Cahaya remang-remang yang mulai mengusik penglihatannya itu pun membuat Nayla akhirnya membuka kedua matanya. Sesuatu yang berat terasa membuat nafasnya sedikit sesak. Ia lalu mengalihkan pandangannya berusaha mencari sumber masalah dari sulitnya ia bernafas itu. Ternyata, sebuah tangan yang begitu kekar melingkar sempurna di perutnya. Nayla tersenyum merasa bahagia karena di hari spesialnya sang suami tetap sama seperti beberapa tahun yang lalu. Di mana mereka berdua pasti akan menghabiskan waktu berdua seharian.Dengan sekuat tenaga, Nayla berusaha mengangkat tangan kekar itu agar memberikan ruang untuknya bergerak. Setelah berhasil melakukannya, Nayla lalu memiringkan tubuhnya memposisikan dirinya agar bisa lebih leluasa menatap wajah sang suami."Aku merasa begitu bersyukur. Sampai detik ini Tuhan masih mengizinkan kita untuk tetap bersama meski ada begitu banyak rintangan dan keputusan yang sangat besar harus kita ambil. Aku beruntung karena memiliki suami yang sangat sempurna
Setelah diminta oleh Nayla untuk masuk ke dalam kamarnya dan menunggu wanita itu sampai datang kembali sesaat ia telah menyelesaikan pekerjaan rumahnya.Tanpa sadar Agus justru tertidur pulas karena memang sepanjang hari kemarin, Nayla dan Agus tidak tidur dengan benar. Mereka berdua menikmati waktu berdua sudah seperti ketika mereka menghabiskan malam pertamanya.Tatapan mata Agus pun lantas menatap pada jam di dindingnya yang menunjukkan pukul setengah 6 malam. Sebelumnya, Agus sempat mengerjakan beberapa pekerjaannya hingga tak sadar menjadi tertidur dengan sangat pulas."Hoam.. entah sudah berapa lama aku tertidur di sini. Ruang kerja yang sudah terasa seperti kamar ini membuat aku kadang memang suka lupa akan waktu," gumam Agus seraya merenggangkan persendian di tubuhnya.Awalnya, Agus memang berada di kamar sesuai permintaan dari wanita itu. Namun karena pekerjaan yang masih belum sempat diselesaikan oleh Agus membuat pria itu sontak berpindah tempat.Saat akan berpindah tempat
Citra menutup pintu kamarnya berusaha menyembunyikan segalanya. Trek! Tangan kanannya pun tampak memutar kunci yang ada di pintu kamarnya, tak ingin membiarkan siapapun masuk dan mengetahui rasa sedih yang dipendamnya. Air mata Citra pun luluh bersamaan dengan tubuhnya yang ia sandarkan di pintu. Perlahan, tubuh wanita itu merosot ke bawah membiarkan perih menyayat hatinya. "Kenapa, Tuhan? Kenapa harus aku yang merasakan sakit sedalam ini?" Pertanyaan itu terus saja muncul dan berputar-putar di dalam benak Citra. Ia sama sekali tidak mengingat apapun lagi kecuali satu hal itu. "Apa aku kurang baik? Apa selama ini aku telah menjadi wanita yang teramat buruk?" tanya Citra terisak. "Dosa apa yang sudah aku lakukan sampai kau menghukum diriku dengan rasa sakit sebesar ini." Citra menekuk lututnya, memeluk lututnya dengan begitu erat. Air matanya terus mengalir, berharap dapat mengurangi rasa sakit yang ada di hatinya. Sekilas, bayangan saat-saat di mana sang Kakak meminta dirinya m
Agus masuk ke dalam kamar sang istri dengan wajah penuh sumringah. Tak lupa, sebuah nampan berisikan segelas susu dan satu piring cemilan ringan pun, ia siapkan khusus untuk sang istri. "Halo, Sayang. Aku membawakan makanan ringan untuk kamu." Pria itu lalu menghampiri Nayla, meletakkan nampan bawaannya tepat di lemari kecil yang ada di samping ranjang tempat tidurnya dan Agus itu. Tidak seperti biasanya, Nayla justru tak memberikan respon apapun kepada sang suami. Wanita itu hanya fokus pada layar ponsel miliknya yang tampak jauh lebih menarik daripada kehadiran sang suami. Helaan nafas yang cukup panjang keluar dari mulut Agus, wanita itu memang selalu saja bertingkah demikian saat sedang merajuk pada sang suami. "Sayang? Kamu enggak perduli sama kehadiran, Mas?" tanya Agus turut duduk di tepi ranjang itu. Saat ini tampaknya wanita itu belum waktunya untuk bekerja, terlihat bagaimana pakaian yang melekat pada tubuh Nayla yang begitu santai sekali. "Sayang? Kamu marah sama aku
Setelah malam panjang yang membuat Citra kehilangan mahkota yang selama ini telah ia jaga, wanita itu tampak merasa canggung dengan Agus.Pasalnya, pria itu sama sekali tidak mengatakan apapun padanya. Citra terpikir, dengan kondisi pria itu yang setengah sadar mungkinkah Agus mengingat malam pertama yang mereka lakukan? Ingin rasanya Citra menanyakan semua itu. Namun, ia sama sekali tidak pernah mendapatkan kesempatan untuk mengatakan semua itu. Citra lalu berjalan menuju ke arah dapur rumahnya dengan membawa gelas bekas minumnya tadi malam.Terlihat, sosok pria yang selama beberapa waktu ini terus mendiami kepalanya pun, menoleh ke kanan dan kirinya seperti mencari sesuatu hal. Dengan sisa-sisa kekuatan yang ada di dalam dirinya, Citra mencoba mendekati pria itu. Agus tampak membelakangi wanita itu. "Mas, kamu butuh sesuatu? Ada yang bisa aku bantu?" tanya Citra lembut. "Ah syukur lah kamu datang. Tolong carikan di mana stok gula kita ya. Aku masih nunggu air ini, soalnya udah
"Aku pulang!" Seperti biasa, Agus pulang dan langsung meletakkan sepatu yang ia gunakan di rak yang tersusun rapi dekat pintu masuk utama itu. Hari ini, Agus tampak pulang lebih cepat. Sekitar 30 menit lagi adzan magrib akan berkumandang, biasanya pria itu selalu datang kisaran orang-orang sedang shalat isya. "Mas Agus!" Pria itu menoleh mendapati istri pertamanya datang dengan wajah sumringah. Keningnya berkerut tak tau apa arti dari senyuman di wajah istrinya itu. "Iya, Sayang? Tumben sekali kamu datang dan langsung menyambut aku." Wanita itu tampak senyum-senyum kecil saat mendapati pernyataan yang demikian dari sang suami. Senyuman itu lantas menjadi teka-teki besar bagi Agus, ia merasa penasaran apa yang sudah membuat istri pertamanya itu menjadi begitu bahagia. "Aku punya kejutan buat kamu. Tutup mata kamu dulu." Diam-diam, wanita itu tampak melambaikan tangannya ke arah Citra tepat ketika Agus tengah menutup matanya. "Ulur in tangan kamu," perintahnya pada sang suami.
Nayla membuka tirai di kamarnya dengan helaan nafas panjang yang mengiringi gerakan tangannya itu. Sejenak, matanya tampak menatap ke arah ranjang yang sudah lama tidak pernah didiami oleh suaminya."Aku kangen kamu tidur di samping aku, Mas." Nayla tak munafik, hatinya terluka setelah beberapa bulan ini ia terus saja tidur di kamar sendirian. Hampa. Tak ada lagi suara candaan yang dilontarkan oleh sang suami sesaat sebelum waktu tidur Nayla. Tok! Tok! Suara ketukan pada pintu kamarnya pun seketika membuat lamunan Nayla buyar saat itu juga. Entah mengapa, senyuman kini mengembang begitu lebar di wajahnya. Ia yakin, pasti suaminya lah yang mengetuk pintu kamarnya itu. "Aku tau, dia pasti akan cemas dengan keadaan aku. Maafkan kejahilan istri kamu ini ya, Mas. Pengen diperhatiin sama kamu aja harus pake acara lama-lama in ke ruang makannya." Nayla terkekeh geli sendirian. Wajahnya tampak begitu sumringah tak sabar ingin melepas rasa rindunya pada sang suami. "Aku tau kamu pasti
Hari demi hari kian berlalu membuat kandungan wanita itu kian bertambah besar. Tak terasa, kini Citra sudah memasuki bulan di mana dirinya diperkirakan akan melahirkan. Dengan susah payah, Citra tampak berjalan merangkak hendak naik menuju ranjang tempat tidurnya. "Sayang! Kenapa enggak bilang aku dulu sih. Kamu ini kebiasaan banget apa-apa selalu milih lakuinnya sendirian." Tak lama setelah itu, Agus datang dengan raut wajah penuh memperhatikan sang istri. Ia tentunya merasa takut dengan keadaan Citra yang sekarang sudah sangat rawan. Sebisa mungkin Agus terus berada di sisi wanita itu, tidak pernah membiarkan untuk wanita itu melakukan sesuatu tanpa sepengetahuan dirinya. Bahkan untuk ke kamar mandi pun, pria itu juga ikut ke dalam. Awalnya Citra menolak karena malu namun setelah mendapatkan wejangan dari Agus mengenai rasa khawatir pria itu membuat wanita itu mau tak mau mengiyakan saja. "Aku enggak apa-apa, Mas. Aku itu cuman hamil bukan sakit keras," canda Citra saat menemu