"Wira, nanti di rumah Ayah kamu jadi anak baik ya? Ingat tiga hal yang Bunda bilang. Pertama, selalu ucapkan kata tolong, kalau kamu membutuhkan bantuan. Kedua, ucapkan terima kasih setelah dibantu. Dan yang ketiga, jangan mengambil apapun yang tidak ditawarkan padamu. Mengerti, Wira?" Sembari mempersiapkan barang-barang kebutuhan Wira dalam satu tas kecil, Suri menasehati Wira. Minggu pagi ini Pras meminta izin untuk membawa Wira berjalan-jalan. Suri tentu saja mengizinkan. Bagi Suri, bagaimanapun hubungannya dengan Pras, Wira tetap harus mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya. "Mengerti, Bunda," ucap Wira patuh."Anak pintar." Suri mengacak sayang rambut Wira. "Ayah ke sini sendirian 'kan Bunda? Tidak bersama tante galak itu?""Seharusnya sih tidak. Tetapi seandainya pun iya, Wira tetap harus menghormatinya. Oh ya Tante itu namanya Tante Murni. Tante Murni adalah teman baik ayah. Dengan menghormati Tante Murni, itu artinya Wira juga menghormati ayah." Suri mencoba mena
Murni menjambak rambut Suri dengan sekuat tenaga. Suri yang tidak mengira kalau Murni akan menyerangnya, terjatuh dalam posisi bersujud."Sudah, Murni, Sudah!" Pras maju dan mencoba melepas paksa cengkraman Murni pada rambut Suri."Rasakan kamu perempuan kampung. Sekali-sekali kamu harus diberi pelajaran. Supaya kamu tidak kegatelan terus menggoda pasangan orang." Murni tanpa sadar menyuarakan isi hatinya. Ia memang memendam kebencian pada Suri yang telah menggoda Damar. Sehingga pintu rujuk yang ia harapkan jadi semakin jauh dari kenyataan. Ia malah stuck dengan Pras, yang sebenarnya hanya ingin ia jadikan batu loncatan.Dalam posisi bersimpuh, Suri menarik paksa tangan Murni agar terlepas dari rambutnya. Dengan bantuan Pras yang juga menarik kedua tangan Murni, akhirnya cengkraman Murni berhasil ia lepaskan.Kini Pras memegangi kedua tangan Murni yang masih saja ingin menerjang ke depan, dengan cara memeluknya dari belakang."Sadar, Bu! Ibu ini kenapa sih? Saya perhatikan akhir-akh
"Kamu ingin belajar bahasa Inggris, Suri? Wah keren kamu, Suri. Semua hal ingin kamu pelajari. Salut aku." Wanti mengacungkan jempolnya. Sahabatnya ini sungguh-sungguh ingin maju. Segala hal ingin ia jelajahi.Saat ini mereka tengah ngafe-ngafe cantik di gerai kopi paling populer berlogo putri duyung bermahkota. Ya, Starbuck* adalah gerai kopi elit yang sering didatangi para eksekutif. Wanti menggandrungi tempat ini karena ia menyukai menu kopi hitamnya. Aromanya harum dan strong. Sementara Suri suka kalau sedang ada promo-promo saja."Iya, Ti. Soalnya kalau aku browsing-browsing apapun di internet, semua menggunakan bahasa Inggris. Misalnya nih, kemarin-kemarin aku ingin membuat akun tutorial merajut di YouTube. Eh semuanya harus memakai bahasa Inggris. Jadinya ya mandek. Karena aku nggak tahu langkah-langkah yang harus aku ikuti selanjutnya," aku Suri jujur. Suri memang ingin membuat akun yang berisi cara-cara merajut dan lain sebagainya. Intinya Suri ingin mengajarkan kaum ibu-ibu
"Bener nih, kamu nggak apa-apa kalau aku tinggal?" Wanti menanyakan kerelaan Suri sekali lagi."Masyaallah, enggak, Ti. Sana, cepetan jenguk pangeranmu. Kelamaan nanti pangerannya berubah jadi kodok lho.""Bujubuneng kutu kupret. Kamu ngedoainnya serem amat, Ri." Wanti mencebikkan bibirnya. Namun tak urung ia meraih tasnya, yang ia sampirkan pada sandaran kursi. "Ya, udah, aku jalan. Selamat menikmati sisa minumanmu yang tinggal sekali sedot itu." Wanti mengejek Suri. Sahabatnya ini memang mempunyai kebiasaan menyesap minumannya lamat-lamat. Tujuannya adalah agar ia bisa duduk di kafe lebih lama, dengan alasan minumannya belum habis.Celaan jenaka Wanti ditanggapi Suri dengan tawa renyah. Ia memang sedang ingin menikmati sore di kafe ini. Setelah terbang ke sana ke mari mengurus pekerjaan, duduk-duduk santai seperti ini rasanya sangat menenangkan. Suri membuka laptopnya. Ia ingin melihat kreasi-kreasi rajutan dari luar negeri. Kemarin ia menerima email dari salah seorang pelanggann
"Tidak apa-apa, Suri. Ini namanya insiden, alias kejadian yang tidak terduga. Lupakan."Insiden yang menyenangkan dan membuat jantung berdebar maksudnya. Damar tertawa. Padahal dalam hati, jantung Damar jumpalitan tidak karuan. Dirinya bukan abege lagi. Ia tahu perasaan apa yang tengah bergejolak di hatinya. Ia sedang kasmaran untuk pertama kalinya. Ya, pertama kali. Karena dengan Murni dulu, ia dijodohkan sedari kecil. Otomatis sejak masa akil baligh, ia telah membuat dinding pembatas untuk lawan jenisnya.Dirinya adalah lelaki yang teguh pada janji. Sekalinya ia mengamini keinginan kedua orang tuanya, maka ia akan memegang teguh janjinya. Setiap rasa tertarik pada lawan jenisnya muncul, maka ia akan langsung membuangnya.Begitu juga dulu. Kala ia tertarik pada buruh jahit Murni di pabrik. Seorang gadis manis berwajah lugu dan berbuntut kuda. Yang dengan rajinnya terus bekerja tak kenal waktu. Ia ingat, gadis manis itu bernama Suri Hidayah. Orang yang sama dengan yang kali ini, ia j
"Kamu ada kegiatan lain tidak, Ri?" Damar menyusun strategi."Seharusnya satu jam lagi saya menjemput Wira di tempat les. Tapi karena mobil saya di bengkel, Mas Pras yang menjemputnya. Mas Pras bilang akan sekalian membawa Wira jalan-jalan. Sudah lama ia tidak jalan-jalan dengan Wira katanya." Lagi-lagi Suri menjawab dengan jujur."Ehm, kamu mau tidak menemani saya mengikuti seminar di hotel Santika satu jam lagi? Kebetulan saya menjadi salah satu nara sumber di sana.""Seminar? Tapi saya belum pernah mengikuti kegiatan-kegiatan yang seperti itu." Suri ragu. Ia takut kalau dia akan mempermalukan Damar di sana."Nah, inilah saatnya kamu belajar supaya menjadi pernah. Untuk ke depannya kamu harus sering-sering mengikuti seminar-seminar seperti ini. Karena acara-acara seperti ini, akan mengasah wawasan dan kemampuanmu untuk berinteraksi dengan orang banyak. Selain itu kamu akan bertemu dengan banyak penguasaha di sana. Inilah kesempatan baik bagimu untuk membangun koneksi dengan para pen
Suri mendengarkan Damar memberi ceramah sebagai nara sumber dengan seksama. Selain ia sangat suka belajar hal-hal baru, ia juga menyukai cara Damar memberikan materi. Damar memberi masukan dengan bahasa yang lugas dan gampang dimengerti oleh berbagai kalangan. Bahasanya membumi. Lihatlah, bahwa dirinya yang hanya tamatan SMP pun mampu menyimak materi-materinya."Begitulah rekan-rekan sekalian. Jika kita ingin menjadi seorang wirausahawan yang sukses, kita harus memiliki tiga komitmen kuat. Yaitu hati, pikiran dan tindakan. Ketiganya harus seiring sejalan. Tanpa ketiganya, tidak akan tercipta seorang pengusaha sukses. Karena pengusaha sukses harus bisa membuat usahanya berkembang dan maju. Tidak stagnan, apalagi jalan di tempat."Suri terpesona. Lihatlah cara Damar berbicara seraya mengepalkan tangan kanan ke udara. Damar menciptakan suasana yang positif di antara para peserta seminar. Cara bicara Damar tidak berapi-api seperti layaknya motivator-motivator, yang tampak sekali memaksak
Suri mengalihkan topik pembicaraan. Bukan apa-apa. Ia melihat Damar beberapa kali melirik mereka berdua. Memang kurang sopan rasanya, di saat seseorang tengah berbicara, peserta malah saling berbisik-bisik dan asyik sendiri."Siap, Mbak Suri. Memang tujuan saya menghadiri seminar ini adalah untuk mencari ilmu menjadi seorang entrepreneur sejati."Syifa memfokuskan pandangan ke depan. Ia menyimak pembicaraan nara sumber lainnya dengan serius. Kali ini pembicaranya adalah seorang pengusaha wanita yang bergerak dalam bidang otomotif. Bu Sartika Erningpraja. Pemilik showroom-showroom mobil mewah berlogo tiga berlian berwarna merah.Sementara Suri, alih-alih ikut memfokuskan pandangan seperti Syifa, ia malah mengeluarkan ponselnya diam-diam dari dalam tas. Suri penasaran dengan kata entrepreneur yang diucapkan oleh Syifa tadi. Ia ingin tahu apa artinya entrepreneur. Oleh karenanya ia pun membrowsing arti kalimat tersebut melalui ponsel.Disebutkan bahwa entrepreneur adalah orang yang bisa