Bab 24BDi tempat lain, Ela kebingungan mencari keberadaan Gita yang tidak memberi kabar. Ponselnya dihubungi juga tidak aktif.Drrt,"Halo, Ton, gimana?""Kalian dimana? Sebentar lagi pertandingan futsal dimulai. Pada jadi datang nggak?" suara di seberang sangat mengharapkan kedatangan Gita dan Ela untuk memberi support."Iya, Ton. Sebentar lagi aku meluncur. Fokus saja mainnya, semangat ya!"Memilih diam tentang kabar Gita, Ela tidak mau membuat Toni kacau sebelum bertanding.Sesampainya Ela di tempat pertandingan futsal, Ela duduk sendirian membaur dengan penonton lain. Dia masih berusaha menghubungi Gita, tetapi tetap tidak aktif.Satu jam pertandingan akhirnya selesai dan dimenangkan oleh tim Toni. Ela segera menghampiri dan juga memberi selamat bersama beberapa suporter lain.Toni mengedarkan pandangan ke sekeliling, tetapi tidak juga tampak batang hidung Gita. "El, kamu sendirian?"Ela mengangguk tanpa bersuara. Wajahnya menyiratkan keresahan. Toni merasa was-was karena tidak
Bab 25A MengingatmuTiga hari berlalu, keadaan Gita mulai membaik. Berkali-kali Revan membujuknya untuk makan teratur, tetapi selalu gagal. Sampai-sampai dia mendatangkan dokter untuk memberi suntikan vitamin dan cairan infus untuk Gita. Revan sangat menyayangi Gita karena satu alasan yang tidak pernah diungkapkannya. Gita pun menerimanya dengan senang hati. Seburuk-buruknya seseorang, ada satu sisi baiknya. Begitu juga dengan Revan, pria yang 11 12 dengan Ardi tetap memberi kasih sayang layaknya seorang kakak."Van, kamu sudah seperti kakak yang baik banget. Aku doakan semoga Allah memberikan hidayah untukmu.""Pikirkan saja dirimu, Ras. Kamu harus sehat supaya bisa mengurus suamimu yang semakin menggila dengan Jessy."Jleb,Gita menelan ludah, tubuhnya meremang mendengar kata suami.Kepergiaannya dari rumah membuat Ardi kembali menikmati kebiasaannya mabuk dan bersenang-senang dengan Jessy.Malam itu,
Bab 25B Mengingatmu"Ras, maaf aku tidak bisa mengantarmu ke rumah Ardi. Aku harus jemput Melia trus lanjut ke kantor."Revan mengucapkannya di sela sarapan pagi hasil karya Gita. Seakan merasa bersalah pada Gita, Revan memintanya naik taksi sekaligus memberi uang jalan."Kamu nggak perlu merasa bersalah, Van. Aku bisa naik ojek. Kamu harus prioritaskan Melia, atau kalau tidak aku pergi dari sini saja."Gita pura-pura bersungut supaya Revan mengabulkan."Iya-iya. Kalau kamu nggak mau naik taksi juga, aku nggak izinkan.""Tuh, kan."Keduanya tertawa di pagi hari menikmati sarapan capcay kuah dan minum susu segar. Sejenak Gita melupakan kesedihannya.Sepanjang perjalanan, Gita menatap godie bag berisi bekal sarapan yang disiapkannya untuk Ardi. Sejak Gita tinggal di rumah Ardi, suaminya itu selalu minta makanan yang dimasak olehnya. Lidahnya sudah cocok dengan masakannya. Entah t
Bab 26A Takkan Menyerah Menghitung hari, Gita tak berhenti berjuang meluluhkan hati suaminya untuk kembali menjemput hidayah. Ini hari ketujuh dia mendatangi rumah suaminya. Berbekal godie bag berisi masakan, Gita tak redup menyemangati diri.Padahal Bi Irah dan Revan selalu memintanya berhenti karena hanya akan menyakiti diri sendiri. Namun Gita tetap kekeh melakukannya.Tidak seperti hari biasanya, kali ini Gita datang sore berharap suaminya belum pulang. "Pak, Tuan Ardi belum pulang kan?" tanyanya pada satpam yang sudah hafal kedatangannya."Belum, Non. Biasanya malam pulangnya."Gita merasa lega, lalu masuk ke dalam rumah menemui Bi Irah."Bi.""Non Laras, kenapa ke sini lagi? Bibi bilang nggak usah aja, kasihan Non Laras susah masak cuma dibuang sama Tuan Ardi."Gita menarik tangan Bi Irah masuk ke kamar.Dengan berat hati, Gita menceritakan alasannya melakukan tindakan itu."Non, Bibi turut prihatin dengan kondisi rumah tanggamu. Pikirkan lagi dirimu sendiri, kamu kan tahu kal
Bab 26B Takkan Menyerah "Kenapa dengan Mas Bintang, Bi?""Mabuk berat kayaknya, Non."Terdengar suara muntahan dari kamar Ardi memaksa Gita masuk mendekatinya."Bibi bisa minta tolong buatkan sup sama lemon hangat!""Ya, Non."Bi Irah meninggalkan pasangan suami istri itu, lalu menutup pintunya. Dia tidak perlu kawatir karena Gita memang istri sahnya."Jess, kamu kembali? Kamu tidak marah lagi, kan? Aku tidak tahu kenapa wajah Laras selalu hadir di hadapanku.""Diam, aku bersihkan dulu muntahannya!"Seperti biasa Gita melakukan hal yang dibenci Jessy, membersihkan muntahan di baju dan badan Ardi."Kamu mau kemana, Jess?"Gita mengambil air dan lap untuk membersihkan badan suaminya. Usapan lembut kain dari tangan Gita membuat Ardi tak bisa menahan rasa nyamannya. Ditatapnya wajah di depannya sambil meracau. "Kamu Jessy atau Laras? Ah, tidak mungkin Laras di sini. Dia sudah kuusir dan biar jadi gelandangan."Gita tak tega melihat suaminya mengkonsumsi minuman haram lagi."Kapan mau be
Bab 27A Pria yang baik Sebulan berlalu, Gita sudah mulai aktif kuliah dua minggu ini. Dua sahabatnya sampai kebingungan mencarinya. Gita ternyata ganti nomer dan tinggal di rumah Revan, pria pertama yang menolongnya saat menginjakkan kakinya di Yogya.Ela dan Toni merasa trenyuh dengan kejadian yang menimpa Gita. Mau membantu juga tidak mudah karena tidak pantas turut campur rumah tangga orang. Lagipula Gita sudah bilang kalau dia tidak akan menyerah mengajak suaminya kembali ke jalan yang benar. Meskipun hatinya harus tersakiti, Gita tetap merasa kuat."Ta, kamu tinggal di rumah tanteku saja gimana? Ya meskipun rumahnya tidak besar, kita bisa sekamar." Ela mencoba membujuk Gita yang melamun memikirkan masa depannya."Paling tidak kamu tinggal di tempat aman, Ta," imbuh Toni."Nggak apa-apa El, Ton. Aku bertahan di rumah Revan dulu. Lagian minggu depan aku sudah mulai magang di sekolah.""Ishh, kenapa juga kamu harus pisah sama aku sih, Ta. Kamu malah dapat jauh di Gunung Kidul. Coba
Bab 27B Pria yang baik "Tidak semudah itu, Ela. Semua sudah dijalankan sesuai dengan prosedur. Begini saja, saya usahakan mencarikan dana bantuan tambahan untuk mahasiswa yang magang di daerah pelosok. Saya carikan tempat tinggal yang gratis, lagipula penduduk di sana ramah-ramah dan sangat senang kedatangan orang yang akan membantu mereka."Gita dan Ela menyerah, bahunya melorot. Sangat susah ternyata merayu pria single yang menjadi kabid akademik. Mereka akhirnya mengangguk dan mengucapkan terima kasih. Namun belum sampai keluar dari pintu, Pak Raihan memanggil kembali."Anggita, tinggalkan nomer ponsel di sini. Nanti kalau ada info lagi saya kabari.""Baik, Pak." Anggita menuliskan di kertas yang disodorkan bersama pena. Nomernya memang sengaja diganti oleh Revan agar tidak diganggu suaminya."Oke, siapkan diri dengan baik, ya! Minggu depan keberangkatannya.""InsyaAllah siap, Pak!"Gita yang ke kampus memakai tunik floral dan pasmina marun tiba-tiba membuat Pak Raihan tersenyum h
Bab 28A Garis Dua Ardi menatap heran ponselnya setelah panggilan ditutup sepihak dari seberang. Tak biasanya Jessy yang menutup lebih dulu. Akhir-akhir ini Ardi merasa Jessy bertingkah aneh dari biasanya. Dia bilang berada di mall sedang belanja dengan temannya, tetapi Ardi memutari mall terutama tempat-tempat yang sering Jessy kunjungi bersamanya tidak juga tampak batang hidungnya. Saat menelpon Jessy, Ardi sedang membahas proyek dengan kliennya di salah satu restoran di mall. Ardi jelas tak asing dengan suara desahan Jessy, suara yang kerap didengarnya waktu berduaan seperti sepasang suami istri. Sangat sensual, tidak mungkin suara itu terdengar di tempat umum."Ah, kenapa aku harus pusing memikirkannya. Memikirkan klien ini lebih penting karena incomenya yang besar. Kalau sampai gagal, bisa jadi perusahaanku taruhannya."Senja pun tiba, Ardi bergegas melajukan mobilnya pulang. Sengaja tidak makan besar di restoran karena ingin menyantap sajian di meja makan di rumah.Melepas lelah