Tak banyak pembicaraan antara Anggita dan Caraka di dalam mobil Karena kini Caraka semakin peka terhadap wanita itu ia juga tidak ingin terlihat seperti orang yang mengejar-ngejar Anggita karena dirinya sadar sepertinya Anggita bukan tipikal wanita yang menyukai laki-laki agresif maka dari itu dirinya memilih untuk biasa-biasa saja dan tidak ingin membuat jika wanita yang sudah mendonorkan darahnya untuk putrinya itu merasa tidak nyaman berada di dekatnya."Aku langsung pulang ya." Caraka juga memilih untuk langsung pamit setelah mengantarkan Anggita sampai di depan pintu gerbang, ia hanya menitip salam untuk Baskoro saja karena dirinya memang tidak bisa mampir ia juga harus mengejar waktu untuk bisa ke kantor karena memang ada meeting penting yang tidak bisa dirinya tinggalkan.Anggita mengangguk lalu dirinya segera masuk ke rumah baru saja menginjakkan kaki di rumah itu ia sudah diberondong berbagai macam pertanyaan dari kakak-kakaknya yang berada di meja makan."Bagaimana keadaan S
Anggita sungguh tak menyangka demi uang dan harta, ibu mertuanya bisa bersikap baik. Sedangkan dulu, saat ia terhina sebagai gadis kampung, mana pernah wajah manis dan senyum itu muncul di bibir ibu mertuanya. "Mungkin saja jika dulu aku mengatakan yang sesungguhnya perihal siapa diriku yang sebenarnya aku tidak akan mengetahui jika ternyata keluargamu pandai bermuka dua," ungkap Anggita. Wanita itu memilih untuk melipat kedua tangannya di dada kini ia tidak mau lagi diinjak-injak oleh mantan ibu mertuanya tersebut.Mendengar hal tersebut membuat Bu Neni menjadi sedikit keterlaluan bahkan dirinya pun memperlakukan Anggita melebihi pembantu karena jika pembantu mendapatkan pembayaran dan menantunya tersebut hanya mendapatkan cacian saja dari dirinya dan juga Beni. Setelah ia mengetahui jika Anggita adalah orang kaya bahkan kekayaannya melebihi kekayaan dari menantunya yang selalu ia banggakan iya benar-benar merasa sangat menyesal maka dari itu tadi dirinya memaksa untuk ikut ke pers
Persidangan berjalan dengan tegang karena banyak sanggahan dari Beni. Walaupun sudah ditolak oleh Anggita, tetapi lelaki itu bersikukuh ingin tetap mempertahankan rumah tangganya bahkan banyak hal-hal yang bertolak belakang diceritakan oleh Beni di dalam pengadilan tersebut.Pak Alam melirik ke arah Anggita, melihat kliennya begitu santai menanggapi ucapan dari Beni membuat pengacara itu menjadi sangat senang karena Anggita tidak terpancing dengan ocehan ocehan yang dibuat oleh Beni."Saya memiliki bukti jika Beni berselingkuh dengan nona Sandra coba lihat semua bukti ini." Pak Alam menyerahkan bukti-bukti yang sudah dirinya kumpulkan selama ini untuk semakin memperkuat persidangan. "Bahkan klien saya di rumah itu pun dijadikan seperti seorang pembantu, tidak pernah mendapatkan nafkah seperti uang bulanan," ungkap Pak Alam lagi.Lelaki itu adalah seorang pengacara hebat maka setiap argumen yang dirinya berikan pasti akan menambah poin plus untuk kliennya. Dirinya adalah seorang pengac
"Aku enggak mau sama mama." Sasy berteriak kencang. Walaupun Anggita sudah berada di sana, tetapi tetap saja anak itu terus-terusan berteriak kepada ibunya mengatakan jika ia tidak menyukai jika Sinta berada di dekat-dekat dirinya.Anggita teringat saat Bunga sedang marah seperti ini. Dirinya juga sangat mengetahui jika anak kecil memang memiliki waktu untuk meluapkan isi hatinya seperti ini. Ia pun mencoba menenangkan Sasy."Sudah, jangan seperti itu ya." Anggita berusaha untuk berbicara sepelan mungkin agar anak tersebut menjadi lebih tenang. Ia tak mau emosi anak itu menjadi tak stabil dan akan membuat kesehatannya agak terganggu. Apalagi kondisi dari Sasy belum pulih total. Dirinya takut hal tersebut justru mempengaruhi semuanya apalagi semalam dirinya sudah benar-benar takut karena anak itu tidak sadarkan diri begitu lama.Melihat anak dari Caraka itu sudah mulai tenang ia memilih untuk mendekati Sinta. Mencoba untuk berbicara darinya karena jika meminta Sasy untuk mengerti rasa
Sasy mengadu kepada ayahnya, wajah anak tersebut merengut. Bahkan matanya pun masih sembab karena dia sangat lama menangis.Caraka duduk di sebelah anaknya berusaha untuk menenangkan Sasy, agar putrinya itu tidak menangis lagi."Sasy kenapa menangis?" tanya Caraka dengan sangat lembut. Dirinya memang sangat tidak menyukai jika ada orang yang membuat putrinya sampai menangis seperti itu apalagi dia adalah ibu dari anaknya sendiri bagaimana bisa wanita itu tidak mengerti jika putrinya saja sudah tidak mau bertemu dengannya lagi."Tadi mama datang dan membuat kesal, aku tidak suka dekat-dekat dengannya tetapi dia tetap saja berusaha mendekati. Aku sudah mengusirnya berulang kali tapi justru dia tidak mau pulang," ungkap Sasy. Dirinya memang merasa tidak nyaman berdekatan dengan Sinta karena mereka sudah tidak bertemu cukup lama. Sasy juga mengetahui jika wanita itu bukanlah orang yang baik karena menurut cerita dari orang-orang yang dirinya dengan jika seorang ibu meninggalkan anaknya be
Anggita tidak pernah mau lagi bertemu dengan Caraka, dirinya masih benar-benar kesal dengan lelaki itu karena bentakan padahal dirinya hanya ingin bertanya mengapa apa salahnya ia menanyakan hal tersebut padahal ia juga tidak ingin ikut campur?"Oh, jadi begini ya caranya," ungkap Anggita. Dirinya hanya fokus untuk menata diri kembali, bahkan Anggita juga tidak tanggung-tanggung untuk merawat tubuhnya yang kini kian memancar apalagi sekarang orang-orang mulai mengenalnya sebagai adik dari pemilik perusahaan terbesar. Memilih fokus bekerja di perusahaan kakaknya adalah hal yang sangat bagus, ia tidak lagi memikirkan tentang Caraka ataupun Beni lagi.Anggita tersenyum puas, saat dirinya membaca pesan dari Pak Alam jika besok adalah sidang terakhir antara dirinya dan Beni akhirnya setelah perjuangan yang begitu panjang esok adalah penentuan.Andre yang melihat adiknya begitu fokus dengan ponsel ia juga begitu tertarik apakah yang membuat adiknya sampai sefokus itu lalu tersenyum sendiri.
Semenjak kejadian itu Caraka tidak mencari Anggita untuk menjelaskan dan meminta maaf tentang kejadian kala itu. Ia masih fokus dengan kesembuhan Sasy dan menjaga dari Sinta agar wanita itu tidak datang mengganggunya lagi. Menurutnya yang terpenting sekarang adalah anaknya itu, perihal Anggita yang akan mencari lain waktu saja. Bahkan untuk beberapa pekerjaan pun dirinya limpahkan kepada asistennya dan project-project yang sedang berjalan pun dirinya serahkan kepada asistennya tersebut karena ia hanya ingin fokus kepada putrinya itu.Kecelakaan waktu itu membuat Caraka menjadi overprotektif kepada Sasy, dirinya pun tidak mempercayai siapapun untuk menjaga putrinya selain dalam pengawasannya itu."Pa, kok, tante Anggita tidak pernah menemuiku lagi sih?" tanya Sasy.Caraka menatap ke arah putrinya itu ia tidak ingin jika Sasy terlalu berharap tentang Anggita apalagi kesan terakhir yang sudah dirinya buat kepada wanita itu tentu saja akan menimbulkan sebuah paradigma buruk. "Sasy, lihat
"Kenapa ini?" Anggita bergumam sendiri. Ia tidak tahu sejak kapan dirinya merasa canggung saat bertemu dengan Caraka. Padahal mereka pernah saling bertemu dan menemani Sasy di rumah sakit. Entah, apa yang kini ada di hatinya, suara ketukan semakin kencang.Anggita menghirup udara sebanyak-banyaknya seolah-olah pasokan udara akan segera habis, lalu ia menghembuskannya secara perlahan memejamkan mata lalu kembali membukanya."Silahkan."Ia mempersilahkan Caraka masuk, pria dengan tubuh kekar dan tampan itu begitu menarik perhatian dengan aroma parfum maskulinnya. Usia memang lebih tua dan matang darinya. Tapi, semenjak tidak ada berewok di sekeliling wajah Raka, ia terlihat seusia Anggita. Melihat perubahan dari lelaki itu membuat Anggita pun terkesima, bahkan dirinya begitu terkejut dengan perubahan signifikan dari Caraka tersebut.Keduanya saling terdiam dan sama-sama dalam keadaan canggung karena sudah lama tidak berjumpa dan sekarang mereka berjumpa untuk membahas pekerjaan di sebua