(͠≖ ͜ʖ͠≖)👌 semangat Lency, dikit lagi!
Felix mematung di tempat saking terkejutnya dengan perkenalan Valency yang sangat berani. ‘Dia … bekerja sama dengan Diamant Corp?’ Pria itu pun mengingat sosok Jayden. ‘Jadi … orang yang mendukungnya adalah ….’ Belum sempat Felix menyelesaikan percakapan batinnya, sebuah suara tawa menginterupsi, memecahkan keheningan dan mengalihkan perhatian semua orang. Itu adalah suara tawa sang juri pria. “Nona, pengakuanmu sungguh lucu,” ucapnya dengan nada mengejek, membuat Valency mengerutkan dahi. “Kamu mengakui dirimu bekerja sama dengan Diamant Corp, baik … aku percaya saja. Akan tetapi, mengakui sketsa ini, rasanya sekarang jelas dirimu berbohong!” Tudingan itu membuat wajah Valency menggelap. “Apa …?” Sangat keras juri pria itu berusaha menahan tawa, dan dia pun berujar, “Kamu memanggil desain ini sebagai desain Everhart, tapi … desain yang diberikan oleh Nona Owen ini bernama Everheart.” Mendengar itu, keributan kembali terjadi. Namun, berbeda dari mereka yang memandang rendah Valen
“A-aku … ah ….” Mendadak, tubuhnya terhuyung ke samping dan jatuh ke dalam pelukan Felix. “Cecilia!” Felix mengguncang tubuh gadis yang tampak tak sadarkan diri dalam pelukannya. “Panggilkan ambulans!” serunya dengan wajah khawatir. Semua orang panik, dan panitia pun langsung menelepon ambulans. Selagi menunggu, Felix menatap tajam pada Valency. “Valency! Jika terjadi sesuai pada Lia, kamu akan tahu akibatnya!” Valency mendengus geli. “Klise.” Komentar Valency membuat beberapa penonton yang mendengar terperangah, ingin tahu makna di balik ucapan itu. Dengan tangan terlipat, Valency membalas, “Ingat juga, Felix. Jika nanti dia sudah bangun dan masih bersikeras tidak mengakui perbuatannya, siap-siap bertemu denganku di ruang pengadilan!” Tubuh Cecilia menegang di balik aksi pura-pura pingsannya, tidak jauh berbeda dengan Felix yang juga terkejut. Usai melayangkan ancamannya yang berhasil menggetarkan nyali Felix dan Cecilia, Valency langsung berbalik dan meninggalkan aula
“Luangkan waktumu untukku malam ini,” ucap Jayden. Kedua mata Valency membulat, pikirannya sudah melayang dan memikirkan malam pertama yang telah mereka tunda untuk waktu yang cukup lama. Kepala Valency menunduk, lalu wajahnya agak merona. Dengan suara lirih, gadis itu berkata, “B-bukankah … ini terlalu cepat?” Valency tergagap-gagap karena gugup. “S-seingatku di perjanjian kita tidak ada pernyataan mengenai menghabiskan malam … bersama.” Sebelumnya, Valency telah membayangkan bagaimana jalannya malam panas bersama Jayden. Namun, ditanyakan langsung seperti ini membuat jantung Valency kembali berdebar, apa lagi dengan semua ‘kecelakaan’ kecil yang terjadi selama mereka tinggal bersama satu minggu ke belakang. Insiden Jayden keluar dari kamar mandi hanya dengan setengah handuk, mempertontonkan otot liatnya yang menggoda. Kecelakaan di mana Valency tidak bisa diam ketika tidur dan berakhir memeluk erat pria itu hingga pagi, merasakan kehangatan tubuhnya. Bahkan ada kejadian tid
Pertanyaan Jayden membuat Valency terbengong. Manik gadis itu terpaku pada wajah tampan pria tersebut. Seketika, wajah Valency merona seperti kepiting rebus. “K-kamu salah paham! Aku tidak sedang menggoda, aku hanya sedang ….” Tidak sempat Valency menyelesaikan kalimatnya, ucapannya terpaksa berhenti karena tawa lantang dari pria di hadapan. “Ha ha ha!” Tawa lepas dari sosok jayden membuat bukan hanya Valency yang melihat, melainkan para pelayan kediaman yang mendengar terkejut. “A-apa aku tidak salah dengar? Ini tawa Tuan Jayden, ‘kan!?” Seorang pelayan memekik kaget. Pelayan yang lain di lantai bawah mencoba mengintip ke lantai atas. “Iya! Ini jelas suara Tuan Jayden!” “Astaga, lima tahun bekerja, ini pertama kalinya aku dengar Tuan Jayden tertawa!” “Memang Nyonya kita spesial ….” Komentar demi komentar terlontar dari para pelayan yang berada di lantai bawah. Di sisi lain, Valency yang berada di hadapan Jayden sedang terpana. Wajah tampan pria yang biasanya dingin itu sek
“Siapa wanita itu?” “Dia cantik.” “Mungkinkah dia anak pejabat atau konglomerat baru?” Pertanyaan demi pertanyaan bisa Valency dengar terlontar dari mulut tamu-tamu sekitar. Hal tersebut membuatnya meneguk ludah. Mereka semua seperti elang menatap mangsa! “Jangan hiraukan mereka,” bisik Jayden seraya menggenggam tangan Valency dengan sedikit lebih kuat, berupaya memberikan rasa aman. Valency hanya tersenyum tipis dan kembali fokus ke depan. Dia bisa melihat bagaimana semua orang secara otomatis memberi dirinya dan Jayden jalan, Menunjukkan bahwa Jayden sangat dihormati di keluarga Spencer. Bagaimana tidak? Walau dirinya berasal dari keluarga besar dan kaya yang menguasai hampir seluruh bisnis di negara Evermore, tapi Jayden masih lebih memilih membangun Diamant Corp tanpa bantuan Spencer Group sama sekali, dan dia berhasil menguasai bisnis perhiasan Evermore sendiri! Hal itu adalah suatu hal yang membuatnya pantas dihormati sanak saudara yang lain! Sesampainya di tengah ruang
Tawa Richard terdengar sangat renyah dan puas menertawakan Valency dan Jayden. Bisikan-bisikan dari anggota keluarga yang lain pun juga ikut terdengar merendahkan Valency. Ada yang berkata wanita itu tak pantas berada di kediaman Spencer, dan ada juga yang bilang dirinya tak layak bersanding di sisi Jayden. Hanya Cleo dan Alex yang terdiam mengamati perkembangan adegan. “Jayden, jika kamu meminta bantuanku, aku pasti akan mencarikan wanita yang setara untukmu, bagaimana bisa kamu mencemari keluarga Spencer dengan membawa wanita dari kalangan rendah seperti ini?” ucap Richard lagi. Rahang Jayden seketika mengetat, matanya menggelap dan menatap dingin pada Richard. “Daripada mengurusi wanitaku, bagaimana jika kamu mengurusi istrimu lebih dulu?” Ucapan itu membuat Richard mengerutkan kening, tampak kesal. “Apa katamu?” Jayden tampak tenang dan lanjut berkata, “Bukankah istrimu baru saja terciduk oleh wartawan karena jalan dengan aktor muda?” Balasan itu berhasil membungkam Richar
*Beberapa saat lalu* Cecilia dan Felix kini berada di dalam mobil menuju kediaman keluarga Spencer untuk menghadiri acara ulang tahun sang tetua Spencer. Sepanjang perjalanan Cecilia terus berdecak sebal dan menyalahkan Felix yang memaksanya untuk ikut. “Ck, sudah kubilang untuk jangan menjemputku. Aku tidak ingin pergi ke pesta keluargamu! Sudah cukup aku ditegur oleh keluargaku atas kejadian tadi pagi, aku tidak ingin lagi mendengar keluargamu mempermalukanku,” decak Cecilia kesal. “Di situasi seperti ini, kita harus pandai memanfaatkan situasi. Kita harus meminta bantuan pada ayahku, dia memiliki kekuasaan yang lebih besar untuk membantu kita keluar dari masalah ini,” ucap Felix, menoleh sebentar di tengah-tengah kegiatan menyetirnya. “Membantu?” Cecilia tertawa kecil. “Pria dingin itu tidak akan mungkin mau! Tidak diusir dari pesta saja nanti sudah bersyukur,” ucap Cecilia pesimis. “Lagi pula mengatakan kalau Valency salah sama artinya dengan menyalahkan Diamant Corp juga, kam
‘Apa?! Bagaimana bisa ... Felix adalah anak Jayden?’ Tubuh Valency menegang, bahkan dia melupakan cara untuk bernapas saking terkejutnya. Dia memundurkan tubuhnya, menjauh secara otomatis dari Jayden. Namun, Jayden yang menyadari hal itu langsung menggenggam tangan Valency dan menatap tajam pada Felix. “Di mana etikamu dalam berbicara? Apa seperti ini cara berbicara seorang Spencer?” tegur Jayden. Felix tertegun, nyalinya seketika menciut melihat tatapan tajam sang ayah. Sudah lama sejak terakhir kali dia berinteraksi dengan Jayden sebagai keluarga. Lagi pula, selama ini Jayden tinggal terpisah dari Felix yang diasuh oleh kakek dan neneknya. Namun, mengingat statusnya sebagai anak Jayden dan Valency yang hanya orang asing, Felix masih merasa percaya diri. Pria itu menatap ayahnya dan berkata, “Mengapa dia bisa berada di sini? Apa Ayah tahu apa yang sudah dia lakukan padaku dan Lia pagi tadi?!” Felix berpikir, mungkin Jayden tidak tahu apa yang terjadi antara dirinya dan
[Atau kamu mau kujemput di tempat sepupumu itu?]"Oh, sial," gumam Verena, akhirnya bangkit dari kursi yang sudah beberapa jam ia duduki. Tak jauh dari sana, Ashton menoleh."Kenapa?" tanya pria itu."Tidak," balas Verena. Ia kembali duduk dan memikirkan balasan apa yang bisa dia berikan pada Eric.[Kamu sudah baca pesanku. Kenapa tidak balas?]Sebuah pesan dari Eric kembali muncul, membuat Verena berdecak."Dasar tidak sabaran." Verena membalas pesan tersebut demikian. "Apa tidak bisa dibicarakan lewat telepon saja?"Baru beberapa detik usai Verena mengirim pesan itu, balasan Eric langsung datang.[Tidak.][Harus bertemu.]Lalu satu lagi.[Tunggu aku di sana.]"Aku tidak sedang di rumah Ashton," balas Verena. "Nanti saja."[Di mana, kalau begitu?]Verena memutar otaknya dengan cepat. Jika ia menjawab ada di kantor, Eric akan dengan mudah menemukan kebenarannya."Di rumah."Eric belum tahu di mana tempat tinggalnya. Dan tidak mungkin pria itu dengan bodohnya mengecek mansion Miller un
[Atau kamu mau kujemput di tempat sepupumu itu?]"Oh, sial," gumam Verena, akhirnya bangkit dari kursi yang sudah beberapa jam ia duduki. Tak jauh dari sana, Ashton menoleh."Kenapa?" tanya pria itu."Tidak," balas Verena. Ia kembali duduk dan memikirkan balasan apa yang bisa dia berikan pada Eric.[Kamu sudah baca pesanku. Kenapa tidak balas?]Sebuah pesan dari Eric kembali muncul, membuat Verena berdecak."Dasar tidak sabaran." Verena membalas pesan tersebut demikian. "Apa tidak bisa dibicarakan lewat telepon saja?"Baru beberapa detik usai Verena mengirim pesan itu, balasan Eric langsung datang.[Tidak.][Harus bertemu.]Lalu satu lagi.[Tunggu aku di sana.]"Aku tidak sedang di rumah Ashton," balas Verena. "Nanti saja."[Di mana, kalau begitu?]Verena memutar otaknya dengan cepat. Jika ia menjawab ada di kantor, Eric akan dengan mudah menemukan kebenarannya."Di rumah."Eric belum tahu di mana tempat tinggalnya. Dan tidak mungkin pria itu dengan bodohnya mengecek mansion Miller un
"Dan aku bilang kamu beruntung karena tinggal di sebelah rumahnya?"Usai mengatakan itu, Samuel kembali memandang Eric dengan tatapan asing. Ekspresi sepupunya itu tampak senang, sekaligus puas. Seakan-akan ia baru mendapatkan momen yang ia harapkan."Tunggu, Ric. Kamu tidak tahu?" tanya Samuel. "Manusia ini. Kamu tidak mendengarkan ceritaku ya!?"Eric mengibaskan tangannya. "Tidak penting."Hal itu membuat Samuel menggerutu. Mengatakan hal-hal seperti ia yang telah membantu Eric dan selalu siap sedia, tapi begini balasan Eric padanya. Eric bahkan tidak memperkenalkan Verena lebih awal padanya, dan sebagainya.Namun, Eric tidak mendengarkan. Ia sibuk menyusun rencana.Karena Verena kembali tidak membalas pesan Eric, entah kenapa. Pria itu jadi tidak bisa mengurusi persoalan mereka yang belum selesai.Kalau Verena ada di sebelah rumah, akan lebih mudah bagi Eric untuk mengurusnya.***Namun, wanita yang Eric cari sedang tidak berada di rumah."Kamu tidak mau pulang?"Pertanyaan Ashton
"Selamat pagi, Nona Lee."Eric Gray memandang Leon, asisten kepercayaannya selama ini, yang tengah melakukan pertemuan dengan Patricia Lee, reporter yang pertama kali memuat berita tentang dirinya dan Verena. Ia ingin menyelidiki apakah Patricia terlibat pihak-pihak lain yang ingin menjatuhkannya, ataukah dia bergerak sendiri.Karena penyelidikan pun menyatakan kalau malam itu Patricia sedang berada di rumah sakit, bukan hotel tempat pesta Eric dilaksanakan.Ditambah lagi, Eric memang sudah dengan mudah menyingkirkan berita-berita yang merugikannya dan Verena. Tapi akan sulit kalau ternyata ada musuh lain yang tidak mereka ketahui.Sejauh ini, dugaannya dan Verena sama; keluarga Miller sendiri. Lebih tepatnya pihak Olivia. Meski ada ketidakcocokan mengenai asumsi tersebut di beberapa tempat."Sekarang kamu tertarik pada ibu tunggal?" Sepupunya, Samuel, menghempaskan dirinya untuk duduk di sebelah Eric dan mengamati pertemuan Leon dengan Patricia. Eric dan Samuel tidak bergabung, mela
Keith baru saja berjalan melewati pintu masuk ketika salah seorang pelayan menghampirinya dan mengatakan bahwa Verena datang berkunjung.Dan sekarang kakaknya itu ada di kamar Kimberly."Untuk apa dia ada di sana?" gumam Keith. Dia bergegas naik ke lantai 2 ketika ja mendengar suara pecahan kaca dari kamar Kimberly.Panik, Keith langsung berlari dan coba membuka pintu kamar.Terkunci. Kimberly nekat membayar orang untuk mencelakai Verena beberapa waktu yang lalu. Meskipun Keith sudah mengancam adik kembarnya itu agar ia tidak melakukannya lagi, Keith tidak yakin Kimberly akan diam saja saat melihat Verena ada di tempat yang sama dengannya.Dengan panik, Keith menggedor pintu kamar adik kembarnya.Tak berapa lama, Verena muncul di balik pintu tersebut dan langsung ditarik keluar oleh Keith."Ve!?" Tidak ada luka. Aman--tunggu. Keith mengernyit melihat tanda merah keunguan di area sekitaran tengkuk Verena. Namun, saat ia berniat memastikan tanda itu, Verena sudah menarik diri.Keith m
"Apakah benar demikian?" Senyum Verena tidak sampai matanya, seolah sedang mengolok lawan bicaranya. "Anak kandung Aster Miller?"Tidak ada perubahan ekspresi yang berarti di wajah Kimberly, saat Verena mengamati. Bisa jadi gadis itu benar-benar meyakini identitasnya sebagai putri bungsu keluarga Miller."Omong kosong apa yang kamu katakan?" balas Kimberly. Gadis itu akhirnya berjalan menghampiri Verena dan menarik lengan baju Verena. "Keluar dari kamarku, sekarang!"Namun, Verena menepisnya dengan mudah. "Jangan begitu. Kita baru sampai di obrolan yang kusukai." balas Verena. Ia menyelipkan kunci kamar tersebut di tas miliknya. "Kimberly. Apakah kamu pernah berpikir dari mana kamu mendapat mata abu-abu dan rambut pirang itu? Padahal di saat yang sama, keluarga kita seluruhnya berambut gelap?""Berhenti menyebutnya keluarga kita, sialan. Menjijikkan sekali!""Tapi suka tidak suka, ini memang keluargaku juga." Verena berdiri, lalu berjalan ke tepi ranjang Kimberly. "Meski aku sempat te
"Tuan Gray, ini profil identitas reporter yang menulis berita mengenai Anda dan Nona Miller pertama kali."Eric hanya melirik laporan si asisten yang ada di atas meja sekilas sebelum kembali menekuni layar laptop di hadapan.Meski begitu, pikirannya sebenarnya tidak sedang berada di sana.Pria itu masih ada pada malam yang ia habiskan dengan Verena. Dan itu membuatnya gila karena Verena tampil seakan itu tidak berdampak apa-apa padanya.Padahal kalau ia memang benar, Eric adalah kali pertama dan kali selanjutnya wanita itu. Kenapa Verena bersikap biasa saja?"Tuan Gray?" Suara sang asisten kembali mengusik Eric."Ya, aku dengar." Eric menghela napas dan akhirnya menyandarkan dirinya ke sandaran kursi, lalu mengambil laporan yang ada."Sudah kamu cek?" tanya Eric."Ya, Tuan.""Ada yang aneh?""Saya sarankan Anda mengecek bagian keluarga, Tuan."Eric menggumam pelan. Ia hanya membaca sekilas mengenai identitas si reporter. Patricia Lee. Pendatang di negara ini, usianya ada di akhir 20-a
Verena merasakan atmosfer di mansion keluarga Miller sedikit berbeda dan cukup mencekam dibandingkan biasanya. Mungkin karena tidak ada suara para pekerja membersihkan perabotan atau mereka yang beraktivitas di dapur, mengobrol ringan sembari mempersiapkan makan. Atau mungkin juga karena suara barang pecah belah yang dihancurkan di lantai 2.Verena bisa menduga itu berasal dari kamar adik tirinya, Kimberly. Tidak sulit."Selamat pagi, Nona." Salah seorang pelayan menyapanya, bersamaan dengan suara teriakan dari lantai 2. "Tuan Miller ada di kamarnya seperti biasa, Nona. Mari saya antar "Verena menggeleng. "Aku ke sini bukan untuk bertemu dengannya." Ia mengangkat kepalanya, memandang ke arah pintu ruangan yang merupakan kamar Kimberly. "Keith di mana?""Tuan Keith belum pulang sejak semalam, Nona."Hal tersebut menimbulkan kernyitan di kening Verena.Apakah terjadi sesuatu pada pria itu setelah ia bertemu dengan Verena semalam? Atau ada hal lain?Pikiran Verena teralihkan saat kemba
"Kalau begitu, apakah kamu masih akan berpikir kalau hubungan kita hanya sekadar bisnis untukku?"Verena memilih untuk tidak menjawab terlebih dahulu dan melanjutkan sarapannya. Ia perlu beberapa saat untuk berpikir, bukan menuruti keinginan emosionalnya seperti beberapa saat terakhir.Sepertinya obat itu sudah merusak sistem kerjanya. Sangat disayangkan.Tanpa diduga, Eric Gray tidak mengejar jawabannya. Meski begitu, bukan berarti Eric berhenti menatap Verena dengan pandangannya yang tidak bisa ia artikan itu.Oke, fokus. Pertama, soal si pria misterius. Belum selesai, tapi sedang dalam penyelidikan. Verena hanya bisa menunggu.Kedua, soal adik tirinya yang tersayang. Verena sudah mengatur rencana untuk gadis licik itu. Akan ia laksanakan di waktu yang tepat untuk hasil maksimal.Lalu, Eric Gray. Pria ini--Pikiran Verena terputus saat ponselnya kembali berdering. Mengira bahwa itu Ashton, Verena langsung mengangkatnya."Ash, sudah kubilang--""Balas pesanku."Panggilan diakhiri beg