"Hah? Apa nggak terlalu cepat," jawab Khanza merasa tidak yakin."Aku nggak punya waktu kosong selain besok Za, adanya weekend seminggu lagi," terang Salman membuat Khanza diam."Ya udah," ucapnya dengan berat hati.***Keesokan harinya, Khanza antara yakin dan tidak yakin dengan usul Salman. Tapi ia mencoba untuk berfikir positif."Rileks Za cuma ngasih tau nggak lebih," gumamnya sambil memilih baju yang tepat. Setelah rapi ia dan Salman pun berangkat, tujuan awal mereka adalah kantor Romi.Hampir 20 menit menempuh perjalanan akhirnya mereka sampai, Khanza yang melihat itu jadi bimbang."Yuk turun," ajak Salman, Khanza langsung menggeleng membuat Salman kaget."Kenapa?" tanya Salman bingung melihat Khanza enggan turun."Aku nggak yakin Man, aku takut," ucap Khanza tiba-tiba sambil menunduk."Gak apa-apa, ada aku kok santai, yuk." ajak Salman mau tidak mau Khanza ikut turun kemudian mereka masuk ke dalam kantor."Kak Salman," panggil seseorang membuat mereka berdua langsung berbalik.
"Jangan tinggalin saya lagi Za, please," lagi-lagi suara mengiba keluar dari mulut Romi membuat Khanza langsung memejamkan matanya untuk menetralkan jantungnya."Saya minta maaf Za, saya tau saya salah, suami egois, ceroboh dan gak ngertiin perasaan istri." pinta Romi sedangkan Khanza, ia masih bingung antara percaya dan tidak percaya dengan yang terjadi sekarang ini."Kakak nggak salah kok, Kakak berhak bahagia aku nggak larang kalo Kakak mau sama pacar Kakak itu." ucap Khanza membuat Romi semakin mengeratkan pelukannya. Ia menyadari kebodohannya yang selalu memuji Sopi."Saya nggak mau Za, saya maunya kamu cukup kamu, disini ada baby kita 'kan?" ucap Romi sambil mengusap perut Khanza membuat gadis itu merasa risih."Um," jawab Khanza singkat, Romi mensejajarkan wajahnya dengan wajah Khanza hingga deru nafas Romi menerpa wajah Khanza."Za maafin saya, saya menyesal saya gak bisa hidup tanpa kamu." ucap Romi dengan wajah yang begitu dekat."Kakak udah makan?" tanya Khanza karena ia ti
"Kak," panggil Khanza sambil memegang pundak Romi membuat Romi langsung menoleh sambil berusaha mengatur nafasnya."Za," lirihnya lalu ia menarik Khanza ke pelukannya membenamkan wajahnya di ceruk leher istrinya itu."Jangan tinggalin saya Za," pinta Romi, Khanza mengusap-usap punggung suaminya itu lalu ia melonggarkan pelukannya."Tidur lagi Kak," ucap Khanza ingin merebahkan Romi kembali. Namun Romi menahan tangan Khanza lalu perlahan tangannya membuka jilbab Khanza.Khanza yang merasakan itu hanya diam sambil memperhatikan wajah Romi yang begitu dekat dengannya. Setelah melepas jilbabnya Romi melepaskan ikat rambutnya membiarkan rambut itu tergerai indah.Cup! Romi mencium bibir Khanza sekilas lalu ia menarik Khanza untuk berbaring."Jangan pergi kamu nggak boleh kemana-mana lagi, saya seperti orang gila kalo kamu nggak ada. Saya butuh kamu," Romi terus berbicara, Khanza langsung mendongak membuat Romi langsung menunduk."Tidur lagi Kak, biar sembuh," suruh Khanza yang dibalas gele
"Oke-oke, bagus kalo kalian sadar dengan kesalahan kalian sendiri, saya harap itu segera diperbaiki. Tapi kali ini pengumuman saya berbeda, ini lebih ke kehidupan saya. Eh sebelumnya perkenalkan ini istri saya Khanza, saya baru memperkenalkan hari ini karena ada beberapa problem kemaren." lanjut Romi membuat karyawan perempuan khususnya yang belum menikah langsung heboh."Ya elah ... pak Romi udah ada istri aja, padahal gua tidak hari dandan buat Pak Romi," "Iya ya, perasaan kemaren masih cool-cool aja kok tiba-tiba udah punya istri aja sih." sahut yang lain.'Syukurlah Khanza udah balik, setidaknya Romi jauh lebih segar dibanding yang kemaren. Munafik sih sok-sokan gak mau ngakuin, giliran di tinggal setengah mampus,' ucap Rendy dalam hati."O iya, saya rencananya ingin membuat pesta pernikahan, ya walaupun saya dan Khanza sudah menikah tapi itu cuma antara keluarga aja belum ngadain pesta. Nah, untuk seluruh karyawan saya mengundang kalian untuk tanggal dan tempatnya nanti saya um
"Kenapa sayang hum? siapa yang bikin kamu kayak gini? Bilang biar saya cari sekarang juga orangnya," tanya Romi sambil memegang pundak istrinya itu membuat Khanza semakin menangis."Coba tenang dulu bilang sama saya, ada apa?" tanya Romi yang sudah berjongkok di depan Khanza."Aku hamil di luar nikah ya Kak?" tanya Khanza dengan tatapan sendunya membuat Romi lagi kaget.Deg! "Yang bilang gitu siapa?" tanya Romi, darahnya mendidih mendengar ucapan Khanza barusan."Satu kantor bilang aku cewek murahan, ternyata mereka bilang aku nikah sama Kakak karna udah ha--hamil duluan hiks ... Aku nggak seburuk itu Kak," tangis Khanza semakin pecah membuat Romi mengepalkan tangannya."Kamu tunggu sebentar disini," ucap Romi lalu ia berlalu begitu saja sedangkan Khanza hanya terus menangis.***Brak! Romi membuka pintu toilet laki-laki dengan kasar membuat karyawan yang di dalamnya langsung kaget."Pak Romi," ucap mereka kaget melihat Romi dengan ekspresi yang ingin membunuh."Siapa yang mengatakan
"Kalian udah tau kenapa saya kumpulkan kalian semua disini?" tanya Romi dengan nada yang super duper dingin membuat karyawan menunduk."O ternyata kalian tidak tahu rupanya ulah kalian kemaren membuat istri saya langsung masuk rumah sakit," lanjut Romi membuat semuanya kaget terutama Neni."Sekarang aku tanya siapa yang menyebar berita bodoh seperti kemaren itu?" tanya Romi dengan tetap pada gayanya yang jutek."Maaf Pak, kami tidak tahu," jawab salah satu karyawan."Harus tau!" tegas Romi membuat semuanya semakin takut."Perlu saya ucapkan satu persatu ulah busuk kalian," ancam Romi membuat karyawan langsung heboh."Doni, dari siapa kamu dapat berita murahan kayak kemaren?" tanya Romi pada Doni yang kemaren ia ancam di toilet."Yg saya lihat kemaren yang paling aktif saat gibah adalah Ne--neni Pak," jawab Doni jujur membuat Neni langsung kaget bukan main lalu menggeleng."Nggak-nggak Pak, bukan saya Doni mah bohong ta-""Saya udah nyuruh kamu ngomong sekarang?" tanya Romi menatap taj
"Panas Kak, jangan peluk-peluk," ucap Khanza berusaha melepas tangan Romi."Ayok duduk dulu," ajak Romi mendudukkan Khanza di kursi panjang kayu.Khanza mendudukkan bobotnya dengan bibir mengerucut karena kepanasan. Sedangkan Romi yang melihat itu malah gemas melihat ekspresi tersebut.Cup! Dengan cepat Romi mengecup bibir Khanza membuat sang empu melotot lalu ia memukul tangan Romi pelan."Hahah, ekspresinya kok gitu sih?" tanya Romi yang diacuhkan oleh Khanza matanya terfokus pada satu objek."Kak," rengek Khanza sambil memeluk lengan kekar suaminya itu membuat Romi langsung memicingkan matanya curiga."Jangan bilang kamu mau kelapa itu," tebak Romi karena sedari tadi Khanza melihat kelapa yang tidak terlalu tinggi tersebut."Hu'um," Khanza mengangguk-angguk kepalanya seperti anak kecil membuat Romi menghela nafas."Saya suruh pak Dadang ngambil ya," ujar Romi berniat memanggil satpam di rumahnya.'Jangan sampe Khanza tau kalo dalangnya Sopi,' ucap Romi dalam hati dengan segera ia m
Ia menampar wajah Vina membuat Salman kaget bukan main. Vina langsung memegangi pipinya yang terasa perih."Vina, kamu nggak apa-apa?" tanya Salman membuat Vina langsung menggeleng."Kok malah main otot ya, biasanya orang yang main otot itu pecundang karena udah merasa kalah ia langsung menggunakan otot, bukan begitu?" tanya Salman lagi. Sopi langsung gelagapan karena ia tidak bermaksud sama sekali main otot."Makanya jangan ikut campur urusan gua!" bentak Sopi membuat Salman menyunggingkan senyum lalu menggelengkan kepalanya."Yang ikut campur urusan orang 'kan kamu, coba kalo kamu nggak bikin rusuh pasti nggak seheboh sekarang 'kan? jawab Salman."Sopi ayo pergi, aku takut nanti Pak Romi datang tiba-tiba aku langsung di pecat gara-gara kamu.Kamu malah emosi berlebihan seperti ini," ajak Neni merasa was-was jika Romi datang tiba-tiba. Ia langsung menarik tangan Sopi hendak membawanya keluar."Maafin teman saya ya Vina," ucap Neni merasa tidak enak karena pipi Vina sudah merah. Vina
Setelah punya momongan Romi jauh lebih dewasa begitu juga dengan Khanza yang semakin sabar menghadapi segala sesuatu."Eugh," tiba-tiba bayi mereka menggeliat tengah malam saat Romi dan Khanza sedang tidur pulas."Oek ... oek," tangis bayi itu pecah saat merasa tidak ada yang memperdulikannya."Eh sayang ... bangun Nak, haus iya," ucap Khanza lalu ia duduk kemudian menggendong bayinya."Kenapa sayang? Hum ... jangan rewel ya Nak, kasian Ayah capek udah kerja," lanjut Khanza sambil menciumi pipi bayinya tersebut.Tapi tangis Kaila tak kunjung reda membuat Khanza bingung."Khanza," panggil Romi yang terusik mendengar suara tangisan bayi mereka membuat Khanza langsung menoleh ke samping."Kakak bangun, maaf ya Kaila rewel," ucap Khanza membuat Romi langsung duduk di samping Khanza."Sini biar saya gendong," ujar Romi membuat Khanza langsung memberikan Kaila ke gendongan suaminya tersebut."Oh anak Ayah ini, kenapa rewel sayang? Panas ya bajunya ketebelan ya sayang? Sini Ayah buka bukain
Setelah Romi berangkat Khanza mulai merasa perutnya mules. Tapi ia masih mencoba menahan karena Khanza tahu itu hanya kontraksi palsu."Aduh ... Nak jangan buat Bunda sakit gini sayang, kita tunggu Ayah dulu," gumam Khanza sambil mengusap-usap perutnya."Khanza kenapa Nak?" tanya Indah saya melihat Khanza meringis sambil mengatur nafasnya."Ini Bun sakit, tapi kayaknya masih kontraksi palsu," jawab Khanza membuat Indah langsung mendekati Khanza. Ia melihat menantunya tersebut sudah keringatan menahan sakit."Wah gak iya ini, Mas!" panggil Indah membuat Bimo yang sedang mencuci tangan langsung buru-buru."Iya sayang kenapa?" tanya Bimo bingung melihat Indah panik."Khanza Mas, kita bawa ke rumah sakit aja takut dia melahirkan disini, udah waktunya kayaknya ini." ucap Indah buru-buru membuat Bimo langsung mengangguk lalu buru-buru keluar ngeluarin mobil."Ayo sayang," ajak Indah membantu Khanza berjalan."Emang udah waktunya Bun?" tanya Khanza sambil mengatur nafasnya."Udah gak apa-ap
6 bulan kemudian, bulan ini sudah memasuki bulan Khanza melahirkan. Perutnya yang sudah membuncit membuatnya benar-benar kesusahan untuk bergerak dan bahkan harus berpegang.Tidak jarang Romi tidak berangkat kerja karena tidak tega meninggalkan Khanza di rumah, walaupun sudah ada Indah, Bimo dan Fatimah di rumahnya.Pagi ini Romi siap-siap berangkat ke kantor karena ada rapat penting dan tidak bisa di wakilkan. Sebenarnya Romi tidak ingin meninggalkan Khanza tapi karena dadakan juga mau tidak mau Romi harus berangkat.Ceklek! Pintu kamar terbuka menampakkan Khanza membuat Romi yang sedang memasang dasi langsung tersenyum."Gak bisa," ucap Romi seperti anak kecil membuat Khanza terkekeh."Ya udah sini, Kakak harus belajar bikin dasi biar nanti pas aku lahiran bisa sendiri," ucap Khanza sambil meraih dasi tersebut. Romi duduk di sisi meja rias untuk mempermudah Khanza memasang dasinya."Gak ah, maunya kamu yang bikin," jawab Romi membuat Khanza mencebikkan bibirnya."Kan akunya lahira
Seminggu kemudian, Vina mulai merasa aneh dengan dirinya, ia sering kali pusing dan mual-mual. Tapi Vina tidak memberi tahu suaminya, karena menurutnya itu cuma masuk angin biasa."Vina, bisa ke ruangan saya sebentar," panggil Romi membuat Vina langsung menoleh lalu mengangguk."Iya Pak," jawab Vina lalu beranjak dari kursinya. Saat berdiri ia merasa sedikit pusing membuat Salman yang melihat itu langsung mendekati isterinya tersebut."Kamu gak apa-apa?" tanya Salman sambil memegang tangan Vina membuat Vina langsung menoleh lalu menggeleng."Gak apa-apa Kak, aku ke ruangan Pak Romi dulu ya," ucap Vina yang dibalas anggukan oleh Salman.Sampai di ruangan Romi, Vina melihat Khanza sedang ngemil sambil menonton di ponselnya. Vina sedikit tersenyum melihat Khanza yang mulai terlihat berisi dari sebelumnya."Mbak," panggil Vina membuat Khanza menghentikan filmnya lalu menoleh."Eh Vina, apa kabar?" tanya Khanza membuat Vina langsung tersenyum."Baik Mbak," jawab Vina, tapi Khanza malah me
"Kak," panggil Khanza, ia tahu kalo suaminya pasti marah."Udah selesai?" tanya Romi sambil merangkul pundak Khanza."Em ... tinggal buat Mama Ira sih," jawab Khanza sambil menunjukkan paper bag di tangannya. Romi mengambil paper bag tersebut lalu memasukkannya ke dalam sel."Ini ada sedikit makanan buat Ibu sama Rea, kalo mau silahkan dimakan kalo gak suka kasih aja sama yang sebelah," ucap Romi tegas membuat Ira dan Rea diam seketika."Mbak Cantik terima kasih ya makanannya, enak sekali," panggil salah satu narapidana membuat Khanza langsung menoleh lalu mengangguk."Romi kamu kesini mau jenguk Ibu?" tanya Ira dengan semangatnya membuat Khanza sedikit mendongak melihat ekspresi suaminya itu."Sebenarnya kalo dari hati Romi pribadi belum ya Bu, cuma karena Khanza yang selalu ngajakin kesini akhirnya Romi mau. Tapi hasilnya berbanding terbalik dengan dugaan Romi, Ibu malah bentak dan maki-maki istriku." jawab Romi dengan nada tertahan membuat Ira diam seketika lalu ia saling melempar
Seminggu telah berlalu, Khanza berniat mengunjungi Ibu mertuanya yang di penjara, pagi-pagi sekali ia sudah berkutat di dapur menyiapkan makanan untuk Ira.Sedangkan Romi karena berhubung hari libur, ia hanya malas-malasan di kamar karena tadi malam lembur menyelesaikan semua pekerjaannya."Khanza kemana sih? Kok gak masuk-masuk," gumamnya yang tengah berbaring di ranjang sambil mengotak-atik ponselnya.Tanpa membuang waktu ia langsung bangkit dari ranjang sebelum keluar. Romi merapikan rambutnya di depan kaca lalu ia keluar dari kamar."Khanza," panggilnya namun tidak ada sahutan sedikitpun membuat Romi langsung mengedarkan pandangannya hingga ia melihat gadis itu di dapur.Romi melipat kedua tangannya lalu mendekati Khanza dari belakang."Khanza," panggil Romi lagi membuat Khanza kaget."Hah? Iya, kenapa Kak?" tanya Khanza saat melihat Romi sedang menatapnya sambil melipat kedua tangannya."Kamu dari tadi saya panggil-panggil kenapa gak nyahut-nyahut?" tanya Romi membuat Khanza meno
"Romi, Khanza tidur itu," panggil Bimo membuat Romi langsung menoleh kesamping, ia langsung tersenyum lalu mendekati orang tuanya."Bun, tolong ambilin kantong plastik ini," ucap Romi membuat Indah langsung melepaskan kantong plastik tersebut dari tangan Khanza."Bawa istri kamu ke kamar aja, kasian," lanjut Indah yang dibalas anggukan oleh Romi."Gegara Fatimah ini, Khanza sampe capek banget eh dianya malah asik olahraga padahal Khanza gak tau jalan pulang," omel Romi membuat Bimo menaikkan alisnya sebelah."Fatimah belum pulang juga?" tanya Bimo yang dibalas gelengan oleh Romi."Belum, dia masih sok cantik disana," jawab Romi lalu ia masuk membawa Khanza ke dalam."Ada-ada aja ya Mas," ucap Indah yang dibalas anggukan oleh Bimo."Ntahlah, anak cuma dua tapi gak pernah akur," jawab Bimo membuat Indah mangut-mangut."Gimana kalo 3 sampe 5 anak ya, heboh pasti," ucap Indah tanpa sadar membuat Bimo menoleh."Kamu mau nambah anak lagi?" tanya Bimo sambil menggoda."Gak Mas, aku cuma baya
"Gak apa-apa 'kan sama istri sendiri, pahala malahan, yang gak boleh itu sama istri orang," jawab Salman lalu mengambil tisu melap bibir istrinya yang belepotan."Udah atau mau di habisin semua kuenya?" tanya Salman."Udah," jawab Vina sambil mengerucutkan bibirnya karena masih kesal dengan kelakuan suaminya tersebut.Salman meletakkan kue diatas meja lalu ia kembali mendekati istrinya dan detik kemudian ia menggendong Vina."A ...! Ih turunin Kak, gak usah di gendong aku berat," teriak Vina karena kaget."Jangan teriak-teriak, orang juga tahu kalo kita pengantin baru," celetuk Salman membuat Vina kesal sekaligus malu."Ngapain gendong-gendong sih, aku bisa jalan sendiri Kak," rengek Vina."Biar romantis," lanjut Salman lalu ia membuka lebarkan pintu kamar dengan kakinya kemudian ia merebahkan Vina di ranjang."Uh ... akhirnya, untung gak jatuh," gumam Vina membuat Salman terkekeh lalu ia kembali berjalan menutup pintu.Saat Vina hendak duduk, Salman terlebih dahulu menindihnya membua
Disisi lain, Fatimah langsung merasa tidak tenang setelah mendengar ucapan Romi barusan."Kamu kenapa Fatimah?" tanya Vero yang baru saja datang dari toilet."Kak kayaknya aku harus pulang deh," ucap Fatimah membuat Vero kaget."Hah? 'Kan belum makan," ucap Vero tidak percaya dengan ucapan Fatimah."Gak apa-apa Kak, Bang Romi kayaknya marah sama aku, karena ini pertama kalinya aku keluar sama cowok," jawab Fatimah membuat Vero mangut-mangut."Ditambah lagi tadi aku pergi di saat semuanya gak ada di rumah, cuma ada Kak Khanza.Aku kira semuanya baik-baik saja ternyata dugaanku salah, ada masalah ternyata," lanjut Fatimah membuat Vero mengangguk sekilas."Jadi sekarang mau pulang?" tanya Vero, sebenarnya Fatimah merasa tidak enak karena makanan sudah terlanjur di pesan."Ya sudah gini deh, kita makan dulu gak lama sekitar 20 menitan, setelah itu saya antar kamu pulang ke rumah," lanjut Vero karena ia tahu pasti Fatimah bimbang."Ya udah deh Kak," jawab Fatimah menyetujui usul Vero.20 m