"Apa? Kamu?" Mas Raffi menatap Dea tak percaya dengan apa yang Dea ucapkan. Dea mengangguk sekali lagi. Mas Raffi mengusap wajahnya kasar."Astaghfirullah," gumamnya pelan. Aku menepuk pelan punggungnya agar ia bersabar dan coba dengarkan apa penjelasan Dea."Duduk dulu yuk, kita bicara Dea." Aku mengajak Dea dan Ficki untuk duduk dan bicara dengan kepala dingin. Mereka saling tatap sebelum kemudian mengangguk menyetujui."Ayo Mas, kita duduk dulu." Aku merangkul lengannya. Aku paham sekarang pasti dia sangat syok, bagaimana pun Dea masih sepupunya dan berita ia hamil sebelum ada ikatan pernikahan dengan seorang laki-laki, tentu ini menjadi aib bagi keluarga.Tak bisa kubayangkan bagaimana reaksinya Tante Syakira ketika mendengar ini. Dea yang selalu berada di puja puji olehnya, kini justru mencoreng namanya. Ia tengah mengandung benih dari seorang laki-laki yang bahkan sangat ia benci karena dianggap tidak setara dengan keluarga.Berkali-kali aku melihat Mas Raffi menghela napas."J
Kaget, syok, pasti itu yang di rasakan Tante Syakira sekarang."Apa kamu bilang tadi?" tanya Tante Syakira sekali lagi, kali ini kedua netranya memerah. "Ak–aku hamil, Ma!"Plak!Sebuah tamparan keras kembali mendarat di pipi Dea."Anak kurang ajar, kamu ya! Mama susah payah membesarkan kamu, ini balasan kamu sama.Mama!" teriak Tante Syakira sambil menjepit rahang Dea begitu keras. Sampai wajahnya menengadah ke atas, menatap wajah ibunya yang sudah benar-benar diliputi amarah luar biasa."Tante, Tante! Sabar dulu Tante," ucap Mas Raffi mencoba menenangkan Tante Syakira juga karena tak tega melihat Dea."Diam kamu! Nggak usah ikut campur!" sentak Tante Syakira tajam."Kamu benar-benar melempar kotoran di wajah mamamu ini Dea! Setelah semua yang Mama lakukan untuk kamu, ini balasan kamu? Hah!"Dea menangis tergugu, ia sampai terisak karena mungkin tak menyangka mamanya ternyata bisa semarah ini."Ma–maafin Dea Ma. Maafin Dea," ucapnya terbata ditengah tangisnya. Bahunya terguncang heba
"Jadi dua minggu lagi Dea akan menikah Fi," tanya Papa Hendra saat kami bersantai di ruang keluarga selepas magrib."Iya, pa. Tante Syakira sih ngomongnya gitu.""Kok mendadak banget, tumben Syakira nggak heboh sana sini untuk persiapan pernikahan anak perempuannya," ucap Mama yang juga merasa heran."Ehm, sebenarnya kemarin Dea udh sempet mau kabur nggak mau pulang ke rumah Ma, dia ingin kawin lari sama pacarnya," jelas Mas Raffi yang tentu saja membuat Mama dan Papa terkejut."Lho kok bisa? Kenapa?""Tante Syakira nggak setuju sama hubungan Dea dengan Ficki pacarnya itu. Tapi sekarang malah Dea hamil sama laki-laki itu, ya jelas Tante Syakira marah banget Ma.""Apa? Hamil?" Mama tersentak kaget.Aku dan Mas Raffi mengangguk."Astaghfirullah."Kami pun menceritakan semuanya sama Mama dan Papa dengan kesepakatan berita ini jangan sampai bocor keluar termasuk sama keluarga besar kakek. Karena bagaimanapun juga kasihan Dea dan Tante Syakira jika harus menanggung malu."Yah begitulah Fi,
"Kemarin sudah kita bahas, dan sudah menemukan kesepakatan! Kenapa Tante nekat seperti ini Tan! Astaghfirullah! Sadar Tan, nyebut! Yang Tante lakukan ini adalah perbuatan dosa!" Mas Raffi tak bisa lagi menahan emosinya. Aku pun sama, geram rasanya, tapi aku tak bisa bersuara, ini bukan ranahku, biar Mas Raffi sendiri yang bicara, dengan kerabatnya ini."Kalau sudah begini, bagaimana? Kita mau cari Dea di mana?" tanya Mas Raffi pada dirinya sendiri.Tante Syakira hanya menggeleng, masih sambil menangis tergugu."Tante menyesal Fi, Tante nyesel!" ucapnya parau di sela tangisnya."Menyesal sekarang nggak ada gunanya Tante. Sekarang Dea di mana juga kita nggak tahu. Bagaimana kalau Dea nekat melangsungkan pernikahan dengan Ficki, dan tidak akan pernah kembali ke rumah ini lagi."Tangis Tante Syakira makin menjadi."Raffi! Ada apa ini? Ada apa Sya?!" Tiba-tiba Mama datang kemari. Sontak membuat kami semua yang ada di sini menoleh ke arah pintu, dimana Mama datang tergopoh-gopoh memasuki r
Mengejar mobil ambulance di tengah padatnya pengguna jalan tentu itu bukan hal mudah.Suara klakson sana sini saling bersahutan.Mas Raffi masih terus fokus dengan mobil ambulance yang berada agak jauh ke depan, aku pun sama, terus memantau jarak yang terbentang di antara mobil ini dengan ambulance, agar tak sampai kehilangan jejak.Setelah melewati hiruk pikuk padatnya jalanan, akhirnya kini kami telah memasuki pelataran sebuah rumah sakit.Aku dan Mas Raffi langsung bergerak turun dan tempat yang pertama kami tuju adalah bagian UGD, pasti tadi Dea langsung masuk ke UGD."Selamat sore Mas, apa tadi ada pasien kecelakaan lalulintas yang baru saja masuk?" tanya Mas Raffi pada tenaga kesehatan yang berjaga. "Iya benar Mas, maaf Masnya siapa?""Maaf sebelumnya, siapa nama pasien kecelakaan itu Mas? Soalnya kami sempat lihat sepatu korban kecelakaan itu seperti sepatu milik sepupu saya, kebetulan saya tadi sedang melintas di lokasi kecelakaan."Laki-laki itu mengangguk paham."Pasien per
"Saya terima nikah dan kawinnya Dea Azalea binti Irwan dengan mas kawin tersebut di bayar TUNAI!" Suara Ficki terdengar lantang saat mengucapkan ijab kabul. "Sah!""Sah!""Alhamdulillah" Kalimat hamdalah bersahutan usai para saksi mengatakan 'Sah' Semua yang hadir tersenyum ikut bahagia atas pernikahan Dea dan Ficki. Meski wajah Tante Syakira sendiri terlihat murung.Acara pernikahan Dea di gelar sederhana di rumah Tante Syakira, hanya kerabat dekat dan tetangga dekat yang di undang. Sedangkan dari keluarga Ficki sendiri hanya ada Om dan ayahnya Ficki, konon katanya ibunya Ficki sudah lama telah meninggal dunia.Senyum bahagia tergambar jelas di wajah Dea yang kini telah di rias dengan riasan pengantin."Alhamdulillah, semoga mereka bahagia ya Mas," ucapku pada Mas Raffi yang ikut menyaksikan acara ijab kabul mereka."Iya.""Tapi lihat deh Mas, Tante Syakira sendiri malah terlihat murung.""Biarin aja, dia memang begitu, nanti juga lama-lama biasa lagi. Tante Syakira hanya butuh w
"Mas kedua orang itu kenapa ya?" tanyaku pada Mas Raffi yang tengah fokus mengemudi, tapi aku yakin dia pasti juga melihat dua orang di pinggir jalan itu yang sepertinya tengah berseteru."Nggak tahu, biarkan aja la Sayang, itu bukan urusan kita."Ada rasa kecewa menelusup di dada. Mendengar Mas Raffi tak ada keinginan untuk menolong wanita itu. Aku takut terjadi sesuatu tindak kekerasan atau kriminal yang bisa saja terjadi."Iya, tapi kasihan dia Mas, sepertinya mau di palak, sama cowok itu, tuh lihat tuh, perempuan itu seperti marah-marah sama dia," aku masih saja memperhatikan kedua orang itu dari dalam mobil, semakin lama jarak kami semakin menjauh."Iya, di kota besar seperti ini hal seperti itu sudah lumrah terjadi Sayang, mungkin mereka punya urusan yang kita nggak tahu. Kita jangan terlalu mencampuri urusan orang lain Sebaiknya kita fokus cari tempat makan, aku udah lapar Sayang. Apa kamu tidak lapar?""Tentu saja aku lapar Mas."Aku pun terdiam. Sambil sesekali netra ini me
"Vivi!" Ya Allah benar itu Vivi. Aku kaget bukan main, reflek aku menutup mulutku dengan telapak tangan.Perempuan itu pun langsung menoleh saat aku mengucap namanya tadi. Sejenak kami saling tatap. Dunia seakan berhenti untuk beberapa saat, mengingat semua memori yang tersimpan di dalam ingatanku. Memori masa kecil kami hingga dewasa, sampai memori saat ia datang menjadi duri dalam rumah tanggaku. Menghancurkan keutuhan rumah tanggaku.Walau kini semua itu telah berlalu dan tergantikan oleh kebahagiaan yang datang padaku berlipat-lipat dari sebelumnya. Tapi tetap saja, hati yang retak oleh perbuatan keji seseorang, tak akan mampu membuat hati itu utuh kembali seperti semula meski kata maaf telah terlahir dari dalam sanubari dan lisan itu sendiri.Vivi pun mengerejap beberapa saat, seakan memastikan jika yang berdiri di depannya kini adalah aku. Ya aku, Anisa Andhara Putri Hadiwijaya, sepupunya yang dulu pernah disakitinya dengan begitu kejam. Wanita yang ia singkirkan hanya demi mer