Caraka terlihat sangat kacau, dirinya merasa jika hidupnya benar-benar hampa tanpa adanya sang Putri apalagi putrinya itu terlihat belum ada tanda-tanda jika ia akan segera sadar hal itulah yang membuat pria itu semakin merasa hancur karena baginya sang buah hati adalah satu-satunya belahan jiwa yang selama ini ada untuknya semangat hidupnya untuk kembali bangkit lagi dari rasa traumanya itu. Walaupun anaknya memang sudah mendapatkan donor darah, tetapi dokter belum juga memberikan kabar baik kepada mereka karena para tenaga medis masih mengobservasi keadaan dari putrinya itu mereka juga mengatakan sudah melakukan yang terbaik.Sasy belum juga sadar setelah operasi panjang itu. Anggita masih di rumah sakit, sementara Bunga dan Fanya sudah pulang. Karena anak itu sudah sangat kelelahan seharian menangis bahkan tadi saat pulang pun keponakannya itu masih tertidur pulas. Anggita masih berada di rumah sakit karena dirinya takut jika nanti tiba-tiba sasi akan kembali membutuhkan donor dar
Akhirnya Caraka makan, Anggita pun ikut makan kembali dengannya. Tak ada pembicaraan apa pun, keduanya fokus pada makanan masing-masing saja. Anggita juga merasa bersyukur karena akhirnya Caraka mau makan walaupun harus dirinya sedikit paksa, dirinya heran walaupun sudah tua mengapa lelaki itu harus dipaksa dahulu seperti anak kecil saja."Kamu juga dimakan jangan cuma dilihat ini saja memangnya nasinya bisa hilang tiba-tiba," ujar Caraka."Kamu jangan bikin mood aku hancur.""Makanya makan, mau aku suapi?" Anggita tiba-tiba tersedak makanan yang tengah dirinya kunyah itu sampai ia terbatuk-batuk. Wanita tersebut kesulitan untuk membuka botol minum.Caraka langsung saja merebutnya dan dirinya yang membukakan botol minum tersebut lalu kembali memberikannya kepada Anggita. "Jika tidak bisa membuka sendiri apa sulitnya untuk meminta tolong jangan memaksakan," ujar Caraka kembali."Terima kasih tanganku licin dan aku juga kan sedang lemas makanya itu aku tidak bisa membuka botol minumnya
Wanita itu benar-benar merasa malu mengapa saat-saat seperti ini justru Caraka mengatakan hal tersebut. Untuk menghindari lelaki itu semakin memojokkannya maka ia memilih untuk segera masuk ke ruangan dari Sasy sebagai pelarian.Anggita tak tega melihat wajah gadis kecil yang sedang terbaring di ranjang itu. Hatinya benar-benar merasa sedih melihat anak dari Caraka terbaring lemah seperti itu, walaupun ia bukan ibu dari anak tersebut, tetapi dirinya bisa merasakan sedih yang begitu mendalam entahlah dirinya berusaha tersenyum membalas senyuman dari Sasy saat melihat dirinya.Sasy tersenyum saat ia masuk. Tak banyak bicara, Anggita duduk di pinggir ranjang sambil menatap wajah Sasy. Anak kecil itu terlihat baru saja menangis karena dari sudut matanya berkaca-kaca, anggota langsung saja menyeka air mata yang masih ada di pipi dari Sasy."Anak cantik tidak boleh menangis nanti cantiknya luntur loh." Anggita mengusap pipi dari gadis mungil yang ada di hadapannya, bagaimana bisa seorang an
Tak banyak pembicaraan antara Anggita dan Caraka di dalam mobil Karena kini Caraka semakin peka terhadap wanita itu ia juga tidak ingin terlihat seperti orang yang mengejar-ngejar Anggita karena dirinya sadar sepertinya Anggita bukan tipikal wanita yang menyukai laki-laki agresif maka dari itu dirinya memilih untuk biasa-biasa saja dan tidak ingin membuat jika wanita yang sudah mendonorkan darahnya untuk putrinya itu merasa tidak nyaman berada di dekatnya."Aku langsung pulang ya." Caraka juga memilih untuk langsung pamit setelah mengantarkan Anggita sampai di depan pintu gerbang, ia hanya menitip salam untuk Baskoro saja karena dirinya memang tidak bisa mampir ia juga harus mengejar waktu untuk bisa ke kantor karena memang ada meeting penting yang tidak bisa dirinya tinggalkan.Anggita mengangguk lalu dirinya segera masuk ke rumah baru saja menginjakkan kaki di rumah itu ia sudah diberondong berbagai macam pertanyaan dari kakak-kakaknya yang berada di meja makan."Bagaimana keadaan S
Anggita sungguh tak menyangka demi uang dan harta, ibu mertuanya bisa bersikap baik. Sedangkan dulu, saat ia terhina sebagai gadis kampung, mana pernah wajah manis dan senyum itu muncul di bibir ibu mertuanya. "Mungkin saja jika dulu aku mengatakan yang sesungguhnya perihal siapa diriku yang sebenarnya aku tidak akan mengetahui jika ternyata keluargamu pandai bermuka dua," ungkap Anggita. Wanita itu memilih untuk melipat kedua tangannya di dada kini ia tidak mau lagi diinjak-injak oleh mantan ibu mertuanya tersebut.Mendengar hal tersebut membuat Bu Neni menjadi sedikit keterlaluan bahkan dirinya pun memperlakukan Anggita melebihi pembantu karena jika pembantu mendapatkan pembayaran dan menantunya tersebut hanya mendapatkan cacian saja dari dirinya dan juga Beni. Setelah ia mengetahui jika Anggita adalah orang kaya bahkan kekayaannya melebihi kekayaan dari menantunya yang selalu ia banggakan iya benar-benar merasa sangat menyesal maka dari itu tadi dirinya memaksa untuk ikut ke pers
Persidangan berjalan dengan tegang karena banyak sanggahan dari Beni. Walaupun sudah ditolak oleh Anggita, tetapi lelaki itu bersikukuh ingin tetap mempertahankan rumah tangganya bahkan banyak hal-hal yang bertolak belakang diceritakan oleh Beni di dalam pengadilan tersebut.Pak Alam melirik ke arah Anggita, melihat kliennya begitu santai menanggapi ucapan dari Beni membuat pengacara itu menjadi sangat senang karena Anggita tidak terpancing dengan ocehan ocehan yang dibuat oleh Beni."Saya memiliki bukti jika Beni berselingkuh dengan nona Sandra coba lihat semua bukti ini." Pak Alam menyerahkan bukti-bukti yang sudah dirinya kumpulkan selama ini untuk semakin memperkuat persidangan. "Bahkan klien saya di rumah itu pun dijadikan seperti seorang pembantu, tidak pernah mendapatkan nafkah seperti uang bulanan," ungkap Pak Alam lagi.Lelaki itu adalah seorang pengacara hebat maka setiap argumen yang dirinya berikan pasti akan menambah poin plus untuk kliennya. Dirinya adalah seorang pengac
"Aku enggak mau sama mama." Sasy berteriak kencang. Walaupun Anggita sudah berada di sana, tetapi tetap saja anak itu terus-terusan berteriak kepada ibunya mengatakan jika ia tidak menyukai jika Sinta berada di dekat-dekat dirinya.Anggita teringat saat Bunga sedang marah seperti ini. Dirinya juga sangat mengetahui jika anak kecil memang memiliki waktu untuk meluapkan isi hatinya seperti ini. Ia pun mencoba menenangkan Sasy."Sudah, jangan seperti itu ya." Anggita berusaha untuk berbicara sepelan mungkin agar anak tersebut menjadi lebih tenang. Ia tak mau emosi anak itu menjadi tak stabil dan akan membuat kesehatannya agak terganggu. Apalagi kondisi dari Sasy belum pulih total. Dirinya takut hal tersebut justru mempengaruhi semuanya apalagi semalam dirinya sudah benar-benar takut karena anak itu tidak sadarkan diri begitu lama.Melihat anak dari Caraka itu sudah mulai tenang ia memilih untuk mendekati Sinta. Mencoba untuk berbicara darinya karena jika meminta Sasy untuk mengerti rasa
Sasy mengadu kepada ayahnya, wajah anak tersebut merengut. Bahkan matanya pun masih sembab karena dia sangat lama menangis.Caraka duduk di sebelah anaknya berusaha untuk menenangkan Sasy, agar putrinya itu tidak menangis lagi."Sasy kenapa menangis?" tanya Caraka dengan sangat lembut. Dirinya memang sangat tidak menyukai jika ada orang yang membuat putrinya sampai menangis seperti itu apalagi dia adalah ibu dari anaknya sendiri bagaimana bisa wanita itu tidak mengerti jika putrinya saja sudah tidak mau bertemu dengannya lagi."Tadi mama datang dan membuat kesal, aku tidak suka dekat-dekat dengannya tetapi dia tetap saja berusaha mendekati. Aku sudah mengusirnya berulang kali tapi justru dia tidak mau pulang," ungkap Sasy. Dirinya memang merasa tidak nyaman berdekatan dengan Sinta karena mereka sudah tidak bertemu cukup lama. Sasy juga mengetahui jika wanita itu bukanlah orang yang baik karena menurut cerita dari orang-orang yang dirinya dengan jika seorang ibu meninggalkan anaknya be