"Khanza ... " panggil Romi mulai panik namun tidak ada sahutan sedikitpun. Ia langsung bangkit dari ranjang, detik kemudian ia mematung melihat bercak darah di seprai putih.Romi sadar dari lamunannya, ia langsung buru-buru keluar kamar mencari Khanza. Ia mencari ke seluruh rumah namun hasilnya nihil."Za, kamu kemana sih? Kenapa kamu suka sekali buat saya kesal." gumam Romi sambil memegang pinggangnya yang terasa pegal. Kemudian ia meraih ponselnya berniat menghubungi Khanza. Saat mencari kontak Khanza, ia langsung tersadar."O iya ya, 'kan nggak punya kontaknya," ucapnya lalu ia kembali duduk lesu di sisi ranjang sambil memijit pelipisnya. Pandangannya kembali tertuju ke bercak merah di seprai.Tiba-tiba saja bibirnya melengkung indah melihat itu. Rasa bangga dan bahagia tiba-tiba menyelimutinya, ia merasa laki-laki yang paling beruntung saat ini.***Disisi lain, Khanza turun dari angkot tepat di depan rumah Salman. Ia menekan bel rumah Salman, tidak berapa lama kemudian keluarlah
[Terminal Bus menuju Jawa sih Bang, cuma saya nggak tahu Khanza naik yang mana, soalnya tadi saya buru-buru nggak sempat nanya juga dan saya nggak tau juga dia punya uang atau nggak] bohong Salman, ia ingin memberi pelajaran pada Romi. Romi yang mendengar itu yang awalnya duduk langsung berdiri mencoba mengatur nafasnya, lalu ia kembali duduk dan mencoba tetap tenang agar Salman tidak curiga.[Ta--tapi Khanza ada ngomong mau kemana nggak? Atau ke rumah siapa gitu?] lagi-lagi Romi khawatir, sekarang ia mengetuk-ngetukkan jerinya ke meja rias.[Waduh nggak tuh Bang, karena jujur saya pun bingung kenapa Khanza pergi padahal sebentar lagi dia mau wisuda. tapi itu lah bocahnya keras kepala, kayaknya Khanza mau rileksin diri deh bang, soalnya kalo aku lihat sekilas tadi di kayak orang putus cinta hehe.Terus juga cara jalannya agak aneh Bang, kayaknya dia jatuh deh jadinya gitu kayak bebek hahah ...] bohong Salman padahal ia hanya menguji Romi.Deg! 'Cara jalan Khanza aneh,' ucap Romi dal
Setelah dokter pergi Salman mengatur nafasnya pelan-pelan, karena dadanya sekarang sudah sangat sesak mendengar pernyataan barusan. Setelah merasa aman, Salman perlahan mendekati Khanza yang tengah menangis di ranjang rumah sakit."Za," panggil Salman, Khanza langsung menoleh melihat Salman."Man a--aku-" Khanza berhenti berbicara saat Salman mengangguk pertanda paham perasaan gadis itu sekarang."Aku harus gimana Man di perutku udah ada bayi," lirihnya pilu. Salman sendiri pun sebenarnya tengah kecewa, ia tidak mengerti harus senang atau sedih dengan keadaan Khanza sekarang."Za aku tidak tahu harus bagaimana, tapi sebagai sahabat aku cuma mau nasehatin kamu jangan pernah menyalahkan bayi itu. Dia tidak mengerti apa-apa bayi itu butuh sosok ibu kayak kamu.Jadi jangan pernah menganggapnya beban, karena bagaimanapun juga dia adalah darah daging kamu." nasehat Salman walaupun hatinya sebenarnya sangat bertolak belakang dengan mulutnya.Khanza diam sejenak mencoba mencerna kata-kata Sa
"Em … kamu pulang duluan aja Vin, makasih banyak udah ngaterin saya. Kayaknya saya belum bisa pulang sekarang, kamu pesan online aja ya." ucap Romi membuat Vina bingung, bukannya tadi Romi sangat lemas sekarang malah semangat sekali."Tapi Pak, Bapak bisa nyetir sendiri?" tanya Vina memastikan, Romi langsung mengangguk tapi matanya terus ke arah cafe."Ya sudah kalo begitu saya duluan ya, hati-hati Pak," pamit Vina yang dibalas anggukan oleh Romi.Setelah Vina pergi Romi langsung memarkirkan mobilnya di depan kafe. Sebelum keluar ia memakai masker terlebih dahulu supaya Khanza tidak curiga.Begitu masuk di cafe, Romi langsung memilih tempat yang jauh dari Khanza, tapi ia tetap bisa melihat gadisnya itu.Deg! 'Salman,' Romi kaget melihat Salman lah yang sedang duduk bersama Khanza. Itu artinya Salman tahu dimana Khanza selama ini.'Jangan-jangan Salman yang menyembunyikan Khanza, pantas saja dicari kemana-mana tidak ketemu biangnya orang terdekat ternyata.' ucap Romi dalam hati.Romi d
"Aku belum terpikir kesana Bang, sebenarnya Khanza juga yang salah ia tidak mau keluar sama sekali selam sebulan bulan. Selain tadi itupun karena saya paksa berobat Bang," ujar Salman membuat Romi mengangguk."Berapa bulan kandungannya?" tanya Romi membuat Salman berusaha mengingat ucapan dokter tadi."4 Minggu Bang, Abang tahu dari mana Khanza hamil?" tanya Salman bingung."Saya juga mual-mual persis seperti yang dialami Khanza. Kata dokter itu biasa terjadi jika istri lagi hamil muda," jawab Romi membuat Salman mangut-mangut."Abang mau ketemu Khanza sekarang?" tanya Salman, Romi tampak berfikir sejenak."Sebenarnya sangat ingin, cuma saya nggak mau buat dia stress pasti sangat berpengaruh pada janinnya. Setidaknya izinkan saya melihatnya diam-diam," jawab Romi membuat Romi mangut-mangut."Caranya?" tanya Salman, Romi langsung menjelaskan semua niatnya pada Salman.***Malam hari, Khanza masih saja makan karena makanan yang di pesan Romi sangat banyak.Tok! Tok! Tok! "Masuk," sahut
"Hah? Apa nggak terlalu cepat," jawab Khanza merasa tidak yakin."Aku nggak punya waktu kosong selain besok Za, adanya weekend seminggu lagi," terang Salman membuat Khanza diam."Ya udah," ucapnya dengan berat hati.***Keesokan harinya, Khanza antara yakin dan tidak yakin dengan usul Salman. Tapi ia mencoba untuk berfikir positif."Rileks Za cuma ngasih tau nggak lebih," gumamnya sambil memilih baju yang tepat. Setelah rapi ia dan Salman pun berangkat, tujuan awal mereka adalah kantor Romi.Hampir 20 menit menempuh perjalanan akhirnya mereka sampai, Khanza yang melihat itu jadi bimbang."Yuk turun," ajak Salman, Khanza langsung menggeleng membuat Salman kaget."Kenapa?" tanya Salman bingung melihat Khanza enggan turun."Aku nggak yakin Man, aku takut," ucap Khanza tiba-tiba sambil menunduk."Gak apa-apa, ada aku kok santai, yuk." ajak Salman mau tidak mau Khanza ikut turun kemudian mereka masuk ke dalam kantor."Kak Salman," panggil seseorang membuat mereka berdua langsung berbalik.
"Jangan tinggalin saya lagi Za, please," lagi-lagi suara mengiba keluar dari mulut Romi membuat Khanza langsung memejamkan matanya untuk menetralkan jantungnya."Saya minta maaf Za, saya tau saya salah, suami egois, ceroboh dan gak ngertiin perasaan istri." pinta Romi sedangkan Khanza, ia masih bingung antara percaya dan tidak percaya dengan yang terjadi sekarang ini."Kakak nggak salah kok, Kakak berhak bahagia aku nggak larang kalo Kakak mau sama pacar Kakak itu." ucap Khanza membuat Romi semakin mengeratkan pelukannya. Ia menyadari kebodohannya yang selalu memuji Sopi."Saya nggak mau Za, saya maunya kamu cukup kamu, disini ada baby kita 'kan?" ucap Romi sambil mengusap perut Khanza membuat gadis itu merasa risih."Um," jawab Khanza singkat, Romi mensejajarkan wajahnya dengan wajah Khanza hingga deru nafas Romi menerpa wajah Khanza."Za maafin saya, saya menyesal saya gak bisa hidup tanpa kamu." ucap Romi dengan wajah yang begitu dekat."Kakak udah makan?" tanya Khanza karena ia ti
"Kak," panggil Khanza sambil memegang pundak Romi membuat Romi langsung menoleh sambil berusaha mengatur nafasnya."Za," lirihnya lalu ia menarik Khanza ke pelukannya membenamkan wajahnya di ceruk leher istrinya itu."Jangan tinggalin saya Za," pinta Romi, Khanza mengusap-usap punggung suaminya itu lalu ia melonggarkan pelukannya."Tidur lagi Kak," ucap Khanza ingin merebahkan Romi kembali. Namun Romi menahan tangan Khanza lalu perlahan tangannya membuka jilbab Khanza.Khanza yang merasakan itu hanya diam sambil memperhatikan wajah Romi yang begitu dekat dengannya. Setelah melepas jilbabnya Romi melepaskan ikat rambutnya membiarkan rambut itu tergerai indah.Cup! Romi mencium bibir Khanza sekilas lalu ia menarik Khanza untuk berbaring."Jangan pergi kamu nggak boleh kemana-mana lagi, saya seperti orang gila kalo kamu nggak ada. Saya butuh kamu," Romi terus berbicara, Khanza langsung mendongak membuat Romi langsung menunduk."Tidur lagi Kak, biar sembuh," suruh Khanza yang dibalas gele
Setelah punya momongan Romi jauh lebih dewasa begitu juga dengan Khanza yang semakin sabar menghadapi segala sesuatu."Eugh," tiba-tiba bayi mereka menggeliat tengah malam saat Romi dan Khanza sedang tidur pulas."Oek ... oek," tangis bayi itu pecah saat merasa tidak ada yang memperdulikannya."Eh sayang ... bangun Nak, haus iya," ucap Khanza lalu ia duduk kemudian menggendong bayinya."Kenapa sayang? Hum ... jangan rewel ya Nak, kasian Ayah capek udah kerja," lanjut Khanza sambil menciumi pipi bayinya tersebut.Tapi tangis Kaila tak kunjung reda membuat Khanza bingung."Khanza," panggil Romi yang terusik mendengar suara tangisan bayi mereka membuat Khanza langsung menoleh ke samping."Kakak bangun, maaf ya Kaila rewel," ucap Khanza membuat Romi langsung duduk di samping Khanza."Sini biar saya gendong," ujar Romi membuat Khanza langsung memberikan Kaila ke gendongan suaminya tersebut."Oh anak Ayah ini, kenapa rewel sayang? Panas ya bajunya ketebelan ya sayang? Sini Ayah buka bukain
Setelah Romi berangkat Khanza mulai merasa perutnya mules. Tapi ia masih mencoba menahan karena Khanza tahu itu hanya kontraksi palsu."Aduh ... Nak jangan buat Bunda sakit gini sayang, kita tunggu Ayah dulu," gumam Khanza sambil mengusap-usap perutnya."Khanza kenapa Nak?" tanya Indah saya melihat Khanza meringis sambil mengatur nafasnya."Ini Bun sakit, tapi kayaknya masih kontraksi palsu," jawab Khanza membuat Indah langsung mendekati Khanza. Ia melihat menantunya tersebut sudah keringatan menahan sakit."Wah gak iya ini, Mas!" panggil Indah membuat Bimo yang sedang mencuci tangan langsung buru-buru."Iya sayang kenapa?" tanya Bimo bingung melihat Indah panik."Khanza Mas, kita bawa ke rumah sakit aja takut dia melahirkan disini, udah waktunya kayaknya ini." ucap Indah buru-buru membuat Bimo langsung mengangguk lalu buru-buru keluar ngeluarin mobil."Ayo sayang," ajak Indah membantu Khanza berjalan."Emang udah waktunya Bun?" tanya Khanza sambil mengatur nafasnya."Udah gak apa-ap
6 bulan kemudian, bulan ini sudah memasuki bulan Khanza melahirkan. Perutnya yang sudah membuncit membuatnya benar-benar kesusahan untuk bergerak dan bahkan harus berpegang.Tidak jarang Romi tidak berangkat kerja karena tidak tega meninggalkan Khanza di rumah, walaupun sudah ada Indah, Bimo dan Fatimah di rumahnya.Pagi ini Romi siap-siap berangkat ke kantor karena ada rapat penting dan tidak bisa di wakilkan. Sebenarnya Romi tidak ingin meninggalkan Khanza tapi karena dadakan juga mau tidak mau Romi harus berangkat.Ceklek! Pintu kamar terbuka menampakkan Khanza membuat Romi yang sedang memasang dasi langsung tersenyum."Gak bisa," ucap Romi seperti anak kecil membuat Khanza terkekeh."Ya udah sini, Kakak harus belajar bikin dasi biar nanti pas aku lahiran bisa sendiri," ucap Khanza sambil meraih dasi tersebut. Romi duduk di sisi meja rias untuk mempermudah Khanza memasang dasinya."Gak ah, maunya kamu yang bikin," jawab Romi membuat Khanza mencebikkan bibirnya."Kan akunya lahira
Seminggu kemudian, Vina mulai merasa aneh dengan dirinya, ia sering kali pusing dan mual-mual. Tapi Vina tidak memberi tahu suaminya, karena menurutnya itu cuma masuk angin biasa."Vina, bisa ke ruangan saya sebentar," panggil Romi membuat Vina langsung menoleh lalu mengangguk."Iya Pak," jawab Vina lalu beranjak dari kursinya. Saat berdiri ia merasa sedikit pusing membuat Salman yang melihat itu langsung mendekati isterinya tersebut."Kamu gak apa-apa?" tanya Salman sambil memegang tangan Vina membuat Vina langsung menoleh lalu menggeleng."Gak apa-apa Kak, aku ke ruangan Pak Romi dulu ya," ucap Vina yang dibalas anggukan oleh Salman.Sampai di ruangan Romi, Vina melihat Khanza sedang ngemil sambil menonton di ponselnya. Vina sedikit tersenyum melihat Khanza yang mulai terlihat berisi dari sebelumnya."Mbak," panggil Vina membuat Khanza menghentikan filmnya lalu menoleh."Eh Vina, apa kabar?" tanya Khanza membuat Vina langsung tersenyum."Baik Mbak," jawab Vina, tapi Khanza malah me
"Kak," panggil Khanza, ia tahu kalo suaminya pasti marah."Udah selesai?" tanya Romi sambil merangkul pundak Khanza."Em ... tinggal buat Mama Ira sih," jawab Khanza sambil menunjukkan paper bag di tangannya. Romi mengambil paper bag tersebut lalu memasukkannya ke dalam sel."Ini ada sedikit makanan buat Ibu sama Rea, kalo mau silahkan dimakan kalo gak suka kasih aja sama yang sebelah," ucap Romi tegas membuat Ira dan Rea diam seketika."Mbak Cantik terima kasih ya makanannya, enak sekali," panggil salah satu narapidana membuat Khanza langsung menoleh lalu mengangguk."Romi kamu kesini mau jenguk Ibu?" tanya Ira dengan semangatnya membuat Khanza sedikit mendongak melihat ekspresi suaminya itu."Sebenarnya kalo dari hati Romi pribadi belum ya Bu, cuma karena Khanza yang selalu ngajakin kesini akhirnya Romi mau. Tapi hasilnya berbanding terbalik dengan dugaan Romi, Ibu malah bentak dan maki-maki istriku." jawab Romi dengan nada tertahan membuat Ira diam seketika lalu ia saling melempar
Seminggu telah berlalu, Khanza berniat mengunjungi Ibu mertuanya yang di penjara, pagi-pagi sekali ia sudah berkutat di dapur menyiapkan makanan untuk Ira.Sedangkan Romi karena berhubung hari libur, ia hanya malas-malasan di kamar karena tadi malam lembur menyelesaikan semua pekerjaannya."Khanza kemana sih? Kok gak masuk-masuk," gumamnya yang tengah berbaring di ranjang sambil mengotak-atik ponselnya.Tanpa membuang waktu ia langsung bangkit dari ranjang sebelum keluar. Romi merapikan rambutnya di depan kaca lalu ia keluar dari kamar."Khanza," panggilnya namun tidak ada sahutan sedikitpun membuat Romi langsung mengedarkan pandangannya hingga ia melihat gadis itu di dapur.Romi melipat kedua tangannya lalu mendekati Khanza dari belakang."Khanza," panggil Romi lagi membuat Khanza kaget."Hah? Iya, kenapa Kak?" tanya Khanza saat melihat Romi sedang menatapnya sambil melipat kedua tangannya."Kamu dari tadi saya panggil-panggil kenapa gak nyahut-nyahut?" tanya Romi membuat Khanza meno
"Romi, Khanza tidur itu," panggil Bimo membuat Romi langsung menoleh kesamping, ia langsung tersenyum lalu mendekati orang tuanya."Bun, tolong ambilin kantong plastik ini," ucap Romi membuat Indah langsung melepaskan kantong plastik tersebut dari tangan Khanza."Bawa istri kamu ke kamar aja, kasian," lanjut Indah yang dibalas anggukan oleh Romi."Gegara Fatimah ini, Khanza sampe capek banget eh dianya malah asik olahraga padahal Khanza gak tau jalan pulang," omel Romi membuat Bimo menaikkan alisnya sebelah."Fatimah belum pulang juga?" tanya Bimo yang dibalas gelengan oleh Romi."Belum, dia masih sok cantik disana," jawab Romi lalu ia masuk membawa Khanza ke dalam."Ada-ada aja ya Mas," ucap Indah yang dibalas anggukan oleh Bimo."Ntahlah, anak cuma dua tapi gak pernah akur," jawab Bimo membuat Indah mangut-mangut."Gimana kalo 3 sampe 5 anak ya, heboh pasti," ucap Indah tanpa sadar membuat Bimo menoleh."Kamu mau nambah anak lagi?" tanya Bimo sambil menggoda."Gak Mas, aku cuma baya
"Gak apa-apa 'kan sama istri sendiri, pahala malahan, yang gak boleh itu sama istri orang," jawab Salman lalu mengambil tisu melap bibir istrinya yang belepotan."Udah atau mau di habisin semua kuenya?" tanya Salman."Udah," jawab Vina sambil mengerucutkan bibirnya karena masih kesal dengan kelakuan suaminya tersebut.Salman meletakkan kue diatas meja lalu ia kembali mendekati istrinya dan detik kemudian ia menggendong Vina."A ...! Ih turunin Kak, gak usah di gendong aku berat," teriak Vina karena kaget."Jangan teriak-teriak, orang juga tahu kalo kita pengantin baru," celetuk Salman membuat Vina kesal sekaligus malu."Ngapain gendong-gendong sih, aku bisa jalan sendiri Kak," rengek Vina."Biar romantis," lanjut Salman lalu ia membuka lebarkan pintu kamar dengan kakinya kemudian ia merebahkan Vina di ranjang."Uh ... akhirnya, untung gak jatuh," gumam Vina membuat Salman terkekeh lalu ia kembali berjalan menutup pintu.Saat Vina hendak duduk, Salman terlebih dahulu menindihnya membua
Disisi lain, Fatimah langsung merasa tidak tenang setelah mendengar ucapan Romi barusan."Kamu kenapa Fatimah?" tanya Vero yang baru saja datang dari toilet."Kak kayaknya aku harus pulang deh," ucap Fatimah membuat Vero kaget."Hah? 'Kan belum makan," ucap Vero tidak percaya dengan ucapan Fatimah."Gak apa-apa Kak, Bang Romi kayaknya marah sama aku, karena ini pertama kalinya aku keluar sama cowok," jawab Fatimah membuat Vero mangut-mangut."Ditambah lagi tadi aku pergi di saat semuanya gak ada di rumah, cuma ada Kak Khanza.Aku kira semuanya baik-baik saja ternyata dugaanku salah, ada masalah ternyata," lanjut Fatimah membuat Vero mengangguk sekilas."Jadi sekarang mau pulang?" tanya Vero, sebenarnya Fatimah merasa tidak enak karena makanan sudah terlanjur di pesan."Ya sudah gini deh, kita makan dulu gak lama sekitar 20 menitan, setelah itu saya antar kamu pulang ke rumah," lanjut Vero karena ia tahu pasti Fatimah bimbang."Ya udah deh Kak," jawab Fatimah menyetujui usul Vero.20 m