“Om-om dari mana sih, orang Bang Romi masih 25 tahun udah sukses gitu.
Gak usah bohong deh kaliatan tadi kamu langsung terpesona begitu melihat Bang Romi." ledek Salman yang di hadiahi pukulan oleh Khanza.
‘Terpesona darimana yang ada ku syok melihat ada monster disini,'umpat Khanza dalam hati.
“Udahlah kalo memang suka bilang aja, orangnya juga udah pergi tuh. Gak usah banyak melamun,” goda Salman sambil memasukkan kue ke mulutnya.
“Bisa diam gak?!” ancam Khanza sambil mengangkat sendok garpu di tangannya, membuat Salman semakin terkekeh melihat tingkah Khanza.
Sore hari, Khanza pulang diantar sama Salman sampai depan gang, kemudian ia berjalan sedikit lagi menuju rumah Romi.
Begitu sampai Khanza langsung heran rumah begitu sepi, tidak ada tanda-tanda Romi di dalam.
Khanza berusaha membuka pintu namun hasilnya nihil. Pintu terkuci rapi sedangkan Khanza tidak di beri kunci oleh Romi.
“Ini maksudnya apa ya? Dia ngunci pintu tapi nggak ngasih kunci atau nitip dimana.
Sumpah ini monster satu ngeselin banget deh, mana aku udah capek pengen istirahat.
Ngajak ribut mulu heran, dasar om-om,” kesal Khanza lalu ia duduk di kursi depan.
Matanya yang begitu ngantuk sudah tidak bisa ia tahan, hingga akhirnya ia tertidur di kursi.
Sudah sejam lebih, baru mobil Romi masuk ke pekarangaan rumah. Dari dalam mobil ia dapat melihat jelas kalau Khanza sedang tidur di teras. Dengan segera ia memarkirkan mobilnya, lalu bergegas turun dari mobil.
Begitu turun, baru ia teringat kalau ia tidak memberikan kunci pada Khanza.
Romi menepuk jidatnya pelan, lalu ia naik ke teras. Romi langsung membuka pintu kemudian ia mendekati Khanza.
“Ini gadis nyusahin mulu dah bisanya,” kesal Romi, lalu ia menggendong Khanza ala bride style kemudian membawanya ke kamar.
Saat hendak merebahkan Khanza ia tidak tega menidurkannya di tikar, Romi langsung merebahkan Khanza di ranjangnya. Tiba-tiba ia teringat dengan obrolannya dengan Sopi tadi siang di parkiran.
“Siapa gadis tadi Romi, jujur?” tanya Sopi berapi-api ketika di parkiran.
“Kamu mau tau Khanza siapa? Untungnya sama kamu apa?” tanya Romi santai, terlihat Sopi sangat marah.
“Aku akan menghabisi gadis kampung itu,” emosi Sopi meluap-luap.
“Berani tangan kotormu ini menyentuh Khanza. Akan kupastikan kamu dan keluargamu menderita, paham?” ancam Romi membuat Sopi merinding.
“Kalau begitu katakan siapa gadis itu?” cecar Sopi lagi.
“Istriku,” jawab Romi santai, tapi mampu membuat Sopi tertawa tidak percaya.
“Nggak mungkin seorang Romi punya selera yang seperti itu, nggak percaya,” bantah Sopi membuat Romi memutar mata malas.
“Terserah,” jawab Romi singkat, lalu ia masuk kedalam mobilnya dan meninggalkan kafe.
Romi mengamati Khanza yang sudah tertidur pulas sampai-sampai dengkuran halus keluar dari mulutnya. Romi memasukkan tangannya ke dalam saku celananya sambil memperhatikan Khanza.
‘Benarkah aku mengakui Khanza sebagai istriku?’ ucapnya dalam hati, detik kemudian ia menggelengkan kepalanya.
***
Menjelang magrib Khanza terjaga dari tidurnya, lagi-lagi ia kaget mendapati dirinya tidur di ranjang Romi.
"Kok ngeri sih ini rumah, tiba-tiba aja pindah tempat ih." Khanza bergidik ngeri, lalu ia bergegas ke kamar mandi mengambil wudu'.
Selesai sholat magrib, ia keluar dari kamar dari kejauhan ia melihat Romi sedang menonton televisi.
'Apa dia yang memindahin aku ke kamar ya? Alah palingan juga modus.' ucap Khanza dalam hati, lalu ia menuju dapur karena perutnya sudah keroncongan.
Ia membuka kulkas hanya ada bahan mentah di dalam seperti telur, kentang, terong dan lain-lain.
"Yah … harus masak ini, tapi gak apa-apa lah daripada kelaparan." gumamnya sambil mengeluarkan bahan-bahan tersebut kemudian mengolahnya.
Disisi lain, Romi yang tengah menonton televisi langsung heran mendengar suara-suara dari dapur. Tanpa membuang waktu ia bergegas bangkit dari duduknya menuju dapur.
Dari kejauhan ia melihat Khanza sedang berkutat dengan alat dapur. Ia langsung menghela nafas panjang, lalu mendekati Khanza pura-pura mengambil minum.
Merasa tidak di hiraukan oleh perempuan itu. Romi bersender ke tembok sambil tangannya mencomot kentang goreng di piring. Khanza langsung mengerutkan keningnya lalu melirik Romi.
"Apa liat-liat?" tanya Romi membuat Khanza menatapnya tajam.
"Idih situ yang datang, heboh sendiri," sindir Khanza sambil memotong-motong cabe.
"Suka-suka saya lah, ini 'kan rumah saya," lanjut Romi dengan santainya membuat Khanza malas mendengarnya.
"Em … Kakak yang naro uang di tasku?" tanya Khanza hati-hati tanpa melihat Romi. Sedangkan Romi langsung mematung sejenak mendengar panggilan Khanza.
"Hem," jawabnya singkat lalu ia meninggalkan Khanza sendiri. Mulut Khanza langsung menganga mendengar jawaban itu, ingin rasanya ia melempar kepala laki-laki itu dengan centong.
"Ih ngeselin banget sih, sok ganteng," umpatnya sambil menghela nafas kasar.
Hampir setengah jam berkutat di dapur akhirnya semuanya matang, Khanza langsung menghidangkannya di meja makan makan.
"Panggil nggak ya? Nggak di panggil dia yang punya rumah, hais …" kesalnya, lalu ia berjalan ke arah kamar hendak memanggil Romi.
Bagitu ia sampai di pintu, samar-samar Khanza mendengar suara Romi sedang berbicara.
"Ya gimana ya, namanya juga pernikahan yang tidak di inginkan, ya sama aja kayak orang asing aja gitu.
Nggak ada istilah romantis atau apa, lagian ceweknya juga bukan tipe gua banget." ucap Romi di sela-sela perbincangannya.
Khanza yang mendengar itu hanya menghela nafas panjang, ia juga tidak tau ada rasa sesak di dadanya.
"Ya kalo buat taruhan mah, kita obrolin besok di kantor aja yang jelas gua ya nggak bahagia ia.
Jadi beban ia juga karena gimana pun juga ceweknya juga matre sih." lanjut Romi membuat hati Khanza semakin sesak.
'Siapa juga sih yang bahagia sama ini orang, nggak ada juga yang bahagia.
Tapi kenapa ia malah mengumbar-umbarnya ke orang lain, dasar nggak punya hati." kesal Khanza, lalu ia kembali ke meja makan. Ia memutuskan untuk makan sendiri tanpa menghiraukan Romi.
Tidak berselang lama, Romi datang menuju meja makan. Khanza yang melihat itu buru-buru menghabiskan makanannya.
"Mak-" ucapan Romi terpotong saat Khanza berlalu meninggalkannya sendirian.
"Kenapa itu cewek, aneh banget," gumam Romi lalu ia mulai makan. Ini kali pertama ia merasakan masakan gadis itu.
"Um … enak juga," ucapnya tanpa sadar, hingga ia pun menghabiskan semua yang di masak oleh Khanza.
Setelah kenyang, Romi kembali ke kamar mencari Khanza. Begitu ia masuk, ia melihat Khanza sudah tidur terlebih dahulu menghadap ke tembok.
"Aneh," gumam Romi, lalu ia mengambil ponselnya untuk melanjutkan pekerjaannya.
***
Keesokan harinya, seperti biasa Khanza memilih keluar untuk menenangkan otaknya.
Saat ia hendak membuka pintu kamar, tiba-tiba Romi menarik tangannya membuat Khanza kaget.
"Apaan sih," kesal Khanza lalu menghempaskan tangan Romi.
"Geer banget sih, ini kunci buat kamu nggak usah tidur di teras malu-maluin." Ujar Romi membuat Khanza langsung mengambil kunci itu, lalu ia berlalu meninggalkan Romi.
'Munafik banget jadi orang,' umpat Khanza dalam hati. Sedangkan Romi yang bingung dengan perubahan Khanza hanya acuh.
***
Di kantor Romi dan Rendi sedang ngobrol karena Rendi terus mencari tau tentang pernikahannya dengan Khanza.
"Gimana bro dengan ucapan gua tadi malam, setuju gak kira-kira kalo istrimu itu kita jadiin taruhan?" tanya Rendi teman dekatnya Romi.
"Gak tau gua belum kepikiran kesana sebenarnya," jawab Romi bingung.
"Loh kenapa? Jangan bilang kamu udah jatuh cinta sama gadis itu?" tebak Rendi membuat Romi langsung menatapnya tajam.
"Semudah itukah gua jatuh cinta, Khanza bahkan bukan tipe gua," sinis Romi.
"Khanza nama yang bagus, apa gadisnya juga cantik?" lagi-lagi Rendi membuat konsentrasi Romi buyar.
"Gua nggak tau kalo mau tau ya liat aja sendiri, banyak tanya deh." kesal Romi membuat Rendi langsung mangut-mangut.
"Oke kalau begitu, kamu setuju ya jika gua menang. Gua akan jadiin Khanza pacar gua selama dua Minggu," lanjut Rendi membuat Romi menghela nafas panjang.
"Untungnya sama lu apaan sih?" tanya Romi bingung dengan temannya itu.
"Ya buat ngerasain aja pacaran sama istri pengusaha itu seperti apa. Sekaligus merasakan pacaran dengan orang kampung itu kayak gimana." jawab Rendi dengan santainya membuat Romi pusing.
"Terserah," jawab Romi lalu ia fokus ke lap topnya.
"Oke, terserah berarti iya, gua tunggu permainannya." lanjut Rendi, lalu ia keluar dari ruangan Romi dengan perasaan senang. Sedangkan Romi begitu Rendi keluar ia langsung berfikir sejenak.
"Ah bodo amatlah, dia juga pacaran sama cowok lain gua nggak peduli." gumamnya, lalu ia kembali fokus menyelesaikan tugasnya yang sudah menumpuk.
"Jika kamu menyakiti Khanza, sama halnya kamu sedang menyakiti Ayah,"
Deg!
Deg! "Akh … kata-kata Ayah selalu menghantuiku," kesal Romi menjambak rambutnya pelan.Disisi lain, Khanza sedang mencari-cari lowongan pekerjaan agar ia bisa mengganti uang Romi. Ia terus di hantui ucapan Romi yang mengatakannya cewe matre."Susah banget nyari kerja," lirihnya sambil mengusap air mata yang ntah sejak kapan turun.Hingga sore hari ia tidak menemukan satu lowongan kerja yang sesuai dengannya.Saat hendak pulang tiba-tiba hujan deras turun, terpaksa Khanza duduk di halte sambil menunggu angkot lewat.Lain halnya dengan Romi yang sudah hampir setengah jam di rumah, namun belum ada tanda-tanda Khanza pulang."Gadis ini kemana sih bikin pusing aja, nanti hilang aku lagi yang kena," kesal Romi sambil mengutak-atik ponselnya."Mana nomornya juga nggak punya, bikin kesel mulu deh." lagi-lagi Romi mengumpat kemudian ia menyambar kunci mobil, lalu mengambil payung.Selama perjalanan ia celingak-celinguk melihat sekitar mencari Khanza. Hampir satu jam ia menempuh perjalanan, akh
Khanza langsung mendorong dada Romi membuat Romi langsung salah sadar."Sorry, aku kira tadi, Sopi," Deg! Seketika Khanza mematung.Yang awalnya Khanza mulai luluh, tiba-tiba ia dihempaskan begitu saja. Romi langsung turun dari ranjang lalu ia keluar meninggalkan Khanza sendiri."Apa yang aku lakukan? Kenapa aku malah menciumnya," gumam Romi sambil berjalan menuju pintu utama.Disisi lain, Khanza kembali menangis sekuat tenaga ia berusaha bangun dari ranjang, lalu ia berjalan ke tikar tempat biasa ia tidur."Dari awal aku udah tau jika Romi tidak menyukaiku. Tapi kenapa aku malah baper dengan ini semua ... Ini tidak adil," ucap Khanza sambil mengusap air matanya. Ia juga langsung me lap bibirnya dengan tisu basah, ia jijik dengan dirinya sendiri.Drt … Drt … Drt Ponsel Khanza bergetar, Khanza tersenyum sekilas melihat siapa yang menghubunginya.[Assalamualaikum] ucap Khanza sambil tersenyum saat melihat yang menelpon adalah Salman.[Walaikumsalam, Za tadi aku lupa ngabarin kamu kalo m
Tanpa membuang waktu Romi langsung melepas jasnya, lalu ia melompat ke dalam kolam."Ugh … ugh," Khanza terus meminum air hingga membuatnya tidak sadar diri. Romi langsung meraih Khanza membawa gadis itu naik. Salman langsung membantu Romi menaikkan Khanza."Ya Allah ... Khanza pingsan Bang," ucap Salman khawatir, tanpa menghiraukan ucapan Salman. Romi langsung mencium bibir Khanza memberinya nafas buatan.Salman kaget bukan main melihat tindakan Romi, namun ia berusaha positif thinking. Berkali-kali Romi memberi nafas buatan hasilnya nihil, Khanza hanya batuk sekali membuat Romi semakin panik."Bang kita bawa ke rumah sakit aja," usul Salman yang dibalas anggukan oleh Romi."Biar saya yang bawa kamu lanjut pesta kamu aja, kasian kalo di tinggal." jawab Romi, lalu ia mengambil jasnya kamudian ia menggendong Khanza keluar.Disisi lain Salman masih bingung dengan semua tindakan Romi. Ia menggelengkan kepalanya berkali-kali menepis pikiran jeleknya."Dana, Adam!" panggil Salman setengah
"Jangan bilang ini ulah kamu, buka aku mau pergi." ucap Khanza dengan kesal, tapi Romi hanya dia memperhatikan gadis itu. Merasa tidak di perdulikan Khanza mendekati Romi, lalu menatap tajam laki-laki itu."Mau kamu apa sih? Sini kuncinya, aku mau pergi." kesal Khanza berusaha mengambil kunci dari tangan Romi. Namun Romi malah mengangkat tangannya ke atas, ke belakang sehingga Khanza berputar-putar."Sini gak!" bentak Khanza, dadanya bahkan naik turun menahan emosinya, membuat Romi diam sejenak saat Khanza hendak menarik paksa kunci tersebut.Romi langsung menarik tubuh mungil itu ke ranjang.Bruk! Mereka berdua jatuh dengan posisi Khanza di atas tubuh Romi. Khanza semakin kesal ia langsung berusaha bangkit. Namun usahanya gagal saat Romi malah membalikkan posisi mereka.Khanza yang hendak memberontak langsung di tahan oleh Romi. Kedua tangannya di taruh di atas membuat gadis itu tidak bisa bergerak."Awas …," berontak Khanza, sekarang matanya malah memanas ia sangat membenci Romi. Ro
Detik kemudian ia mendengar suara tawa dari sudut. Bagitu ia menoleh ia langsung menghela nafas panjang. Kemudian ia bangkit lalu berjalan ke kamar mandi lalu melaksanakan sholat.Pukul 7.00 Romi sudah rapi dengan pakaian kantornya. Ia melihat Khanza hanya sibuk dengan lap topnya, tanpa melihat ke arahnya sedikitpun.Setelah rapi, Romi langsung keluar dari kamar karena ia ada rapat penting pagi ini. Begitu sampai di halaman rumah, ia langsung keingat dengan Khanza.Tiba-tiba ia merasa tidak enak hati meninggalkan gadis itu. Khawatir gadis itu melarikan diri setelah ia berangkat ke kantor.Berulang kali Romi menarik nafas, lalu ia kembali masuk ke dalam rumah untuk menemui Khanza.Ceklek! Pintu kamar kembali terbuka membuat Khanza langsung menoleh dan bingung, apalagi melihat Romi mendekatinya.'Mau ngapain lagi ini orang." ucap Khanza dalam hati."Ikut ke kantor," ucap Romi datar namun mampu menjadi Khanza kaget."Hah?" Khanza bingung, Romi langsung memasukkan tangannya ke dalam saku
Drt … Drt … Drt Ponsel Romi bergetar, ia langsung merogoh saku celananya.[Halo] [Pak, satu jam lagi anaknya Pak Hendra datang untuk rapat sama Bapak] ucap Vina sekretaris Romi.Romi yang mendengar itu langsung melihat Khanza sekilas, lalu ia sedikit menjauh.[Oke, kalo dia datang jangan suruh ke ruangan saya ya, suruh langsung ke ruangan rapat, rapatnya disana aja,] jawab Romi.[Baik Pak] Setelah selesai, Romi langsung mendekati Khanza yang tengah asik memandang."Saya nyuruh kamu kesini ngapain?" tanya Romi membuat Khanza kaget lalu ia berbalik."Iya nanti istirahat, masa mandang aja nggak boleh. Biasanya aku nggak pernah diginiin, mau ngapain dan kemanapun biasanya di biarin aja." jawab Khanza dengan polosnya membuat Romi kembali gemas."Saya cuma nyuruh kamu istirahat bukannya ngomel-ngomel," ujar Romi datar."Iya-iya, ih ngeselin banget deh," kesal Khanza sambil menghentakkan kakinya menuju ranjang. Romi yang melihat itu langsung geleng-geleng kepala."Saya ada rapat, ingat janga
Berkali-kali Khanza menarik nafas dalam-dalam sambil memegangi dadanya yang terasa sakit. Sekarang ia mengerti kenapa Romi akhir-akhir ini sangat peduli padanya, ternyata untuk di jadiin taruhan."Tapi kamu mau apain Khanza kalo misalnya kamu menang?""Nggak aku apa-apain sih, palingan pacaran aja mungkin selama dua minggu. Karena bagaimanapun juga pasti Khanza bakal kecewa banget kalo dia tau aku ngajak dia pacaran karena cuma ya itu taruhan," Khanza tidak sanggup lagi mendengar ucapan karyawan itu. Ia langsung memilih masuk ke toilet perempuan lalu menangis sejadi-jadinya. Ia tidak menyangka Romi sejahat itu padanya.Hampir setengah jam ia di kamar mandi, Khanza kembali ke ruangan Romi.Di sisi lain, Romi tengah panik karena melihat Khanza sudah tidak ada saat hendak membuka pintu. Romi langsung kaget melihat Khanza sudah di depan pintu, ia langsung menghela nafas panjang."Kamu darimana aja?" tanya Romi, lagi-lagi air mata Khanza turun membuat Romi kaget sekaligus bingung."Kamu k
"Iya Bang Khanza dari arah toilet sih awalnya. Tapi dia masuk ke ruangan Abang trus keluar lagi. Saya sempat manggil tapi nggak di jawab," terang Salman membuat Romi langsung panik."Kalo gitu saya ke dalam dulu ya," ucap Romi lalu ia buru-buru masuk ke ruangannya, begitu sampai benar saja Khanza sudah tidak ada."Ya Tuhan ... Kenapa gadis ini selalu membuatku panik," gumam Romi mencari Khanza kesana-kemari.Tanpa membuang waktu Romi langsung menyambar kunci mobil, lalu ia membawa mobil dengan kecepatan tinggi menuju rumahnya."Sial! Macet lagi," kesalnya Romi sambil meremas setir mobil.Hampir setengah jam menempuh perjalanan akhirnya Romi sampai di rumah. Buru-buru Romi keluar, lalu ia masuk ke dalam rumah."Khanza!" panggil Romi begitu ia sampai di ambang pintu.Mendengar tidak ada jawaban, Romi langsung naik ke kamar. Begitu sampai ia melihat Khanza sedang mengemasi pakaiannya dengan air mata yang tak kunjung reda."Kamu mau kemana?" tanya Romi sambil mengatur nafasnya. Khanza tid
Setelah punya momongan Romi jauh lebih dewasa begitu juga dengan Khanza yang semakin sabar menghadapi segala sesuatu."Eugh," tiba-tiba bayi mereka menggeliat tengah malam saat Romi dan Khanza sedang tidur pulas."Oek ... oek," tangis bayi itu pecah saat merasa tidak ada yang memperdulikannya."Eh sayang ... bangun Nak, haus iya," ucap Khanza lalu ia duduk kemudian menggendong bayinya."Kenapa sayang? Hum ... jangan rewel ya Nak, kasian Ayah capek udah kerja," lanjut Khanza sambil menciumi pipi bayinya tersebut.Tapi tangis Kaila tak kunjung reda membuat Khanza bingung."Khanza," panggil Romi yang terusik mendengar suara tangisan bayi mereka membuat Khanza langsung menoleh ke samping."Kakak bangun, maaf ya Kaila rewel," ucap Khanza membuat Romi langsung duduk di samping Khanza."Sini biar saya gendong," ujar Romi membuat Khanza langsung memberikan Kaila ke gendongan suaminya tersebut."Oh anak Ayah ini, kenapa rewel sayang? Panas ya bajunya ketebelan ya sayang? Sini Ayah buka bukain
Setelah Romi berangkat Khanza mulai merasa perutnya mules. Tapi ia masih mencoba menahan karena Khanza tahu itu hanya kontraksi palsu."Aduh ... Nak jangan buat Bunda sakit gini sayang, kita tunggu Ayah dulu," gumam Khanza sambil mengusap-usap perutnya."Khanza kenapa Nak?" tanya Indah saya melihat Khanza meringis sambil mengatur nafasnya."Ini Bun sakit, tapi kayaknya masih kontraksi palsu," jawab Khanza membuat Indah langsung mendekati Khanza. Ia melihat menantunya tersebut sudah keringatan menahan sakit."Wah gak iya ini, Mas!" panggil Indah membuat Bimo yang sedang mencuci tangan langsung buru-buru."Iya sayang kenapa?" tanya Bimo bingung melihat Indah panik."Khanza Mas, kita bawa ke rumah sakit aja takut dia melahirkan disini, udah waktunya kayaknya ini." ucap Indah buru-buru membuat Bimo langsung mengangguk lalu buru-buru keluar ngeluarin mobil."Ayo sayang," ajak Indah membantu Khanza berjalan."Emang udah waktunya Bun?" tanya Khanza sambil mengatur nafasnya."Udah gak apa-ap
6 bulan kemudian, bulan ini sudah memasuki bulan Khanza melahirkan. Perutnya yang sudah membuncit membuatnya benar-benar kesusahan untuk bergerak dan bahkan harus berpegang.Tidak jarang Romi tidak berangkat kerja karena tidak tega meninggalkan Khanza di rumah, walaupun sudah ada Indah, Bimo dan Fatimah di rumahnya.Pagi ini Romi siap-siap berangkat ke kantor karena ada rapat penting dan tidak bisa di wakilkan. Sebenarnya Romi tidak ingin meninggalkan Khanza tapi karena dadakan juga mau tidak mau Romi harus berangkat.Ceklek! Pintu kamar terbuka menampakkan Khanza membuat Romi yang sedang memasang dasi langsung tersenyum."Gak bisa," ucap Romi seperti anak kecil membuat Khanza terkekeh."Ya udah sini, Kakak harus belajar bikin dasi biar nanti pas aku lahiran bisa sendiri," ucap Khanza sambil meraih dasi tersebut. Romi duduk di sisi meja rias untuk mempermudah Khanza memasang dasinya."Gak ah, maunya kamu yang bikin," jawab Romi membuat Khanza mencebikkan bibirnya."Kan akunya lahira
Seminggu kemudian, Vina mulai merasa aneh dengan dirinya, ia sering kali pusing dan mual-mual. Tapi Vina tidak memberi tahu suaminya, karena menurutnya itu cuma masuk angin biasa."Vina, bisa ke ruangan saya sebentar," panggil Romi membuat Vina langsung menoleh lalu mengangguk."Iya Pak," jawab Vina lalu beranjak dari kursinya. Saat berdiri ia merasa sedikit pusing membuat Salman yang melihat itu langsung mendekati isterinya tersebut."Kamu gak apa-apa?" tanya Salman sambil memegang tangan Vina membuat Vina langsung menoleh lalu menggeleng."Gak apa-apa Kak, aku ke ruangan Pak Romi dulu ya," ucap Vina yang dibalas anggukan oleh Salman.Sampai di ruangan Romi, Vina melihat Khanza sedang ngemil sambil menonton di ponselnya. Vina sedikit tersenyum melihat Khanza yang mulai terlihat berisi dari sebelumnya."Mbak," panggil Vina membuat Khanza menghentikan filmnya lalu menoleh."Eh Vina, apa kabar?" tanya Khanza membuat Vina langsung tersenyum."Baik Mbak," jawab Vina, tapi Khanza malah me
"Kak," panggil Khanza, ia tahu kalo suaminya pasti marah."Udah selesai?" tanya Romi sambil merangkul pundak Khanza."Em ... tinggal buat Mama Ira sih," jawab Khanza sambil menunjukkan paper bag di tangannya. Romi mengambil paper bag tersebut lalu memasukkannya ke dalam sel."Ini ada sedikit makanan buat Ibu sama Rea, kalo mau silahkan dimakan kalo gak suka kasih aja sama yang sebelah," ucap Romi tegas membuat Ira dan Rea diam seketika."Mbak Cantik terima kasih ya makanannya, enak sekali," panggil salah satu narapidana membuat Khanza langsung menoleh lalu mengangguk."Romi kamu kesini mau jenguk Ibu?" tanya Ira dengan semangatnya membuat Khanza sedikit mendongak melihat ekspresi suaminya itu."Sebenarnya kalo dari hati Romi pribadi belum ya Bu, cuma karena Khanza yang selalu ngajakin kesini akhirnya Romi mau. Tapi hasilnya berbanding terbalik dengan dugaan Romi, Ibu malah bentak dan maki-maki istriku." jawab Romi dengan nada tertahan membuat Ira diam seketika lalu ia saling melempar
Seminggu telah berlalu, Khanza berniat mengunjungi Ibu mertuanya yang di penjara, pagi-pagi sekali ia sudah berkutat di dapur menyiapkan makanan untuk Ira.Sedangkan Romi karena berhubung hari libur, ia hanya malas-malasan di kamar karena tadi malam lembur menyelesaikan semua pekerjaannya."Khanza kemana sih? Kok gak masuk-masuk," gumamnya yang tengah berbaring di ranjang sambil mengotak-atik ponselnya.Tanpa membuang waktu ia langsung bangkit dari ranjang sebelum keluar. Romi merapikan rambutnya di depan kaca lalu ia keluar dari kamar."Khanza," panggilnya namun tidak ada sahutan sedikitpun membuat Romi langsung mengedarkan pandangannya hingga ia melihat gadis itu di dapur.Romi melipat kedua tangannya lalu mendekati Khanza dari belakang."Khanza," panggil Romi lagi membuat Khanza kaget."Hah? Iya, kenapa Kak?" tanya Khanza saat melihat Romi sedang menatapnya sambil melipat kedua tangannya."Kamu dari tadi saya panggil-panggil kenapa gak nyahut-nyahut?" tanya Romi membuat Khanza meno
"Romi, Khanza tidur itu," panggil Bimo membuat Romi langsung menoleh kesamping, ia langsung tersenyum lalu mendekati orang tuanya."Bun, tolong ambilin kantong plastik ini," ucap Romi membuat Indah langsung melepaskan kantong plastik tersebut dari tangan Khanza."Bawa istri kamu ke kamar aja, kasian," lanjut Indah yang dibalas anggukan oleh Romi."Gegara Fatimah ini, Khanza sampe capek banget eh dianya malah asik olahraga padahal Khanza gak tau jalan pulang," omel Romi membuat Bimo menaikkan alisnya sebelah."Fatimah belum pulang juga?" tanya Bimo yang dibalas gelengan oleh Romi."Belum, dia masih sok cantik disana," jawab Romi lalu ia masuk membawa Khanza ke dalam."Ada-ada aja ya Mas," ucap Indah yang dibalas anggukan oleh Bimo."Ntahlah, anak cuma dua tapi gak pernah akur," jawab Bimo membuat Indah mangut-mangut."Gimana kalo 3 sampe 5 anak ya, heboh pasti," ucap Indah tanpa sadar membuat Bimo menoleh."Kamu mau nambah anak lagi?" tanya Bimo sambil menggoda."Gak Mas, aku cuma baya
"Gak apa-apa 'kan sama istri sendiri, pahala malahan, yang gak boleh itu sama istri orang," jawab Salman lalu mengambil tisu melap bibir istrinya yang belepotan."Udah atau mau di habisin semua kuenya?" tanya Salman."Udah," jawab Vina sambil mengerucutkan bibirnya karena masih kesal dengan kelakuan suaminya tersebut.Salman meletakkan kue diatas meja lalu ia kembali mendekati istrinya dan detik kemudian ia menggendong Vina."A ...! Ih turunin Kak, gak usah di gendong aku berat," teriak Vina karena kaget."Jangan teriak-teriak, orang juga tahu kalo kita pengantin baru," celetuk Salman membuat Vina kesal sekaligus malu."Ngapain gendong-gendong sih, aku bisa jalan sendiri Kak," rengek Vina."Biar romantis," lanjut Salman lalu ia membuka lebarkan pintu kamar dengan kakinya kemudian ia merebahkan Vina di ranjang."Uh ... akhirnya, untung gak jatuh," gumam Vina membuat Salman terkekeh lalu ia kembali berjalan menutup pintu.Saat Vina hendak duduk, Salman terlebih dahulu menindihnya membua
Disisi lain, Fatimah langsung merasa tidak tenang setelah mendengar ucapan Romi barusan."Kamu kenapa Fatimah?" tanya Vero yang baru saja datang dari toilet."Kak kayaknya aku harus pulang deh," ucap Fatimah membuat Vero kaget."Hah? 'Kan belum makan," ucap Vero tidak percaya dengan ucapan Fatimah."Gak apa-apa Kak, Bang Romi kayaknya marah sama aku, karena ini pertama kalinya aku keluar sama cowok," jawab Fatimah membuat Vero mangut-mangut."Ditambah lagi tadi aku pergi di saat semuanya gak ada di rumah, cuma ada Kak Khanza.Aku kira semuanya baik-baik saja ternyata dugaanku salah, ada masalah ternyata," lanjut Fatimah membuat Vero mengangguk sekilas."Jadi sekarang mau pulang?" tanya Vero, sebenarnya Fatimah merasa tidak enak karena makanan sudah terlanjur di pesan."Ya sudah gini deh, kita makan dulu gak lama sekitar 20 menitan, setelah itu saya antar kamu pulang ke rumah," lanjut Vero karena ia tahu pasti Fatimah bimbang."Ya udah deh Kak," jawab Fatimah menyetujui usul Vero.20 m