Home / CEO / Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan / 6_ Dituntut hamil oleh mertua

Share

6_ Dituntut hamil oleh mertua

Author: Nainamira
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Ada apa ini?" Suara bariton yang cukup berwibawa menghentikan tangan Evita yang sempat akan melayang ke pipi Mutiara.

Semua orang menoleh ke asal suara, tampak lelaki dengan wajah tegas dan sombong memandang ke arah Evita dengan sengit, beberapa orang tampak segan dan mundur pelan-pelan. Mutia sendiri hanya diam, dia sedikit heran kapan pula lelaki ini datang ke sini? biasanya juga tidak mau menghadiri acara apapun yang diadakan oleh keluarga Mutia.

"Kak Tommy? eh, anu ... Kapan datang?" tanya Evita dengan gugup.

"Aku sudah dari tadi, tampaknya kau akan melakukan sesuatu pada istriku, ya?" tanya Tommy dengan sorot mata mengintimidasi

"Eh, nggak kok, kita hanya mengobrol biasa saja, iya kan, Mutia?" jawab Evita dengan takut-takut.

Mutia yang dibawa-bawa namanya hanya melengos, dia bahkan pergi ke stand makanan seperti yang akan dia lakukan tadi.

"Aku akan mengambil makanan," ujar Mutia dengan nada tidak peduli.

"Kalau begitu, silahkan nikmati pestanya kak Tommy, aku akan menyapa teman-temanku dulu," jawab Evita yang langsung melesat meninggalkan tempat itu.

Tommy akhirnya menghampiri Mutia, lelaki itu bahkan meminta Mutia untuk mengambilkan makanan untuknya. Mutia patuh melakukan apa yang diminta oleh Tommy, bukannya dia sudah mulai menyukai lelaki ini, tetapi sebisa mungkin dia tidak ingin ada masalah di depan umum seperti ini.

"Bagaimana pertemuannya dengan Pak Rio?" tanya Tommy setelah Mutia memberikan sepiring bika Ambon kesukaan lelaki itu.

"Alhamdulillah, lancar! Pak Rio mau memberikan kesempatan pada perusahaan kita untuk memasok produk di supermarketnya. Dia bahkan menyediakan Rak khusus untuk semua produk kita."

"Hmm, bagus! terus bekerja seperti itu."

Tommy memandang puas atas kinerja Mutia, seperti bos yang memandang puas pada kinerja bawahannya. Bukan pada suami yang kagum pada istrinya, Mutia merasakan itu. Awalnya hatinya sangat kecewa, dia sangat merasa tidak puas. Tetapi lama-lama terbiasa juga, dia bahkan sudah menganggap Tommy bukan lagi suaminya, hanya sekedar atasannya di kantor saja.

"Ambilkan aku minum!" perintah Tommy.

"Minum apa?"

"Apa di sini ada minuman beralkohol? kalau ada ambilkan lah!"

"Aku rasa tidak ada, biar bagaimanapun, Pamanku itu masih punya agama."

"Kalau begitu ambilkan apa yang ada! gak usah banyak omong!"

"Ya, maunya apa sih? cola, sirup, jus atau apa?"

"Kubilang terserah!"

Mutia hanya bersungut mendengar bentakan kecil Tommy. Dasar lelaki brengsek, bisanya hanya bisa memerintah saja! itupun tidak jelas! Nanti kalau diambilkan tidak sesuai selera marah-marah!

Ketika sampai di stand minuman, Mutia bingung mau mengambilkan minuman apa. Di sana banyak minuman segar maupun hangat yang tersaji. Akhirnya wanita itu memutuskan hanya mengambil sebuah air mineral gelas beserta pipetnya daripada ribet.

"Mutia! di mana otakmu? di sana banyak sekali minuman manis, kenapa kau hanya mengambilkan aku air mineral? Kau niat nggak sih?!"

Nah, kan? sesuai perkiraan Mutia, Tommy pasti marah jika apa yang dia mau tidak sesuai.

"Tadi kutanya minum apa, jawabnya terserah! ngapain sekarang protes?" jawab Mutia sedikit kesal.

"Kau punya otak kan? mikir, dong! gitu aja gak bisa mikir!" hardik Tommy.

"Aku mana bisa tahu apa yang Mas pikirkan?"

"Jawab aja kau bisanya, cepat ambil sana!"

Suara hardikan Tommy sekarang mengundang beberapa orang memperhatikan mereka, hal itu membuat Mutia jengah. Dia langsung buru-buru menuju stand minuman. Sebelum dia mengambil beberapa minuman, dia melihat Renata yang berjalan ke arahnya.

"Renata! Kebetulan, bawa minuman-minuman ini ke tempat pak Tommy. Saya akan menyapa beberapa orang."

"Sebanyak ini, Bu?"

"Iya."

Mutia menyerahkan sebuah nampan yang berisi beberapa gelas minuman. Dia sudah sangat malas menghadapi Tommy. Setelah itu Mutia berjalan menuju ke arah mertuanya yang tengah berbincang dengan beberapa temannya.

"Mama," sapa Mutia dengan sopan pada mertuanya itu.

"Mutia, eh sini ... ini loh, Jeng ... Mutiara menantuku," ujar Diana pada teman-temannya membanggakan menantunya.

"Wah, ternyata cantik banget menantu Jeng Diana."

"Iya, lah. Anak Jeng Diana juga ganteng juga pewaris tinggal gitu! dia ini keponakannya Jeng Erni, sayang sekali Jeng Luna gak bisa hadir pada pernikahan mereka, padahal pernikahannya di hotel Novotel loh? meriah banget," ujar salah satu teman Diana memuji wanita itu, membuat Diana sangat bangga.

"Iya, sayang banget gak bisa datang, Jeng Luna," timpal Diana sambil tersenyum bangga.

"Kalau gak salah, mereka sudah satu tahun menikah, kan? sudah hamil apa, belum?" celetuk Luna membuat Mutia jengah mendengarnya.

Bagaimana mau punya anak? suaminya bahkan tidak mau menyentuhnya.

"Belum rezeki mungkin, Jeng. Sampai saat ini belum ada," jawab Diana sambil menatap Mutia seolah menuntut sesuatu pada menantunya itu.

"Mutia! Kok malah di sini?!"

Semua orang menoleh ke arah pria yang memanggil Mutia dengan suara kencang.

"Tommy?! akhirnya kamu datang juga. Mama pikir kamu gak mau datang?" ujar Diana dengan antusias.

"Hmm," gumam Tommy sambil mengangguk acuh tak acuh menanggapi perkataan ibunya.

"Mumpung kalian berdua ke sini, Mama mau bicara. Ayo, kita ke sana!" perintah Diana sambil menunjuk salah satu meja di sudut yang terbilang agak sepi.

"Saya ke sana dulu ya, Jeng ...," ujar Diana pada teman-temannya dan langsung mengambil tangan Tommy dan mutiara bersamaan.

Setelah sampai di meja yang dituju, Diana langsung meminta anak dan menantunya duduk di hadapannya. Wanita paruh baya dengan penampilan elegan ini memandang keduanya dengan tatapan tajam.

"Dengar, ya ... kalian berdua! Mama minta tahun depan istrimu ini, Tommy ... harus sudah hamil!" ujar Diana dengan suara yang ditekan dan penuh ultimatum.

Mutiara hanya membeku mendengar permintaan mertuanya ini. Selama ini Diana tidak pernah menuntutnya seperti ini, wanita itu bahkan selalu menghiburnya jika ada yang menanyakan tentang kehamilannya.

"Mama! haruskah hal seperti ini dibicarakan di sini? dibicarakan di rumah kan bisa!" ujar Tommy dengan nada tidak senang.

"Mumpung Mama bisa bertemu dengan kalian berdua! di rumah kalian juga susah ditemui! apalagi kamu, Tommy! mulai sekarang hentikan main-main dengan banyak wanita! perhatikan saja istrimu!" bentak Diana dengan tidak sabar

Diana bukannya tidak tahu apa yang dilakukan oleh Tommy selama ini diluar sana, wanita itu bahkan sudah sering kali menasehati putranya tetapi tetap saja tidak digubris, hal itu sungguh membuatnya tidak tahan lagi sekarang.

"Mama, tahun ini perusahaan masih belum stabil, jadi aku juga belum siap hamil. Nanti jika perusahan sudah stabil, aku baru bisa mempertimbangkannya. Kalau aku hamil, aku tentu harus banyak istirahat, tidak boleh melakukan pekerjaan di kantor lagi," ujar Mutiara meminta pengertian mertuanya.

"Mutia, pekerjaan di kantor itu tanggung jawab Tommy. Tanggung jawabmu cuma memberikan keluarga Sanjaya keturunan dan ahli waris," ujar Diana dengan nada tidak puas.

Tommy hanya memperhatikan Mutia dengan tatapan tajam. dia sangat tidak suka melihat wanita ini mengeluh tentang pekerjaan di kantor, selama ini menurutnya hanya itu yang membuat Mutiara berguna untuknya. Mendengar Mutiara menolak untuk hamil juga menyentil egonya sebagai lelaki, selama ini dia melakukan main-main pada semua wanita karena perempuan yang dinikahinya ini selalu dengan tatapan datar.

Tommy adalah pria yang sangat mendominasi, egonya sangat terluka ketika dia merasa tidak diinginkan. Selama ini dia selalu ditatap dengan tatapan mendamba oleh banyak wanita. Apalagi perjodohan ini membuatnya terpaksa melakukannya, begitu juga Mutiara. Awalnya dia sangat marah karena ternyata Mutiara sudah memiliki kekasih, dia bertekad akan menaklukan wanita itu, tetapi dia juga tidak ingin menyiksa Mutiara di atas ranjang, pantang baginya memaksa hal yang satu itu, akhirnya hanya dengan menyiksanya lewat pekerjaan dan menyelingkuhi wanita itu baru Tommy merasa puas.

Related chapters

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   7_ Kamar 143

    Akhirnya Diana hanya bisa menahan amarahnya pada putranya ini. Selama ini Diana berharap agar Tommy mau tinggal bersamanya agar hubungan suami istri ini bisa harmonis, tetapi ternyata putranya sudah membeli tempat tinggal, sehingga Diana tidak bisa sepenuhnya mengendalikan putra dan menantunya."Baiklah, Mama tunggu kehadiran kalian di rumah Mama besok. Jangan mengelak lagi!" Pesta anniversary Hilman masih berlangsung dengan meriah, dipanggung kedua pasangan paruh baya itu tengah memotong kue ulang tahun, disusul tepuk tangan yang meriah. Semua anggota keluarga diminta Hilman ke atas panggung tak terkecuali Mutiara dan Tommy. Semua anggota keluarga menerima suapan cake dari tangan lelaki paruh baya itu. "Mutia, aku minta maaf. Ini, kuberikan minuman soda ini sebagai tanda maaf dariku. Kita ini saudara, sudah seharusnya aku berterima kasih padamu, tetapi selama ini aku selalu memusuhimu."Mutiara cukup terkejut mendengar perkataan Evita. Gadis itu sengaja mendatanginya dan memberikan

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   8_Jebakan yang gagal.

    Suara berisik dan lenguhan terdengar dari kamar mandi. Mutiara sudah tidak tahan, guyuran air dingin dari kran tidak dapat meredakan rasa panas yang menjalar di seluruh tubuhnya, justru semakin membuatnya tersiksa. Kamar ini hanya dilengkapi dengan shower, tidak ada bath tub-nya. Tubuh Mutia sudah kedinginan, tetapi rasa aneh itu malah semakin menjadi-jadi. "Ouh!" lenguh wanita itu sambil meraba seluruh tubuhnya. "Ouh, aku kenapa? Ah ...."Ada perasaan nyaman ketika tangannya meraba bagian sensitifnya, perasaan itu menimbulkan sensasi tersendiri yang tidak bisa dia ungkapkan dengan kata-kata.BrakTiba-tiba pintu kamar mandi terbuka lebar, tentu saja Mutia terkejut luar biasa. Sesosok lelaki dengan tubuh tegap, rahang tegas dan di tumbuhi bulu-bulu halus, berdiri di pintu dengan mata menyipit menatapnya intens."Hei, siapa kamu? ke_ kenapa masuk ke ... ke sini?" tanya Mutia dengan gugup manakala lelaki itu melangkahkan kakinya dengan perlahan."Pergi ... pergi ...."Dengan tubuh gem

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   9_ Aku akan berterima kasih kalau kau bisa membujuk Tommy.

    Diaz duduk termenung di kursi kebesarannya, jarinya tak lepas menjepit sebuah rokok, menghisapnya perlahan, asap mengepul di ruangan ini menggumpal, lalu menyebar. Rais terpaksa membuka jendela, sudah sering diingatkan agar atasannya jangan merokok dalam ruangan ber-AC, tetapi lelaki itu mana peduli, akhirnya membuka jendela dan mematikan AC yang bisa Rais lakukan.Sejak pagi Diaz tampak galau dan gelisah, sudah hampir dua bungkus rokok yang dibakar sia-sia. Ketika ditawari makan siang, lelaki itu juga menolak. "Kenapa masih di sini? bukankah kau mau makan siang?" tegur Diaz yang melihat Rais masih berdiri di ruangannya."Apa anda mau memesan sesuatu? Nanti saya bawakan.""Ya, bawakan saja aku makanan yang bisa dimakan!" perintah Diaz dengan asal Kembali asap rokok memenuhi ruangan ini, rasanya Diaz benar-benar bisa gila memikirkan kejadian tadi malam. Malam tadi sebenarnya adalah malam impiannya, bagaimana tidak? Sudah lima tahun dia memimpikan wanita itu dalam rengkuhannya, tetapi

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   10_ Wanita yang datang kembali

    Sampai ruangan Tommy, lelaki itu masih sibuk mengurusi dokumen di tangannya. Ketika melihat Mutiara, lelaki itu langsung meletakkan dokumen dan menatapnya dengan tajam."Kemarin kamu ke mana?" tanya lelaki itu dengan mata tajam.Mutiara sebenarnya gugup mendengar pertanyaan suaminya ini, namun sebisa mungkin dia menampilkan sikap wajar di hadapannya."Aku menginap di rumah Renita," ujarnya dengan nada biasa."Kenapa kau menginap di rumahnya?" buru Tommy dengan tidak puas."Aku bosan! di rumah juga tidak ada orang. Aku akan menginap di rumah mama, tetapi mama belum pulang juga. Aku hanya butuh teman ngobrol dan nonton drama bersama.""Setidaknya kau hubungi aku atau tinggalkan pesan.""Buat apa? selama ini kutelpon kamu juga tidak mengangkat, kukirim pesan juga tidak dibalas. Aku juga punya titik jenuh dan bosan. Bukankah kau melarangku ikut campur masalahmu? seharusnya kau juga seperti itu padaku.""Aku ini suamimu!""Hanya suami di atas kertas. Apa kau memanggilku demi ini?"Tommy te

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   11_Pembelaan Rio dan Novita

    Siska Artamevia, hanya karena wanita itulah Tommy menjadi orang yang kehilangan kepribadian. Sekarang yang menanggung akibatnya adalah Mutiara. Kewarasan Tommy tergerus semua karena wanita ini. Mutiara memang belum pernah bertemu langsung dengan wanita ini, tetapi dia selalu melihat penampilan wanita ini yang wara-wiri di layar kaca. Sudah tiga tahun wanita ini menetap di luar negeri, bersama suaminya. Tetapi kenapa dia kembali? Mutiara tidak mengikuti berita tentang wanita ini, buat apa juga? Mereka hanya mantan. Tetapi detik ini, Mutiara merasa meremehkan wanita ini mana kala pegangan tangannya di lengan lelaki ini diurai perlahan, sorot mata lelaki ini begitu berbinar menatap ke arah panggung.Apa lagi yang diharapkan pada lelaki ini? Bukankah dia juga sering diselingkuhi dengan banyak wanita? Bertambah satu lagi mantannya, apa bedanya? Mutiara hanya berdecak, selanjutnya dia berjalan perlahan bergabung dengan istri Rio Dewanto, sambil sesekali mengamati pergerakan suaminya.Memang

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   12_Siska akan menjadi istri kedua

    Sesuai dugaan Mutiara, Tommy memang tidak pulang. Bahkan sampai dua hari. Dia juga tidak pergi ke kantor, pasti mengencani artis itu. Mutiara bersikap biasa saja, dia bekerja seperti biasa, pulang ke rumah seperti biasa. Tidak ada yang berubah di hidupnya. Tommy bahkan pernah pergi selama sebulan waktu berkencan dengan seorang foto model, mereka berlibur ke Pulau Hawai. Ini baru dua hari belum ada apa-apanya. Tetapi yang membuat gerah, pagi ini Clarisa sudah menunggu di ruangannya dengan wajah congkak, seolah-olah dia istri sahnya Tommy."Mau apa kamu ke sini?!" tanya Mutiara dengan nada tidak suka "Kenapa Pak Tommy tidak ke kantor dua hari ini?" tanya Clarisa dengan mengintimidasi."Loh, aku pikir dia pergi ke tempatmu?" "Apa?" Clarisa menyipitkan matanya heran melihat Mutiara yang biasa saja mendapat cercaan darinya."Anda kan istrinya, Bu! tapi anda kok tidak tahu ke mana Pak Tommy pergi, gimana sih?""Aku memang istrinya, tetapi kamu kan kekasihnya? kekasih ... itu artinya orang

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   13_Kenapa Kau tak mau melepaskan aku?

    "Siska rela menjadi yang kedua. Jadi aku akan menjadikan istri kedua. Kamu tetap menjadi istri pertamaku."Tubuh Mutiara menegang seketika. Brengsek, ternyata lelaki ini tidak akan melepasnya sama sekali. "Bukankah kau cinta mati dengan wanita itu? Kenapa masih tidak mau melepaskan aku?" ujar Mutiara dengan suara bergetar, menahan emosi yang sudah menumpuk di dada."Bagaimana aku bisa melepaskan mu? kau adalah tambang emasku. Aku akan menjadikan Siska istri yang kucintai bahkan kutiduri, sementara kamu bertugas menjaga perusahaan ku, bagaimana? kurang baik apa aku?"Prangspontan Mutiara melempar gelas yang dipegangnya, tepat sasaran! gelas itu mengenai kepala Tommy dan jatuh pecah beberapa bagian di lantai. Tommy yang tidak menduga akan hal itu, menatap Mutiara dengan mata melotot, darah segar mengalir dari pelipisnya.Mutiara juga tidak menduga dengan tindakan spontan nya itu, tangannya gemetar dan wajahnya pucat, darah di pelipis Tommy sudah mengalir hampir mengenai mata."Kau ber

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   14_Perusak suasana

    Sudah seminggu Mutiara dikurung di rumah ini oleh Tommy. Setiap pagi dan sore hari akan datang ART paruh waktu yang akan membersihkan rumah, berbelanja dan memasak. Tommy tidak akan membiarkan Mutiara bekerja apapun di rumah ini. Ada dua satpam dan setiap hari berjaga di luar setiap hari bergantian untuk menjaga rumah, tujuannya agar Mutiara tidak kabur dari rumah. Sudah satu Minggu sejak peristiwa itu juga Tommy tidak kembali ke rumah itu, entah kemana perginya lelaki itu? tidak membuat Mutiara pusing memikirkannya, dia justru lega tidak melihat lelaki itu. Terserah dia mau bermalam di manapun dengan wanita manapun. Walaupun dikurung, Tommy masih tetap mengijinkan mutiara bekerja dari rumah. Tip hari Renata akan mondar-mandir dari kantor ke rumah atasannya itu untuk membawakan pekerjaan. Kadang kala dia menyuruh kurir kantor jika tidak sempat, kadang juga orang-orang kantor ataupun pabrik yang berkepentingan padanya akan datang ke rumah.Sore ini dia didatangi oleh tim pengembang pr

Latest chapter

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   212

    Diaz menghela napas berat, mana bisa dia memberi ijin seperti itu, sudah jelas-jelas terlihat di mata lelaki bernama Setiaji itu sangat tertarik dengan istrinya. Itu namanya bunuh diri Tetapi melihat tatapan memohon Mutia membuatnya luluh, memang tidak seharusnya dia mematahkan hati seorang anak kecil, jika punya anak nanti, dia juga tidak ingin anaknya sedih. "Baiklah, nanti setelah dua Minggu aku akan menjemputmu. Aku juga akan menjenguk mu kapan saja aku mau, sekarang aku akan menginap di sini, ya? aku sudah sangat rindu denganmu." "Tentu saja." "Mulai sekarang, jika kamu punya masalah apapun cerita sama Mas. Jadi mas tidak salah paham, coba kalau kau cerita kalau nenek meninggal, tentu aku tidak akan salah paham begini. Di manapun aku berada, cerita! tidak ada yang lebih penting selain dirimu, soal kerjaan itu hanyalah Rizki saja, kalau memang masih rezeki tidak akan kemana." "Iya, Mas. aku juga minta maaf. Niat hati aku tidak ingin membebani pikiranmu, tetapi malah just

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   211

    "Untuk apa mas mencari ku? bukankah mas Diaz sudah menceraikan aku? Buat apa, Mas?" tanya Mutia dengan napas yang mulai tersengal, ternyata dia tidak sekuat itu, cairan bening tetap jebol dari mata indahnya. "Tidak semudah itu bercerai, pernikahan kita sudah didaftarkan di KUA, mana bisa kita bercerai hanya dengan kata talak. harus menyelesaikan prosedur perceraian lewat pengadilan." "Apa? jadi mas Diaz datang ke sini mau menyelesaikan prosedur perceraian di pengadilan agama? apa mas datang untuk membawa surat panggilan sidang?" Mutia yang memang pernah bercerai tentu tahu betul bagaimana prosedur perceraian resmi di pengadilan, dia tidak perlu menanyakan hal ini dan itu, jika memang sudah mendaftarkan perceraian, tinggal menunggu panggilan sidang. "Apa kau begitu ingin kita bercerai agar kau terus dipanggil bunda oleh anak kecil itu? kita belum bercerai secara resmi tapi kau sudah bersama lelaki dengan seorang anak?" "Apa? Mas menuduhku kembali?" Diaz tercekat dengan uc

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   210

    "Apa Rani sudah memilih pakaian yang akan dibeli?" tanya Setiaji ketika dua wanita beda usia menuju ke arahnya dengan membawa tentengan masing-masing. "Sudah, Ayah. Bunda Mutia memilih baju cantik-cantik sekali buat Rani, Rani suka. Ini juga ada sepatu dan juga sandal buat Rani," seru gadis itu dengan suara gembira. "Apakah Bu Mutia ingin memilih barang? biar saya yang membayar," tawar Setiaji. "Tidak usah, Pak. Saya belum membutuhkan barang apapun." Setiaji sudah menduga jawaban Mutia akan seperti itu, melihat dari gestur wanita itu jelas bukan wanita yang matre dan mau-mau saja dibelikan ini dan itu. "kalau begitu kita bayar, sudah itu kita pulang dan mengantar ibu guru Mutia ke rumahnya, ya?" ujar Setiaji pada putrinya. "Namanya bunda Mutia, kenapa ayah memanggilnya ibu guru? panggil bunda, Ayah." Setiaji hanya tersenyum canggung dan mengelus putrinya sambil mengangguk, sudit matanya melirik ke arah Mutiara dengan perasaan yang tidak enak. Setelah membayar semua barang

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   209

    "Gaji dan bonus ibu sudah saya kirim ke rekening," ujar Setiaji ketika salam perjalanan menuju mall. "Loh, Pak? ini kan baru dua Minggu, kenapa sudah gajian?" "Saya baru saja menerima bonus dari proyek yang saya kerjakan." Mutia memang memberikan nomor rekeningnya seminggu yang lalu mana kala Setiaji menelponnya untuk mengirim biaya hidup Rani. Tidak disangka sekarang dia sudah menerima gaji, dengan cekatan Mutia memeriksa mobile banking nya dan melihat mutasi rekening terbarunya. "Ha? kok sepuluh juta? ini tidak kebanyakan, Pak?" protes Mutia tidak percaya dengan transaksi di M-banking nya "Itu gaji ibu lima juta, buat biaya Rani sehari-hari dua juta dan sisanya bonus menemani Rani hari ini." "Hanya menemani ke mall dapat bonus tiga juta? yang benar saja, Pak?" "Itu hanya uang bonus, siapa tahu nanti di mall ibu ingin membeli sesuatu." Mutia tidak lagi protes, karena sepanjang jalan Rani selalu mengajaknya berbicara dengan menanyakan setiap apa saja yang dia lihat, sement

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   208

    "Ya, saya terserah ibu mana baiknya." "Kok, terserah saya? anda orang tuanya." "Anda kan gurunya?" Mutia tidak bisa berkata-kata lagi, dia menatap lelaki itu dengan canggung, sementara lelaki itu juga menatapnya bergeming. selama beberapa detik tidak ada yang bersuara diantara mereka, hingga lelaki itu bersuara, "Saya terlalu sibuk dengan pekerjaan, sehingga kurang perhatian terhadap putri saya. Saya selalu berangkat pagi dan pulang malam, ini sudah menjadi resiko pekerjaan." "Memangnya apa pekerjaan anda?" "Saya seorang teknik sipil yang sekarang tengah mengerjakan pengerjaan jalan di luar kota, memang tidak terlalu jauh dari kota Surabaya, tetapi memang jarak tempuhnya lumayan tiga jam. Bisakah saya menitipkan Rani pada ibu ketika saya pergi?" Mutia kembali terperangah mendengar perkataan lelaki itu, bagaimana dia bisa? "Saya akan membayar untuk jasa-jasa itu, saya tidak percaya pada pengasuh. Dulu saya memiliki pengasuh, tetapi setiap hari Rani dicekoki obat tidur

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   207

    Mutia juga mencari data-data Rina siapa tahu ada nomor telepon orang tuanya, tetapi tidak ada. Bagaimana ini guru yang menerima pendaftaran murid, kenapa tidak dimintai data-data lengkap? Mutia hanya menghela napas berat. Setelah jam lima sore, terpaksa Mutia membawa Rina pulang, dia juga sempatkan mampir di toko baju untuk membelikan baju harian anak yang murah saja karena uangnya juga sedikit. Rina hanya mengikuti Mutia tanpa protes, tentu saja Mutia sangat mengkuatirkan keadaan anak ini, dia tentu saja jengkel. Dia juga mengadu pada rekan kerja dan kepala sekolah di telpon, mengirim pesan di wa grup kelas, meminta orang tua dari Rina untuk menjemput anaknya di rumahnya dan berpesan pada satpam yayasan untuk memberitahu orang tua Rina kalau mencarinya. Mutia sesekali mengintip grup kelas ada orang tua Rina yang merespon dan menanggapi keberadaan Rina, tetapi di grup hanya ada tanggapan orang tua murid lain yang juga terheran-heran kenapa ada anak yang belum dijemput se sore ini

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   206

    Sudah seminggu lamanya Diaz menyewa jasa detektif swasta tetapi sama sekali belum membuahkan hasil. Kata Rais mereka adalah detektif swasta terbaik, tetapi mana hasilnya? Diaz benar-benar tidak sabaran. Akhirnya Diaz memutuskan untuk pergi ke Austria dan mencari keberadaan Fahri. Diaz tidak tahu di mana alamat tempat tinggal lelaki itu, tetapi tahu tempat kerjanya di kedutaan. Siang itu Diaz menemui Fahri di kantor konsulat tersebut dan membuat Fahri terkejut menerima kedatangannya. ."Pak Diaz? apa yang membuat pak Diaz jauh-jauh menemui saya?" Diaz hanya menghela napas berat, dia sesap kopi panas yang terhidang di hadapannya. "Pak Fahri, saya mencari istri saya Mutiara. Sejak tiga bulan yang lalu, dia pergi dan saya tidak menemukan dia dimanapun. Saya yakin pak Fahri tahu keberadaannya." Fahri memicing heran, sebenarnya Fahri ingin memaki Diaz yang benar-benar sudah menelantarkan Mutia yang kini sudah dia anggap seperti adiknya sendiri, tetapi Fahri hanya bisa menahan dir

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   205

    Diaz tercengang mendengar kata-kata Fadil, benarkah situasinya seperti itu? tetapi mereka terlihat begitu akrab, tatapan Mutia ke arah Fahri bahkan seperti wanita yang sangat merindukan lelaki itu. "Harusnya kamu berterima kasih pada Fahri, lelaki itu datang tepat waktu. dia membantu Mutia mengurus jenazah nenek, dia bahkan rela disibukkan oleh Mutia yang seharusnya kamu yang melakukannya. Mereka berinteraksi di depan banyak orang, aku yang mengantar nenek sampai kuburan bahkan melihat lelaki itu sampai turun ke liang kubur membantu perkuburan. Kenapa kau tidak tanya dulu dibalik cerita foto itu?" "Melihatnya aku langsung terbakar cemburu." "Aish, cemburu memang bisa mengumpulkan otak orang secerdas apapun. Kamu tahu, bahkan Mutia cerita sama Tasya kalau Fahri sudah dianggap kakak oleh Mutia. bahkan lelaki itu sekarang sudah pergi ke Austria, pindah berkerja di sana. Emang dasar bego kamu ini, ya!" kesal Fadil sambil melempar sendok ke arah Diaz. Diaz yang terkena lemparan di

  • Istri yang Kau Sia-siakan, Dilamar CEO Tampan   204

    "Sejak kapan kamu pulang dari Dubai?" "Sudah semingguan lah." "Jadi, waktu nenek Mutia meninggal dunia kamu sempat hadir, dong ya?" "APA? KAMU BILANG APA?!" Fadil yang mengangkat cangkir kopi dan akan menyeruputnya sampai terkejut mendengar teriakan Diaz, bahkan air kopi itu sebagian tumpah ke meja dan sedikit ke celananya. "Apa sih? teriak-teriak, kaget tahu!" gerutu lelaki itu sambil meraih tissue dan menyeka celananya. "Kamu bilang apa tadi?" tanya Diaz dengan nada suara yang sudah diturunkan. "Bilang apa? aku cuma nanya kapan kamu balik ke Indonesia, itu aja." "Bukan yang itu, kamu bilang nenek Mutia meninggal dunia?" Fadil yang kembali akan menyeruput kopi, tangannya jadi bertahan di udara, dia menatap sahabatnya itu dengan tatapan heran. "Kamu sudah seminggu balik ke Indonesia jangan bilang kamu nggak datang ke makam nenek," ujar lelaki itu dengan tatapan menelisik. "Apalagi sampai kamu nggak tahu kalau nenek Rosida meninggal dunia," tambah Fadil sambil me

DMCA.com Protection Status