Bab 25B Mengingatmu
"Ras, maaf aku tidak bisa mengantarmu ke rumah Ardi. Aku harus jemput Melia trus lanjut ke kantor."
Revan mengucapkannya di sela sarapan pagi hasil karya Gita. Seakan merasa bersalah pada Gita, Revan memintanya naik taksi sekaligus memberi uang jalan.
"Kamu nggak perlu merasa bersalah, Van. Aku bisa naik ojek. Kamu harus prioritaskan Melia, atau kalau tidak aku pergi dari sini saja."
Gita pura-pura bersungut supaya Revan mengabulkan.
"Iya-iya. Kalau kamu nggak mau naik taksi juga, aku nggak izinkan."
"Tuh, kan."
Keduanya tertawa di pagi hari menikmati sarapan capcay kuah dan minum susu segar. Sejenak Gita melupakan kesedihannya.
Sepanjang perjalanan, Gita menatap godie bag berisi bekal sarapan yang disiapkannya untuk Ardi. Sejak Gita tinggal di rumah Ardi, suaminya itu selalu minta makanan yang dimasak olehnya. Lidahnya sudah cocok dengan masakannya. Entah t
Bab 26A Takkan Menyerah Menghitung hari, Gita tak berhenti berjuang meluluhkan hati suaminya untuk kembali menjemput hidayah. Ini hari ketujuh dia mendatangi rumah suaminya. Berbekal godie bag berisi masakan, Gita tak redup menyemangati diri.Padahal Bi Irah dan Revan selalu memintanya berhenti karena hanya akan menyakiti diri sendiri. Namun Gita tetap kekeh melakukannya.Tidak seperti hari biasanya, kali ini Gita datang sore berharap suaminya belum pulang. "Pak, Tuan Ardi belum pulang kan?" tanyanya pada satpam yang sudah hafal kedatangannya."Belum, Non. Biasanya malam pulangnya."Gita merasa lega, lalu masuk ke dalam rumah menemui Bi Irah."Bi.""Non Laras, kenapa ke sini lagi? Bibi bilang nggak usah aja, kasihan Non Laras susah masak cuma dibuang sama Tuan Ardi."Gita menarik tangan Bi Irah masuk ke kamar.Dengan berat hati, Gita menceritakan alasannya melakukan tindakan itu."Non, Bibi turut prihatin dengan kondisi rumah tanggamu. Pikirkan lagi dirimu sendiri, kamu kan tahu kal
Bab 26B Takkan Menyerah "Kenapa dengan Mas Bintang, Bi?""Mabuk berat kayaknya, Non."Terdengar suara muntahan dari kamar Ardi memaksa Gita masuk mendekatinya."Bibi bisa minta tolong buatkan sup sama lemon hangat!""Ya, Non."Bi Irah meninggalkan pasangan suami istri itu, lalu menutup pintunya. Dia tidak perlu kawatir karena Gita memang istri sahnya."Jess, kamu kembali? Kamu tidak marah lagi, kan? Aku tidak tahu kenapa wajah Laras selalu hadir di hadapanku.""Diam, aku bersihkan dulu muntahannya!"Seperti biasa Gita melakukan hal yang dibenci Jessy, membersihkan muntahan di baju dan badan Ardi."Kamu mau kemana, Jess?"Gita mengambil air dan lap untuk membersihkan badan suaminya. Usapan lembut kain dari tangan Gita membuat Ardi tak bisa menahan rasa nyamannya. Ditatapnya wajah di depannya sambil meracau. "Kamu Jessy atau Laras? Ah, tidak mungkin Laras di sini. Dia sudah kuusir dan biar jadi gelandangan."Gita tak tega melihat suaminya mengkonsumsi minuman haram lagi."Kapan mau be
Bab 27A Pria yang baik Sebulan berlalu, Gita sudah mulai aktif kuliah dua minggu ini. Dua sahabatnya sampai kebingungan mencarinya. Gita ternyata ganti nomer dan tinggal di rumah Revan, pria pertama yang menolongnya saat menginjakkan kakinya di Yogya.Ela dan Toni merasa trenyuh dengan kejadian yang menimpa Gita. Mau membantu juga tidak mudah karena tidak pantas turut campur rumah tangga orang. Lagipula Gita sudah bilang kalau dia tidak akan menyerah mengajak suaminya kembali ke jalan yang benar. Meskipun hatinya harus tersakiti, Gita tetap merasa kuat."Ta, kamu tinggal di rumah tanteku saja gimana? Ya meskipun rumahnya tidak besar, kita bisa sekamar." Ela mencoba membujuk Gita yang melamun memikirkan masa depannya."Paling tidak kamu tinggal di tempat aman, Ta," imbuh Toni."Nggak apa-apa El, Ton. Aku bertahan di rumah Revan dulu. Lagian minggu depan aku sudah mulai magang di sekolah.""Ishh, kenapa juga kamu harus pisah sama aku sih, Ta. Kamu malah dapat jauh di Gunung Kidul. Coba
Bab 27B Pria yang baik "Tidak semudah itu, Ela. Semua sudah dijalankan sesuai dengan prosedur. Begini saja, saya usahakan mencarikan dana bantuan tambahan untuk mahasiswa yang magang di daerah pelosok. Saya carikan tempat tinggal yang gratis, lagipula penduduk di sana ramah-ramah dan sangat senang kedatangan orang yang akan membantu mereka."Gita dan Ela menyerah, bahunya melorot. Sangat susah ternyata merayu pria single yang menjadi kabid akademik. Mereka akhirnya mengangguk dan mengucapkan terima kasih. Namun belum sampai keluar dari pintu, Pak Raihan memanggil kembali."Anggita, tinggalkan nomer ponsel di sini. Nanti kalau ada info lagi saya kabari.""Baik, Pak." Anggita menuliskan di kertas yang disodorkan bersama pena. Nomernya memang sengaja diganti oleh Revan agar tidak diganggu suaminya."Oke, siapkan diri dengan baik, ya! Minggu depan keberangkatannya.""InsyaAllah siap, Pak!"Gita yang ke kampus memakai tunik floral dan pasmina marun tiba-tiba membuat Pak Raihan tersenyum h
Bab 28A Garis Dua Ardi menatap heran ponselnya setelah panggilan ditutup sepihak dari seberang. Tak biasanya Jessy yang menutup lebih dulu. Akhir-akhir ini Ardi merasa Jessy bertingkah aneh dari biasanya. Dia bilang berada di mall sedang belanja dengan temannya, tetapi Ardi memutari mall terutama tempat-tempat yang sering Jessy kunjungi bersamanya tidak juga tampak batang hidungnya. Saat menelpon Jessy, Ardi sedang membahas proyek dengan kliennya di salah satu restoran di mall. Ardi jelas tak asing dengan suara desahan Jessy, suara yang kerap didengarnya waktu berduaan seperti sepasang suami istri. Sangat sensual, tidak mungkin suara itu terdengar di tempat umum."Ah, kenapa aku harus pusing memikirkannya. Memikirkan klien ini lebih penting karena incomenya yang besar. Kalau sampai gagal, bisa jadi perusahaanku taruhannya."Senja pun tiba, Ardi bergegas melajukan mobilnya pulang. Sengaja tidak makan besar di restoran karena ingin menyantap sajian di meja makan di rumah.Melepas lelah
Bab 28B"Tapi, Jess. Kita sudah lama tidak melakukannya.""Ya, ya. Karena ada Laras, Laras, Laras. Akhirnya kamu memilih dia, bukan?" Suara teriakan Jessy menggelegar sampai terdengar Bi Irah yang bersembunyi di kamar."Bukan itu maksudku, Jess.""Ya sudah, kalau kamu tidak mau bertanggung jawab menikahiku. Aku pilih menggugurkannya saja." Sesal Jessy tunjukkan untuk meluluhkan hati Ardi yang dilanda kebimbangan. Dia memberi ancaman agar Ardi mau tunduk padanya."Jangan Jess. Dia makhluk tak berdosa, jangan gugurkan. Aku akan bertanggung jawab. Tapi, kamu tahu aku sudah menikah.""Ceraikan saja istrimu, lalu nikahi aku, Ar!""Aku tidak bisa gegabah, istriku pilihan orang tuaku, Jess. Aku tidak ingin mengecewakan mereka." Ardi mencoba bernegosiasi dengan kondisi kepala yang mendadak pening. Jessy belum tahu kalau Laras adalah Gita istrinya."Atau aku tidak apa-apa jadi yang kedua, Ar. Aku terima asal kamu selalu be
Bab 29A Dilema Setengah jam berdiam di kamar mandi membuat tubuh Gita menggigil. Gegas dia menuju dapur mencari jahe instan, lalu diseduhnya. Dia tidak mau larut dalam kesedihan. Apapun yang terjadi ada kehidupan di dalam sana, di rahimnya. Malaikat kecil tak bersalah yang menyatukan dirinya dengan sang suami. Dia masih punya harapan membawa suaminya ke jalan yang benar.Masih bersyukur Gita bukan hamil di luar nikah seperti pasangan lainnya yang tanpa ikatan halal. Dia segera mandi dan berpakaian rapi untuk ke kampus."Non Laras mau kemana," seru bibi."Saya mau ke kampus dulu, Bi. Nanti kalau Revan pulang saya belum kembali tolong disampaikan ya.""Kenapa nggak kirim pesan aja ke Tuan Revan, Non.""Nggak enak, Bi. Takut salah paham dengan Mbak Melia.""Oh, hehe." Gita memilih naik ojek sampai ke kampus, padahal Revan sudah memintanya untuk naik taksi tapi diabaikannya. Pikirnya bisa menghemat uang transpot untuk tambahan uang saku magang. Baru turun dari ojek hendak melangkahkan k
Bab 29B Dilema "Aku merindukanmu, Ras. Kamu istriku, masih bersedia melayaniku, bukan?"Gita membelalakkan matanya melihat wajah memohon suaminya, dia menjadi tidak tega. Melupakan kesakitan yang telah ditorehkan, dia pun menikmati sentuhan suaminya.Daripada membiarkan suaminya bersenang-senang dengan Nona Jessy, lebih baik dia mengabulkan permintaan suaminya.Satu jam mereka beraktivitas, Gita merasa perutnya sedikit nyeri."Ya Rabb, apakah ini aman setelah kami melakukannya tadi?" Dia melamunkan kejadian beberapa menit yang lalu.""Kenapa, Ras?""Ah, nggak apa-apa, Mas. Hanya sedikit kecapekan karena semalam kurang tidur."Ardi mengecup keningnya lembut membuat Gita merasa diperlakukan dengan penuh kasih sayang."Ini diminum dulu, biar badanmu segar kembali! Aku mau mandi dulu."Gita hanya terbengong sampai Ardi menutup pintu membuat lamunannya buyar."Seperti mimpi, kalau benar ini mimpi, aku tidak ingin segera bangun dan menghadapi kenyataan pahit lagi," gumannya."Mas Bintang a
Bab 137 EndingSakha sudah seperti buka puasa. Sekian purnama tidak menyentuh istrinya, kerinduan pun berada di puncaknya. "Wajah Mas masih sakit, ini. Aku obatin, ya?""Nggak perlu, Rahma. Aku butuh obat rindu.""Mas!"Rahma sudah tidak bisa mengelak, ia pun merasakan rindu yang menggebu. Keduanya melewati malam panjang ditemani rembulan yang sinarnya menyusup dari celah gorden. Sentuhan lembut Sakha menyapa Rahma membuat hati wanita itu mengembang. Seulas senyum terukir di bibir merahnya."Tenang, Nak, Abi mau mengunjungimu."Sakha memperlakukan istrinya dengan lembut walau di dalam sana sudah menahan gair*h yang memuncak. Ia tidak ingin membuat trauma istrinya yang sedang hamil besar.Satu jam berbagi peluh membuat keduanya kelelahan. Sakha memberikan kecupan hangat di kening Rahma. Hingga wanita itu memejamkan mata menikmati ketulusan suaminya."Terima kasih, Sayang.""Terima kasih juga, Mas."Waktu kian berlalu, detik tergerus oleh menit hingga menit berganti menjadi jam. Purnama
Bab 136 Rindu "Percuma, Arga. Kakakmu dari dulu sudah begitu," imbuh Pak Ardi ketus."Ya Allah, Pa, Arga. Ini salah paham," lirih Sakha yang merasakan tubuhnya sudah lunglai."Apa?! Astaghfirullah, ini pasti salah paham.""Pa, Arga, tunggu!" teriakan Sakha tidak digubris dua lelaki beda generasi itu. Pak Ardi dan Arga sudah masuk mobil meninggalkan kediaman untuk menemui Rahma yang terbaring di rumah sakit."Astaga, Mas Sakha kenapa?" Dari dalam rumah keluar satpam yang sedari tadi dicari Sakha."Bapak kemana saja? Muka saya sudah babak belur kayak maling, nih," dengkus Sakha sambil menahan nyeri akbitan tamparan papanya dan juga pukulan Sakha."Ayo, Pak. Kita ke dalam dulu. Bi, Bibi. Tolong ambilkan air kompres untuk Pak Sakha!" "Hah, Mas Sakha kenapa?""Jangan banyak omong, cepat ambilkan."Bibi ART pun mengangguk. Gegas ia ke dapur mengambil air kompres."Maaf, Mas. Tadi saya membereskan kamar Mbak Rahma sama bibi." Satpam mengucap dengan sedikit takut membuat Sakha penasaran."Me
Bab 135 PulangPenerbangan Padang-Jakarta akhirnya pesawat mendarat di bandara Soekarno Hatta. Sakha memang sengaja belum mengabari orang rumah tepat hari apa pulangnya. Ia harus menyiapkan keperluan Cantika dan neneknya di rumah sakit ternama di Jakarta. Setelahnya, Toni yang akan menemani Cantika untuk proses operasi mata neneknya."Pak Toni tolong Cantika ditemani sampai keperluannya tidak kurang satupun," ucao Sakha sambil menyenderkan punggung di sofa tunggu bandara. Mereka masih menunggu bagasi."Siap, Pak. Oya, Pak Sakha yakin tidak perlu ditemani pulang sampau rumah terlebih dulu?" tanya Toni basa-basi."Ckkk, bukankah Pak Toni senang langsung bisa menemani Cantika?" Sakha justru balik bertanya membuat Toni terkesiap."Nanti kalau Cantika bingung di kota ini, Pak Toni yang repot, kan? Gadis itu nggak ada duanya,"ucap Sakha terkekeh."Dia gadis yang pintar, Pak. Nggak mungkin nyasar di kota ini," balas Toni sambil tersenyum."Pak Toni nggak takut Cantika nyasar, tapi takut dia k
Bab 134 Tuntas"Terima kasih atas kerja samanya, Pak Sakha."Seorang pimpinan petugas kepolisian menjabat tangan serta mengucap terima kasih pada Sakha di ruang kerjanya. Sebab Sakha telah membantu petugas kepolisian untuk menegakkan keadilan. Tuntas sudah tugas Sakha di kota ini."Kalau begitu, saya pamit dulu, Pak. Saya harus menemui warga untuk m3nyampaikan hak-haknya,"ucap Sakha yang diangguki petugas. Sakha kembali menaiki mobilnya yang disopiri Toni menuju kediaman Pak Cokro. Di rumah orang terhormat di kampungnya itu telah berkumpul banyak warga. Ada juga karyawan Sakha yang sudah lebih dulu sampai di sana. Sementara itu, Cantika absen karena harus menemani neneknya melakukan diagnosis oleh dokter di rumah sakit."Kita sudah sampai, Pak." Toni menoleh lalu menggelengkan kepalanya. Ia tahu betul Sakha dangat kelelahan beberapa hari terakhir. Sebab anak bosnya itu kejar target melumpuhkan musuh ayahnya. Beruntung Cantika bisa diajak kerja sama, pun Pak Cokro dengan senang hati mem
Bab 133 Tertangkap TanganSenja menampakkan warna jingga yang indah di cakrawala. Cantika segera pulang ke rumahnya karena sang nenek pasti lama menunggu. Seharusnya, ia pulang siang hari, tetapi demi membantu pihak keamanan untuk menggrebek Robert, kepulangannya molor."Nek, nek." Cantika mendapati neneknya tiduran di kamar. Gadis itu mendekat lalu mengusap lembut wajah sang nenek. Setitik bulir bening menetes membasahi pipi mulusnya. wanita ini telah merawatnya sejak kecil. Cantika yatim piatu, entah di mana orang tuanya kini iapun tidak tahu. Kata Sang nenek orang tuanya telah meninggal. Tapi sunggu misterius baginya."Ika. Kamu sudah pulang?""Iya, Nek. Ika mau siapin baju buat kita ke rumah sakit. Nenek akan diobati dokter di sana biar bisa melihat lagi."Ucapan Cantika tersendat karena isakan kecil menyusul."Bukannya tadi siang kamu sudah pulang?""Hah, enggak. Ika barusan pulang dari bekerja."Cantika sedikit heran, apa ada yang datang ke rumah. Kenapa neneknya merasa ia sudah
Bab 132 Mencuri barangSakha merencanakan strategi untuk menangkap Robert beserta anak buahnya. Dia telah mengumpulkan bukti-bukti dibantu oleh Pak Cokro dan Cantika. Bekerja sama dengan pihak berwajib, Sakha ingin pekerjaan di proyek pembangunan jalan tol berjalan lancar. Ia ingin segera pulang sebelum istrinya melahirkan. Janji di awal hanya pergi satu dua bulan. Hingga kini kehamilan Rahma terhitung masuk trimester tiga.Semalam ia menelpon istrinya."Sayang, maafkan aku baru sempat menelpon. Pekerjaan di sini sungguh menyita waktu. Sinyal juga susah karena lokasi di tengah hutan.""Ia Mas. Aku tahu, yang penting kamu sehat dan baik-baik saja di sana. Aku percaya Mas melakukan kerja keras di sana. Ada Pak Toni yang menemani, aku pun lega.""Iya, Sayang. Selesai proyek di sini, aku segera kembali ke Jakarta. Doakan tidak sampai melewatkan kelahiran anak kita, ya.""Iya, Mas.""Jam segini kok belum tidur, Sayang?""Hmm, akhir-akhir ini aku susah tidur, Mas. Nggak tahu, pikiran selalu
Bab 131 TipuanHari berganti hari hingga menjadi minggu, Cantika berperan dengan tipuannya sebagai wanita penggoda Sakha. Dia bersikap manja saat bersama laki-laki itu. Sesekali meluncurkan rayuan saat di depan Robert. Toni sampai harus menahan diri untuk tidak tertawa saat melihat aksi mesra keduanya. Akting Sakha dan Cantika layak diberi apresiasi seperti bintang sinetron"Gimana, Sayang. Kita ambil saja proyek dengan Pak Robert. Track recordnya sudah tidak diragukan lagi. Bagi hasil keuntungannya juga besar. Ayolah, nanti setelah proyek selesai, kita bisa liburan ke pulau yang indah berdua," ungkap Cantika dengan gaya centilnya.Robert yang melihat dari balik meja kerjanya tersenyum menyeringai. Dia memang memerintahkan Cantika untuk merayu Sakha supaya bisa diajak kerja sama. Dengan nama perusahan Sakha, kerja ilegal Robert bisa disamarkan."Baiklah, saya perlu membaca surat kerjasamanya terlebih dulu Pak Robert. Paling lama tiga hari, saya akan memberi kabar hasilnya.""Jangan lam
Bab 130 SepakatSetengah jam, Sakha dan Toni duduk di luar kamar yang dimasuki Cantika dan wanita yang sudah renta tadi. "Pak, gimana? Kenapa gadis itu belum keluar juga?"Sakha hanya mengedikkan bahu. Ia lalu beranjak dari duduk dan mendekati kamar. Berhenti sejenak di depan pintu yang sedikit terbuka. Tampak di sana Cantika sedang membenarkan posisi yang nyaman untuk wanita tua tadi."Nek, istirahat saja. Ika baik-baik saja, kok.""Jadi gadis itu biasa dipanggil Ika. Pantas tidak ada yang kenal Cantika."Sakha mengembuskan napasnya kasar. Ia baru sadar kalau Cantika bekerja untuk menghidupi wanita tua yang pantas jadi neneknya itu.Beberapa menit kemudian, Cantika sudah turun dari ranjang dan berniat keluar. Sakha segera kembali ke kursi duduk bersama Toni."Gimana, Pak?" tanya Toni penasaran.Sakha hanya memajukan dagu ke arah pintu kamar di mana Cantika keluar dari sana."Kenapa kalian masih ada di sini? Sana pergi, jangan ganggu aku!"Cantika melenggang masuk ke sebuah ruangan ke
Bab 129B Ancaman"Berhenti! Atau kalian babak belur keluar dari sini.""Ups, sial. Gadis ini kuat juga, Bos.""Awas!" pekik Sakha saat bogeman Cantika mengenai Rahang kiri Toni.Tidak keras tetapi mampu membuat nyeri di pipi Toni."Astaga, perempuan ini ganas sekali."Sakha jengkel sekaligus menahan tawa. Bisa-bisanya ia dan Toni dikalahkan perempuan."Oke,oke. Kami mundur. Sekarang katakan. Apa tujuanmu berbuat licik padaku, hah?"Sakha mencoba bernegosiasi. Ia tidak ingin salah melangkah dan akhirnya usahanya membela hak warga gagal."Aku jelas butuh uang. Jadi kalian pergi saja. Karena kedatangan kalian ke sini hanya akan membuat masalah bagiku.""Oke, berapa uang yang kamu butuhkan? Aku bisa mencukupi lebih banyak dari yang diberikan Robert. Kamu tahu dia bukan siapa-siapa. Dia mantan napi karena sudah menipu ayahku. Sekarang katakan butuh uang berapa kamu? 100juta, 200juta, setengah milyar?"Cantika terkesiap mendengar uang yang besarnya menggoda."Pak. Jangan gila! Pak Ardi tidak