Tidak bisa!°˖✧◝(⁰▿⁰)◜✧˖° Pisahkanlah dua manusia iblis itu!! Terima kasih untuk kalian yang sudah baca sampai akhir! Kalau kalian suka karya ini, jangan lupa untuk berikan like, vote, dan comment yaa! Biar author tahu tanggapan kalian terhadap karya ini, terima kasih!
“Baiklah tamu undangan kami yang terhormat, sebentar lagi kami akan menampilkan karya-karya jenius dan luar biasa milik para peserta kami. Saksikanlah dan berikan penilaian kalian!” Suara pembawa acara membuat perasaan marah dan dongkol Felix tergantikan dengan perasaan panik. Apalagi karena peserta pertama telah dipanggil naik untuk mempresentasikan karya mereka. “Bagaimana ini ... sebentar lagi giliran kita dan di depan sana ada Lency yang menonton,” gumam Cecilia panik. “Dia bisa saja kembali membuat keributan saat melihat karya kita dan membuat kita bertambah malu. Aku tidak ingin kembali dicemooh orang-orang, Lix!” Felix menggelengkan kepala. “Tidak, Valency bukan orang yang seperti itu.” Dia menambahkan, “Paling dia hanya akan menggerutu setelah lomba selesai.” Cecilia mendelik kesal. “Oh wow. Sepertinya kamu sangat mengenal kekasihmu itu, ya? Apa jaminannya dia tidak akan membuat kita malu lagi di hadapan tamu penting lainnya? Reputasi keluargaku akan benar-benar hancur ka
Pertanyaan sang Juri membuat Cecilia mematung dengan mata membulat. Jantungnya berdebar keras karena informasi mengejutkan itu. “T-tidak! Ini pasti sebuah kesalahan!” “Kesalahan? Apa secara tak langsung kamu mengatakan kalau Diamant Corp yang telah menyontek desain yang baru saja kamu buat?” sergah sang juri sedikit sarkas. Batin Cecilia berteriak tak setuju, desain yang Cecilia pakai itu milik Valency, jadi dia yakin desain itu asli, bukan dari Diamant Corp! Oleh karena itu, jelas asal-usul desain milik Diamant Corp yang bermasalah! Namun, tidak mungkin ‘kan Cecilia menuduh Diamant Corp secara terang-terangan, perusahaan terkenal dan sebesar itu, sebagai pencuri desain asli yang dibuat oleh Valency!? Siapa yang akan percaya?! Apalagi di hadapannya sekarang juga berdiri direktur utamanya. Cecilia menggigit bibir. “Aku tidak tahu bagaimana Diamant Corp bisa membuat desain yang sama dengan milikku, tapi yang jelas desain di tanganku ini asli dan bukan hasil mencontek.” Cecilia
“Perlu kalian semua ingat bahwa Diamant Corp tidak akan pernah mengeluarkan desain tanpa pengecekan yang detail, bahkan satu desain saja memerlukan persiapan hampir satu tahun untuk diluncurkan. Ke depannya pastikan asumsimu tidak membuatmu tampak seperti orang bodoh.” Di saat ini, Jayden melemparkan sebuah tatapan ke arah Felix. Dia tidak mengatakan apa pun, tapi Felix bisa membaca makna tatapan itu. ‘Kamu mengecewakanku.’ Hal tersebut membuat Felix langsung mengepalkan tangannya. Usai mengatakan hal tersebut Jayden langsung meninggalkan ruang perlombaan, membuat orang-orang semakin kebingungan dan bertanya-tanya. Ucapannya terlalu ambigu. “Jadi bagaimana keputusannya? Siapa yang mencontek siapa sekarang?” Pertanyaan yang diluncurkan salah satu tamu membuat ruangan seketika ricuh dan saling melempar jawaban berdasarkan asumsi masing-masing. “Bukankah perginya Tuan Spencer dapat diartikan bahwa desain Tuan Smith dan Nona Owen lah yang bermasalah?” celetuk tamu lainnya yang
Felix menggeram kesal menatap tajam pada Valency. “Kami telah memberikan buktinya pada dewan juri, jadi untuk apa menyuruh Lia menjelaskan lagi?” ucap Felix. Alis Valency terangkat naik menatap Felix, tertawa kecil di dalam hati melihat Felix mati-matian membela Cecilia yang telah mati kutu saking terkejutnya. “Dan lagi, ada apa denganmu? Lia adalah sahabat baikmu, mengapa sekarang kamu malah memojokkannya seperti ini? Sahabat macam apa dirimu?!” sambung Felix, menyalahkan dan berusaha menyerang balik Valency. Tak peduli lagi dengan status Valency yang masih sebagai kekasihnya, jelas-jelas Valency telah duluan melayangkan bendera perang pada mereka! Dia harus membalas Valency untuk mempertahankan reputasi dan harga dirinya. Semuanya berada di ujung tanduk sekarang. Cecilia yang mendengar pembelaan Felix ikut memasang wajah sedih seolah-olah Valency telah mengkhianati dirinya. “Felix benar. Kenapa kamu seperti menyalahkanku? Harusnya kamu mendukungku. Apa kamu masih marah karen
Ketegangan di ruang lomba membuat sejumlah tamu mulai mengeluarkan ponsel mereka untuk merekam. Hal itu membuat wajah Cecilia dan Felix menjadi semakin buruk. “Lix, kita harus selesaikan ini secepatnya!” desis Cecilia. “Kalau hal ini tersebar dan keluargaku melihatnya, maka akan sangat kacau!” Felix terdiam. Tidak perlu Cecilia ingatkan, dia juga tahu! Akan tetapi, ini semua terasa sangat aneh dan membuatnya menaikkan kewaspadaan. Felix melirik Valency. Seorang gadis tanpa latar belakang yang kuat maupun jelas, berani sekali dia berdiri sendiri untuk memperjuangkan hak karyanya. Tidak. Bukan keberanian Valency yang paling aneh bagi Felix, melainkan gerak-gerik panitia lomba! Kenapa tidak ada satu pun yang menyingkirkan Valency padahal dia sudah mengacaukan lomba sejauh ini!? ‘Aneh, ada yang aneh!’ seru Felix dalam hati. Dia pun melirik kepada sang juri pria, memberikan kode untuk menyelesaikan semuanya dengan lebih cepat! Akhirnya, sang juri pria pun maju dan berkata, “Sejak t
Felix mematung di tempat saking terkejutnya dengan perkenalan Valency yang sangat berani. ‘Dia … bekerja sama dengan Diamant Corp?’ Pria itu pun mengingat sosok Jayden. ‘Jadi … orang yang mendukungnya adalah ….’ Belum sempat Felix menyelesaikan percakapan batinnya, sebuah suara tawa menginterupsi, memecahkan keheningan dan mengalihkan perhatian semua orang. Itu adalah suara tawa sang juri pria. “Nona, pengakuanmu sungguh lucu,” ucapnya dengan nada mengejek, membuat Valency mengerutkan dahi. “Kamu mengakui dirimu bekerja sama dengan Diamant Corp, baik … aku percaya saja. Akan tetapi, mengakui sketsa ini, rasanya sekarang jelas dirimu berbohong!” Tudingan itu membuat wajah Valency menggelap. “Apa …?” Sangat keras juri pria itu berusaha menahan tawa, dan dia pun berujar, “Kamu memanggil desain ini sebagai desain Everhart, tapi … desain yang diberikan oleh Nona Owen ini bernama Everheart.” Mendengar itu, keributan kembali terjadi. Namun, berbeda dari mereka yang memandang rendah Valen
“A-aku … ah ….” Mendadak, tubuhnya terhuyung ke samping dan jatuh ke dalam pelukan Felix. “Cecilia!” Felix mengguncang tubuh gadis yang tampak tak sadarkan diri dalam pelukannya. “Panggilkan ambulans!” serunya dengan wajah khawatir. Semua orang panik, dan panitia pun langsung menelepon ambulans. Selagi menunggu, Felix menatap tajam pada Valency. “Valency! Jika terjadi sesuai pada Lia, kamu akan tahu akibatnya!” Valency mendengus geli. “Klise.” Komentar Valency membuat beberapa penonton yang mendengar terperangah, ingin tahu makna di balik ucapan itu. Dengan tangan terlipat, Valency membalas, “Ingat juga, Felix. Jika nanti dia sudah bangun dan masih bersikeras tidak mengakui perbuatannya, siap-siap bertemu denganku di ruang pengadilan!” Tubuh Cecilia menegang di balik aksi pura-pura pingsannya, tidak jauh berbeda dengan Felix yang juga terkejut. Usai melayangkan ancamannya yang berhasil menggetarkan nyali Felix dan Cecilia, Valency langsung berbalik dan meninggalkan aula
“Luangkan waktumu untukku malam ini,” ucap Jayden. Kedua mata Valency membulat, pikirannya sudah melayang dan memikirkan malam pertama yang telah mereka tunda untuk waktu yang cukup lama. Kepala Valency menunduk, lalu wajahnya agak merona. Dengan suara lirih, gadis itu berkata, “B-bukankah … ini terlalu cepat?” Valency tergagap-gagap karena gugup. “S-seingatku di perjanjian kita tidak ada pernyataan mengenai menghabiskan malam … bersama.” Sebelumnya, Valency telah membayangkan bagaimana jalannya malam panas bersama Jayden. Namun, ditanyakan langsung seperti ini membuat jantung Valency kembali berdebar, apa lagi dengan semua ‘kecelakaan’ kecil yang terjadi selama mereka tinggal bersama satu minggu ke belakang. Insiden Jayden keluar dari kamar mandi hanya dengan setengah handuk, mempertontonkan otot liatnya yang menggoda. Kecelakaan di mana Valency tidak bisa diam ketika tidur dan berakhir memeluk erat pria itu hingga pagi, merasakan kehangatan tubuhnya. Bahkan ada kejadian tid
"Kecelakaan itu. Jangan bilang ... kalau ada hubungannya dengan adikmu?"Poin pertama. Lalu Verena menggali lagi ingatannya yang tidak terlalu jauh, tentang ucapan Keith sebelum ini.Adik tirinya itu kesal karena Verena tidak bisa dihubungi. Namun, kalimatnya menunjukkan bahwa pertengkaran dengan Kimberly karena provokasi Verena adalah sebuah kelanjutan dari kecelakaan beberapa waktu yang lalu.Ya. Verena tidak salah.Keith yang tidak menjawab pun sudah merupakan jawaban yang jelas untuk Verena."Begitu." Verena mengangguk. Sampai pada sebuah kesimpulan.Pantas saja. Mencari tersangka kasus tabrak lari seharusnya tidak sulit, apalagi untuk keluarga berkuasa seperti Miller. Namun, itu jika memang pelakunya orang biasa yang kedudukannya di bawah keluarga Miller.Apabila kedudukan pelaku setara dengan keluarga Miller atau lebih tinggi, hasilnya hanya akan ada dua; pihak Verena akan kesulitan mencari tersangka atau ia bisa menemukannya, tapi tidak bisa melakukan apa pun.Apakah itu berart
Ketika Verena sampai di rumah yang ia huni hanya dengan seorang asisten rumah tangga, rupanya Keith tengah menunggu di ruang tamu."Dari mana saja?" Pria itu bertanya. Keith kemudian berdiri dan menghampiri Verena.Ekspresi pria itu tampak kesal dan terusik, yang Verena duga karena Keith sudah menunggu lama di sana."Rumah Ashton. Kenapa?" tanya Verena kembali. "Kamu kapan datang?"Keith berdecak kesal. Bibirnya cemberut dengan sangat kentara, sama sekali tidak menyembunyikan perasaannya. "Ponselmu mati?" Adik tiri Verena itu kembali bertanya.Mendengar itu, Verena mengeluarkan ponselnya yang memang sudah tidak bisa dinyalakan."Ah, iya. Kamu menghubungiku?" Verena melangkah ke tengah ruang tamu. "Ada apa? Soal pekerjaan?"Tidak ada jawaban dari Keith sampai-sampai Verena harus kembali fokus pada sang adik itu."Kalau mau merajuk, jangan sekarang, Keith," ucap Verena.Selain dengan Ashton, hubungan Verena dan Keith bisa dibilang tidak buruk. Apalagi memang kadang mereka bertemu dan s
"Verena. Jawab aku. Apakah kamu tertarik pada pria itu?"Verena tertegun. Selain karena pertanyaan Ashton, ekspresi kakak sepupunya yang tampak serius itu membuatnya bertanya-tanya.Kenapa pria itu bertanya demikian?"Jangan mengada-ada, Ash." Verena akhirnya merespons, tanpa menjawab pertanyaan Ashton."Siapa yang mengada-ada?" sahut Ashton. "Aku hanya bertanya.""Kenapa bertanya seperti itu? Aku dan dia tidak ada apa-apa.""Bukan itu yang kutanyakan, Ve. Tapi apakah kamu tertarik pada Eric Gray itu."Verena cemberut. Kepalanya mendadak sakit sebelah.Ia baru saja lolos dari Eric yang suka mendebat dan membuatnya sakit kepala. Verena tidak mau interaksinya dengan Ashton juga menyusahkan dirinya seperti ini.Tapi merajuk hanya akan membuatnya seperti anak kecil. Sekalipun hubungan Verena dan Ashton sekarang sudah membaik, ia tidak mau dianggap remeh oleh kakak sepupunya itu.Apalagi dimanjakan.Karenanya, Verena akhirnya berkata, "Dibandingkan tertarik, aku lebih ke menjaga hubungan b
"Alamat ini...." Eric mengernyit membaca alamat itu. Selama beberapa saat ia terdiam, sebelum kemudian bertanya, "Rumahmu?" Pria itu mengenali alamat itu sebagai kawasan perumahan elit tidak jauh dari rumahnya. "Apakah itu penting?" Verena justru balik bertanya. Eric berdecak pelan. "Kenapa kamu sulit sekali langsung menjawab pertanyaanku, hm?" katanya. "Apakah kamu suka sekali berdebat denganku?" Verena memutar bola matanya. "Itu kediaman asistenku." Wanita itu akhirnya menjawab. "Oh. Pria itu?" "Hm." "Ada urusan apa?" "Lebih baik kamu mulai menjalankan mobilnya sebelum kutendang keluar, Eric Gray." Nada suara Verena sudah mulai terdengar kesal, tidak lagi datar. Dan itu membuat Eric terkekeh. Memancing reaksi wanita ini selalu menyenangkan. Dengan sigap, ia menjalankan mobilnya sesuai rute yang disarankan oleh GPS. Obrolan di dalam mobil tidak sepenuhnya berlangsung dua arah karena Verena selalu menjawab dengan singkat, seperti memang sengaja memutus pemb
"Kenapa kamu selalu memaksa?""Karena kamu selalu kabur, Verena.""Itu berarti aku tidak nyaman, Eric Gray. Apakah untuk hal yang seperti ini saja, aku harus mengatakannya keras-keras?"Pada akhirnya, Verena mengatakan itu karena tidak punya alasan lain untuk menolak.Eric terdiam menatapnya. Sorot mata biru itu entah kenapa mengingatkan Verena pada pagi ketika pria itu melamarnya mendadak.Verena jadi merasa seperti ia telah melukai seekor anak anjing lucu yang tidak bersalah."Maksudku--"Akan tetapi, sebelum Verena meralat atau melembutkan maksud ucapannya, sorot mata terluka itu kembali berubah tajam."Bukankah seharusnya kamu tahu, bahwa satu kali penolakan itu membuatku berusaha lebih keras untuk mendapatkan apa yang kumau?" Eric berkata. "Masa aku harus mengatakan ini keras-keras, Nona Miller?"Verena mendengus. "Ya sudah, usaha saja besok. Hari ini cukup, biarkan aku sendiri.""Oh?" Eric tertawa kecil, lalu mengangkat tangannya. Seperti akan menyerah."Lalu bagaimana dengan pe
"Mau ke mana kamu!? Kembali ke sini, Verena! Hadapi aku!"Verena berpikir bahwa itu adalah ocehan biasa atau sekadar gertakan kosong dari adik tirinya. Menganggap bahwa Kimberly akhirnya gila karena dibakar cemburu buta.Ia sama sekali tidak menyangka kalau setelahnya, Eric Gray akan bergerak cepat menarik tubuh Verena dan membawanya beberapa jengkal lebih jauh sebelum kemudian terdengar suara pecahan kaca beradu dengan lantai, tak jauh darinya."Astaga, Kimberly!""Eric! Kamu baik-baik saja!?"Teriakan dari dua wanita paruh baya di sana terdengar hampir bersamaaan.Sementara itu, pandangan Verena terjatuh pada pecahan kaca tak jauh darinya. Ada beberapa yang kemudian terlempar dan menggores sisi kakinya yang tidak tertutup sepatu.Jika saja Eric tidak menolongnya, lemparan gelas itu pasti mengenai kepala Verena.Ah, iya, Eric--"Perempuan gila," bisik Eric, yang bisa didengar Verena dengan jelas.Nyaris saja ia berpikir kalau sebutan itu tertuju padanya. Apalagi karena kedua tangan E
"Apakah itu mengubah kenyataan bahwa wanita itu adalah putri Tuan Aster Miller?"Semuanya terdiam dengan ucapan Eric Gray."Eric." Beatrice Gray menghela napas. Hatinya merasa dongkol karena ini jauh dari rencananya. Ia tidak ingin keponakan tampannya yang menjanjikan ini harus terjebak dengan putri tiri sahabatnya yang tidak ia sukai. "Jangan mengada-ada. Kita di sini--""Untuk mempererat hubungan dua keluarga, bukan, Bibi? Aku paham." Eric mengangguk. itu kemudian menoleh pada Verena."Duduklah. Ini ada kaitannya denganmu," ucap Eric setelahnya. Menyadarkan Verena.Wanita itu baru saja mencatat dalam kepalanya kalau kegilaan Eric Gray sudah naik satu tingkat."Aku ada urusan lain." Kali ini, ucapan Verena tidak terdengar formal seperti tadi. "Silakan lanjutkan makan malamnya. Aku permisi.""Kamu yakin?" Eric kembali berkata. "Apa pun keputusan yang kuambil, kamu setuju?"Verena tertawa kecil. "Eric," balasnya. "Buka matamu. Di sini, aku sependapat dengan semua orang kecuali kamu."
"Makan malamlah denganku sebelum kamu pulang."Kalimat dari sang ayah itu lebih terdengar seperti titah bagi Verena, alih-alih ajakan atau ungkapan keinginan.Meski begitu, Verena tidak ragu untuk menolak."Saya lebih nyaman makan di rumah.""Ini rumahmu juga."Verena diam sejenak, mengatur kata-kata yang ingin langsung keluar dari bibirnya agar terdengar lebih sopan.Tapi gagal.Pada akhirnya, wanita itu tetap berkata, "Saya tidak merasa demikian."Untungnya, Aster Miller tidak lagi melarang ataupun meminta aneh-aneh pada Verena selain makan malam. Pria itu hanya menyampaikan bahwa kondisi Ashton sudah membaik, jika Verena belum tahu. Dan pria itu sudah bisa kembali bekerja minggu depan.Setelah itu, sang ayah melanjutkan jika mereka harus makan bertiga saat Ashton sudah kembali bertugas. Kali ini, Aster dengan jelas menggunakan alasan pekerjaan.Sepertinya keinginan Aster Miller untuk membuat Verena makan dengannya sangat kuat.Jika saja Verena tahu, mungkin Verena akan menyanggupin
"Balas pesanku." Setelah terdiam beberapa saat, Verena lebih memilih untuk bereaksi biasa."Selamat malam, Tuan Gray. Saya tidak menyangka akan bertemu Anda di sini," ucap Verena sembari tersenyum sopan.Ia sama sekali tidak menyinggung perihal pesan teks ataupun rumah sakit ataupun malan malam bersama tempo hari.Sementara itu, Eric menatapnya dalam diam. Manik birunya bergerak memindai wajah Verena dengan saksama.Masih ada plester luka kecil di sudut pelipisnya. Namun, selain itu, wanita keras kepala di hadapannya tampak baik-baik saja."Aku sendiri terkejut kamu ada di sini," balas Eric kemudian. Perhatiannya tertuju lurus pada Verena tanpa menggubris keberadaan bibi dan keluarga tiri Verena. "Tapi, ini merupakan kejutan yang menyenangkan."Verena menanggapinya dengan sopan sebelum undur diri."Mohon maaf, Tuan Miller sudah menunggu. Permisi."Wanita itu melirik pada pandangan penuh permusuhan dari Olivia dan Kimberly, tapi tidak terlalu memusingkan ataupun membalasnya. Verena ha