Share

Bab 4. Kamu Pilih Dia atau Aku

Penulis: Tifa Nurfa
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Tyas!" Ibu kembali memanggil kali ini suaranya sangat nyaring terdengar.

Jika biasanya aku akan langsung menyusul ke dapur dan melakukan apapun supaya beliau berhenti mengomel, mendengarkan semua nasihat darinya untuk hidup hemat supaya bisa punya banyak tabungan.

Tapi sekarang aku enggan menyusulnya ke dalam. Biarkan saja dia mengomel sampai puas. Aku sedang tidak ingin berdebat, sudah cukup kelakuan anaknya yang membuatku sakit, tak ingin aku bertambah pusing karena ocehannya.

Ibu mertuaku sebenarnya baik, hanya saja beliau sedikit pelit. Terutama soal makan. Beliau rela makan hanya pakai ikan asin asal bisa nabung. Uangnya sebenarnya banyak, tapi dia jarang membelanjakan untuk urusan perut.

Terkadang untuk makan sendiri saja dia sangat irit sekali dengan dalih berhemat. Dia lebih suka menyimpan uangnya untuk membeli tanah atau emas, daripada menggunakannya untuk makan enak apalagi jalan-jalan. Terbukti prinsipnya itu berhasil, ibu mertuaku punya beberapa tanah, dan rumah. Rumah ini pun berdiri di atas tanah miliknya.

Semakin lama suara Ibu sedang mengomel, makin santer terdengar. Lama-lama pusing juga aku.

"Ada apa sih Bu, berisik banget dari tadi," ucapku ketus. Ibu menatapku dengan tatapan yang tak biasa. Mungkin dia menyadari perubahan sikapku. Aku biasanya akan berbicara lembut dan manis padanya. Tapi tadi, nada bicaraku ketus padanya.

"Kamu ini apa-apaan! Ini makanan sebanyak ini buat siapa? Terus ini, kue ulang tahun beginian ini untuk apa? Buang-buang uang saja! Anakku kerja keras cari uang, kamu buang-buang uang! Masak banyak-banyak begini, tapi nggak dimakan, jadi basi begini! Mubadzir! Kalau memang nggak di makan mbok ya di bawa ke rumah ibu saja, biar Hasna sama Ibu dan Bapak yang makan!"

Aku diam saja mendengar ocehan Ibu. Mau membela diri juga pasti tetap dianggap salah.

"Begini jadi kebuang 'kan semuanya! Lagian kamu buat apa sih beli kue-kue segala, masak sebanyak ini! Mana semuanya makanan enak! Ada rendang daging, ada ayam, belum lagi ini udang. Ya Allah! Nggak usah bikin acara aneh-aneh kayak orang-orang itu, nggak ada gunanya. Pemborosan! Ngurusin urusan perut itu nggak ada habisnya! Toh juga enaknya cuma sampai di tenggorokan, udah sampai perutnya ya sama saja."

Ibu terus saja mengomel aku sampai pusing mendengarnya.

"Sudahlah Bu, ini semua juga karena Mas Iqbal." Aku menyahut.

"Apa Iqbal? Ini semua kan kamu yang bikin, kenapa malah nyalahin Iqbal! Tyas! Ibu nggak mau lihat begini lagi, kalau sampai kamu begini lagi, sebaiknya gaji Iqbal ibu saja yang pegang!" ucap Ibu masih dengan raut kesal menunjuk-nunjuk semua makanan itu.

Aku berlalu mencari kantong plastik untuk mengumpulkan semua makanan yang sudah tak bisa di makan itu.

Sayang sih sebenarnya, tapi mau gimana lagi, semuanya sudah basi.

"Duh, ini kelihatannya enak-enak semua, sayang banget semuanya sudah basi, kalau saja enggak basi, pasti habis aku makan semuanya ini." Aku masih bisa mendengar ibu bergumam ketika hendak berlalu mencari kantong plastik. Rupanya dia ngiler juga lihat makanan enak.

Aku mulai memasukkan semua makanan ke dalam kantong kresek. Terlihat ibu sedang membuka kulkas. Sudah tentu memindai isi kulkas sambil mulutnya mengomel. Aku sudah terbiasa dengan sikapnya.

"Maaf ya lama. Biasa habis dengerin ceramah," ucapku setelah selesai dan kembali ke ruang tamu menemui Amel.

Amel hanya tersenyum geli.

"Yas! Ibu pulang dulu! Ingat pesan ibu tadi, jangan boros!"

Aku hanya mengangguk. Ibu pun berlalu dengan membawa satu toples kue kering milikku.

"Maunya aku jangan boros, tapi kue kering setoples punyaku, diembat juga," ucapku setelah ibu sudah tak terlihat lagi.

"Mertua kamu itu lucu, dia nggak tahu aja kalau menantunya ini sejak dulu, apapun yang di mau selalu terpenuhi. Jangankan makanan, pulau pun bisa dibeli. Ha ha ha." Aku dan Amel tertawa.

"Sudah lebih baik sekarang? Aku pamit balik dulu ya Yas. Pokoknya apapun nanti rencana kamu, aku dukung. Kalau butuh apa-apa jangan sungkan hubungi aku." Amel menepuk pelan bahuku.

"Iya, makasih ya Mel. Aku nggak tahu kalau saja kamu kemarin nggak lihat Mas Iqbal di depan hotel, mungkin sampai sekarang aku nggak pernah tahu kalau dia itu selingkuh."

"Mungkin ini bagian dari rencana Tuhan, kebetulan Tuhan memilih aku sebagai perantara yang melihat mereka. Kamu sabar. Tetap tenang, balas mereka dengan bermain cantik. Hempaskan para penghianat itu."

Aku mengangguk setuju dengan apa yang Amel yang katakan. Bersyukur aku punya sahabat seperti dia.

Amel pun pamit pulang.

Aku menatap foto pernikahan yang bertengger di atas nakas. Aku tak menyangka pernikahan yang kita bangun dengan baik, harus harus dinodai dengan pengkhianat, Mas.

Deru suara mobil memasuki halaman rumah ini. Itu suara mobil Mas Iqbal. Jika biasanya ketika dia pulang aku akan langsung menyambutnya, dan dengan sigap membuatkan kopi kesukaannya, tapi kali ini, menatap wajahnya saja rasanya enggan. Aku memilih tetap diam di kamar.

"Tyas!"

"Tyas!"

Suara Mas Iqbal memanggilku.

Ceklek.

Pintu kamar terbuka. ia menghembuskan napas lega begitu melihatku.

"Tyas! Mas minta maaf. Ak–aku khilaf."

Khilaf dia bilang? Khilaf karena sudah ketahuan! Kalau tidak ketahuan apa dia masih bilang ini khilaf?

"Khilaf karena sudah ketahuan? Kalau nggak ketahuan, aku yakin kamu akan terus mencurangi aku Mas!" sungutku.

"Sudah berapa lama?"

Mas Iqbal menatapku lekat. Dia diam tak menjawab.

"Dia ... Dia bukan orang baru. Dia mantan pacarku dulu."

"Oh! Cinta lama belum kelar, rupanya! Pantas saja sudah tak punya urat malu! Mungkin mengenang masa-masa dulu yang belum selesai. Gitu!"

"Maafkan aku." Kata maaf yang terucap terdengar memuakkan.

"Sayang kata maaf saja tidak cukup Mas! Kamu anggap apa aku ini Mas? Kamu anggap aku? Hah! Aku sudah berusaha mengimbangi kamu! menjadi seperti yang kamu mau! Berusaha mengikuti segala aturan ibu kamu yang bawel itu, sekarang kamu malah–"

Aku tak mampu melanjutkan ucapanku.

"Sekarang aku tahu, kenapa akhir-akhir ini sikap kamu berubah, sering pulang larut malam dengan alasan meeting! Rupanya meeting dengan pelacvr itu! Hah?!"

"Amanda bukanlah wanita seperti itu! Jaga ucapanmu Tyas!" bentak Mas Iqbal, dia selalu tak terima jika aku menyebut jal4ng itu dengan kata pel4cvr.

"Lalu apa namanya jika bukan pel4cvr! Hah? Oh, Jal4ng? Hanya wanita jal4ng yang pantas untuk wanita mur4han perebut suami orang!"

"Sekali lagi kau berkata seperti itu, aku tak segan menamparmu, Tyas!" ucapnya dengan nada meninggi. Tangannya terangkat bersiap hendak menamparku.

"Kenapa? Tampar saja, tampar! Sekali saja tangan kotormu itu menyentuh pipiku, aku pastikan kau akan menyesalinya seumur hidupmu, Mas!"

Mas Iqbal terdiam. Aku tersenyum kecut, kemudian membuang pandangan ke arah lain.

"Bukan begitu Yas! Dia adalah cinta pertamaku. Sulit bagiku untuk melepasnya setelah sekian lama kehilangan dia. Dan sekarang dia kembali, aku tak mungkin meninggalkan dia."

Aku terpana mendengar kalimat yang baru saja keluar dari mulut suamiku. Ringan saja mulutnya berkata demikian.

Sebegitu berartinya dia di hati kamu? Aku merasa hatiku seperti di cabik-cabik. Mendengar suamiku mengakui betapa besar cintanya pada wanita itu. Sakit.

"Oke, kalau gitu kamu pilih aku atau dia Mas?" tanyaku dengan suara bergetar.

Bersambung.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
angel azzahra
bodoh sudah tahu di selingkuhi masih aja suruh milih,idih aku mah jijay,biar di bonusin villa di puncak juga.........
goodnovel comment avatar
Tth Im
mauan menjadi bagian yg dipilih iqbal
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Istri yang Kau Sakiti Ternyata Punya Perusahaan Sendiri    Bab 5. Mulai mengambil Langkah.

    Bab 5. Mulai mengambil langkah. "Oke, kalau gitu kamu pilih aku atau dia Mas?" tanyaku dengan suara bergetar, menahan sesak yang menghimpit dada ini. Sebisa mungkin aku menahan tangis agar tak sampai tumpah sekarang. "Aku nggak mungkin ninggalin dia, Yas!" "Segitu berartinya dia untuk kamu Mas?! Lalu selama ini pernikahan kita kamu anggap apa?!" sentakku tajam. "Sebenarnya kami ... Ka.i sudah menikah siri seminggu yang lalu. Bagai tersambar petir di siang bolong. Ternyata sudah sejauh itu hubungan mereka. Aku menatapnya dengan pandangan mulai berkabut. "Dan sekarang, dia sedang hamil anakku." Lagi-lagi tubuhku seperti di timpa godam yang teramat berat. Aku menggeleng tak percaya dengan apa yang kudengar. "Aku laki-laki. Apanya yang salah? Laki-laki boleh memiliki istri lebih dari satu. Bukankah itu Sunnah, dan bagimu jaminannya syurga." Aku menggeleng tak terima. Sunnah yang di maksud dalam berpoligami tentu bukan seperti ini. Posisi Mas Iqbal jelas dia menikahi Amanda karena

  • Istri yang Kau Sakiti Ternyata Punya Perusahaan Sendiri    Bab 6. Anak Salah tetap di bela.

    Tak berapa lama setelah Mas Iqbal ke luar rumah. Aku bergegas bangun berniat untuk mengikutinya ke rumah Ibu.Aku ingin lihat bagaimana reaksi mertuaku. Kalau sudah lihat kelakuan anaknya begini apa ibu masih mau membela anaknya?*"Iqbal! Kamu baru pulang kerja? Haduh, anak ibu sekarang jadi orang sibuk. Alhamdulillah, kerja keras ibu membesarkan kamu tidak sia-sia kamu bisa jadi orang sukses sekarang, punya jabatan. Ibu bangga sama kamu Bal!"Baru saja aku memasuki pintu depan, terdengar suara renyah ibu dari dalam. Aku mencibir mendengar ibu membanggakan anaknya. Sebentar lagi ibu pasti akan kaget, anak yang ia banggakan itu tak lebih dari seseorang yang bej4t kelakuannya."Oh ya, kamu kasih tau Tyas untuk hati-hati dalam membelanjakan uang. Kamu yang capek-capek kerja dia buang-buang duit. Dasar dia jadi istri tak pandai bersyukur!""Bu, Iqbal kesini karena ada yang ingin Iqbal sampaikan."Mas Iqbal sepertinya tidak terlalu mendengarkan ocehan Ibu yang melulu soal itu lagi, itu la

  • Istri yang Kau Sakiti Ternyata Punya Perusahaan Sendiri    Bab 7. Cinta pertamaku

    Aku berjalan pulang ke rumah, saatnya aku mulai menyusun rencana. *"Assalamualaikum, Papa. Gimana kabar Papa?"Aku menghubungi Papa. Tiba-tiba saja aku kangen Papa. Melihat kenyataan Mas Iqbal mengkhianatiku, aku merasa bersalah sama Papa. Dulu beliau orang pertama yang menentang keras keputusanku saat hendak menerima Mas Iqbal dan menikah dengannya.Tapi karena aku tetap kekeuh, bersikeras pada keyakinanku, akhirnya Papa terpaksa merestui. Meski aku tahu, hatinya berat, hatinya tak rela melepasku bersama laki-laki yang tidak sreg di hatinya."Papa Baik. Seperti biasa, baik-baik saja. Kamu apa kabar, Sayang?" Terdengar suara khas Papa di seberang sana."Tyas juga baik, sehat, Pa.""Alhamdulillah kalau gitu. Gimana? sudah kamu sampaikan sama Iqbal soal rencana itu? Bagaimana beraksi dia? Papa yakin dia akan senang sekali dengan berita ini. Ya kan?" Entah mengapa suara Papa terdengar seperti ... Seperti tak ikhlas. Apa mungkin hanya perasaanku saja?"Ehm, soal itu ... Belum. Tyas belu

  • Istri yang Kau Sakiti Ternyata Punya Perusahaan Sendiri    Bab 8. Tinggal satu atap dengan maduku

    "Ayo masuk Sayang! Sini biar aku saja yang bawa, kamu duduklah dulu," ucap Mas Iqbal pada seseorang.Setelah diperhatikan baik-baik. Yang datang bersama Mas Iqbal ternyata adalah Amanda.Si4lan! Ternyata secepat ini dia membawa gundiknya ke rumah ini untuk tinggal bersamaku.Aku masih merasa ini seperti mimpi. Mimpi paling buruk sepanjang hidupku. "Apa istrimu tak apa-apa aku tinggal di sini?" tanya perempuan membuatku muak."Tyas, maksud kamu? Aman pokoknya! Toh rumah ini juga 'kan rumahku. Dia nggak ada hak, apa lagi ngelarang kamu untuk tinggal di sini. Dengar, kamu juga 'kan istriku. Kamu juga punya hak yang sama sama dia untuk tinggal di rumah ini. Aku mau kita melewati hari bersama-sama. Menunggu dia lahir ke dunia ini." Mas Iqbal merapikan anak rambut perempuan itu, lalu mengelus perutnya yang terlihat masih rata.Tak kupungkri sakit rasanya melihat pemandangan ini di depan mataku. Jika memang rasa cinta di dalam hati ini mulai pudar karena sebuah pengkhianatan, tapi luka peng

  • Istri yang Kau Sakiti Ternyata Punya Perusahaan Sendiri    Bab 9. puas-puasin belanja.

    Aku tercekat membaca laporan dari Nando. Ternyata Mas Iqbal selama ini banyak membohongiku. Tercatat performa kerjanya sangat buruk! Dia sering datang terlambat, dan juga beberapa kali tak masuk kantor padahal dari rumah dia selalu pamit ke kantor, bahkan sampai pulang malam dengan alasan ada meeting mendadak. Ck! Si4lan! Dasar laki-laki tak tahu di untung! Pembohong! Aku merutuki kebodohanku sendiri, bisa-bisanya aku tak menaruh curiga pada Mas Iqbal. Apa dia yang terlalu lihai dalam mengelabuiku? Salahku juga terlalu percaya padanya, sampai-sampai aku tak pernah terpikir untuk sesekali mengecek bagaimana sepak terjangnya di kantor. Aku langsung menghubungi Nando. "Nando, dua Minggu lalu ada proyek di Bandung, yang datang ke sana siapa?" tanyaku yang melihat kejanggalan pada data absensi Mas Iqbal sekitar dua Minggu. Di sini terlihat dua Minggu lalu, Mas Iqbal tetap masuk kerja seperti biasa, tapi dia mengambil ijin pulang cepat. Padahal aku ingat sekali pada tanggal itu, Mas Iq

  • Istri yang Kau Sakiti Ternyata Punya Perusahaan Sendiri    Bab 10. Silahkan atur sendiri uangmu

    "Tyas! Astaghfirullah! Kamu abis belanja sebanyak ini? Kamu benar-benar istri boros!" ucap ibu mertuaku menatap sengit ke arah barang-barang belanjaanku."Ya. Memangnya kenapa? ada yang salah?" tanyaku santai.Ibu hanya menggelengkan kepala seraya meraih paperbag yang kubawa."Eiittss! Maaf. Ini belanjaan saya Bu.""Iya, ibu tahu! Ibu cuma mau lihat! Kamu menghambur-hamburkan uang Iqbal saja!" Ibu merebut belanjaanku dari tangan dan membukanya satu per satu"Ish, siapa bilang pakai duit Mas Iqbal? Aku belanja pakai uangku sendiri kok," tukasku."Halah! Uang sendiri darimana kamu?! Memangnya kamu kerja?! Kamu kan nggak kerja, dari mana kamu dapat uang yang untuk belanja sebanyak ini! Mana yang kamu beli semuanya barang-barang mewah begini, ya ampun Tyas! Ini semua belanjaan kamu kalau dibelikan emas udah dapat berapa ratus gram ini Tyas! Kalau kamu simpan dalam bentuk emas itu bisa jadi investasi! Kalau kamu belanjakan untuk barang-barang seperti ini ya berakhir jadi sampah! Ngerti kam

  • Istri yang Kau Sakiti Ternyata Punya Perusahaan Sendiri    Bab 11. Reaksi Papa

    Kemeja biru muda polos yang ia kenakan terlihat sangat kusut. Dari beberapa hari yang lalu memang aku belum sempat menyetrika. Dan biasanya hari Minggu aku menyetrika semua baju-baju.Karena sejak hari Sabtu dia sudah ketahuan buat ulah, maka aku tak memegang satu pun pekerjaan itu.Dan sekarang dia harus berangkat dengan baju baju yang kusut. Pasti perempuan itu nggak mau menyiapkan semua keperluan Mas Iqbal. Wanita seperti itu yang kamu bilang sangat berarti bagimu Mas?Aku benar-benar tak habis pikir. Dibandingkan denganku tentu dia tak ada apa-apanya. Secara fisik, aku lebih cantik darinya, aku lebih bisa mengerti dia, aku sudah berusaha menjadi istri yang baik, melayani semua keperluannya.Ini yang membuatku tak terima. Dan bertekad untuk membalas rasa sakit hatiku. Sampai matanya benar-benar terbuka lebar, dan mampu membedakan mana berlian dan mana batu kali. Aku hanya tersenyum simpul melihat suamiku memasuki mobil, kemudian berlalu berangkat ke kantor. Aku membuat roti pangga

  • Istri yang Kau Sakiti Ternyata Punya Perusahaan Sendiri    Bab 12. Menolak nafkah batin

    "Papa akan buat perhitungan dengannya!" ucapnya kemudian.Aku menggeleng cepat."Enggak Pa. Tyas akan selesaikan sendiri masalah ini." Papa menatapku penuh arti."Kamu masih mencintai laki-laki itu?" tanya Ayah dengan tatapan tak suka."Bukan itu Pa. Tyas–""Lalu apa? Cuma orang bo doh yang masih mau bertahan dengan seorang pengkhianat!" ucapnya tegas."Tyas paham itu Pa. Tyas hanya ingin kasih dia pelajaran. Tyas nggak rela mereka bahagia setelah mencampakkan Tyas. Kalau Tyas langsung meminta cerai, mereka akan merasa menang," jelasku.Papa hanya membuang muka mendengar penjelasanku."Pa, Tyas paham, Papa nggak rela. Tapi Tyas yakin, Tyas kuat menjalani ini Pa. Papa percaya 'kan sama Tyas?"Papa menolehku sebentar lalu kembali membuang pandangan ke arah lain."Orang tua mana yang rela melihat anaknya di madu, bahkan tinggal satu atap dengan madunya.""Papa." Aku meraih jemari tangannya. Menggenggamnya erat-erat."Pa ... Maafin Tyas Pa. Ini semua memang salah Tyas, salah Tyas dulu ng

Bab terbaru

  • Istri yang Kau Sakiti Ternyata Punya Perusahaan Sendiri    Bab 148. Ending.

    "Pergi dari sini aku bilang! Pergi!" Sentak Iqbal dengan suara menggelegar."Oke, oke, aku tak akan mengambil Rayyan darimu. Tapi satu hal yang ingin aku sampaikan. Bagaimanapun aku ini adalah ayahnya. Jadi aku bisa sewaktu-waktu kemari untuk menengoknya. Kau tak bisa melarangku, kalau itu terjadi maka aku akan membawanya pergi jauh darimu."Ucapan Juna terdengar seperti ancaman bagi Iqbal."Oke! Tapi jangan pernah kau katakan kau adalah ayahnya. Tunggu sampai saatnya tiba. Saat dia bisa mengerti semua keadaan ini."Juna mengangguk kemudian pergi.Dalam keheningan malam, Iqbal duduk sendiri di kamar Rayyan, memandangi anak itu yang tertidur pulas. Sekarang Rayyan mulai mau menginap di rumah itu dan tidur bersama Iqbal. Tentu saja itu sesuatu yang sangat membahagiakan bagi Iqbal."Aku telah mencintaimu sejak hari pertama aku melihatmu di dunia ini," bisiknya lirih. "Sekarang dan sampai kapanpun ... tidak ada yang bisa mengubah itu." Iqbal mengelus pelan rambut lebat bocah yang tengah

  • Istri yang Kau Sakiti Ternyata Punya Perusahaan Sendiri    Bab 157. Kenyataan Menyakitkan.

    Iqbal menunggu dengan penuh rasa penasaran. Jantungnya berdegup kencang.Dan Hasilnya ... TIDAK COCOK. Rayyan bukan darah dagingnya.Iqbal tercengang. Dunia seakan runtuh seketika. Hatinya hancur. Ia tidak tahu bagaimana harus bereaksi. Semua yang selama ini ia kira adalah kenyataan hidupnya, ternyata hanyalah ilusi. Amanda–wanita yang ia nikahi, ternyata telah menipunya. Namun yang lebih menyakitkan lagi, Rayyan anak yang selama ini ia anggap sebagai bagian dari dirinya, anak itu ternyata bukan anak kandungnya.Wajah Iqbal mendadak pucat. Ia masih seperti mimpi. Mimpi buruk yang membuatnya seperti kehilangan sebagian dari hidupnya.Meski ia berpisah lama dengan Rayyan karena dia di penjara, tapi dalam hatinya selalu menyakini bahwa Rayyan adalah permata hatinya. Dan sampai kapanpun dia tak merasa sendiri sebab ia punya anak. Tapi ternyata kenyataan berkata lain. Iqbal menggeleng, beberapa kali ia mengusap kasar wajahnya. Masih tak bisa terima dengan apa yang dikatakan dokter, tapi

  • Istri yang Kau Sakiti Ternyata Punya Perusahaan Sendiri    Bab 156. Tes DNA.

    Setelah menjalani masa hukuman di penjara selama beberapa tahun, Iqbal kembali ke dunia luar dengan segunung tantangan yang menantinya. Fauzan yang telah menjamin kebebasan untuk Iqbal. Iqbal tak pernah menyangka, orang yang dulu ia tolong, kini telah sukses dan bahkan bisa menolongnya keluar dari penjara. Iqbal sangat berterimakasih pada Fauzan.Bayangan suram masa lalunya membayang-bayangi langkahnya, tapi ia mencoba menghapus semuanya, memulai lembaran baru. Fauzan menjemput Iqbal dengan mobil miliknya. Begitu sampai di halaman rumah Iqbal terkejut Hasna tengah sibuk melayani beberapa pembeli."Hasna," ucap Iqbal dengan senyum tersungging di bibirnya.Bergegas ia turun dari mobil untuk menemui ibunya. Beberapa langkah sebelum sampai di teras toko, ia melirik ke arah pintu rumahnya. Harusnya ada ibunya yang menyambut kepulangannya di sana. Mendadak hatinya gerimis, mengingat kini ibunya sudah tidak ada lagi.Dulu ibunya adalah satu-satunya orang yang selalu ada mendukungnya. Wala

  • Istri yang Kau Sakiti Ternyata Punya Perusahaan Sendiri    Bab 155. Akhir kisah sang Pelakor

    Amanda duduk duduk di tepi ranjang kecil yang suram, memandangi jendela yang menghadap ke gang sempit di sudut kota Semarang.Diluar kehidupan kota samar-samar terdengar, namun jiwa wanita itu terasa hampa. Tubuhnya lemah, wajahnya pucat dengan tatapan matanya kosong. Sisa kehidupan yang dulu penuh hingar bingar kini hanya menyisakan sebuah penyesalan yang tak tertahankan."Aku muak dengan semua kelakuanmu! Kamu hadapi semua ini sendiri! Aku nggak mau tahu! Ini kan buah dari semua perbuatanmu!" sentak Yusuf sore itu sebelum memutuskan untuk pergi ke Jakarta.Yusuf yang menjadi kakak tiri Amanda, merasa sudah capek menghadapi berbagai model orang yang datang menagih hutang pada Amanda.Yusuf seolah menjadi ATM bagi Amanda, seenaknya dia meminta kakaknya untuk membayar hutang-hutangnya.Yusuf pun merasa capek. Akhirnya dia memutuskan untuk pergi dan berusaha bersikap masa bodoh dengan Amanda. Karena semakin di turuti keinginannya, Amanda semakin menjadi. Seolah makin banyak saja orang

  • Istri yang Kau Sakiti Ternyata Punya Perusahaan Sendiri    Bab 154. Iqbal Bebas

    Salah satu perawat yang tinggal tak begitu njauh dari rumah Hasna datang tergopoh, ia langsung mengecek kondisi tubuh Bu Wina yang dingin."Maaf, Ibu Wina sudah tidak ada," ucap perempuan itu lirih."Innalilahi wa Inna ilaihi Roji'un." Beberapa orang tetangga yang sudah datang turut berduka.Sedangkan Hasna masih tak sadarkan diri."Panggilkan Bapakya Hasna, cepat!" seru salah satu tetangga memberi titah pada tetangga lainnya. Laki-laki yang diberi perintah itu pun bergegas lari ke rumah Bapaknya Hasna, yang tinggal tak jauh dari rumah itu bersama Bu Maryam."Astaghfirullah, ada apa, Hasna! Hasna!" Laki-laki paruh baya itu datang, ia syok melihat Wina istri pertamanya telah berpulang. Dan Hasna masih terbaring pingsan.Dalam hati kecilnya ia sangat sedih, meski semasa hidup dan tinggal bersama Wina ia kerap kali berbeda pendapat, kerap kali bertengkar, tapi perjalanan waktu yang di lalui bersama, tentu menyimpan sejuta kenangan bersama juga bersama anak-anak mereka."Yang sabar Pak! I

  • Istri yang Kau Sakiti Ternyata Punya Perusahaan Sendiri    Bab 153. Kepergian Bu Wina.

    Pagi-pagi sekali Hasna sudah bersiap untuk pergi menemui Iqbal."Mbak Santi, tolong titip Ibu sebentar ya. Akan saya usahakan cepat pulang." Hasna meminta bantuan tetangga untuk menjaga ibunya sebentar, selama dia pergi."Iya Hasna, tenang aja. Saya akan di sini sampai kamu pulang.""Terimakasih banyak Mbak Santi.Hasna pun berangkat dengan memakai motor matic second yang dibelinya, untuk di pakai setiap kali berbelanja mengisi tokonya.Saat tiba di Lapas, seketika Hasna merasakan atmosfer yang berat. Rasa rindu, marah, kecewa, dan kesedihan bercampur aduk menjadi satu di dalam dadanya. Saat Iqbal muncul di ruang kunjungan, Hasna melihat perubahan besar dalam diri kakaknya. Wajahnya tirus, tubuhnya semakin kurus, rambutnya sedikit berantakan, dan ada bayangan kelam di matanya."Hasna ..." Iqbal memanggil namanya dengan suara serak, seakan-akan ia tak percaya adiknya benar-benar datang.Hasna duduk di depannya, diam sejenak. Suasana canggung terasa di antara mereka. "Aku datang karen

  • Istri yang Kau Sakiti Ternyata Punya Perusahaan Sendiri    Bab 152. Tawaran Bantuan.

    "Selamat sore, Mbak Hasna," sapa pria itu.Hasna sedikit terkejut. Ke apa laki-laki itu bisa tahu namanya. Dari gelagatnya dia seperti tidak berniat untuk membeli sesuatu di toko."Sore, Pak. Ada yang bisa saya bantu?""Saya teman lama Iqbal. Namaku Fauzan. Saya baru dengar tentang kejadian yang menimpa keluargamu."Hasna terdiam sejenak. Ada rasa kekhawatiran, jangan-jangan kakaknya punya hutang pada temannya ini dan sekarang dia datang untuk menagih hutang. Begitu pikir Hasna."Oh, begitu. Ada yang bisa saya bantu? Maaf Mas Iqbal tidak ada di rumah."Fauzan mengangguk pelan. "Aku hanya ingin tahu bagaimana kabar ibumu. Aku tahu bahwa apa yang terjadi dengan Iqbal pasti bagi kalian."Hasna memandang pria itu dengan sedikit rasa waspada. Ia memang pernah mendengar nama Fauzan dari Iqbal, tapi mereka tak pernah bertemu sebelumnya. Tentu saja, setelah semua yang terjadi dengan kakaknya, ia sulit untuk langsung mempercayai siapa pun, terutama orang yang datang tiba-tiba tanpa diduga.H

  • Istri yang Kau Sakiti Ternyata Punya Perusahaan Sendiri    Bab 151. Jalan terjal kehidupan Keluarga Iqbal.

    POV Author. Jalan Terjal Kehidupan keluarga Iqbal."Makan dulu Bu." Hasna menyuapi ibunya–Wina dengan telaten.Nasi putih dengan tekstur sedikit lembek dan sayur Sop ayam. Biasanya ibunya akan sangat suka dengan menu satu ini. Tapi hari ini Bu Wina seperti tak ada nafsu makan."Bu, lagi ya." Bu Wina menggeleng. Hasna menghela napas."Ya sudah sekarang minum obatnya, ya." Hasna bergegas menuju ke kamar ibunya, membuka laci nakas tempat ia menyimpan obat.Setelah kejadian Bu Wina jatuh stroke, Hasna memilih resign dari kantor dan fokus di rumah mengurus ibunya.Ia membawa Wina kembali ke rumah lamanya. Sedangkan Bu Maryam dan Bapaknya pindah dari rumah itu, tinggal tak begitu jauh dari rumah Bu Wina."Ini Bu obatnya." Setelah selesai mengurusi ibunya, Hasna membawa ibunya ke depan teras rumah, udara pagi yang sejuk, juga sinar matahari pagi bagus untuk kesehatan ibunya."Hasna buka warung dulu ya." Bu Wina hanya mengangguk. Sebenarnya Bu Wina masih bisa bicara walau ada sedikit terb

  • Istri yang Kau Sakiti Ternyata Punya Perusahaan Sendiri    Bab 150. Jebakan untuk Om Martin.

    "Halo Sayang, aku sekarang bagi diperjalanan pulang ke Jakarta." Aku mengabari Tyas melalui sambungan telepon."Iya Mas hati-hati. Gimana tadi ketemu sama Pak Bambang?""Ketemu Sayang.""Terus?""Nanti aku ceritakan di rumah ya. Assalamualaikum."Panggilan selesai. Aku fokus mengemudi dengan karena jalan berbelok-belok dan berbatu.Aku kembali ke Jakarta dengan menggenggam luka. Kesaksian Pak Bambang, tentu memberi titik terang sekaligus memberikan luka. Betapa Martin sangat jahat. Padahal Papa sudah sangat percaya padanya.Ternyata dia tega mengkhianati kepercayaan Papa. Sungguh ini sakit sekali."Ya Allah Pa. Lihat kan Pa, orang yang selalu Papa bela mati-matian, orang selalu menjadi diri diantara hubungan kita. Ternyata dia adalah orang yang sangat busuk! Brengsek! Awas saja Kau Martino, aku pastikan kau akan mendekam di balik jeruji besi untuk waktu yang sangat lama," geramku, sambil memukul stir mobil beberapa kali.Aku berhasil keluar dari jalan desa, kini melewati jalanan yang

DMCA.com Protection Status