“Felix ...!” ringis Valency kesakitan, memberontak kecil dan berusaha melepaskan cengkraman Felix pada pergelangan tangannya yang sangat erat.
Tangan besar Felix berbanding terbalik dengan pergelangan tangan Valency yang kurus, membuat Valency kesusahan terlepas dari genggaman pria itu. Tenaga mereka tak sebanding.
“Dari mana saja hah?! Jangan berani bermain-main denganku, Lency! Kamu tahu sendiri akibatnya karena telah membuatku marah,” ancam Felix, matanya menggelap menatap Valency penuh amarah. Genggamannya semakin mengerat seiring dengan emosinya yang meledak-ledak.
“L-lepaskan tanganku, Lix.”
Ringisan kesakitan Valency membuat Felix tersadar jika yang dilakukannya adalah sebuah kesalahan. Sontak tangannya melepaskan cengkraman pada Valency, membuat Valency buru-buru menarik tangannya dan mengelus bekas kemerahan yang terlihat jelas melingkar.
‘Sial, jika tangannya terluka, dia tidak akan bisa aku manfaatkan mengerjakan desain lagi,’ batin Felix merutuki dirinya.
Felix kembali menatap nyalang Valency. “Kamu tahu apa yang sudah kamu lakukan?! Karenamu, perusahaanku hampir merugi dan kehilangan proyek besar!”
“Aku sibuk belajar beberapa hari ini,” dusta Valency.
Rahang Felix mengetat. “Apa belajarmu itu lebih penting daripada aku?” tanya Felix sewot. “Buku-bukumu itu bisa menunggu, tapi klienku tidak bisa menunggu!”
Kepala Valency terangkat, menatap Felix. “Aku baru saja menerima info lanjutan mengenai beasiswaku, aku harus mendapatkan nilai sempurna dalam tugas akhir nanti,” ucap Valency beralasan.
“Kamu terlalu banyak beralasan.”
Amarahnya tak kunjung mereda. Valency bisa melihat itu dari ekspresi Felix sekarang, mulutnya tak kunjung berhenti mengomel dan menyalahkannya, seolah Valency baru saja melakukan kesalahan fatal.
“Kamu tahu akibat dari perbuatannya kemarin?” tanya Felix, menyudutkan Valency yang sama sekali tak merasa gentar. “Klien pentingku marah besar, bahkan hampir membatalkan kerja sama kami karena belum menerima desain pesanannya hingga hari ini. Dan ini semua karena kesalahanmu!”
Valency mendengus pelan dalam hati kala mendengar semua omong kosong yang diucapkan oleh Felix.
‘Sejak kapan pekerjaan perusahaanmu menjadi tanggung jawabku? Aku bahkan tak mendapatkan sepeserpun dari keuntungan perusahaan ini!’ maki Valency dalam hati.
“Sudahlah, Lix. Tidak ada gunanya terus marah-marah seperti ini. Yang penting sekarang Lency sudah datang.”
Suara yang berasal dari sudut ruangan membuat Valency spontan menoleh, baru sadar jika Cecilia sejak tadi turut menonton drama yang dibuat oleh Felix.
Cecilia berdiri dan mendekati Valency, mengelus punggung Valency layaknya seorang sahabat yang sedang menenangkannya.
“Lain kali jangan melakukan hal seperti itu lagi, Lency. Kasihan Felix terus berusaha menghubungimu sejak kemarin,” ucap Cecilia.
Kening Valency mengernyit bingung sebentar, mempertanyakan kenapa Cecilia tampak begitu tenang bertemu dengannya. Apa gadis itu tidak sadar Valency telah keluar dari asrama?
Detik itu juga, Valency mengetahui jawabannya.
Cecilia pasti belum sempat pulang ke asrama dan terus bermalam di tempat Felix!
“Kamu akan mengerjakannya sekarang kan, Lency?” tanya Cecilia dengan suara yang dibuat lembut dan penuh perhatian.
Valency kembali menatap Felix yang berdiri diam di belakang Cecilia. “Biar aku yang bicara dengan klienmu itu,”
Mata Felix dan Cecilia membesar.
“Apa? Tidak, tidak. Kamu tidak boleh bertemu dengannya!” tolak Felix cepat.
“Kenapa?” pancing Valency. “Bukankah bertemu dengan klien akan mempercepat proses pembuatan desain?”
“Tidak, bukan seperti itu. Hanya saja ... “ Felix mengulum bibirnya, terdiam sejenak. Otaknya bekerja keras mencari jawaban yang pas. “Hanya saja untuk apa kamu mau bertemu dengan klienku? Tugasmu hanya membuat desain saja, urusan lain biar aku yang urus.”
“Benar kata Felix. Jika kamu meminta bertemu bisa saja akan membuat klien bertambah marah karena pertemuan yang dadakan, dia orang yang sangat sibuk, bos perusahaan besar,” tambah Cecilia ikut membantu.
“Justru karena membuat desain adalah tugasku, maka aku ingin bertemu dengan klien secara langsung,” ucap Valency. “Aku ingin berdiskusi lebih banyak tentang desain yang mereka inginkan, bukankah itu lebih baik?”
Senyum tipis tersungging di wajah Valency. Dirinya sudah tahu kenapa Felix dan Cecilia bersikeras menghalanginya bertemu klien.
Tentu saja karena kedua orang itu akan mengenalkan desainnya sebagai desain milik Cecilia!
“Tidak perlu. Kami sudah mencatat detail permintaan mereka dan kamu hanya tinggal membuat desainnya saja.” Felix kembali menolak mentah-mentah permintaan Valency. “Jangan buang-buang waktu lagi dan kerjakan secepatnya, oke Lency?”
Felix ingin mengambil tangan Valency dan mengelusnya, tetapi dengan cepat Valency menghindar dan berjalan mendekati meja kerja Felix. “Baiklah. Mana catatannya? Akan lebih baik jika aku mulai membuat desainnya sekarang.”
Valency mengintip dari sudut matanya, bisa menangkap interaksi Felix dan Cecilia yang saling melempar senyum senang mendengar ucapannya, membuat Valency mendengus. Dia menduduki kursi kerja Felix dan mulai mengerjakan desain sesuai dengan catatan yang diberikan Cecilia dengan santai, tak ingin memberikan desain terbaiknya seperti dulu.
Berkat kecerdasan otaknya yang kreatif, satu desain kecil menjadi hal yang mudah bagi Valency. Dalam hitungan jam saja dia telah menyelesaikan desain buatannya, yang bahkan biasanya diselesaikan beberapa hari oleh desainer lain.
“Ini,” pungkasnya. Valency menyerahkan hasil desainnya kepada Felix. “Semua catatan untuk detail pengerjaannya juga ada di sini.”
Felix yang memeriksa hasil kerja Valency, lalu menganggukkan kepala puas. “Desain milikmu memang yang terbaik, Sayang!” puji Felix sembari mengusap kepala Valency dengan senyum lebar. Dia merasa sangat senang karena sebentar lagi pasti akan mendapat bayaran hasil dari proyek ini.
Valency yang dipuji hanya memasang senyum palsu. Biasanya pujian Felix akan sangat membuatnya kesenangan sendiri, tetapi kini pujian itu tak lagi berarti apa-apa untuknya. Valency merasa hambar dan malah muak.
Saat menoleh ke arah lain, matanya tak sengaja melihat raut kesal Cecilia.
Apa wanita itu cemburu padanya?
Valency tertawa dalam hati.
Apa Cecilia bahkan pantas untuk cemburu ketika dialah kekasih gelap Felix yang sebenarnya?
“Lia,” panggil Valency tiba-tiba, menyentak Cecilia yang merengut diam-diam.
“Y-ya?”
“Kapan kamu akan mengembalikan buku desainku?” tanya Valency. “Aku membutuhkannya untuk tugas akhirku.”
Cecilia menjadi gelagapan sendiri. “I-itu ... aku tidak bisa mengembalikannya sekarang. Aku masih membutuhkannya. Bagaimana kalau kukembalikan minggu depan?” tawar Cecilia.
“Aku sangat membutuhkannya, bagaimana jika kamu mengembalikannya lusa?” ucap Valency sedikit memaksa.
Cecilia mendekati Valency dan memegang tangannya, matanya menatap memohon pada Valency.
“Ayolah Lency, aku juga sangat membutuhkannya untuk tugasku hingga minggu depan. Kita kan sahabat, jadi tolong bantu sahabatmu ini ya?” rengek Cecilia dengan nada manja, tangannya menggoyang-goyangkan tangan Valency.
Valency menahan amarah yang menggebu di dadanya. Tugas katanya? Jelas-jelas Cecilia ingin menggunakan informasi dalam buku itu untuk lomba nanti!? Apa wanita itu menganggap Valency bodoh!?
“Ayolah Lency, tugasku sudah hampir selesai, sisa sedikit lagi. Boleh kan?” rengek Cecilia membujuk.
Dengan terus merapal doa agar sabar, Valency pun berkata, “Baiklah, tapi kembalikan segera setelah itu,” putusnya.
Keputusan Valency membuat Cecilia bersorak kegirangan dan langsung memeluknya. Namun itu hanya berlangsung singkat, karena Valency langsung melepaskan pelukan mereka.
“Karena semua tugasku di sini sudah selesai, aku pergi dulu. Aku harus menyelesaikan sebuah desain yang akan aku ikutkan dalam lomba kecil,” pamit Valency.
“Oke, oke. Hati-hati di jalan,” ucap Felix hambar. Sama sekali tidak peduli dengan Valency setelah mendapatkan yang diinginkan.
Sedangkan Cecilia, wanita itu sudah kembali sibuk dengan ponselnya.
Dalam diam, Valency meninggalkan ruangan itu. Dari celah pintu yang belum sepenuhnya tertutup, pandangan cerah wanita itu seketika berubah menjadi sangat gelap, seakan siap menyingkirkan dua orang yang tengah tertawa di dalam ruangan tersebut.
**
Tidak terasa, hari lomba pun tiba. Banyak orang-orang di bidang desain perhiasan datang untuk menghadiri acara tersebut, termasuk Valency yang baru saja turun dari mobil.
Bisa Valency lihat ada banyak wartawan yang meliput acara tersebut. Apalagi perlombaan kali ini mengundang banyak orang-orang penting sebagai juri maupun tamu kehormatan.
Dengan gaun berwarna biru tua yang melekat dengan indah di tubuh rampingnya, kehadiran Valency menarik perhatian beberapa awak media. Mereka dibuat saling bertanya-tanya karena penampilannya yang menakjubkan.
Valency menarik napas lebih dulu, menormalkan kegugupannya karena sudah lama tidak menghadiri acara seramai ini sebelumnya. ‘Tenang, Valency … kamu pasti bisa.’ Dia mencoba menghibur dirinya sendiri.
Seiring dirinya berjalan dengan percaya diri memasuki aula tempat perlombaan, matanya menyapu setiap sisi aula perlombaan, seakan mencari sesuatu. Hingga akhirnya, pandangan Valency terhenti di area khusus para juri.
Sosok tegap dan tampan dalam balutan jas formal itu sangat menarik perhatiannya.
‘Jay …,’ panggil Valency dalam hati.
Tanpa ragu, Valency berjalan mendekati pria tersebut. Namun, semakin jarak antara dirinya dan Jayden terkikis, semakin keruh ekspresi yang ditunjukkan Valency.
Pria yang sedang diajak bicara serius oleh Jayden … bukankah itu … bukankah itu Felix?!
Mata Valency membesar, dia langsung menatap Felix dan Jayden bergantian.
Bagaimana … bagaimana dua pria itu mengenal satu sama lain!?
**
∑(; °Д°) WAH WAH, KEK MANA ITU DUA PRIA KENAL SATU SAMA LAIN? Maksudnya apa yaaa?! Terima kasih untuk kalian yang sudah baca sampai akhir! Kalau kalian suka karya ini, jangan lupa untuk berikan like, vote, dan comment yaa! Biar author tahu tanggapan kalian terhadap karya ini, terima kasih! Buka koinnya ayok untuk menyokong hidup author dan kelanjutan cerita ini (✿◦’ᴗ˘◦)♡ Jangan bilang sudah pakai pulsa, itu untung pulsa ke operator, bukan ke author :") beda walau belakangnya sama-sama 'tor'. Demi sesuap nasi buat authornya ya ges yaaa, muah!
‘Mungkinkah … mungkinkah Jayden telah mengenal dekat Felix dan mereka sebenarnya bekerja sama untuk menjebakku?!’ Sesaat berpikir, Valency berujung menggelengkan kepalanya. Seharusnya tidak demikian. Seorang Jayden Spencer mati-matian ingin menjebaknya sampai menjadikan status pernikahannya sebagai permainan? Kenapa? Atas dasar apa? Ada dendam apa di antara mereka? Hanya untuk membantu Felix? Seharusnya Jayden tidak sedermawan itu, bukan? Namun, satu ucapan sang ibunda di masa lalu membuat Valency waspada. ‘Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, Valey.’ Menepiskan semua itu dan berusaha tegar, Valency kembali berjalan menghampiri kedua pria tersebut. Sementara itu, Felix yang sedang sibuk mengobrol dengan Jayden tak sengaja menangkap sosok perempuan dengan pakaian yang cukup mencolok, sangat indah dan menarik perhatiannya di antara ratusan tamu lainnya. Tanpa sadar dia terpaku di tempat, tak menjawab pertanyaan yang dilayangkan Jayden. Matanya seakan dikunci melihat pada
Pertanyaan yang dilayangkan Valency dengan cukup lantang dan nada dipenuhi amarah berhasil mengundang perhatian dari sejumlah tamu. Sebagian besar dari mereka menghentikan kegiatan dan berlomba-lomba untuk melihat apa yang terjadi. Bisikan-bisikan cemoohan mulai terdengar dari para tamu. Ada yang menatap jijik pada Felix dan Cecilia, ada pula yang menatap kasihan pada Valency. “Bukankah itu putri tunggal dari keluarga Owen, Cecilia Owen? Apa dia berselingkuh dengan kekasih orang lain sampai membuat gadis itu terlihat sangat marah?” “Astaga, mereka memalukan sekali! Bagaimana bisa mereka menodai acara yang penting ini?” Celetukan-celetukan pedas penuh hinaan membuat Felix tak mampu lagi mengangkat wajah, dia hanya menunduk dengan wajah memerah malu sekaligus marah karena perbuatan Valency membuat mereka disudutkan. Tak jauh dari tempat mereka, ada sepasang mata yang tak mengalihkan pandangannya sejak tadi, menonton drama yang sedang berlangsung. Jayden duduk di kursinya denga
“Baiklah tamu undangan kami yang terhormat, sebentar lagi kami akan menampilkan karya-karya jenius dan luar biasa milik para peserta kami. Saksikanlah dan berikan penilaian kalian!” Suara pembawa acara membuat perasaan marah dan dongkol Felix tergantikan dengan perasaan panik. Apalagi karena peserta pertama telah dipanggil naik untuk mempresentasikan karya mereka. “Bagaimana ini ... sebentar lagi giliran kita dan di depan sana ada Lency yang menonton,” gumam Cecilia panik. “Dia bisa saja kembali membuat keributan saat melihat karya kita dan membuat kita bertambah malu. Aku tidak ingin kembali dicemooh orang-orang, Lix!” Felix menggelengkan kepala. “Tidak, Valency bukan orang yang seperti itu.” Dia menambahkan, “Paling dia hanya akan menggerutu setelah lomba selesai.” Cecilia mendelik kesal. “Oh wow. Sepertinya kamu sangat mengenal kekasihmu itu, ya? Apa jaminannya dia tidak akan membuat kita malu lagi di hadapan tamu penting lainnya? Reputasi keluargaku akan benar-benar hancur ka
Pertanyaan sang Juri membuat Cecilia mematung dengan mata membulat. Jantungnya berdebar keras karena informasi mengejutkan itu. “T-tidak! Ini pasti sebuah kesalahan!” “Kesalahan? Apa secara tak langsung kamu mengatakan kalau Diamant Corp yang telah menyontek desain yang baru saja kamu buat?” sergah sang juri sedikit sarkas. Batin Cecilia berteriak tak setuju, desain yang Cecilia pakai itu milik Valency, jadi dia yakin desain itu asli, bukan dari Diamant Corp! Oleh karena itu, jelas asal-usul desain milik Diamant Corp yang bermasalah! Namun, tidak mungkin ‘kan Cecilia menuduh Diamant Corp secara terang-terangan, perusahaan terkenal dan sebesar itu, sebagai pencuri desain asli yang dibuat oleh Valency!? Siapa yang akan percaya?! Apalagi di hadapannya sekarang juga berdiri direktur utamanya. Cecilia menggigit bibir. “Aku tidak tahu bagaimana Diamant Corp bisa membuat desain yang sama dengan milikku, tapi yang jelas desain di tanganku ini asli dan bukan hasil mencontek.” Cecilia
“Perlu kalian semua ingat bahwa Diamant Corp tidak akan pernah mengeluarkan desain tanpa pengecekan yang detail, bahkan satu desain saja memerlukan persiapan hampir satu tahun untuk diluncurkan. Ke depannya pastikan asumsimu tidak membuatmu tampak seperti orang bodoh.” Di saat ini, Jayden melemparkan sebuah tatapan ke arah Felix. Dia tidak mengatakan apa pun, tapi Felix bisa membaca makna tatapan itu. ‘Kamu mengecewakanku.’ Hal tersebut membuat Felix langsung mengepalkan tangannya. Usai mengatakan hal tersebut Jayden langsung meninggalkan ruang perlombaan, membuat orang-orang semakin kebingungan dan bertanya-tanya. Ucapannya terlalu ambigu. “Jadi bagaimana keputusannya? Siapa yang mencontek siapa sekarang?” Pertanyaan yang diluncurkan salah satu tamu membuat ruangan seketika ricuh dan saling melempar jawaban berdasarkan asumsi masing-masing. “Bukankah perginya Tuan Spencer dapat diartikan bahwa desain Tuan Smith dan Nona Owen lah yang bermasalah?” celetuk tamu lainnya yang
Felix menggeram kesal menatap tajam pada Valency. “Kami telah memberikan buktinya pada dewan juri, jadi untuk apa menyuruh Lia menjelaskan lagi?” ucap Felix. Alis Valency terangkat naik menatap Felix, tertawa kecil di dalam hati melihat Felix mati-matian membela Cecilia yang telah mati kutu saking terkejutnya. “Dan lagi, ada apa denganmu? Lia adalah sahabat baikmu, mengapa sekarang kamu malah memojokkannya seperti ini? Sahabat macam apa dirimu?!” sambung Felix, menyalahkan dan berusaha menyerang balik Valency. Tak peduli lagi dengan status Valency yang masih sebagai kekasihnya, jelas-jelas Valency telah duluan melayangkan bendera perang pada mereka! Dia harus membalas Valency untuk mempertahankan reputasi dan harga dirinya. Semuanya berada di ujung tanduk sekarang. Cecilia yang mendengar pembelaan Felix ikut memasang wajah sedih seolah-olah Valency telah mengkhianati dirinya. “Felix benar. Kenapa kamu seperti menyalahkanku? Harusnya kamu mendukungku. Apa kamu masih marah karen
Ketegangan di ruang lomba membuat sejumlah tamu mulai mengeluarkan ponsel mereka untuk merekam. Hal itu membuat wajah Cecilia dan Felix menjadi semakin buruk. “Lix, kita harus selesaikan ini secepatnya!” desis Cecilia. “Kalau hal ini tersebar dan keluargaku melihatnya, maka akan sangat kacau!” Felix terdiam. Tidak perlu Cecilia ingatkan, dia juga tahu! Akan tetapi, ini semua terasa sangat aneh dan membuatnya menaikkan kewaspadaan. Felix melirik Valency. Seorang gadis tanpa latar belakang yang kuat maupun jelas, berani sekali dia berdiri sendiri untuk memperjuangkan hak karyanya. Tidak. Bukan keberanian Valency yang paling aneh bagi Felix, melainkan gerak-gerik panitia lomba! Kenapa tidak ada satu pun yang menyingkirkan Valency padahal dia sudah mengacaukan lomba sejauh ini!? ‘Aneh, ada yang aneh!’ seru Felix dalam hati. Dia pun melirik kepada sang juri pria, memberikan kode untuk menyelesaikan semuanya dengan lebih cepat! Akhirnya, sang juri pria pun maju dan berkata, “Sejak t
Felix mematung di tempat saking terkejutnya dengan perkenalan Valency yang sangat berani. ‘Dia … bekerja sama dengan Diamant Corp?’ Pria itu pun mengingat sosok Jayden. ‘Jadi … orang yang mendukungnya adalah ….’ Belum sempat Felix menyelesaikan percakapan batinnya, sebuah suara tawa menginterupsi, memecahkan keheningan dan mengalihkan perhatian semua orang. Itu adalah suara tawa sang juri pria. “Nona, pengakuanmu sungguh lucu,” ucapnya dengan nada mengejek, membuat Valency mengerutkan dahi. “Kamu mengakui dirimu bekerja sama dengan Diamant Corp, baik … aku percaya saja. Akan tetapi, mengakui sketsa ini, rasanya sekarang jelas dirimu berbohong!” Tudingan itu membuat wajah Valency menggelap. “Apa …?” Sangat keras juri pria itu berusaha menahan tawa, dan dia pun berujar, “Kamu memanggil desain ini sebagai desain Everhart, tapi … desain yang diberikan oleh Nona Owen ini bernama Everheart.” Mendengar itu, keributan kembali terjadi. Namun, berbeda dari mereka yang memandang rendah Valen
"Kecelakaan itu. Jangan bilang ... kalau ada hubungannya dengan adikmu?"Poin pertama. Lalu Verena menggali lagi ingatannya yang tidak terlalu jauh, tentang ucapan Keith sebelum ini.Adik tirinya itu kesal karena Verena tidak bisa dihubungi. Namun, kalimatnya menunjukkan bahwa pertengkaran dengan Kimberly karena provokasi Verena adalah sebuah kelanjutan dari kecelakaan beberapa waktu yang lalu.Ya. Verena tidak salah.Keith yang tidak menjawab pun sudah merupakan jawaban yang jelas untuk Verena."Begitu." Verena mengangguk. Sampai pada sebuah kesimpulan.Pantas saja. Mencari tersangka kasus tabrak lari seharusnya tidak sulit, apalagi untuk keluarga berkuasa seperti Miller. Namun, itu jika memang pelakunya orang biasa yang kedudukannya di bawah keluarga Miller.Apabila kedudukan pelaku setara dengan keluarga Miller atau lebih tinggi, hasilnya hanya akan ada dua; pihak Verena akan kesulitan mencari tersangka atau ia bisa menemukannya, tapi tidak bisa melakukan apa pun.Apakah itu berart
Ketika Verena sampai di rumah yang ia huni hanya dengan seorang asisten rumah tangga, rupanya Keith tengah menunggu di ruang tamu."Dari mana saja?" Pria itu bertanya. Keith kemudian berdiri dan menghampiri Verena.Ekspresi pria itu tampak kesal dan terusik, yang Verena duga karena Keith sudah menunggu lama di sana."Rumah Ashton. Kenapa?" tanya Verena kembali. "Kamu kapan datang?"Keith berdecak kesal. Bibirnya cemberut dengan sangat kentara, sama sekali tidak menyembunyikan perasaannya. "Ponselmu mati?" Adik tiri Verena itu kembali bertanya.Mendengar itu, Verena mengeluarkan ponselnya yang memang sudah tidak bisa dinyalakan."Ah, iya. Kamu menghubungiku?" Verena melangkah ke tengah ruang tamu. "Ada apa? Soal pekerjaan?"Tidak ada jawaban dari Keith sampai-sampai Verena harus kembali fokus pada sang adik itu."Kalau mau merajuk, jangan sekarang, Keith," ucap Verena.Selain dengan Ashton, hubungan Verena dan Keith bisa dibilang tidak buruk. Apalagi memang kadang mereka bertemu dan s
"Verena. Jawab aku. Apakah kamu tertarik pada pria itu?"Verena tertegun. Selain karena pertanyaan Ashton, ekspresi kakak sepupunya yang tampak serius itu membuatnya bertanya-tanya.Kenapa pria itu bertanya demikian?"Jangan mengada-ada, Ash." Verena akhirnya merespons, tanpa menjawab pertanyaan Ashton."Siapa yang mengada-ada?" sahut Ashton. "Aku hanya bertanya.""Kenapa bertanya seperti itu? Aku dan dia tidak ada apa-apa.""Bukan itu yang kutanyakan, Ve. Tapi apakah kamu tertarik pada Eric Gray itu."Verena cemberut. Kepalanya mendadak sakit sebelah.Ia baru saja lolos dari Eric yang suka mendebat dan membuatnya sakit kepala. Verena tidak mau interaksinya dengan Ashton juga menyusahkan dirinya seperti ini.Tapi merajuk hanya akan membuatnya seperti anak kecil. Sekalipun hubungan Verena dan Ashton sekarang sudah membaik, ia tidak mau dianggap remeh oleh kakak sepupunya itu.Apalagi dimanjakan.Karenanya, Verena akhirnya berkata, "Dibandingkan tertarik, aku lebih ke menjaga hubungan b
"Alamat ini...." Eric mengernyit membaca alamat itu. Selama beberapa saat ia terdiam, sebelum kemudian bertanya, "Rumahmu?" Pria itu mengenali alamat itu sebagai kawasan perumahan elit tidak jauh dari rumahnya. "Apakah itu penting?" Verena justru balik bertanya. Eric berdecak pelan. "Kenapa kamu sulit sekali langsung menjawab pertanyaanku, hm?" katanya. "Apakah kamu suka sekali berdebat denganku?" Verena memutar bola matanya. "Itu kediaman asistenku." Wanita itu akhirnya menjawab. "Oh. Pria itu?" "Hm." "Ada urusan apa?" "Lebih baik kamu mulai menjalankan mobilnya sebelum kutendang keluar, Eric Gray." Nada suara Verena sudah mulai terdengar kesal, tidak lagi datar. Dan itu membuat Eric terkekeh. Memancing reaksi wanita ini selalu menyenangkan. Dengan sigap, ia menjalankan mobilnya sesuai rute yang disarankan oleh GPS. Obrolan di dalam mobil tidak sepenuhnya berlangsung dua arah karena Verena selalu menjawab dengan singkat, seperti memang sengaja memutus pemb
"Kenapa kamu selalu memaksa?""Karena kamu selalu kabur, Verena.""Itu berarti aku tidak nyaman, Eric Gray. Apakah untuk hal yang seperti ini saja, aku harus mengatakannya keras-keras?"Pada akhirnya, Verena mengatakan itu karena tidak punya alasan lain untuk menolak.Eric terdiam menatapnya. Sorot mata biru itu entah kenapa mengingatkan Verena pada pagi ketika pria itu melamarnya mendadak.Verena jadi merasa seperti ia telah melukai seekor anak anjing lucu yang tidak bersalah."Maksudku--"Akan tetapi, sebelum Verena meralat atau melembutkan maksud ucapannya, sorot mata terluka itu kembali berubah tajam."Bukankah seharusnya kamu tahu, bahwa satu kali penolakan itu membuatku berusaha lebih keras untuk mendapatkan apa yang kumau?" Eric berkata. "Masa aku harus mengatakan ini keras-keras, Nona Miller?"Verena mendengus. "Ya sudah, usaha saja besok. Hari ini cukup, biarkan aku sendiri.""Oh?" Eric tertawa kecil, lalu mengangkat tangannya. Seperti akan menyerah."Lalu bagaimana dengan pe
"Mau ke mana kamu!? Kembali ke sini, Verena! Hadapi aku!"Verena berpikir bahwa itu adalah ocehan biasa atau sekadar gertakan kosong dari adik tirinya. Menganggap bahwa Kimberly akhirnya gila karena dibakar cemburu buta.Ia sama sekali tidak menyangka kalau setelahnya, Eric Gray akan bergerak cepat menarik tubuh Verena dan membawanya beberapa jengkal lebih jauh sebelum kemudian terdengar suara pecahan kaca beradu dengan lantai, tak jauh darinya."Astaga, Kimberly!""Eric! Kamu baik-baik saja!?"Teriakan dari dua wanita paruh baya di sana terdengar hampir bersamaaan.Sementara itu, pandangan Verena terjatuh pada pecahan kaca tak jauh darinya. Ada beberapa yang kemudian terlempar dan menggores sisi kakinya yang tidak tertutup sepatu.Jika saja Eric tidak menolongnya, lemparan gelas itu pasti mengenai kepala Verena.Ah, iya, Eric--"Perempuan gila," bisik Eric, yang bisa didengar Verena dengan jelas.Nyaris saja ia berpikir kalau sebutan itu tertuju padanya. Apalagi karena kedua tangan E
"Apakah itu mengubah kenyataan bahwa wanita itu adalah putri Tuan Aster Miller?"Semuanya terdiam dengan ucapan Eric Gray."Eric." Beatrice Gray menghela napas. Hatinya merasa dongkol karena ini jauh dari rencananya. Ia tidak ingin keponakan tampannya yang menjanjikan ini harus terjebak dengan putri tiri sahabatnya yang tidak ia sukai. "Jangan mengada-ada. Kita di sini--""Untuk mempererat hubungan dua keluarga, bukan, Bibi? Aku paham." Eric mengangguk. itu kemudian menoleh pada Verena."Duduklah. Ini ada kaitannya denganmu," ucap Eric setelahnya. Menyadarkan Verena.Wanita itu baru saja mencatat dalam kepalanya kalau kegilaan Eric Gray sudah naik satu tingkat."Aku ada urusan lain." Kali ini, ucapan Verena tidak terdengar formal seperti tadi. "Silakan lanjutkan makan malamnya. Aku permisi.""Kamu yakin?" Eric kembali berkata. "Apa pun keputusan yang kuambil, kamu setuju?"Verena tertawa kecil. "Eric," balasnya. "Buka matamu. Di sini, aku sependapat dengan semua orang kecuali kamu."
"Makan malamlah denganku sebelum kamu pulang."Kalimat dari sang ayah itu lebih terdengar seperti titah bagi Verena, alih-alih ajakan atau ungkapan keinginan.Meski begitu, Verena tidak ragu untuk menolak."Saya lebih nyaman makan di rumah.""Ini rumahmu juga."Verena diam sejenak, mengatur kata-kata yang ingin langsung keluar dari bibirnya agar terdengar lebih sopan.Tapi gagal.Pada akhirnya, wanita itu tetap berkata, "Saya tidak merasa demikian."Untungnya, Aster Miller tidak lagi melarang ataupun meminta aneh-aneh pada Verena selain makan malam. Pria itu hanya menyampaikan bahwa kondisi Ashton sudah membaik, jika Verena belum tahu. Dan pria itu sudah bisa kembali bekerja minggu depan.Setelah itu, sang ayah melanjutkan jika mereka harus makan bertiga saat Ashton sudah kembali bertugas. Kali ini, Aster dengan jelas menggunakan alasan pekerjaan.Sepertinya keinginan Aster Miller untuk membuat Verena makan dengannya sangat kuat.Jika saja Verena tahu, mungkin Verena akan menyanggupin
"Balas pesanku." Setelah terdiam beberapa saat, Verena lebih memilih untuk bereaksi biasa."Selamat malam, Tuan Gray. Saya tidak menyangka akan bertemu Anda di sini," ucap Verena sembari tersenyum sopan.Ia sama sekali tidak menyinggung perihal pesan teks ataupun rumah sakit ataupun malan malam bersama tempo hari.Sementara itu, Eric menatapnya dalam diam. Manik birunya bergerak memindai wajah Verena dengan saksama.Masih ada plester luka kecil di sudut pelipisnya. Namun, selain itu, wanita keras kepala di hadapannya tampak baik-baik saja."Aku sendiri terkejut kamu ada di sini," balas Eric kemudian. Perhatiannya tertuju lurus pada Verena tanpa menggubris keberadaan bibi dan keluarga tiri Verena. "Tapi, ini merupakan kejutan yang menyenangkan."Verena menanggapinya dengan sopan sebelum undur diri."Mohon maaf, Tuan Miller sudah menunggu. Permisi."Wanita itu melirik pada pandangan penuh permusuhan dari Olivia dan Kimberly, tapi tidak terlalu memusingkan ataupun membalasnya. Verena ha