambat ke sekolah, loh,” panggil Feyana yang sudah rapi berdiri di samping mobilnya. Ia beberapa kali melihat jam tangannya sambil berdecak resah karena rapat di kantornya akan dimulai sebentar lagi.Sean tampak keluar dari rumah dengan tas ransel yang hanya disampirkan di satu lengannya seraya berlari tergesa-gesa mendekati ibunya yang tampak kesal.Feyana melipat kedua tangan di dada sambil memicingkan mata ketika putranya itu berdiri di hadapannya. Bukannya merasa bersalah, Sean malah meringis menunjukkan deretan gigi rapinya itu, bermaksud membuat ibunya terbuai. Namun Feyana hanya diam melihatinya yang kemudian tampak salah tingkah.“Iya, maafkan aku, Mah. Tadi Sean bangunnya telat jadi terlambat begini. Sekarang, ayo berangkat keburu mamah ikutan telat ke kantornya!” elak Sean terdengar jujur.Feyana menjitak pelan kepala Sean sambil mendengus, “Makanya jangan begadang cuman untuk main game terus! Kamu pikir mamah gak tau kalau tiap malam kamu it
“Maaf, tapi kami sepakat untuk tidak menjawab pertanyaan tersebut. Bisakah, Anda menghargai privasi keluarga kami?!” sahut David menatap lurus dengan rahang yang mengeras pada wartawan itu.Wartawan yang mengajukan pertanyaan tampak gugup. Ia menatap ke arah teman-temannya yang sesama wartawan untuk minta bantuan, tapi tak ada satupun yang menghiraukannya. Mereka semua tentu tak mau berurusan dengan keluarga David yang akan merusak karier mereka dalam bidang ini. Tamat sudah riwayat wartawan wanita ini.David menyuruh seorang sekuriti yang berdiri tak jauh darinya. Hanya dengan jari telunjuknya, sekuriti itu mendekatinya dan mendengar bisikan David dengan baik. Sesuai perintah yang baru saja ia dapat dari atasannya, sekuriti itu berjalan mengendap lewat pintu belakang untuk membawa wartawan wanita tadi pergi meninggalkan ruangan.David kemudian memandang Feyana lalu memberinya anggukan meyakinkan bahwa semuanya akan aman.“Aku harap ini jadi pembelajaran bagi kalian semua untuk berhat
Feyana memandang nanar pada timbunan tanah yang ber-nisankan nama Sabrina. Air matanya terus bergulir meski sudah berulang kali diusap oleh suaminya yang berada di sampingnya. Kedua tangan Feyana sibuk menggendong Sean yang sedari tadi menangis. Sepertinya, bocah kecil ini menyadari bahwa ibunya sudah takkan lagi ada di dunia ini untuk menemaninya.Sayangnya Norma dan Imelda tidak bisa ikut ke pemakaman karena situasi mereka yang masih menjadi tahanan. Tentu saja ketika mendengar kabar kematian Sabrina dan kenyataan soal penyakitnya itu dari Feyana, mereka berdua sangat terpukul. Keduanya tak menyangka Sabrina tega menutupi kebenaran yang amat menyakitkan itu hanya agar tak membuat mereka khawatir.“Fey, ayo pulang. Kasihan Sean jika terus di sini, apalagi langit mulai mendung.” David mengajak Feyana pulang karena mereka sudah sangat lama di sana. Dirinya kasihan melihat wajah sembab istrinya dan tangisan pilu Sean yang tak kunjung reda.Feyana inginnya masih tetap di sana, namun meli
“Aku tak tahu pada siapa harus menitipkan Sean. Aku hanya percaya padamu, Fey.”Ucapan Sabrina itu terus-menerus terlintas di kepala Feyana. Ia pun berjalan tanpa minat ketika keluar dari rumah sakit, bahkan dia tak mengacuhkan David yang sedari tadi menatapnya penasaran. David ingin bertanya apa yang Feyana bicarakan dengan Sabrina sampai membuatnya tak fokus seperti sekarang, tapi melihat ratapan suram di mata Feyana membuatnya mengurungkan niat bertanya.“Fey, biar aku antar ke kantor aja, gak usah bawa mobil. Biar nanti si Joshua aku suruh ambil mobilmu di sini,” sergah David tidak yakin dengan Feyana yang kurang fokus ketika nanti menyetir di jalan.Feyana menggeleng dan ingin tetap menyetir sendiri, namun David mencegahnya dengan mengambil kunci mobilnya lalu menggandengnya agar masuk ke mobil David.“Aku tidak mau ambil risiko kamu kenapa-napa kalau tetap memaksa menyetir sendiri. Kita langsung menuju kantormu saja, aku antar,” tegas David tanpa boleh dibantah.Ketika sudah dud
Sabrina menatap nanar pada Feyana yang diam kaku tak berkutik setelah mendengar permintaannya yang terdengar gila. Sabrina akui dia tak memiliki siapapun yang bisa dipercayainya, bahkan keluarga saja sudah tak punya. Dirinya hanya memiliki Sean yang terpaksa dititipkannya di panti asuhan selama ia menjalani proses hukuman penjara.“Hanya kamu yang terlintas di pikiranku, Fey. Aku tentu takkan rela berikan hak asuh Sean pada ayahnya, si Leon. Bahkan pria itu saja tak tahu bahwa dia memiliki putra.”“Apa kamu sudah memikirkan keputusanmu itu matang-matang? Aku bukan beralasan mau menolak, tapi tanggung-jawab ini terlalu besar. Apa kamu seyakin ini padaku? Dan mau sampai kapan kamu menutupi kebenaran bahwa Sean adalah darah dagingnya Leon? Tidak ada yang bisa menutupi rahasia selamanya, Na.”Feyana mengusap air mata yang merembes di pipi Sabrina dengan sebelah tangan yang tidak digenggam oleh Sabrina. Baru kali ini ia melihat kesedihan teramat dalam di wajah Sabrina yang tergambar jelas.
Feyana pagi-pagi sudah gaduh tak karuan, membuat suaminya yang masih nyenyak bergelung di selimut merasa terusik. Sambil memperhatikan Feyana bolak-balik di kamar, David menegurnya perlahan.“Ada apa panik banget, sih? Gak biasanya kamu begini.’”Feyana hanya menoleh sekilas pada suaminya yang masih bersantai di kasur. Ia menjelaskan dengan sekedarnya kalau mendapat kabar jika Sabrina, salah satu temannya yang ada di sel penjara waktu itu sekarang sedang menjalani perawatan di rumah sakit, bahkan sampai harus opname.“Kalau sampai opname begitu, berarti sakitnya serius. Aku mau ke sana untuk melihat kondisinya. Semoga saja Sabrina tidak apa-apa,” lontar Feyana lalu menyabet tasnya yang ada gantungan.“Aku berangkat dulu, ya. Bye!” ujarnya sambil menyempatkan diri memberikan ciuman selamat pagi untuk David.David menghela napas salut pada Feyana yang tampak sangat peduli pada temannya yang satu sel dengannya itu. Bahkan sejak keluar dari penjara dirinya membuat jadwal rutin untuk menje
Feyana dan David dalam perjalanan pulang, bersisian di dalam mobil tapi senyap sejak 15 menit yang lalu. David berulang kali menatap sebentar istrinya yang terlihat sedang memikirkan sesuatu. Karena tak kunjung mendapat perhatian, David mengelus punggung tangan Feyana dengan sebelah tangannya yang bebas dari menyetir.“Lagi mikirin apa?”Feyana barulah menoleh padanya lalu menyengir kecil membuat David mengangkat sebelah alisnya bingung. “Soal Joshua dan Mitha, ya? Kamu kenapa ngebet banget jodohin mereka, sih? Padahal kalau dipikir-pikir yang dikatakan Joshua memang benar, kita belum terlalu kenal soal Mitha. Iya kita memang lihatnya Mitha wanita yang baik dan tidak neko-neko, tapi siapa tahu itu hanya topengnya semata.”Seperti bisa membaca apa yang sedang Feyana pikirkan, David menuturkan hal demikian dengan raut wajah tenang tanpa menunjukkan emosi apapun, itu agar Feyana juga tak merasa tersinggung.Feyana mencebik sambil menyahuti, “Tapi aku merasa kasihan pada Joshua yang sudah
“Aku malah bermaksud ingin menyingkirkan Randy di saat kontrak kerja dengannya berakhir. Aku senang kamu melakukannya lebih cepat, Dav.”Tanggapan di luar dugaan dari Feyana membuat David menganga tak percaya. Semenit kemudian ia barulah bisa mengulum senyuman karena ternyata Feyana tidak marah dan malah sejalan dengannya.“Jadi kuharap kita tak lagi bersitegang hanya karena Randy dan keluarganya. Aku muak kita bertengkar perihal mereka,” kata Feyana yang diangguki semangat oleh suaminya.“Aku akan membereskan Randy dan keluarganya agar tidak akan pernah muncul di hadapan kita lagi. Tenang saja, aku tidak bermaksud membunuh mereka, hanya saja ingin mengusir mereka dari kota ini. Jika mereka berada di tempat yang jauh, tak mungkin bisa mengganggu kita lagi,” cetus David sembari mengambil ponselnya untuk menghubungi orang suruhannya.Kening David mengerut ketika mengobrol beberapa saat dengan seseorang di telepon. Setelahnya ia memutuskan sambungan dan memberi tatapan linglung pada Feya
Feyana melihat Joshua tak berkutik mendengar pertanyaannya yang cukup menohok itu. Karena melihat pria di depannya itu hanya diam tak menyahut, Feyana yang kembali bersuara. “Aku tak sengaja melihat Randy ada di rumah sakit ini. Dia dirawat karena mengalami patah tulang dan berakhir cacat usai dioperasi. Kamu tahu apa yang membuatku merasa tersinggung? Ketika aku menghadapi keluarga Randy seorang diri demi menjaga martabatnya suamiku. Tapi aku merasa kasihan pada diriku sendiri sebab membela orang yang malah membohongiku. Kamu mengerti bagaimana bencinya aku saat kutahu bahwa David membohongiku dari keluarganya Randy? Mereka semua saling menyerangku waktu itu, dan aku diam tak berkutik dalam hati, tapi pura-pura berani pada mereka dengan membual soal ancaman untuk menakutinya.”Feyana menenggak minuman di gelasnya secara brutal dan meletakkan kembali gelasnya dengan keras sampai terdengar bunyi berdentum. Tatapan tajam menusuk Feyana yang memerah menahan amarah membuat Joshua was-was