Bab 22B Amarah
"Nih, bayaran untukmu. Tinggalkan rumahku sekarang juga!"
Bak petir menyambar, Gita yang baru terbangun dengan nyawa belum sepenuhnya terkumpul justru dibuat tercengang dengan teriakan suaminya.
"Apa maksud Tuan?"
Gita mencoba meraih pakaiannya, setidaknya memakai jilbabnya. Mencoba menjadi Laras dihadapan suaminya.
"Kenapa harus ditutupi? Padahal semalam aku sudah melihat semuanya," ucap Ardi terkesan mengejek.
Gita yang tidak terima hanya mampu menggigit bibir bawahnya.
"Tidak usah sok polos kamu, Ras. Dasar perempuan munafik. Kamu bilang takut dosa melakukannya. Kenapa justru sekarang menikmatinya? Aku kira kamu masih per*w*n, ternyata dugaan Jessy benar adanya. Kamu sudah pernah melakukannya dengan laki-laki lain sebelum ini. Kamu sama halnya dengan perempuan mur*h*n di luar sana."
"Maafkan saya, Tuan. Saya...."
Tak sanggup melanjutkan ucapannya, tengg
Bab 23A TerusirArdi menatap nyalang surat yang ditinggalkan Gita bersama segepok uang yang tadinya diberikannya sebagai gaji dan bayaran semalam. Diremasnya hingga tak berbentuk surat itu."Dasar wanita si*l*n. Jadi, Laras adalah Gita, selama ini dia sudah membohongiku. Tapi aku tidak menyesal telah mengusirnya. Biarkan saja dia terlunta-lunta di jalanan. Ini akibat dia mempermalukan aku. Aku sudah berhasil membuatnya bertekuk lutut di hadapanku dan juga sudah menghancurkannya dengan meminta hakku."Ardi tertawa sumbang, kenyataan istrinya masih punya harga diri dengan tidak mengambil uang sepeserpun. Padahal Ardi tahu kalau Gita butuh uang untuk biaya hidup kuliahnya dan juga kedua orang tuanya."Dasar tidak tahu diri, memangnya dia bisa apa, hidup tanpa uang. Biarkan saja dia kelaparan. Salah sendiri uang sebanyak ini tidak diambilnya."Umpatan demi umpatan didengar oleh Bi Irah yang mengintip dari bali
"Ya Rabb, harus kemana lagi aku. Ela tidak menghubungi balik ponselku. Sudah jam berapa ini?"Gita segera merogoh ponsel dari saku celananya."Astaga, mati. Pantas saja tidak ada panggilan balik dari Ela. Biasanya dia langsung respon kalau aku menelponnya."Menoleh ke kanan kiri hanya ada beberapa orang yang berteduh di ruko yang tutup. Namun tidak ada colokan listrik yang dia temukan. Bahunya melorot seakan menyerah oleh keadaan. Saat netranya melihat dua sejoli yang berteduh, Gita teringat Revan dan Melia. Dia ingin menghubungi penolong yang sudah menganggapnya sebagai adik. Menghubungi lewat HP pun dia tidak bisa. Akhirnya Gita mencari keberuntungan dengan mengunjungi langsung rumahnya. Beranjak dari duduk dan sedikit menepi, Gita mencari taksi yang lewat. Hujan masih mengguyur, dia berharap ada taksi yang melintas. Lima belas menit kemudian sebuah taksi menghampirinya setelah memberikan lambaian tangan.Dengan kondisi pakaian basah
Bab 24A MenghilangDrrt,drrt"Van, ada telpon dari Ardi.""Halo, Ar."...."Kalau Laras ke rumahmu, usir saja dia! Wanita tak tahu diri biar saja jadi geland*ng*n. Dia sudah mempermalukan aku.""Apa maksudmu, Ar?""Nanti malam aku ceritakan, kita ketemu di tempat biasa."Revan memandang sendu kondisi Gita. Apa yang terjadi, dia sendiri juga belum tahu pastinya. Ingin menanyakan langsung pada gadis yang dianggapnya sebagai adik juga tidak tega.Membiarkannya istirahat, Revan duduk dengan Melia di kursi dekat ranjang menunggu Gita bangun.Segelas teh hangat sudah ada di nakas. Pakaian serta jilbab Gita juga sudah berganti menjadi kering."Terima kasih ya, Mel, sudah mau mengganti pakainnya.""Ya, sebenarnya kenapa sih kamu perhatian sama gadis ini, Van?" Ada nada cemburu yang tersirat dari ucapan Melia membuat Revan tersenyum simpul."Kamu kan tahu, Mel. Aku tidak pernah berpaling darimu. Laras sudah aku anggap sebagai adikku. Kamu satu-satunya wanita yang ada di sini." Revan mengucapka
Bab 24BDi tempat lain, Ela kebingungan mencari keberadaan Gita yang tidak memberi kabar. Ponselnya dihubungi juga tidak aktif.Drrt,"Halo, Ton, gimana?""Kalian dimana? Sebentar lagi pertandingan futsal dimulai. Pada jadi datang nggak?" suara di seberang sangat mengharapkan kedatangan Gita dan Ela untuk memberi support."Iya, Ton. Sebentar lagi aku meluncur. Fokus saja mainnya, semangat ya!"Memilih diam tentang kabar Gita, Ela tidak mau membuat Toni kacau sebelum bertanding.Sesampainya Ela di tempat pertandingan futsal, Ela duduk sendirian membaur dengan penonton lain. Dia masih berusaha menghubungi Gita, tetapi tetap tidak aktif.Satu jam pertandingan akhirnya selesai dan dimenangkan oleh tim Toni. Ela segera menghampiri dan juga memberi selamat bersama beberapa suporter lain.Toni mengedarkan pandangan ke sekeliling, tetapi tidak juga tampak batang hidung Gita. "El, kamu sendirian?"Ela mengangguk tanpa bersuara. Wajahnya menyiratkan keresahan. Toni merasa was-was karena tidak
Bab 25A MengingatmuTiga hari berlalu, keadaan Gita mulai membaik. Berkali-kali Revan membujuknya untuk makan teratur, tetapi selalu gagal. Sampai-sampai dia mendatangkan dokter untuk memberi suntikan vitamin dan cairan infus untuk Gita. Revan sangat menyayangi Gita karena satu alasan yang tidak pernah diungkapkannya. Gita pun menerimanya dengan senang hati. Seburuk-buruknya seseorang, ada satu sisi baiknya. Begitu juga dengan Revan, pria yang 11 12 dengan Ardi tetap memberi kasih sayang layaknya seorang kakak."Van, kamu sudah seperti kakak yang baik banget. Aku doakan semoga Allah memberikan hidayah untukmu.""Pikirkan saja dirimu, Ras. Kamu harus sehat supaya bisa mengurus suamimu yang semakin menggila dengan Jessy."Jleb,Gita menelan ludah, tubuhnya meremang mendengar kata suami.Kepergiaannya dari rumah membuat Ardi kembali menikmati kebiasaannya mabuk dan bersenang-senang dengan Jessy.Malam itu,
Bab 25B Mengingatmu"Ras, maaf aku tidak bisa mengantarmu ke rumah Ardi. Aku harus jemput Melia trus lanjut ke kantor."Revan mengucapkannya di sela sarapan pagi hasil karya Gita. Seakan merasa bersalah pada Gita, Revan memintanya naik taksi sekaligus memberi uang jalan."Kamu nggak perlu merasa bersalah, Van. Aku bisa naik ojek. Kamu harus prioritaskan Melia, atau kalau tidak aku pergi dari sini saja."Gita pura-pura bersungut supaya Revan mengabulkan."Iya-iya. Kalau kamu nggak mau naik taksi juga, aku nggak izinkan.""Tuh, kan."Keduanya tertawa di pagi hari menikmati sarapan capcay kuah dan minum susu segar. Sejenak Gita melupakan kesedihannya.Sepanjang perjalanan, Gita menatap godie bag berisi bekal sarapan yang disiapkannya untuk Ardi. Sejak Gita tinggal di rumah Ardi, suaminya itu selalu minta makanan yang dimasak olehnya. Lidahnya sudah cocok dengan masakannya. Entah t
Bab 26A Takkan Menyerah Menghitung hari, Gita tak berhenti berjuang meluluhkan hati suaminya untuk kembali menjemput hidayah. Ini hari ketujuh dia mendatangi rumah suaminya. Berbekal godie bag berisi masakan, Gita tak redup menyemangati diri.Padahal Bi Irah dan Revan selalu memintanya berhenti karena hanya akan menyakiti diri sendiri. Namun Gita tetap kekeh melakukannya.Tidak seperti hari biasanya, kali ini Gita datang sore berharap suaminya belum pulang. "Pak, Tuan Ardi belum pulang kan?" tanyanya pada satpam yang sudah hafal kedatangannya."Belum, Non. Biasanya malam pulangnya."Gita merasa lega, lalu masuk ke dalam rumah menemui Bi Irah."Bi.""Non Laras, kenapa ke sini lagi? Bibi bilang nggak usah aja, kasihan Non Laras susah masak cuma dibuang sama Tuan Ardi."Gita menarik tangan Bi Irah masuk ke kamar.Dengan berat hati, Gita menceritakan alasannya melakukan tindakan itu."Non, Bibi turut prihatin dengan kondisi rumah tanggamu. Pikirkan lagi dirimu sendiri, kamu kan tahu kal
Bab 26B Takkan Menyerah "Kenapa dengan Mas Bintang, Bi?""Mabuk berat kayaknya, Non."Terdengar suara muntahan dari kamar Ardi memaksa Gita masuk mendekatinya."Bibi bisa minta tolong buatkan sup sama lemon hangat!""Ya, Non."Bi Irah meninggalkan pasangan suami istri itu, lalu menutup pintunya. Dia tidak perlu kawatir karena Gita memang istri sahnya."Jess, kamu kembali? Kamu tidak marah lagi, kan? Aku tidak tahu kenapa wajah Laras selalu hadir di hadapanku.""Diam, aku bersihkan dulu muntahannya!"Seperti biasa Gita melakukan hal yang dibenci Jessy, membersihkan muntahan di baju dan badan Ardi."Kamu mau kemana, Jess?"Gita mengambil air dan lap untuk membersihkan badan suaminya. Usapan lembut kain dari tangan Gita membuat Ardi tak bisa menahan rasa nyamannya. Ditatapnya wajah di depannya sambil meracau. "Kamu Jessy atau Laras? Ah, tidak mungkin Laras di sini. Dia sudah kuusir dan biar jadi gelandangan."Gita tak tega melihat suaminya mengkonsumsi minuman haram lagi."Kapan mau be