“Sah,” Suara riuh di dalam ruangan membuat Khanza menangis.
Gadis 21 tahun itu terpaksa menikah dengan orang yang tidak ia kenal karena wasiat Ayahnya sebelum meninggal. Ia bahkan baru tahu jika Ayahnya dan mertuanya adalah sahabat.
“Jangan harap saya bahagia dengan pernikahan ini. Hapus air matamu, jangan seolah-olah yang paling menderita saya juga korban disini.” Bisik Romi di telinga Khanza membuat gadis itu buru-buru menghapus air matanya.
Ayah Romi dan Ayah khanza sudah berpuluh tahun bersahabat, hanya saja mereka jarang ketemu karena beda provinsi penugasan.
Romi adalah pengusaha muda yang sukses di umur 25 tahun. Tapi ia sangat membenci perempuan karena mantan pacarnya kabur membawa uangnya dalam jumlah yang banyak.
Itulah sebabnya ia tidak pernah berpacaran lagi, namun nasib berkata lain Ketika ia menghindari pacaran malah jodoh yang datang.
“Nak tolong jaga Khanza baik-baik ya dia gadis yang baik. Dia juga tidak punya siapa-siapa lagi itulah sebabnya Ayah menikahkan kalian supaya Khanza ada yang melindungi.
Ayah tau kamu sangat membenci perempuan, tapi yakinlah Nak tidak semua perempuan seperti Sopi mantan pacar kamu.
Ketika kamu menyakiti Khanza maka sama halnya kamu sedang menyakiti Ayah, tolong ingat ini," nasehat Ayah sambil menepuk-nepuk pundak anaknya.
Romi tidak menjawab ia hanya mengangguk sekilas lalu melirik Khanza yang masih setia menunduk. Sepanjang hari tidak ada raut kebahagiaan di wajah keduanya.
***
Malam hari, semua tamu undangan sudah pulang. Romi dan Khanza pun masuk ke dalam kamar, keduanya hanya saling diam.
Romi memang sengaja langsung membawa Khanza ke rumah pribadinya, untuk menghindari tetangga dan godaan dari keluarganya.
“Aku tidak mau seranjang denganmu,” ucap Romi ketus lalu ia masuk ke dalam kamar mandi. Lagi-lagi Khanza hanya bisa menarik nafas dalam-dalam sambil memejamkan matanya.
‘Oke, Khanza walaupun kamu yatim-piatu dan sebatang kara, kamu harus kuat kamu tidak boleh cengeng.
Yakinlah Allah sudah mengatur semuanya dengan baik,’ ucapnya dalam hati lalu mengambil tikar kecil di dekat meja rias.
Khanza menggelar tikar tersebut di dekat jendela. Ia juga muak jika harus dekat-dekat dengan Romi, ia menarik kopernya di taruh di dekatnya. Sekarang posisinya dengan ranjang romi dari ujung ke ujung.
10 menit kemudian Romi keluar dari kamar mandi. Ia melihat Khanza sedang berdiri di jendela, bibirnya menyunggingkan senyum.
“Gitu dong cari tempat sendiri dan tau diri. Jadi nggak usah lebay nangis-nangis segala” ledek Romi membuat Khanza berbalik dengan tatapan tajam.
“Aku juga nggak butuh bantuanmu, jadi nggak usah ngerasa paling berkuasa. Kalo bukan wasiat Ayahku aku tidak mau melakukan ini, paham!” bentak Khanza.
Ia sudah tidak tahan dengan kata-kata Romi yang selalu menyudutkannya. Romi mematung sejenak mendengar Khanza begitu marah.
“Satu hal lagi jangan menyamakanku dengan mantan pacarmu, aku tidak butuh uangmu.” Lanjut Khanza lalu ia berlalu ke kamar mandi tanpa memperdulikan Romi.
“Galak juga ya, kirain cengeng dari kemaren perasaan nangis-nangis terus.” Gumam Romi lalu ia merebahkan tubuhnya di ranjang.
10 menit kemudian Khanza keluar dari kamar mandi. Romi yang melihat itu langsung memejamkan matanya pura-pura tidur. Setelah Khanza melewatinya ia langsung membuka matanya sebelah.
Ia melihat Khanza tidur tanpa bantal dan hanya menggunakan kain panjang sebagai selimut. Tiba-tiba saja ia teringat dengan nasehat Ayahnya tadi.
Setelah memastikan Khanza sudah tidur, Romi bangkit dari ranjang ia mengambil selimut dan satu bantal. Kemudian ia berjalan mendekati Khanza yang sudah meringkuk seperti janin.
Perlahan ia mengangkat kepala Khanza dengan satu tangannya, lalu satu tangannya lagi memposisikan bantal.
Namun detik kemudian ia mematung melihat wajah Khanza yang putih bersih dengan bibir yang tebal dan bulu mata yang lentik.
Sejak awal ia dipertemukan dengan Khanza, ia tidak pernah mau menatap gadis itu.
Tanpa ia sadari tiba-tiba saja ia menundukkan kepalanya hendak mencium bibir Khanza.
Namun niatnya diurungkan saat Khanza menggeliat, buru-buru Romi merebahkan kepala Khanza di bantal, lalu ia kembali ke ranjang sambil memukul kepalanya pelan.
“Apaan sih, ogah banget dah suka sama cewek begituan nggak … nggak,” umpatnya lalu kembali memejamkan matanya.
Pukul 2 dini hari, Romi terjaga dari tidurnya saat mendengar suara tangis yang begitu kecil dan tertahan.
Saat ia menoleh ia mendapati Khanza sedang berdoa sambil menangis. Diam-diam ia mengamati wajah gadis itu dengan hidung yang sudah memerah.
‘Cengeng banget sih,’ batin Romi lalu ia bangkit hendak melaksanakan sholat tahajjud.
Khanza yang melihat itu buru- buru menyelesaikan doanya, lalu ia kembali ke tikar kecilnya.
Ia membuka lap topnya berniat menyelesaikan skripsinya yang sempat tertunda dari Ayahnya meninggal, hingga hari ini ia dinikahkan dengan Romi. Khanza mengutak-atik ponselnya untuk menghubungi Salman untuk curhat.
[Assalamualaikum Khanza, tumben nelpon malam-malam] ucap Salman.
[Walaikumsalam Salman, maaf ya aku ganggu tapi aku benar-benar butuh bantuanmu] ucap Khanza memelas.
[Nggak heran sih nelpon pasti ada maunya, kalo nggak ada maunya bukan Khanza namanya] ledek Salman membuat Khanza terkekeh sambil menggaruk-garuk tengkuknya.
Disisi lain, Romi yang baru saja selesai sholat langsung melihat kearah Khanza yang tengah tertawa, ntah apa yang lucu. Tiba-tiba saja Romi tidak suka melihat itu, karena ia tau Khanza tengah berbicara dengan laki-laki tengah malam.
[Iya kamu sih, orang udah sidang kamu malah ngilang nggak ada kabar. Kamu tahu nggak sih kucing di rumahku tuh nyariin kamu terus nanyain dimana Khanza yang ngeselin, gitu] ujar Salman panjang lebar.
[Hahah ... Kamu pikir aku ikan, Aku mau minta bantuanmu untuk membantuku menyesaikan skripsi.
Aku belum bisa fokus soalnya, Em … a--aku juga mau minjem uang boleh gak ya] cicit Khanza tapi dapat di dengar oleh Romi yang sedang melipat sajadah. Ia langsung tersenyum mengejek mendengar ucapan gadis itu.
[Yah Khanza, kamu tahu sendiri kan aku juga baru aja selesai skripsi dan itu menghabiskan uang banyak.
Belum lagi Ayah yang sedang sakit, aku mungkin bisa ngasih kamu pinjaman tapi nggak banyak soalnya aku juga butuh, Za] ucap Salman merasa tidak enak menolak Khanza.
Sedangkan Khanza yang paham kondisi Salman langsung mengangguk sambil menghembuskan nafas panjang.
[Nggak usah lagi Salman, maaf ya aku malah minjam disaat yang nggak tepat. Gak apa-apa kok, aku minjam ke yang lain aja] ucap Khanza membuat Salman diam sejenak.
[Kamu butuh berapa Za] tanya Salman lagi.
[Sekitar sa—”] Tiba-tiba saja Romi merampas ponselnya membuat Khanza terlonjak kaget. Ia langsung mendongak menatap romi dengan tatapan tidak suka.
“Ngapain kamu ambil ponselku?” tanya Khanza dengan nada tidak suka. Ia berusaha mengambil ponselnya, tapi Romi malah mengangkat tangannya ke atas membuat Khanza semakin emosi.
“Balikin gak!” suara Khanza mulai meninggi, membuat Romi langsung membungkam mulut Khanza dengan satu tangannya. Detik kemudian pandangan mereka beradu sejenak, Khanza langsung menggigit tangan Romi.“Akh … gila kamu ya,” kesal Romi yang hanya di hadiahi tatapan tajam dari Khanza.“Sini ponselku!" bentak Khanza ntah kenapa setiap melihat Romi emosinya langsung naik begitu saja.“Kamu nggak malu nelpon laki-laki tengah malam begini minta uang. Dimana harga dirimu sebagai perempuan, kamu tahu kan perempuan yang bekerja demi uang di waktu sekarang itu apa?Apa kamu seperti itu juga,” cecar Romi membuat mata Khanza kembali berkaca-kaca. Ia tidak menyangka Romi sekejam itu jika berbicara.“Jika kamu menganggap aku serendah itu silahkan saja. Yang jelas aku tidak akan meminta uangmu yang banyak itu,” jawab Khanza dengan air mata yang sudah tidak bisa di bendung lagi.Lain halnya dengan Romi yang kaget melihat Khanza menangis. Khanza berbalik, lalu ia membuka pintu balkon. Ia duduk sambil me
Di kantor Romi tengah sibuk membaca laporan keuangan perusahaannya dalam 2 tahun terakhir. Saat sedang asik tiba-tiba ia teringat dengan Khanza.“Dia melihat uang yang tadi malam gak ya? Tapi apapun itu sebenarnya bodo amat sih.Sejak kapan aku peduli sama Wanita, nggak guna banget. Dia lihat syukur nggak dia lihat sukurin." Gumamnya, lalu kembali fokus dengan berkas di tangannya.Tok! Tok! Tok "Masuk,” sahut Romi dari dalam ruangan. Tidak lama kemudian muncullah perempuan sambil membawa buku di tangannya.“Pak maaf, setengah jam lagi bapak ada jadwal ketemu dengan Pak Hendra. Tapi karena berhubung beliau lagi sakit maka digantikan oleh anaknya,” terang sekretarisnya tersebut membuat Romi mangut-mangut.“Ketemu dimana?” tanya Romi membuat sekretaris tersebut kembali membuka catatannya.“Kalo nggak salah tadi kata anaknya Pak Hendra, dia lagi ada urusan sebentar di kampus.Setelahnya dia menunggu di kafe depan universitasnya, nggak jauh kok Pak. Sekitar lima menitan, ini ada sharelock
“Om-om dari mana sih, orang Bang Romi masih 25 tahun udah sukses gitu.Gak usah bohong deh kaliatan tadi kamu langsung terpesona begitu melihat Bang Romi." ledek Salman yang di hadiahi pukulan oleh Khanza.‘Terpesona darimana yang ada ku syok melihat ada monster disini,'umpat Khanza dalam hati.“Udahlah kalo memang suka bilang aja, orangnya juga udah pergi tuh. Gak usah banyak melamun,” goda Salman sambil memasukkan kue ke mulutnya.“Bisa diam gak?!” ancam Khanza sambil mengangkat sendok garpu di tangannya, membuat Salman semakin terkekeh melihat tingkah Khanza.Sore hari, Khanza pulang diantar sama Salman sampai depan gang, kemudian ia berjalan sedikit lagi menuju rumah Romi.Begitu sampai Khanza langsung heran rumah begitu sepi, tidak ada tanda-tanda Romi di dalam.Khanza berusaha membuka pintu namun hasilnya nihil. Pintu terkuci rapi sedangkan Khanza tidak di beri kunci oleh Romi.“Ini maksudnya apa ya? Dia ngunci pintu tapi nggak ngasih kunci atau nitip dimana.Sumpah ini monster
Deg! "Akh … kata-kata Ayah selalu menghantuiku," kesal Romi menjambak rambutnya pelan.Disisi lain, Khanza sedang mencari-cari lowongan pekerjaan agar ia bisa mengganti uang Romi. Ia terus di hantui ucapan Romi yang mengatakannya cewe matre."Susah banget nyari kerja," lirihnya sambil mengusap air mata yang ntah sejak kapan turun.Hingga sore hari ia tidak menemukan satu lowongan kerja yang sesuai dengannya.Saat hendak pulang tiba-tiba hujan deras turun, terpaksa Khanza duduk di halte sambil menunggu angkot lewat.Lain halnya dengan Romi yang sudah hampir setengah jam di rumah, namun belum ada tanda-tanda Khanza pulang."Gadis ini kemana sih bikin pusing aja, nanti hilang aku lagi yang kena," kesal Romi sambil mengutak-atik ponselnya."Mana nomornya juga nggak punya, bikin kesel mulu deh." lagi-lagi Romi mengumpat kemudian ia menyambar kunci mobil, lalu mengambil payung.Selama perjalanan ia celingak-celinguk melihat sekitar mencari Khanza. Hampir satu jam ia menempuh perjalanan, akh
Khanza langsung mendorong dada Romi membuat Romi langsung salah sadar."Sorry, aku kira tadi, Sopi," Deg! Seketika Khanza mematung.Yang awalnya Khanza mulai luluh, tiba-tiba ia dihempaskan begitu saja. Romi langsung turun dari ranjang lalu ia keluar meninggalkan Khanza sendiri."Apa yang aku lakukan? Kenapa aku malah menciumnya," gumam Romi sambil berjalan menuju pintu utama.Disisi lain, Khanza kembali menangis sekuat tenaga ia berusaha bangun dari ranjang, lalu ia berjalan ke tikar tempat biasa ia tidur."Dari awal aku udah tau jika Romi tidak menyukaiku. Tapi kenapa aku malah baper dengan ini semua ... Ini tidak adil," ucap Khanza sambil mengusap air matanya. Ia juga langsung me lap bibirnya dengan tisu basah, ia jijik dengan dirinya sendiri.Drt … Drt … Drt Ponsel Khanza bergetar, Khanza tersenyum sekilas melihat siapa yang menghubunginya.[Assalamualaikum] ucap Khanza sambil tersenyum saat melihat yang menelpon adalah Salman.[Walaikumsalam, Za tadi aku lupa ngabarin kamu kalo m
Tanpa membuang waktu Romi langsung melepas jasnya, lalu ia melompat ke dalam kolam."Ugh … ugh," Khanza terus meminum air hingga membuatnya tidak sadar diri. Romi langsung meraih Khanza membawa gadis itu naik. Salman langsung membantu Romi menaikkan Khanza."Ya Allah ... Khanza pingsan Bang," ucap Salman khawatir, tanpa menghiraukan ucapan Salman. Romi langsung mencium bibir Khanza memberinya nafas buatan.Salman kaget bukan main melihat tindakan Romi, namun ia berusaha positif thinking. Berkali-kali Romi memberi nafas buatan hasilnya nihil, Khanza hanya batuk sekali membuat Romi semakin panik."Bang kita bawa ke rumah sakit aja," usul Salman yang dibalas anggukan oleh Romi."Biar saya yang bawa kamu lanjut pesta kamu aja, kasian kalo di tinggal." jawab Romi, lalu ia mengambil jasnya kamudian ia menggendong Khanza keluar.Disisi lain Salman masih bingung dengan semua tindakan Romi. Ia menggelengkan kepalanya berkali-kali menepis pikiran jeleknya."Dana, Adam!" panggil Salman setengah
"Jangan bilang ini ulah kamu, buka aku mau pergi." ucap Khanza dengan kesal, tapi Romi hanya dia memperhatikan gadis itu. Merasa tidak di perdulikan Khanza mendekati Romi, lalu menatap tajam laki-laki itu."Mau kamu apa sih? Sini kuncinya, aku mau pergi." kesal Khanza berusaha mengambil kunci dari tangan Romi. Namun Romi malah mengangkat tangannya ke atas, ke belakang sehingga Khanza berputar-putar."Sini gak!" bentak Khanza, dadanya bahkan naik turun menahan emosinya, membuat Romi diam sejenak saat Khanza hendak menarik paksa kunci tersebut.Romi langsung menarik tubuh mungil itu ke ranjang.Bruk! Mereka berdua jatuh dengan posisi Khanza di atas tubuh Romi. Khanza semakin kesal ia langsung berusaha bangkit. Namun usahanya gagal saat Romi malah membalikkan posisi mereka.Khanza yang hendak memberontak langsung di tahan oleh Romi. Kedua tangannya di taruh di atas membuat gadis itu tidak bisa bergerak."Awas …," berontak Khanza, sekarang matanya malah memanas ia sangat membenci Romi. Ro
Detik kemudian ia mendengar suara tawa dari sudut. Bagitu ia menoleh ia langsung menghela nafas panjang. Kemudian ia bangkit lalu berjalan ke kamar mandi lalu melaksanakan sholat.Pukul 7.00 Romi sudah rapi dengan pakaian kantornya. Ia melihat Khanza hanya sibuk dengan lap topnya, tanpa melihat ke arahnya sedikitpun.Setelah rapi, Romi langsung keluar dari kamar karena ia ada rapat penting pagi ini. Begitu sampai di halaman rumah, ia langsung keingat dengan Khanza.Tiba-tiba ia merasa tidak enak hati meninggalkan gadis itu. Khawatir gadis itu melarikan diri setelah ia berangkat ke kantor.Berulang kali Romi menarik nafas, lalu ia kembali masuk ke dalam rumah untuk menemui Khanza.Ceklek! Pintu kamar kembali terbuka membuat Khanza langsung menoleh dan bingung, apalagi melihat Romi mendekatinya.'Mau ngapain lagi ini orang." ucap Khanza dalam hati."Ikut ke kantor," ucap Romi datar namun mampu menjadi Khanza kaget."Hah?" Khanza bingung, Romi langsung memasukkan tangannya ke dalam saku
Setelah punya momongan Romi jauh lebih dewasa begitu juga dengan Khanza yang semakin sabar menghadapi segala sesuatu."Eugh," tiba-tiba bayi mereka menggeliat tengah malam saat Romi dan Khanza sedang tidur pulas."Oek ... oek," tangis bayi itu pecah saat merasa tidak ada yang memperdulikannya."Eh sayang ... bangun Nak, haus iya," ucap Khanza lalu ia duduk kemudian menggendong bayinya."Kenapa sayang? Hum ... jangan rewel ya Nak, kasian Ayah capek udah kerja," lanjut Khanza sambil menciumi pipi bayinya tersebut.Tapi tangis Kaila tak kunjung reda membuat Khanza bingung."Khanza," panggil Romi yang terusik mendengar suara tangisan bayi mereka membuat Khanza langsung menoleh ke samping."Kakak bangun, maaf ya Kaila rewel," ucap Khanza membuat Romi langsung duduk di samping Khanza."Sini biar saya gendong," ujar Romi membuat Khanza langsung memberikan Kaila ke gendongan suaminya tersebut."Oh anak Ayah ini, kenapa rewel sayang? Panas ya bajunya ketebelan ya sayang? Sini Ayah buka bukain
Setelah Romi berangkat Khanza mulai merasa perutnya mules. Tapi ia masih mencoba menahan karena Khanza tahu itu hanya kontraksi palsu."Aduh ... Nak jangan buat Bunda sakit gini sayang, kita tunggu Ayah dulu," gumam Khanza sambil mengusap-usap perutnya."Khanza kenapa Nak?" tanya Indah saya melihat Khanza meringis sambil mengatur nafasnya."Ini Bun sakit, tapi kayaknya masih kontraksi palsu," jawab Khanza membuat Indah langsung mendekati Khanza. Ia melihat menantunya tersebut sudah keringatan menahan sakit."Wah gak iya ini, Mas!" panggil Indah membuat Bimo yang sedang mencuci tangan langsung buru-buru."Iya sayang kenapa?" tanya Bimo bingung melihat Indah panik."Khanza Mas, kita bawa ke rumah sakit aja takut dia melahirkan disini, udah waktunya kayaknya ini." ucap Indah buru-buru membuat Bimo langsung mengangguk lalu buru-buru keluar ngeluarin mobil."Ayo sayang," ajak Indah membantu Khanza berjalan."Emang udah waktunya Bun?" tanya Khanza sambil mengatur nafasnya."Udah gak apa-ap
6 bulan kemudian, bulan ini sudah memasuki bulan Khanza melahirkan. Perutnya yang sudah membuncit membuatnya benar-benar kesusahan untuk bergerak dan bahkan harus berpegang.Tidak jarang Romi tidak berangkat kerja karena tidak tega meninggalkan Khanza di rumah, walaupun sudah ada Indah, Bimo dan Fatimah di rumahnya.Pagi ini Romi siap-siap berangkat ke kantor karena ada rapat penting dan tidak bisa di wakilkan. Sebenarnya Romi tidak ingin meninggalkan Khanza tapi karena dadakan juga mau tidak mau Romi harus berangkat.Ceklek! Pintu kamar terbuka menampakkan Khanza membuat Romi yang sedang memasang dasi langsung tersenyum."Gak bisa," ucap Romi seperti anak kecil membuat Khanza terkekeh."Ya udah sini, Kakak harus belajar bikin dasi biar nanti pas aku lahiran bisa sendiri," ucap Khanza sambil meraih dasi tersebut. Romi duduk di sisi meja rias untuk mempermudah Khanza memasang dasinya."Gak ah, maunya kamu yang bikin," jawab Romi membuat Khanza mencebikkan bibirnya."Kan akunya lahira
Seminggu kemudian, Vina mulai merasa aneh dengan dirinya, ia sering kali pusing dan mual-mual. Tapi Vina tidak memberi tahu suaminya, karena menurutnya itu cuma masuk angin biasa."Vina, bisa ke ruangan saya sebentar," panggil Romi membuat Vina langsung menoleh lalu mengangguk."Iya Pak," jawab Vina lalu beranjak dari kursinya. Saat berdiri ia merasa sedikit pusing membuat Salman yang melihat itu langsung mendekati isterinya tersebut."Kamu gak apa-apa?" tanya Salman sambil memegang tangan Vina membuat Vina langsung menoleh lalu menggeleng."Gak apa-apa Kak, aku ke ruangan Pak Romi dulu ya," ucap Vina yang dibalas anggukan oleh Salman.Sampai di ruangan Romi, Vina melihat Khanza sedang ngemil sambil menonton di ponselnya. Vina sedikit tersenyum melihat Khanza yang mulai terlihat berisi dari sebelumnya."Mbak," panggil Vina membuat Khanza menghentikan filmnya lalu menoleh."Eh Vina, apa kabar?" tanya Khanza membuat Vina langsung tersenyum."Baik Mbak," jawab Vina, tapi Khanza malah me
"Kak," panggil Khanza, ia tahu kalo suaminya pasti marah."Udah selesai?" tanya Romi sambil merangkul pundak Khanza."Em ... tinggal buat Mama Ira sih," jawab Khanza sambil menunjukkan paper bag di tangannya. Romi mengambil paper bag tersebut lalu memasukkannya ke dalam sel."Ini ada sedikit makanan buat Ibu sama Rea, kalo mau silahkan dimakan kalo gak suka kasih aja sama yang sebelah," ucap Romi tegas membuat Ira dan Rea diam seketika."Mbak Cantik terima kasih ya makanannya, enak sekali," panggil salah satu narapidana membuat Khanza langsung menoleh lalu mengangguk."Romi kamu kesini mau jenguk Ibu?" tanya Ira dengan semangatnya membuat Khanza sedikit mendongak melihat ekspresi suaminya itu."Sebenarnya kalo dari hati Romi pribadi belum ya Bu, cuma karena Khanza yang selalu ngajakin kesini akhirnya Romi mau. Tapi hasilnya berbanding terbalik dengan dugaan Romi, Ibu malah bentak dan maki-maki istriku." jawab Romi dengan nada tertahan membuat Ira diam seketika lalu ia saling melempar
Seminggu telah berlalu, Khanza berniat mengunjungi Ibu mertuanya yang di penjara, pagi-pagi sekali ia sudah berkutat di dapur menyiapkan makanan untuk Ira.Sedangkan Romi karena berhubung hari libur, ia hanya malas-malasan di kamar karena tadi malam lembur menyelesaikan semua pekerjaannya."Khanza kemana sih? Kok gak masuk-masuk," gumamnya yang tengah berbaring di ranjang sambil mengotak-atik ponselnya.Tanpa membuang waktu ia langsung bangkit dari ranjang sebelum keluar. Romi merapikan rambutnya di depan kaca lalu ia keluar dari kamar."Khanza," panggilnya namun tidak ada sahutan sedikitpun membuat Romi langsung mengedarkan pandangannya hingga ia melihat gadis itu di dapur.Romi melipat kedua tangannya lalu mendekati Khanza dari belakang."Khanza," panggil Romi lagi membuat Khanza kaget."Hah? Iya, kenapa Kak?" tanya Khanza saat melihat Romi sedang menatapnya sambil melipat kedua tangannya."Kamu dari tadi saya panggil-panggil kenapa gak nyahut-nyahut?" tanya Romi membuat Khanza meno
"Romi, Khanza tidur itu," panggil Bimo membuat Romi langsung menoleh kesamping, ia langsung tersenyum lalu mendekati orang tuanya."Bun, tolong ambilin kantong plastik ini," ucap Romi membuat Indah langsung melepaskan kantong plastik tersebut dari tangan Khanza."Bawa istri kamu ke kamar aja, kasian," lanjut Indah yang dibalas anggukan oleh Romi."Gegara Fatimah ini, Khanza sampe capek banget eh dianya malah asik olahraga padahal Khanza gak tau jalan pulang," omel Romi membuat Bimo menaikkan alisnya sebelah."Fatimah belum pulang juga?" tanya Bimo yang dibalas gelengan oleh Romi."Belum, dia masih sok cantik disana," jawab Romi lalu ia masuk membawa Khanza ke dalam."Ada-ada aja ya Mas," ucap Indah yang dibalas anggukan oleh Bimo."Ntahlah, anak cuma dua tapi gak pernah akur," jawab Bimo membuat Indah mangut-mangut."Gimana kalo 3 sampe 5 anak ya, heboh pasti," ucap Indah tanpa sadar membuat Bimo menoleh."Kamu mau nambah anak lagi?" tanya Bimo sambil menggoda."Gak Mas, aku cuma baya
"Gak apa-apa 'kan sama istri sendiri, pahala malahan, yang gak boleh itu sama istri orang," jawab Salman lalu mengambil tisu melap bibir istrinya yang belepotan."Udah atau mau di habisin semua kuenya?" tanya Salman."Udah," jawab Vina sambil mengerucutkan bibirnya karena masih kesal dengan kelakuan suaminya tersebut.Salman meletakkan kue diatas meja lalu ia kembali mendekati istrinya dan detik kemudian ia menggendong Vina."A ...! Ih turunin Kak, gak usah di gendong aku berat," teriak Vina karena kaget."Jangan teriak-teriak, orang juga tahu kalo kita pengantin baru," celetuk Salman membuat Vina kesal sekaligus malu."Ngapain gendong-gendong sih, aku bisa jalan sendiri Kak," rengek Vina."Biar romantis," lanjut Salman lalu ia membuka lebarkan pintu kamar dengan kakinya kemudian ia merebahkan Vina di ranjang."Uh ... akhirnya, untung gak jatuh," gumam Vina membuat Salman terkekeh lalu ia kembali berjalan menutup pintu.Saat Vina hendak duduk, Salman terlebih dahulu menindihnya membua
Disisi lain, Fatimah langsung merasa tidak tenang setelah mendengar ucapan Romi barusan."Kamu kenapa Fatimah?" tanya Vero yang baru saja datang dari toilet."Kak kayaknya aku harus pulang deh," ucap Fatimah membuat Vero kaget."Hah? 'Kan belum makan," ucap Vero tidak percaya dengan ucapan Fatimah."Gak apa-apa Kak, Bang Romi kayaknya marah sama aku, karena ini pertama kalinya aku keluar sama cowok," jawab Fatimah membuat Vero mangut-mangut."Ditambah lagi tadi aku pergi di saat semuanya gak ada di rumah, cuma ada Kak Khanza.Aku kira semuanya baik-baik saja ternyata dugaanku salah, ada masalah ternyata," lanjut Fatimah membuat Vero mengangguk sekilas."Jadi sekarang mau pulang?" tanya Vero, sebenarnya Fatimah merasa tidak enak karena makanan sudah terlanjur di pesan."Ya sudah gini deh, kita makan dulu gak lama sekitar 20 menitan, setelah itu saya antar kamu pulang ke rumah," lanjut Vero karena ia tahu pasti Fatimah bimbang."Ya udah deh Kak," jawab Fatimah menyetujui usul Vero.20 m