Khanza langsung mendorong dada Romi membuat Romi langsung salah sadar.
"Sorry, aku kira tadi, Sopi," Deg! Seketika Khanza mematung.Yang awalnya Khanza mulai luluh, tiba-tiba ia dihempaskan begitu saja. Romi langsung turun dari ranjang lalu ia keluar meninggalkan Khanza sendiri."Apa yang aku lakukan? Kenapa aku malah menciumnya," gumam Romi sambil berjalan menuju pintu utama.Disisi lain, Khanza kembali menangis sekuat tenaga ia berusaha bangun dari ranjang, lalu ia berjalan ke tikar tempat biasa ia tidur."Dari awal aku udah tau jika Romi tidak menyukaiku. Tapi kenapa aku malah baper dengan ini semua ... Ini tidak adil," ucap Khanza sambil mengusap air matanya. Ia juga langsung me lap bibirnya dengan tisu basah, ia jijik dengan dirinya sendiri.Drt … Drt … Drt Ponsel Khanza bergetar, Khanza tersenyum sekilas melihat siapa yang menghubunginya.[Assalamualaikum] ucap Khanza sambil tersenyum saat melihat yang menelpon adalah Salman.[Walaikumsalam, Za tadi aku lupa ngabarin kamu kalo malam ini perayaan ulang tahunku ...maaf ya.Besar harapan sih kamu mau datang nanti malam] ucap Salman panjang lebar membuat Khanza berfikir sejenak.
[Acaranya jam berapa?] tanya Khanza sambil melihat ke arah pintu.[Jam 8, kalo ngaret juga palingan jam 8.30. Datang ya apa mau di jemput?] [Iya aku usahain datang, gak usah di jemput juga udah kayak siapa aja di jemput hehe, shareloc aja biar nanti aku naik taksi online aja] tolak Khanza.[Serius kamu mau datang, di jemput juga gak apa-apa sih kan tuan putri. Ya udah nanti aku shareloc sekalian aku yang bayar ongkos kamu nanti][Eh nggak usah Man, aku ada uang kok] tolak Khanza merasa tidak enak karena Salman selalu membayar semuanya.[Dih biasanya suka, tumben nolak yakin gak mau?] ledek Salman mambuat Khanza tersenyum.[Nggak usah sekarang maksudnya bayarnya, nanti aja pas udah disana hehe] jawab Khanza sambil cengengesan membuat Salman tertawa.[Dasar kuntilanak, iya iya nanti di bayar berkabar aja] lanjut Salman.Setelah selesai ngobrol dengan Salman, Khanza langsung membuka kopernya memilih pakaian yang bakal ia pakai."Sebenarnya ini kepala ada masih sakit banget, tapi mending ke rumah Salman aja dapat makan gratis, sedangkan disini cuma dapat sakit hati," gumamnya.***Setelah selesai sholat magrib, Khanza langsung siap-siap karena ia tidak mau terlambat. Sedangkan Romi baru saja kembali ke rumah setelah kejadian tadi.
Begitu ia masuk kamar, ia langsung kaget melihat Khanza sudah rapi dengan wajah yang dipoles dengan make up membuat gadis itu terlihat sangat cantik."Mau kemana? Kamu 'kan masih sakit," tanya Romi, Khanza langsung muak mendengar perhatian palsu itu."Bukan urusanmu dan nggak usah sok baik, urus saja urusanmu sendiri!" ketus Khanza membuat Romi langsung mematung. Khanza berjalan melewatinya begitu saja tanpa salam ataupun pamit.Bagitu Khanza pergi, Romi langsung duduk di depan kaca, lalu ia mengambil ponselnya yang sedari tadi ia tinggal.[Assalamualaikum Bang, ini saya Salman anaknya Pak Hendra. Maaf nih kalo ganggu waktu Abang, malam ini ada acara perayaan ulang tahun saya di rumah Bang, kalo Abang ada waktu di tunggu banget kehadirannya.Terima kasih] Romi membaca pesan dari Salman, detik kemudian ia langsung teringat dengan Khanza.
"Pasti dia pergi kesana," gumam Romi, lalu jarinya dengan lincah mengetikkan pesan.[Walaikumsalam, baik saya usahakan hadir ya] balasnya lalu ia mengambil handuk untuk mandi.Sekitar 20 menit, Romi sudah rapi dengan pakaiannya, kemeja hitam yang dipadukan dengan jas membuatnya terlihat sangat berwibawa.Setelah merasa rapi Romi langsung keluar rumah lalu menempuh perjalanan menuju rumah Salman.***Disisi lain Khanza yang sudah sampai di gerbang rumah Romi, namun ia belum turun dari taksi.
"Tunggu sebentar ya Pak, saya hubungi teman saya dulu," ucap Khanza yang dibalas anggukan oleh sopir tersebut.[Assa-] ucapan Salman terpotong saat khanza berbicara lanjut terus.[Aku udah di depan gerbang rumah kamu, buru keluar bayar taksinya] potong Khanza membuat Salman langsung geleng-geleng kepala dengan tingkah temannya itu.[Sebentar, aku keluar] lanjut Salman sambil buru-buru keluar.Tidak lama kemudian Salman keluar, Khanza langsung turun sambil melambaikan tangannya."Bayar dulu," ucap Khanza yang dibalas anggukan oleh Naura."Baik tuan putri," jawab Salman sambil membungkukkan sedikit badannya membuat Khanza langsung tertawa."Ini Pak bayarannya, maklum teman saya ini pelit banget," ucap Salman membuat sopir tersebut tertawa."Heh … sembarangan ya kalo ngomong," tegur Khanza membuat Salman terkekeh."Yuk masuk, udah rame di dalam," lanjut Salman yang dibalas anggukan oleh Khanza."Eh Za kamu tau gak kayaknya Bang Romi bakal datang deh," "What?!" teriak Khanza membuat Salman kaget, ia langsung mengusap dadanya."Apaan sih biasa aja kali, aku tahu kamu suka, tapi nggak teriak juga dong," kesal Salman."Kamu ngapain sih ngundang om-om," kesal Khanza membuat Salman mengerutkan keningnya."Memangnya kenapa? Bang Romi 'kan partnernya Papa, lagian Papa yang nyuruh buat di undang," lanjut Romi membuat Khanza langsung memutar mata malas.'Aelah, tujuannya keluar rumah kan biar nggak ketemu dia, ini ngapa malah di undang sih,' umpat Khanza."Nggak apa-apa, ayo ke dalam aku mau makan," lanjut Khanza membuat Salman bingung."Cewek aneh," gumam Salman sambil mengikuti langkah Khanza."Apa kamu bilang?" tanya Khanza dengan tatapan tajam membuat Salman langsung bergidik ngeri."Cewek cantik maksudnya, ya udah yuk masuk keburu habis tuh makanan," jawab Salman mengalihkan pembicaraan.***
Sekitar setengah jam melakukan perjalanan, akhirnya Romi sampai di rumah Salman. Ia langsung turun dari mobil lalu melangkah masuk ke dalam.
Dari kejauhan ia melihat Khanza sedang makan di temani oleh Salman, sambil sesekali mereka bercanda ria.Romi sengaja pergi ke belakang agar Khanza tidak melihatnya, ia memilih kursi belakang sebenarnya tujuannya datang bukan karena Salman melainkan karena Khanza yang masih sakit."Aku kesana dulu ya," ucap Khanza sambil menunjuk arah kolam renang membuat Salman bingung."Ngapain kesana?" tanya Salman."Aku pusing disini terlalu banyak orang, pengen jalan-jalan aja di situ agak sepian," jawab Khanza yang dibalas anggukan oleh Salman.Melihat Khanza pergi, Romi langsung mengikuti gadis itu dari jauh."Wah, bersih banget enak nih kalo berenang di sini, masalahnya aku nggak bisa berenang," gumam Khanza sambil memakan kue di tangannya.Khanza memilih duduk sambil memasukkan kakinya sedikit ke dalam air, ia merasa lebih tenang karena tidak terlalu berisik hanya saja ia harus melihat pemandangan orang-orang yang berpasangan.Dari kejauhan dua keponakan Salman yang berumur 11 dan 12 tahun, sedang berbisik-bisik berniat mengerjai Khanza."Kita ceburin Kakak itu yuk, kayaknya pacarnya om Salman deh," ucap Dana."Yuk-yuk," lanjut Aman, pelan-pelan mereka berjalan dari belakang Khanza, detik kemudian …"A …," teriak Khanza saat ia di dorong oleh Dana dan Aman,Byur! Khanza langsung mangap-mangap karena ia tidak bisa berenang, ia bahkan menelan air kolam."T--tolong," teriak Khanza membuat Romi yang sedang sibuk dengan ponselnya langsung mendongak, detik kemudian matanya membola."Khanza!" teriak Romi dan Salman dari jauh berbarengan.Tanpa membuang waktu Romi langsung melepas jasnya, lalu ia melompat ke dalam kolam."Ugh … ugh," Khanza terus meminum air hingga membuatnya tidak sadar diri. Romi langsung meraih Khanza membawa gadis itu naik. Salman langsung membantu Romi menaikkan Khanza."Ya Allah ... Khanza pingsan Bang," ucap Salman khawatir, tanpa menghiraukan ucapan Salman. Romi langsung mencium bibir Khanza memberinya nafas buatan.Salman kaget bukan main melihat tindakan Romi, namun ia berusaha positif thinking. Berkali-kali Romi memberi nafas buatan hasilnya nihil, Khanza hanya batuk sekali membuat Romi semakin panik."Bang kita bawa ke rumah sakit aja," usul Salman yang dibalas anggukan oleh Romi."Biar saya yang bawa kamu lanjut pesta kamu aja, kasian kalo di tinggal." jawab Romi, lalu ia mengambil jasnya kamudian ia menggendong Khanza keluar.Disisi lain Salman masih bingung dengan semua tindakan Romi. Ia menggelengkan kepalanya berkali-kali menepis pikiran jeleknya."Dana, Adam!" panggil Salman setengah
"Jangan bilang ini ulah kamu, buka aku mau pergi." ucap Khanza dengan kesal, tapi Romi hanya dia memperhatikan gadis itu. Merasa tidak di perdulikan Khanza mendekati Romi, lalu menatap tajam laki-laki itu."Mau kamu apa sih? Sini kuncinya, aku mau pergi." kesal Khanza berusaha mengambil kunci dari tangan Romi. Namun Romi malah mengangkat tangannya ke atas, ke belakang sehingga Khanza berputar-putar."Sini gak!" bentak Khanza, dadanya bahkan naik turun menahan emosinya, membuat Romi diam sejenak saat Khanza hendak menarik paksa kunci tersebut.Romi langsung menarik tubuh mungil itu ke ranjang.Bruk! Mereka berdua jatuh dengan posisi Khanza di atas tubuh Romi. Khanza semakin kesal ia langsung berusaha bangkit. Namun usahanya gagal saat Romi malah membalikkan posisi mereka.Khanza yang hendak memberontak langsung di tahan oleh Romi. Kedua tangannya di taruh di atas membuat gadis itu tidak bisa bergerak."Awas …," berontak Khanza, sekarang matanya malah memanas ia sangat membenci Romi. Ro
Detik kemudian ia mendengar suara tawa dari sudut. Bagitu ia menoleh ia langsung menghela nafas panjang. Kemudian ia bangkit lalu berjalan ke kamar mandi lalu melaksanakan sholat.Pukul 7.00 Romi sudah rapi dengan pakaian kantornya. Ia melihat Khanza hanya sibuk dengan lap topnya, tanpa melihat ke arahnya sedikitpun.Setelah rapi, Romi langsung keluar dari kamar karena ia ada rapat penting pagi ini. Begitu sampai di halaman rumah, ia langsung keingat dengan Khanza.Tiba-tiba ia merasa tidak enak hati meninggalkan gadis itu. Khawatir gadis itu melarikan diri setelah ia berangkat ke kantor.Berulang kali Romi menarik nafas, lalu ia kembali masuk ke dalam rumah untuk menemui Khanza.Ceklek! Pintu kamar kembali terbuka membuat Khanza langsung menoleh dan bingung, apalagi melihat Romi mendekatinya.'Mau ngapain lagi ini orang." ucap Khanza dalam hati."Ikut ke kantor," ucap Romi datar namun mampu menjadi Khanza kaget."Hah?" Khanza bingung, Romi langsung memasukkan tangannya ke dalam saku
Drt … Drt … Drt Ponsel Romi bergetar, ia langsung merogoh saku celananya.[Halo] [Pak, satu jam lagi anaknya Pak Hendra datang untuk rapat sama Bapak] ucap Vina sekretaris Romi.Romi yang mendengar itu langsung melihat Khanza sekilas, lalu ia sedikit menjauh.[Oke, kalo dia datang jangan suruh ke ruangan saya ya, suruh langsung ke ruangan rapat, rapatnya disana aja,] jawab Romi.[Baik Pak] Setelah selesai, Romi langsung mendekati Khanza yang tengah asik memandang."Saya nyuruh kamu kesini ngapain?" tanya Romi membuat Khanza kaget lalu ia berbalik."Iya nanti istirahat, masa mandang aja nggak boleh. Biasanya aku nggak pernah diginiin, mau ngapain dan kemanapun biasanya di biarin aja." jawab Khanza dengan polosnya membuat Romi kembali gemas."Saya cuma nyuruh kamu istirahat bukannya ngomel-ngomel," ujar Romi datar."Iya-iya, ih ngeselin banget deh," kesal Khanza sambil menghentakkan kakinya menuju ranjang. Romi yang melihat itu langsung geleng-geleng kepala."Saya ada rapat, ingat janga
Berkali-kali Khanza menarik nafas dalam-dalam sambil memegangi dadanya yang terasa sakit. Sekarang ia mengerti kenapa Romi akhir-akhir ini sangat peduli padanya, ternyata untuk di jadiin taruhan."Tapi kamu mau apain Khanza kalo misalnya kamu menang?""Nggak aku apa-apain sih, palingan pacaran aja mungkin selama dua minggu. Karena bagaimanapun juga pasti Khanza bakal kecewa banget kalo dia tau aku ngajak dia pacaran karena cuma ya itu taruhan," Khanza tidak sanggup lagi mendengar ucapan karyawan itu. Ia langsung memilih masuk ke toilet perempuan lalu menangis sejadi-jadinya. Ia tidak menyangka Romi sejahat itu padanya.Hampir setengah jam ia di kamar mandi, Khanza kembali ke ruangan Romi.Di sisi lain, Romi tengah panik karena melihat Khanza sudah tidak ada saat hendak membuka pintu. Romi langsung kaget melihat Khanza sudah di depan pintu, ia langsung menghela nafas panjang."Kamu darimana aja?" tanya Romi, lagi-lagi air mata Khanza turun membuat Romi kaget sekaligus bingung."Kamu k
"Iya Bang Khanza dari arah toilet sih awalnya. Tapi dia masuk ke ruangan Abang trus keluar lagi. Saya sempat manggil tapi nggak di jawab," terang Salman membuat Romi langsung panik."Kalo gitu saya ke dalam dulu ya," ucap Romi lalu ia buru-buru masuk ke ruangannya, begitu sampai benar saja Khanza sudah tidak ada."Ya Tuhan ... Kenapa gadis ini selalu membuatku panik," gumam Romi mencari Khanza kesana-kemari.Tanpa membuang waktu Romi langsung menyambar kunci mobil, lalu ia membawa mobil dengan kecepatan tinggi menuju rumahnya."Sial! Macet lagi," kesalnya Romi sambil meremas setir mobil.Hampir setengah jam menempuh perjalanan akhirnya Romi sampai di rumah. Buru-buru Romi keluar, lalu ia masuk ke dalam rumah."Khanza!" panggil Romi begitu ia sampai di ambang pintu.Mendengar tidak ada jawaban, Romi langsung naik ke kamar. Begitu sampai ia melihat Khanza sedang mengemasi pakaiannya dengan air mata yang tak kunjung reda."Kamu mau kemana?" tanya Romi sambil mengatur nafasnya. Khanza tid
"Khanza ... " panggil Romi mulai panik namun tidak ada sahutan sedikitpun. Ia langsung bangkit dari ranjang, detik kemudian ia mematung melihat bercak darah di seprai putih.Romi sadar dari lamunannya, ia langsung buru-buru keluar kamar mencari Khanza. Ia mencari ke seluruh rumah namun hasilnya nihil."Za, kamu kemana sih? Kenapa kamu suka sekali buat saya kesal." gumam Romi sambil memegang pinggangnya yang terasa pegal. Kemudian ia meraih ponselnya berniat menghubungi Khanza. Saat mencari kontak Khanza, ia langsung tersadar."O iya ya, 'kan nggak punya kontaknya," ucapnya lalu ia kembali duduk lesu di sisi ranjang sambil memijit pelipisnya. Pandangannya kembali tertuju ke bercak merah di seprai.Tiba-tiba saja bibirnya melengkung indah melihat itu. Rasa bangga dan bahagia tiba-tiba menyelimutinya, ia merasa laki-laki yang paling beruntung saat ini.***Disisi lain, Khanza turun dari angkot tepat di depan rumah Salman. Ia menekan bel rumah Salman, tidak berapa lama kemudian keluarlah
[Terminal Bus menuju Jawa sih Bang, cuma saya nggak tahu Khanza naik yang mana, soalnya tadi saya buru-buru nggak sempat nanya juga dan saya nggak tau juga dia punya uang atau nggak] bohong Salman, ia ingin memberi pelajaran pada Romi. Romi yang mendengar itu yang awalnya duduk langsung berdiri mencoba mengatur nafasnya, lalu ia kembali duduk dan mencoba tetap tenang agar Salman tidak curiga.[Ta--tapi Khanza ada ngomong mau kemana nggak? Atau ke rumah siapa gitu?] lagi-lagi Romi khawatir, sekarang ia mengetuk-ngetukkan jerinya ke meja rias.[Waduh nggak tuh Bang, karena jujur saya pun bingung kenapa Khanza pergi padahal sebentar lagi dia mau wisuda. tapi itu lah bocahnya keras kepala, kayaknya Khanza mau rileksin diri deh bang, soalnya kalo aku lihat sekilas tadi di kayak orang putus cinta hehe.Terus juga cara jalannya agak aneh Bang, kayaknya dia jatuh deh jadinya gitu kayak bebek hahah ...] bohong Salman padahal ia hanya menguji Romi.Deg! 'Cara jalan Khanza aneh,' ucap Romi dal
Setelah punya momongan Romi jauh lebih dewasa begitu juga dengan Khanza yang semakin sabar menghadapi segala sesuatu."Eugh," tiba-tiba bayi mereka menggeliat tengah malam saat Romi dan Khanza sedang tidur pulas."Oek ... oek," tangis bayi itu pecah saat merasa tidak ada yang memperdulikannya."Eh sayang ... bangun Nak, haus iya," ucap Khanza lalu ia duduk kemudian menggendong bayinya."Kenapa sayang? Hum ... jangan rewel ya Nak, kasian Ayah capek udah kerja," lanjut Khanza sambil menciumi pipi bayinya tersebut.Tapi tangis Kaila tak kunjung reda membuat Khanza bingung."Khanza," panggil Romi yang terusik mendengar suara tangisan bayi mereka membuat Khanza langsung menoleh ke samping."Kakak bangun, maaf ya Kaila rewel," ucap Khanza membuat Romi langsung duduk di samping Khanza."Sini biar saya gendong," ujar Romi membuat Khanza langsung memberikan Kaila ke gendongan suaminya tersebut."Oh anak Ayah ini, kenapa rewel sayang? Panas ya bajunya ketebelan ya sayang? Sini Ayah buka bukain
Setelah Romi berangkat Khanza mulai merasa perutnya mules. Tapi ia masih mencoba menahan karena Khanza tahu itu hanya kontraksi palsu."Aduh ... Nak jangan buat Bunda sakit gini sayang, kita tunggu Ayah dulu," gumam Khanza sambil mengusap-usap perutnya."Khanza kenapa Nak?" tanya Indah saya melihat Khanza meringis sambil mengatur nafasnya."Ini Bun sakit, tapi kayaknya masih kontraksi palsu," jawab Khanza membuat Indah langsung mendekati Khanza. Ia melihat menantunya tersebut sudah keringatan menahan sakit."Wah gak iya ini, Mas!" panggil Indah membuat Bimo yang sedang mencuci tangan langsung buru-buru."Iya sayang kenapa?" tanya Bimo bingung melihat Indah panik."Khanza Mas, kita bawa ke rumah sakit aja takut dia melahirkan disini, udah waktunya kayaknya ini." ucap Indah buru-buru membuat Bimo langsung mengangguk lalu buru-buru keluar ngeluarin mobil."Ayo sayang," ajak Indah membantu Khanza berjalan."Emang udah waktunya Bun?" tanya Khanza sambil mengatur nafasnya."Udah gak apa-ap
6 bulan kemudian, bulan ini sudah memasuki bulan Khanza melahirkan. Perutnya yang sudah membuncit membuatnya benar-benar kesusahan untuk bergerak dan bahkan harus berpegang.Tidak jarang Romi tidak berangkat kerja karena tidak tega meninggalkan Khanza di rumah, walaupun sudah ada Indah, Bimo dan Fatimah di rumahnya.Pagi ini Romi siap-siap berangkat ke kantor karena ada rapat penting dan tidak bisa di wakilkan. Sebenarnya Romi tidak ingin meninggalkan Khanza tapi karena dadakan juga mau tidak mau Romi harus berangkat.Ceklek! Pintu kamar terbuka menampakkan Khanza membuat Romi yang sedang memasang dasi langsung tersenyum."Gak bisa," ucap Romi seperti anak kecil membuat Khanza terkekeh."Ya udah sini, Kakak harus belajar bikin dasi biar nanti pas aku lahiran bisa sendiri," ucap Khanza sambil meraih dasi tersebut. Romi duduk di sisi meja rias untuk mempermudah Khanza memasang dasinya."Gak ah, maunya kamu yang bikin," jawab Romi membuat Khanza mencebikkan bibirnya."Kan akunya lahira
Seminggu kemudian, Vina mulai merasa aneh dengan dirinya, ia sering kali pusing dan mual-mual. Tapi Vina tidak memberi tahu suaminya, karena menurutnya itu cuma masuk angin biasa."Vina, bisa ke ruangan saya sebentar," panggil Romi membuat Vina langsung menoleh lalu mengangguk."Iya Pak," jawab Vina lalu beranjak dari kursinya. Saat berdiri ia merasa sedikit pusing membuat Salman yang melihat itu langsung mendekati isterinya tersebut."Kamu gak apa-apa?" tanya Salman sambil memegang tangan Vina membuat Vina langsung menoleh lalu menggeleng."Gak apa-apa Kak, aku ke ruangan Pak Romi dulu ya," ucap Vina yang dibalas anggukan oleh Salman.Sampai di ruangan Romi, Vina melihat Khanza sedang ngemil sambil menonton di ponselnya. Vina sedikit tersenyum melihat Khanza yang mulai terlihat berisi dari sebelumnya."Mbak," panggil Vina membuat Khanza menghentikan filmnya lalu menoleh."Eh Vina, apa kabar?" tanya Khanza membuat Vina langsung tersenyum."Baik Mbak," jawab Vina, tapi Khanza malah me
"Kak," panggil Khanza, ia tahu kalo suaminya pasti marah."Udah selesai?" tanya Romi sambil merangkul pundak Khanza."Em ... tinggal buat Mama Ira sih," jawab Khanza sambil menunjukkan paper bag di tangannya. Romi mengambil paper bag tersebut lalu memasukkannya ke dalam sel."Ini ada sedikit makanan buat Ibu sama Rea, kalo mau silahkan dimakan kalo gak suka kasih aja sama yang sebelah," ucap Romi tegas membuat Ira dan Rea diam seketika."Mbak Cantik terima kasih ya makanannya, enak sekali," panggil salah satu narapidana membuat Khanza langsung menoleh lalu mengangguk."Romi kamu kesini mau jenguk Ibu?" tanya Ira dengan semangatnya membuat Khanza sedikit mendongak melihat ekspresi suaminya itu."Sebenarnya kalo dari hati Romi pribadi belum ya Bu, cuma karena Khanza yang selalu ngajakin kesini akhirnya Romi mau. Tapi hasilnya berbanding terbalik dengan dugaan Romi, Ibu malah bentak dan maki-maki istriku." jawab Romi dengan nada tertahan membuat Ira diam seketika lalu ia saling melempar
Seminggu telah berlalu, Khanza berniat mengunjungi Ibu mertuanya yang di penjara, pagi-pagi sekali ia sudah berkutat di dapur menyiapkan makanan untuk Ira.Sedangkan Romi karena berhubung hari libur, ia hanya malas-malasan di kamar karena tadi malam lembur menyelesaikan semua pekerjaannya."Khanza kemana sih? Kok gak masuk-masuk," gumamnya yang tengah berbaring di ranjang sambil mengotak-atik ponselnya.Tanpa membuang waktu ia langsung bangkit dari ranjang sebelum keluar. Romi merapikan rambutnya di depan kaca lalu ia keluar dari kamar."Khanza," panggilnya namun tidak ada sahutan sedikitpun membuat Romi langsung mengedarkan pandangannya hingga ia melihat gadis itu di dapur.Romi melipat kedua tangannya lalu mendekati Khanza dari belakang."Khanza," panggil Romi lagi membuat Khanza kaget."Hah? Iya, kenapa Kak?" tanya Khanza saat melihat Romi sedang menatapnya sambil melipat kedua tangannya."Kamu dari tadi saya panggil-panggil kenapa gak nyahut-nyahut?" tanya Romi membuat Khanza meno
"Romi, Khanza tidur itu," panggil Bimo membuat Romi langsung menoleh kesamping, ia langsung tersenyum lalu mendekati orang tuanya."Bun, tolong ambilin kantong plastik ini," ucap Romi membuat Indah langsung melepaskan kantong plastik tersebut dari tangan Khanza."Bawa istri kamu ke kamar aja, kasian," lanjut Indah yang dibalas anggukan oleh Romi."Gegara Fatimah ini, Khanza sampe capek banget eh dianya malah asik olahraga padahal Khanza gak tau jalan pulang," omel Romi membuat Bimo menaikkan alisnya sebelah."Fatimah belum pulang juga?" tanya Bimo yang dibalas gelengan oleh Romi."Belum, dia masih sok cantik disana," jawab Romi lalu ia masuk membawa Khanza ke dalam."Ada-ada aja ya Mas," ucap Indah yang dibalas anggukan oleh Bimo."Ntahlah, anak cuma dua tapi gak pernah akur," jawab Bimo membuat Indah mangut-mangut."Gimana kalo 3 sampe 5 anak ya, heboh pasti," ucap Indah tanpa sadar membuat Bimo menoleh."Kamu mau nambah anak lagi?" tanya Bimo sambil menggoda."Gak Mas, aku cuma baya
"Gak apa-apa 'kan sama istri sendiri, pahala malahan, yang gak boleh itu sama istri orang," jawab Salman lalu mengambil tisu melap bibir istrinya yang belepotan."Udah atau mau di habisin semua kuenya?" tanya Salman."Udah," jawab Vina sambil mengerucutkan bibirnya karena masih kesal dengan kelakuan suaminya tersebut.Salman meletakkan kue diatas meja lalu ia kembali mendekati istrinya dan detik kemudian ia menggendong Vina."A ...! Ih turunin Kak, gak usah di gendong aku berat," teriak Vina karena kaget."Jangan teriak-teriak, orang juga tahu kalo kita pengantin baru," celetuk Salman membuat Vina kesal sekaligus malu."Ngapain gendong-gendong sih, aku bisa jalan sendiri Kak," rengek Vina."Biar romantis," lanjut Salman lalu ia membuka lebarkan pintu kamar dengan kakinya kemudian ia merebahkan Vina di ranjang."Uh ... akhirnya, untung gak jatuh," gumam Vina membuat Salman terkekeh lalu ia kembali berjalan menutup pintu.Saat Vina hendak duduk, Salman terlebih dahulu menindihnya membua
Disisi lain, Fatimah langsung merasa tidak tenang setelah mendengar ucapan Romi barusan."Kamu kenapa Fatimah?" tanya Vero yang baru saja datang dari toilet."Kak kayaknya aku harus pulang deh," ucap Fatimah membuat Vero kaget."Hah? 'Kan belum makan," ucap Vero tidak percaya dengan ucapan Fatimah."Gak apa-apa Kak, Bang Romi kayaknya marah sama aku, karena ini pertama kalinya aku keluar sama cowok," jawab Fatimah membuat Vero mangut-mangut."Ditambah lagi tadi aku pergi di saat semuanya gak ada di rumah, cuma ada Kak Khanza.Aku kira semuanya baik-baik saja ternyata dugaanku salah, ada masalah ternyata," lanjut Fatimah membuat Vero mengangguk sekilas."Jadi sekarang mau pulang?" tanya Vero, sebenarnya Fatimah merasa tidak enak karena makanan sudah terlanjur di pesan."Ya sudah gini deh, kita makan dulu gak lama sekitar 20 menitan, setelah itu saya antar kamu pulang ke rumah," lanjut Vero karena ia tahu pasti Fatimah bimbang."Ya udah deh Kak," jawab Fatimah menyetujui usul Vero.20 m