Bab 28B
"Tapi, Jess. Kita sudah lama tidak melakukannya."
"Ya, ya. Karena ada Laras, Laras, Laras. Akhirnya kamu memilih dia, bukan?" Suara teriakan Jessy menggelegar sampai terdengar Bi Irah yang bersembunyi di kamar.
"Bukan itu maksudku, Jess."
"Ya sudah, kalau kamu tidak mau bertanggung jawab menikahiku. Aku pilih menggugurkannya saja." Sesal Jessy tunjukkan untuk meluluhkan hati Ardi yang dilanda kebimbangan. Dia memberi ancaman agar Ardi mau tunduk padanya.
"Jangan Jess. Dia makhluk tak berdosa, jangan gugurkan. Aku akan bertanggung jawab. Tapi, kamu tahu aku sudah menikah."
"Ceraikan saja istrimu, lalu nikahi aku, Ar!"
"Aku tidak bisa gegabah, istriku pilihan orang tuaku, Jess. Aku tidak ingin mengecewakan mereka." Ardi mencoba bernegosiasi dengan kondisi kepala yang mendadak pening. Jessy belum tahu kalau Laras adalah Gita istrinya.
"Atau aku tidak apa-apa jadi yang kedua, Ar. Aku terima asal kamu selalu be
Bab 29A Dilema Setengah jam berdiam di kamar mandi membuat tubuh Gita menggigil. Gegas dia menuju dapur mencari jahe instan, lalu diseduhnya. Dia tidak mau larut dalam kesedihan. Apapun yang terjadi ada kehidupan di dalam sana, di rahimnya. Malaikat kecil tak bersalah yang menyatukan dirinya dengan sang suami. Dia masih punya harapan membawa suaminya ke jalan yang benar.Masih bersyukur Gita bukan hamil di luar nikah seperti pasangan lainnya yang tanpa ikatan halal. Dia segera mandi dan berpakaian rapi untuk ke kampus."Non Laras mau kemana," seru bibi."Saya mau ke kampus dulu, Bi. Nanti kalau Revan pulang saya belum kembali tolong disampaikan ya.""Kenapa nggak kirim pesan aja ke Tuan Revan, Non.""Nggak enak, Bi. Takut salah paham dengan Mbak Melia.""Oh, hehe." Gita memilih naik ojek sampai ke kampus, padahal Revan sudah memintanya untuk naik taksi tapi diabaikannya. Pikirnya bisa menghemat uang transpot untuk tambahan uang saku magang. Baru turun dari ojek hendak melangkahkan k
Bab 29B Dilema "Aku merindukanmu, Ras. Kamu istriku, masih bersedia melayaniku, bukan?"Gita membelalakkan matanya melihat wajah memohon suaminya, dia menjadi tidak tega. Melupakan kesakitan yang telah ditorehkan, dia pun menikmati sentuhan suaminya.Daripada membiarkan suaminya bersenang-senang dengan Nona Jessy, lebih baik dia mengabulkan permintaan suaminya.Satu jam mereka beraktivitas, Gita merasa perutnya sedikit nyeri."Ya Rabb, apakah ini aman setelah kami melakukannya tadi?" Dia melamunkan kejadian beberapa menit yang lalu.""Kenapa, Ras?""Ah, nggak apa-apa, Mas. Hanya sedikit kecapekan karena semalam kurang tidur."Ardi mengecup keningnya lembut membuat Gita merasa diperlakukan dengan penuh kasih sayang."Ini diminum dulu, biar badanmu segar kembali! Aku mau mandi dulu."Gita hanya terbengong sampai Ardi menutup pintu membuat lamunannya buyar."Seperti mimpi, kalau benar ini mimpi, aku tidak ingin segera bangun dan menghadapi kenyataan pahit lagi," gumannya."Mas Bintang a
Bab 30A Pisah saja "Bagaimana, Ras? Aku harap kamu tidak sembarangan menentukan pilihan!""Aku...." lidahnya kelu, Gita tertunduk dengan air mata membasahi pipinya. Tiba-tiba tubuhnya terguncang disusul isakan tangis yang menggema di seluruh ruangan."Ras....?""Baiklah, Mas. Aku memilih kita pisah saja."Ardi tergelak, ini tidak sesuai dengan ekspektasinya. Dia pikir Gita masih mau bertahan dengannya, merubah sikap buruknya. Kenyataannya Gita menyerah."Jadi, hanya sampai sini perjuanganmu mempertahankanku, Ras? Kamu sudah lelah mengajakku berubah ke jalan yang benar, huh?""Ya, aku lelah, Mas. Seharusnya kamu berubah bukan karena aku, agar saat aku pergi jauh darimu kamu tidak kecewa."Ucapan Gita begitu menohok perasaan Ardi sampai dia tak bisa membalas kata-kata. Gita benar, dirinya lalai kembali pada Rabbnya saat Gita pergi jauh darinya. Itulah kesalahannya, dia berubah baik karena ada Gita.Selesai membicarakan masalahnya, Ardi kembali mengantar Gita. Dalam keheningan suasana c
Bab 30B Pisah saja "Maafkan Gita ya, Pak, Bu. Semoga pilihan ini terbaik untukku dan Mas Bintang."Suara ketukan pintu dari luar membuyarkan lamunan Gita."Ras, kamu sudah makan malam belum?""Sudah kok, Van.""Kata bibi, tadi siang kamu terlihat kurang sehat. Aku panggilkan dokter, ya!""Ah tidak usah,Van. Aku sudah baikan, cuma kecapekan saja.""Baiklah, ini aku bawakan makanan kesukaanmu."Wajah Gita berbinar melihat satu bungkus plastik mie ayam yang baunya menguar dihidung. Air liurnya langsung tak tertahankan. Seperti anak kecil yang diberi es krim, Gita langsung meraihnya beserta mangkuk dan sendok."Terima kasih banyak, Van. Kamu yang terbaik, deh.""Sama-sama. Kamu seperti orang ngidam saja, Ras."Gita tertawa kecil, memang kenyataannya begitu. Hasrat ingin makan mie berkuahnya benar-benar meningkat tajam.Gita menikmati semangkuk mie di kamarnya seraya menatap langit yang mulai kelam. Cahaya rembulan dan bintang tertutup awan. Seakan menggambarkan suasana hatinya yang redup
Bab 31A Terungkap Dua hari berselang, Ardi sudah membawa berkas dan membuat janji temu dengan Gita. Dia terkejut saat Gita mengatakan mengajak bertemu di rumah Revan jam 9. Padahal yang dia tahu Revan ada pertemuan dengan klien pagi ini, artinya Gita hanya sendiri di rumah itu.Tidak sampai setengah jam membelah jalanan kota Yogya yang cukup lengang setelah jam kerja lewat, Ardi sudah sampai di pelataran rumah Revan.Di ruang tamu sudah ada Gita dengan kopernya. Ardi pun tak menyangka Gita ada di sini."Apa selama ini kamu menginap di sini, Ras?""Tidak ada hubungannya dengan Mas Bintang aku tinggal di mana, bukan? Yang penting aku tidak jadi gelandangan."Deg,Ucapan Gita semakin terdengar dingin, tidak seramah yang dikenal Ardi."Aku mau pamitan sama Revan, tapi dia sudah berangkat," kilahnya."Ya, dia ada meeting dengan klien.""Mana berkas yang harus aku tanda tangani?" seru Gita berusaha tegar membuat Ardi sempat tak mengenalinya lagi. "Kenapa Laras berubah jadi angkuh," batinn
Bab 31B Terungkap Jam makan siang sudah dinanti Revan. Gegas dia meluncur ke rumah setelah dikabari bibi kalau Gita bertemu Ardi lalu pergi dari rumahnya."Kemana Laras, Bi?""Maaf, Tuan. Saya juga tidak tahu. Katanya Non Laras akan menghubungi Tuan."Bibi menunduk takut pada tuannya."Dia tidak menghubungi saya, Bi. Ponselnya juga tidak aktif dari tadi. Ardi sekarang dimana?""Mas Ardi juga pergi setelah beberapa menit Non Laras meninggalkan rumah ini."Revan melihat kamar yang ditempati Gita. Barang-barangnya tidak ada di sana. Lemari kosong. Pun juga tak ada secarik kertas berisi pesan yang ditinggalkannya."Kemana kamu, Laras?"Revan seperti orang kebingungan. Dia merasa kehilangan adik perempuan untuk kedua kalinya.Matanya memicing pada sebuah benda kecil yang tercecer di lantai dekat almari baju."Apa ini? Hah, tespek garis dua. Apa Laras hamil? Bi, Bibi, ini milik siapa?""Maaf, saya tidak tahu, Tuan.""Akhir-akhir ini Laras seperti orang ngidam. Ya Tuhan, aku tidak bisa memb
Bab 32A Penghianatan Sepanjang perjalanan, Ardi tak menghiraukan mobilnya dipacu dengan kecepatan tinggi hingga mau menabrak kendaraan lain. Emosinya sudah memuncak, ingin meminta penjelasan pada Jessy. Tak kurang dari dua puluh menit, Ardi sudah sampai di apartemen Jessy. Dari parkiran basement, Ardi melangkah lebar menuju unit milik Jessy. Dia sudah hafal tempatnya, bahkan pasword akses masuk pun dia punya.Dengan leluasa, Ardi menekan pasword membuat pintu terbuka dengan mudahnya.Suasana ruang tamu lengang, tak menandakan ada penghuni rumah.Namun Ardi dibuat terkejut setelah mendengar suara des*han dari dalam kamar yang dulu biasa digunakannya bersama Jessy melewatkan setiap malam.Jantung Ardi berdebar hebat, suara itu tidak mungkin dibuat-buat Jessy sendiri. Brakk,Dua insan yang sedang bergelung dengan selimut tercengang melihat Ardi berdiri mematung diambang pintu menyaksikan mereka.Terlebih Jessy yang sedang tidak memakai busana lengkap hanya melindungi tubuhnya dengan se
Bab 32B Penghianatan "Baiklah, Gita. Bangkitlah, hidup dan besarkan anak dalam rahimmu. Dia yang akan menemani setiap langkah perjuanganmu," ucapnya dalam hati.Gita masih merahasiakan kehamilannya. Biarlah nanti saat kandungannya mulai besar, dia akan bercerita pada sahabatnya."Lalu, kamu mau kemana, Ta? Koper ini barang-barangmu, bukan?""Iya, El. Hari ini aku survey ke lokasi magang. Aku mau minta izin Pak Raihan sekalian mencari tempat tinggal di sana.""Jadi, kamu mau langsung tinggal di sana?""Ya, sepertinya begitu lebih baik. Aku bisa menenangkan pikiran dalam seminggu sebelum mulai mengajar.""Tapi,Ta. Aku dan Toni tidak bisa menemanimu.""Tidak apa-apa, El. Aku juga mau mengenal dulu lingkungan di sana.""Baiklah, semoga kamu bisa melupakan kesedihan sesampainya di sana."Drrt,drrt."Pak Raihan.""Angkat dulu, Ta!""Halo, Pak.""Kumpul di kampus setengah jam lagi, jangan lupa!""Oh, ya, baik pak.""Apa kata Pak Raihan ganteng, Ta?""Ckk, mulai deh."Gita sudah bisa sedikit