David menatap Feyana tidak percaya. Apa yang sudah istrinya lakukan? Kenapa Feyana bertindak gegabah untuk menyerahkan dirinya?“Fey, kenapa lakukan itu? Astaga, aku dan ayahmu berusaha keras untuk mengeluarkanmu dalam masalah itu, tapi kamu malah seperti ini.” David meraung menyesalkan keputusan Feyana yang membuatnya lemas.David segera menghubungi ayah mertuanya. Tak butuh waktu lama bagi Erik sampai ke kediamannya dan langsung mengamuk pada Feyana.“Kamu sudah gila atau bagaimana? Siapa yang menyuruhmu lakukan hal bodoh begitu?” bentak Erik naik pitam.Feyana hanya menunduk pasrah mendapat amukan dari suami dan ayahnya. Ia tahu keputusannya itu sangat di luar nalar.“Kalau sudah begini, kamu mau bagaimana? Mau masuk penjara terus merasakan dinginnya sel besi, begitu? Astaga, aku sungguh tak tahu apa yang ada di otakmu.”Erik kembali mendesah napas lelah. Ia menyenderkan kepalanya ke sandaran sofa sambil memijit pangkal hidungnya.David tak jauh beda merespons Feyana. Ia merasa bah
Feyana menjalani pemeriksaan di ruangan tertutup dan gelap. Ia hanya terus menatap penuh ragu pada Polisi yang tengah menginterogasinya. Dirinya bahkan sudah merasakan bagaimana digelandang oleh Polisi dengan tangan diborgol.Erik dan David yang ada di luar sudah dari tadi kelimpungan. Mereka berdua mencari Pengacara yang mumpuni untuk memegang kasus Feyana.“Kalau Feyana terbukti bersalah, paling tidak kita harus bisa membantunya mengurangi masa hukuman. Aku tak peduli jika harus lewat cara ilegal sekalipun.”David mengangguk setuju dengan ucapan mertuanya, ia akan melakukan hal yang sama.Hampir 6 jam lamanya Feyana diinterogasi dan baru keluar dengan wajah yang sangat kuyu. David dan Erik segera mendekatinya dan memberi pelukan penyemangat.“Ada kita, Fey. Ayah dan aku akan membantu sebisa mungkin,” bisik David di telinga sang istri.Feyana mengangguk lemah. Setelahnya dia kembali digelandang oleh seorang polisi meninggalkan keluarganya. Malam ini ia akan menginap di sel tahanan. B
Menegang bahu Feyana ketika mendengar nama ibu tirinya disebut. Apakah itu Emily, orang yang sama yang dikenalnya? Atau itu hanyalah kebetulan orang yang mempunyai nama sama dengannya?“Kenapa kamu kaget begitu?” tanya salah satunya membuat Feyana menggeleng. Feyana tak mau diajak bicara dan langsung menata tempat tidurnya.Feyana lalu memilih untuk meringkuk tiduran. Ia tak mau terlibat apapun dengan mereka semua. Ia ingin menyelesaikan masa hukumannya dengan aman dan nyaman tanpa terlibat sesuatu yang pelik.Baru juga beberapa menit Feyana menutup mata, tubuhnya ditendang oleh salah satu perempuan berusia 30an tahun itu dengan agak kasar. Feyana bangun dan mendongak menatap mereka bertiga yang berdiri di hadapannya. Wajah mereka memicing tajam ke padanya sambil bersedekap dada menyombongkan diri.“Ada apa?” tanya Feyana polos. Ia tak tahu apakah mereka akan menghajarnya karena menanyakan hal seperti ini, atau ia akan mendapat penjelasan dengan cara yang baik. Tapi kecil kemungkinan
Feyana spontan menampik tangan Emily yang memegang dagunya. Ia berdiri dengan mata mendelik tak percaya. Bagaimana bisa dirinya satu rutan dengan ibu tirinya?Emily tampak puas melihat keterkejutan Feyana. Sejujurnya ia ingin tak percaya bahwa anak tirinya ini akan masuk penjara. Tapi melihat Feyana di tempat seperti ini dengannya, membuat ia sangat bahagia. Dengan begitu, mudah baginya balas dendam atas apa yang Feyana lakukan padanya.Karena ancaman David yang tak lain adalah suami Feyana, ia jadi masuk penjara dan dihukum 5 tahun lamanya. Ternyata takdir sedang mendukungnya, buktinya saja Feyana yang datang menemuinya untuk memberinya kesempatan balas dendam tanpa perlu menunggu sampai 5 tahun.“Jangan berani mendekatiku!” bentak Feyana ketika Emily berjalan maju selangkah ke arahnya.Emily tersenyum smirk. “Memangnya siapa kamu sampai bisa memerintahku? Apakah kamu tahu bahwa di sini, akulah yang berkuasa. Kamu akan kubuat menderita berkali lipat di tempat ini, Nak.”“Aku bukan la
Feyana yang kini baru duduk berhadapan dengan David yang dibatasi oleh kaca pemisah hanya menatap suaminya mangkel. Feyana itu lelah dan ingin istirahat namun suaminya malah memaksa untuk bertemu.“Astaga, Sayang! Siapa yang sudah melakukan ini padamu? Siapa dia berani-beraninya menyakiti dirimu sampai separah ini? Aku takkan biarkan kamu menderita. Akan kupastikan pelakunya mendapat ganjaran atas perbuatannya padamu.”“Berhenti mengomel! Aku sudah tidak apa-apa. Hanya butuh istirahat yang cukup, maka aku akan sembuh. Tapi, kenapa kamu membuatku jadi makin sakit? Dengan mengeyel untuk bertemu begini, waktu istirahatku jadi berkurang,” runtuh Feyana mencebik sebal.David mengulum bibirnya. Ia tak tahu bahwa luka Feyana separah ini. Ia juga tak tahu bahwa alasan istrinya tak mau ditemui hari ini adalah untuk istirahat. David pikir Feyana berusaha untuk menyembunyikan lukanya ini. David mengira kalau Feyana berusaha menghindarinya karena malu.“Aku tahu dirimu dan ayah pasti sangat khawa
“Aduh, sakit, Pak Loman. Pelan-pelan aja ngolesinnya!” ringis Feyana ketika Pak Loman memberinya obat merah ke lukanya.Pak Loman ikut meringis ngilu membayangkan sakitnya jadi Feyana, perempuan ini terlihat sudah babak-belur.“Kamu juga sih, kenapa malah memancing mereka untuk menghajarmu? Sudah tahu mereka pemarah dan dirimu baru saja berkelahi dengan pidana sel sebelah. Gimana kalau aku telat datang ke selmu, pasti sudah makin hancur badanmu sekarang. Lihatlah luka lebam-lebam ini! Ngilu aku lihatnya,” oceh Pak Loman prihatin.Feyana mencoba tersenyum meski malah berakhir lukanya makin sakit karena bibirnya tertarik. Ia sangat suka dengan kepedulian Pak Loman padanya. Dia seperti ayahnya saja. Mungkin jika ayahnya di sini, ia akan bertindak tak beda jauh dengan Pak Loman, mengomelinya tapi tetap mengobati sembari ikut merasakan perih yang Feyana alami.“Kamu pasti ingat ayahku, kan? Dia juga sama sepertiku yang cerewet, ya?” celetuk Pak Loman setelah memberi plester pada luka baret
Sudah David katakan bahwa Feyana pasti takkan mau bertemu dirinya bahkan sekalipun ayahnya. Sekarang lihat saja, David malah harus memohon-mohon pada Polisi yang kemarin disogoknya agar kalau perlu menyeret Feyana ke ruang temu keluarga yang mau menjenguknya.“Maaf sekali, tapi saya takkan lagi melakukan pelanggaran seperti kemarin. Selain itu, tahanan juga mengancam saya, jika masih memaksanya untuk datang menemui keluarganya, maka dia takkan segan melaporkan saya sebagai Polisi yang terima suap. Saya takkan mau ambil risiko seberat itu, Pak.”David mendecih tak senang. Feyana benar-benar tak mau menemui siapapun. Dia dibuat frustrasi tapi tak tahu harus apa.“Tapi tahanan mengatakan jika ingin menjenguk, datanglah seminggu lagi. Tahanan berpesan selama seminggu ini, jangan menemuinya dengan dalih apapun atau sampai menyogok Polisi seperti saya jika tak ingin dirinya membenci tindakan suaminya.”Makin dibuat geram saja David karena omongan Feyana. Kemarin dia bilang untuk datang 3 ha
Feyana mengambil foto itu dengan agak tergesa, meniup dan menggosoknya beberapa kali untuk memastikan ia tak salah lihat.“Jadi, Leon sudah punya anak dengan wanita lain?” tanya Feyana bergidik membayangkan bahwa Rena akan menikah dengan pria seperti Leon yang bahkan sudah punya anak.“Atau, apakah keluarga Rena sudah tahu tapi mengabaikannya? Astaga, ngeri sekali keluarga mereka. Beruntung aku tak lagi terlibat apapun dengan gerombolan keluarga bermasalah seperti itu.”Feyana bermaksud meletakkan kembali foto itu ke tempat asal, tapi seruan seseorang membuat terkaget hingga jatuh. Di luar selnya terlihat jelas bahwa Sabrina menatapnya marah. Tentu saja Sabrina akan bereaksi demikian karena Feyana sudah menyentuh barang pribadinya.“Aku sungguh tak bermaksud—,”“KEMBALIKAN ITU KE TEMPATNYA, SEKARANG!” berang Sabrina yang berusaha untuk segera masuk padahal Pak Loman sedang membukakan kuncinya.Sabrina langsung mengambil paksa foto dari tangan Feyana. Melirik tajam ke arah Feyana dan t
“Sean, ayo cepat keluar! Nanti terlambat ke sekolah, loh,” panggil Feyana yang sudah rapi berdiri di samping mobilnya. Ia beberapa kali melihat jam tangannya sambil berdecak resah karena rapat di kantornya akan dimulai sebentar lagi.Sean tampak keluar dari rumah dengan tas ransel yang hanya disampirkan di satu lengannya seraya berlari tergesa-gesa mendekati ibunya yang tampak kesal.Feyana melipat kedua tangan di dada sambil memicingkan mata ketika putranya itu berdiri di hadapannya. Bukannya merasa bersalah, Sean malah meringis menunjukkan deretan gigi rapinya itu, bermaksud membuat ibunya terbuai. Namun Feyana hanya diam melihatinya yang kemudian tampak salah tingkah.“Iya, maafkan aku, Mah. Tadi Sean bangunnya telat jadi terlambat begini. Sekarang, ayo berangkat keburu mamah ikutan telat ke kantornya!” elak Sean terdengar jujur.Feyana menjitak pelan kepala Sean sambil mendengus, “Makanya jangan begadang cuman untuk main game terus! Kamu pikir mamah gak tau kalau tiap malam kamu it
“Maaf, tapi kami sepakat untuk tidak menjawab pertanyaan tersebut. Bisakah, Anda menghargai privasi keluarga kami?!” sahut David menatap lurus dengan rahang yang mengeras pada wartawan itu.Wartawan yang mengajukan pertanyaan tampak gugup. Ia menatap ke arah teman-temannya yang sesama wartawan untuk minta bantuan, tapi tak ada satupun yang menghiraukannya. Mereka semua tentu tak mau berurusan dengan keluarga David yang akan merusak karier mereka dalam bidang ini. Tamat sudah riwayat wartawan wanita ini.David menyuruh seorang sekuriti yang berdiri tak jauh darinya. Hanya dengan jari telunjuknya, sekuriti itu mendekatinya dan mendengar bisikan David dengan baik. Sesuai perintah yang baru saja ia dapat dari atasannya, sekuriti itu berjalan mengendap lewat pintu belakang untuk membawa wartawan wanita tadi pergi meninggalkan ruangan.David kemudian memandang Feyana lalu memberinya anggukan meyakinkan bahwa semuanya akan aman.“Aku harap ini jadi pembelajaran bagi kalian semua untuk berhat
Feyana memandang nanar pada timbunan tanah yang ber-nisankan nama Sabrina. Air matanya terus bergulir meski sudah berulang kali diusap oleh suaminya yang berada di sampingnya. Kedua tangan Feyana sibuk menggendong Sean yang sedari tadi menangis. Sepertinya, bocah kecil ini menyadari bahwa ibunya sudah takkan lagi ada di dunia ini untuk menemaninya.Sayangnya Norma dan Imelda tidak bisa ikut ke pemakaman karena situasi mereka yang masih menjadi tahanan. Tentu saja ketika mendengar kabar kematian Sabrina dan kenyataan soal penyakitnya itu dari Feyana, mereka berdua sangat terpukul. Keduanya tak menyangka Sabrina tega menutupi kebenaran yang amat menyakitkan itu hanya agar tak membuat mereka khawatir.“Fey, ayo pulang. Kasihan Sean jika terus di sini, apalagi langit mulai mendung.” David mengajak Feyana pulang karena mereka sudah sangat lama di sana. Dirinya kasihan melihat wajah sembab istrinya dan tangisan pilu Sean yang tak kunjung reda.Feyana inginnya masih tetap di sana, namun meli
“Aku tak tahu pada siapa harus menitipkan Sean. Aku hanya percaya padamu, Fey.”Ucapan Sabrina itu terus-menerus terlintas di kepala Feyana. Ia pun berjalan tanpa minat ketika keluar dari rumah sakit, bahkan dia tak mengacuhkan David yang sedari tadi menatapnya penasaran. David ingin bertanya apa yang Feyana bicarakan dengan Sabrina sampai membuatnya tak fokus seperti sekarang, tapi melihat ratapan suram di mata Feyana membuatnya mengurungkan niat bertanya.“Fey, biar aku antar ke kantor aja, gak usah bawa mobil. Biar nanti si Joshua aku suruh ambil mobilmu di sini,” sergah David tidak yakin dengan Feyana yang kurang fokus ketika nanti menyetir di jalan.Feyana menggeleng dan ingin tetap menyetir sendiri, namun David mencegahnya dengan mengambil kunci mobilnya lalu menggandengnya agar masuk ke mobil David.“Aku tidak mau ambil risiko kamu kenapa-napa kalau tetap memaksa menyetir sendiri. Kita langsung menuju kantormu saja, aku antar,” tegas David tanpa boleh dibantah.Ketika sudah dud
Sabrina menatap nanar pada Feyana yang diam kaku tak berkutik setelah mendengar permintaannya yang terdengar gila. Sabrina akui dia tak memiliki siapapun yang bisa dipercayainya, bahkan keluarga saja sudah tak punya. Dirinya hanya memiliki Sean yang terpaksa dititipkannya di panti asuhan selama ia menjalani proses hukuman penjara.“Hanya kamu yang terlintas di pikiranku, Fey. Aku tentu takkan rela berikan hak asuh Sean pada ayahnya, si Leon. Bahkan pria itu saja tak tahu bahwa dia memiliki putra.”“Apa kamu sudah memikirkan keputusanmu itu matang-matang? Aku bukan beralasan mau menolak, tapi tanggung-jawab ini terlalu besar. Apa kamu seyakin ini padaku? Dan mau sampai kapan kamu menutupi kebenaran bahwa Sean adalah darah dagingnya Leon? Tidak ada yang bisa menutupi rahasia selamanya, Na.”Feyana mengusap air mata yang merembes di pipi Sabrina dengan sebelah tangan yang tidak digenggam oleh Sabrina. Baru kali ini ia melihat kesedihan teramat dalam di wajah Sabrina yang tergambar jelas.
Feyana pagi-pagi sudah gaduh tak karuan, membuat suaminya yang masih nyenyak bergelung di selimut merasa terusik. Sambil memperhatikan Feyana bolak-balik di kamar, David menegurnya perlahan.“Ada apa panik banget, sih? Gak biasanya kamu begini.’”Feyana hanya menoleh sekilas pada suaminya yang masih bersantai di kasur. Ia menjelaskan dengan sekedarnya kalau mendapat kabar jika Sabrina, salah satu temannya yang ada di sel penjara waktu itu sekarang sedang menjalani perawatan di rumah sakit, bahkan sampai harus opname.“Kalau sampai opname begitu, berarti sakitnya serius. Aku mau ke sana untuk melihat kondisinya. Semoga saja Sabrina tidak apa-apa,” lontar Feyana lalu menyabet tasnya yang ada gantungan.“Aku berangkat dulu, ya. Bye!” ujarnya sambil menyempatkan diri memberikan ciuman selamat pagi untuk David.David menghela napas salut pada Feyana yang tampak sangat peduli pada temannya yang satu sel dengannya itu. Bahkan sejak keluar dari penjara dirinya membuat jadwal rutin untuk menje
Feyana dan David dalam perjalanan pulang, bersisian di dalam mobil tapi senyap sejak 15 menit yang lalu. David berulang kali menatap sebentar istrinya yang terlihat sedang memikirkan sesuatu. Karena tak kunjung mendapat perhatian, David mengelus punggung tangan Feyana dengan sebelah tangannya yang bebas dari menyetir.“Lagi mikirin apa?”Feyana barulah menoleh padanya lalu menyengir kecil membuat David mengangkat sebelah alisnya bingung. “Soal Joshua dan Mitha, ya? Kamu kenapa ngebet banget jodohin mereka, sih? Padahal kalau dipikir-pikir yang dikatakan Joshua memang benar, kita belum terlalu kenal soal Mitha. Iya kita memang lihatnya Mitha wanita yang baik dan tidak neko-neko, tapi siapa tahu itu hanya topengnya semata.”Seperti bisa membaca apa yang sedang Feyana pikirkan, David menuturkan hal demikian dengan raut wajah tenang tanpa menunjukkan emosi apapun, itu agar Feyana juga tak merasa tersinggung.Feyana mencebik sambil menyahuti, “Tapi aku merasa kasihan pada Joshua yang sudah
“Aku malah bermaksud ingin menyingkirkan Randy di saat kontrak kerja dengannya berakhir. Aku senang kamu melakukannya lebih cepat, Dav.”Tanggapan di luar dugaan dari Feyana membuat David menganga tak percaya. Semenit kemudian ia barulah bisa mengulum senyuman karena ternyata Feyana tidak marah dan malah sejalan dengannya.“Jadi kuharap kita tak lagi bersitegang hanya karena Randy dan keluarganya. Aku muak kita bertengkar perihal mereka,” kata Feyana yang diangguki semangat oleh suaminya.“Aku akan membereskan Randy dan keluarganya agar tidak akan pernah muncul di hadapan kita lagi. Tenang saja, aku tidak bermaksud membunuh mereka, hanya saja ingin mengusir mereka dari kota ini. Jika mereka berada di tempat yang jauh, tak mungkin bisa mengganggu kita lagi,” cetus David sembari mengambil ponselnya untuk menghubungi orang suruhannya.Kening David mengerut ketika mengobrol beberapa saat dengan seseorang di telepon. Setelahnya ia memutuskan sambungan dan memberi tatapan linglung pada Feya
Feyana melihat Joshua tak berkutik mendengar pertanyaannya yang cukup menohok itu. Karena melihat pria di depannya itu hanya diam tak menyahut, Feyana yang kembali bersuara. “Aku tak sengaja melihat Randy ada di rumah sakit ini. Dia dirawat karena mengalami patah tulang dan berakhir cacat usai dioperasi. Kamu tahu apa yang membuatku merasa tersinggung? Ketika aku menghadapi keluarga Randy seorang diri demi menjaga martabatnya suamiku. Tapi aku merasa kasihan pada diriku sendiri sebab membela orang yang malah membohongiku. Kamu mengerti bagaimana bencinya aku saat kutahu bahwa David membohongiku dari keluarganya Randy? Mereka semua saling menyerangku waktu itu, dan aku diam tak berkutik dalam hati, tapi pura-pura berani pada mereka dengan membual soal ancaman untuk menakutinya.”Feyana menenggak minuman di gelasnya secara brutal dan meletakkan kembali gelasnya dengan keras sampai terdengar bunyi berdentum. Tatapan tajam menusuk Feyana yang memerah menahan amarah membuat Joshua was-was