( ͡❛ ⏥ ͡❛) nani da fuq??? Seriusan?? 0.o Gimana tanggapan kalian guyss??!
‘Apa?! Bagaimana bisa ... Felix adalah anak Jayden?’ Tubuh Valency menegang, bahkan dia melupakan cara untuk bernapas saking terkejutnya. Dia memundurkan tubuhnya, menjauh secara otomatis dari Jayden. Namun, Jayden yang menyadari hal itu langsung menggenggam tangan Valency dan menatap tajam pada Felix. “Di mana etikamu dalam berbicara? Apa seperti ini cara berbicara seorang Spencer?” tegur Jayden. Felix tertegun, nyalinya seketika menciut melihat tatapan tajam sang ayah. Sudah lama sejak terakhir kali dia berinteraksi dengan Jayden sebagai keluarga. Lagi pula, selama ini Jayden tinggal terpisah dari Felix yang diasuh oleh kakek dan neneknya. Namun, mengingat statusnya sebagai anak Jayden dan Valency yang hanya orang asing, Felix masih merasa percaya diri. Pria itu menatap ayahnya dan berkata, “Mengapa dia bisa berada di sini? Apa Ayah tahu apa yang sudah dia lakukan padaku dan Lia pagi tadi?!” Felix berpikir, mungkin Jayden tidak tahu apa yang terjadi antara dirinya dan
Semua orang memerhatikan Cecilia setelah mendengar ucapan Valency. Mereka menjadi agak bingung dan ragu, apa sungguh Valency yang menuduh sembarangan … atau memang Cecilia pihak yang salah? Cecilia menjadi gelagapan. “B-bukan … aku … aku hanya–” “Menjiplak adalah sebutan yang terlalu bagus,” ucap Jayden secara mendadak, memotong apa pun yang berniat Cecilia katakan. “Dia sudah mengakui karya orang lain sebagai karyanya. Dengan kata lain, mencuri,” imbuhnya membuat semua orang terbelalak. Mencuri? Nona muda Keluarga Owen?! Serius? Tatapan curiga yang didapatkan kembali membuat Cecilia merasa lemas. “Tidak … dengarkan aku, aku bukan mencuri ….“ Selain omong kosong seperti itu, tidak ada lagi yang bisa Cecilia katakan. Dia merasa ingin menangis. ‘Sudah kubilang aku tidak mau ke pesta ini!’ Dia menggigit bibir dengan kuat dan mengepalkan tangan seraya melemparkan pandangan marah ke arah Valency. ‘Jalang!!’ Betapa pun Cecilia ingin membela dirinya, Jayden Spencer sudah berbicara, jadi
Tamparan yang diterima Jayden membuat Valency meringis. Dia merasa hatinya sakit.“Jayden, kamu baik-baik saja?” tanyanya dengan panik bercampur khawatir.Tangan Valency bergetar seiring dirinya dengan hati-hati menyentuh wajah Jayden yang memerah. Ekspresinya tampak terluka, merasa tidak terima pria itu yang berujung menerima tamparan.Valency langsung menoleh kepada Angela. “Nona Muda Spencer, tindakanmu sudah keterlaluan!” Dia menambahkan, “Demi membela orang luar yang bahkan tidak kamu ketahui jelas kebenarannya, kamu lebih memilih untuk melukai saudaramu sendiri!?” Gadis itu tampak marah.Berani menyentuh suaminya, apa mereka kira Valency tidak bisa melawan!?Di sisi lain, kemarahan Valency membuat Felix terkejut. Dia tidak pernah melihat Valency menunjukkan ekspresi semacam itu sebelumnya.Di dalam hati, ada kecemburuan di hati Felix. ‘Apa … apa hubungan Ayah dan Valency sebenarnya!?’Walau tidak pernah mencintai gadis itu, tapi bagaimanapun Valency pernah menjadi kekasihnya!Ti
“Apa kamu sudah gila?!” Rosa menatap tak percaya pada Jayden, berharap anaknya akan berkata bahwa semua yang dia katakan barusan adalah sebuah bualan semata. “Apa maksudmu bahwa gadis itu istrimu?! Jangan bercanda, Jay!” “Bercanda?” Jayden menatap ibunya serius. “Aku tidak pernah bercanda mengenai pernikahan.” Rosa tertegun. Dia tidak mampu berkata-kata. Ada kesungguhan yang dia lihat dari pancaran mata putranya. Pandangan Rosa beralih menatap Valency sedikit sinis, matanya memindai penampilan wanita yang diakui sang putra sebagai istri itu dari bawah hingga atas. Cantik, patut Rosa akui. Akan tetapi, tidak ada darah biru yang mengalir di nadinya, begitu pula tidak ada latar belakang kuat untuk menopangnya. Atas dasar apa wanita seperti ini bisa masuk ke dalam Keluarga Spencer?! Sebelum Rosa mengatakan apa pun, seorang lain terdengar memberi reaksi besar. “Istri?!” pekik Felix terkejut, lebih tepatnya tak terima. “Apa Ayah sedang bercanda?! Bagaimana bisa Ayah menikahi wa
“Dia bukan putraku,” ucap Jayden. “Putraku tidak mungkin seorang pecundang.”“Aku bukan pecundang!” ucap Felix membela diri. “Menipu dan memperalat seorang wanita untuk mencapai keberhasilan, apa itu namanya kalau bukan seorang pecundang?” Felix tertegun. Sang ayah … ternyata mengetahui semuanya. “Aku–” Felix tidak bisa berkata-kata.“Bukan berarti kamu bisa memukulnya!” sergah Rosa.Mata Jayden memicing, lalu dia berkata, “Kalau aku tidak memukulnya, bagaimana aku bisa menyadarkannya dari kesalahan?” Dia menambahkan, “Dimanja seperti tuan putri, dia tumbuh menjadi seorang pria tanpa kemampuan. Menyedihkan.”“Jayden Spencer, setelah sekian lama menelantarkan Felix, inikah caramu memperlakukan putra kandungmu?!” ulang Rosa lagi. “Memanggilnya sebagai seorang pecundang, ayah mana yang malah menyudutkan putranya seperti ini?!” Melihat bagaimana ibunya sangat membela Felix membuat Jayden Jayden mendengus.“Suatu saat, Ibu akan menyesal begitu melindunginya,” ucap Jayden ambigu, membua
Melihat kepergian Jayden yang tangannya melingkari pinggang Valency dengan mesra, Felix mengepalkan tangan dengan kuat. Seharusnya, pria yang bisa memperlakukan Valency seperti itu hanya dirinya! Gadis itu adalah kekasihnya! Kenapa malah jadi ayahnya yang melakukan itu!? Menjijikan! Felix merasa sangat jijik! Apa di mata Valency, dia tidak lebih baik dari pada sang ayah!? Andai Valency dari dulu berdandan seperti itu, begitu cantik dan menawan, apa Felix masih hanya akan memperalatnya saja!? ‘Valency! Valency! Bisa-bisanya kamu melakukan ini padaku!?’ Di sebelah Felix, Cecilia mengerutkan kening saat menatap pandangan pria itu kepada kepergian Valency dan Jayden. ‘Dia sedang marah karena ayahnya berpihak dengan Valency atau malah cemburu, sih!? Kok menatap Valency sampai seperti itu!?’ Cecilia mengerucutkan bibir. “Felix …,” panggilnya. Tidak ada balasan. “Felix!” “Berisik!” Cecilia kaget. Dia dibentak? “Kok kamu malah bentak aku, sih!?” desis Cecilia dengan suara rendah,
Peringatan: di bawah ini adalah
Terbangun dari tidurnya, Valency membuka mata dan mendapati dirinya berada dalam pelukan hangat seseorang. Tangan kekar yang menyelimutinya membuat Valency sadar bahwa dirinya ada dalam pelukan Jayden. “Sudah bangun?” Pertanyaan Jayden membuat Valency mengangkat kepala cepat, lalu kembali menunduk karena malu. Dia baru teringat telah melakukannya dengan pria tersebut dan sepertinya tertidur tepat setelah selesai. Entah kenapa Valency merasa tindakan itu agak tidak sopan kepada Jayden! “M-maaf, aku tertidur …,” ucap Valency dengan suara kecil. Jayden menjepit dagu Valency dan menyetarakan pandangan dengan gadis tersebut sebelum kemudian menciumnya lembut. “Istriku harus belajar untuk berhenti meminta maaf ketika tidak melakukan kesalahan.” Ciuman singkat itu membuat wajah Valency merona. “M-maaf– mmh!” Jayden kembali menciumnya. “Setiap kata maaf yang tidak perlu, aku akan menciummu,” goda pria itu lagi, sontak membuat Valency serba salah dan berakhir terdiam. Saat Valency
"Kecelakaan itu. Jangan bilang ... kalau ada hubungannya dengan adikmu?"Poin pertama. Lalu Verena menggali lagi ingatannya yang tidak terlalu jauh, tentang ucapan Keith sebelum ini.Adik tirinya itu kesal karena Verena tidak bisa dihubungi. Namun, kalimatnya menunjukkan bahwa pertengkaran dengan Kimberly karena provokasi Verena adalah sebuah kelanjutan dari kecelakaan beberapa waktu yang lalu.Ya. Verena tidak salah.Keith yang tidak menjawab pun sudah merupakan jawaban yang jelas untuk Verena."Begitu." Verena mengangguk. Sampai pada sebuah kesimpulan.Pantas saja. Mencari tersangka kasus tabrak lari seharusnya tidak sulit, apalagi untuk keluarga berkuasa seperti Miller. Namun, itu jika memang pelakunya orang biasa yang kedudukannya di bawah keluarga Miller.Apabila kedudukan pelaku setara dengan keluarga Miller atau lebih tinggi, hasilnya hanya akan ada dua; pihak Verena akan kesulitan mencari tersangka atau ia bisa menemukannya, tapi tidak bisa melakukan apa pun.Apakah itu berart
Ketika Verena sampai di rumah yang ia huni hanya dengan seorang asisten rumah tangga, rupanya Keith tengah menunggu di ruang tamu."Dari mana saja?" Pria itu bertanya. Keith kemudian berdiri dan menghampiri Verena.Ekspresi pria itu tampak kesal dan terusik, yang Verena duga karena Keith sudah menunggu lama di sana."Rumah Ashton. Kenapa?" tanya Verena kembali. "Kamu kapan datang?"Keith berdecak kesal. Bibirnya cemberut dengan sangat kentara, sama sekali tidak menyembunyikan perasaannya. "Ponselmu mati?" Adik tiri Verena itu kembali bertanya.Mendengar itu, Verena mengeluarkan ponselnya yang memang sudah tidak bisa dinyalakan."Ah, iya. Kamu menghubungiku?" Verena melangkah ke tengah ruang tamu. "Ada apa? Soal pekerjaan?"Tidak ada jawaban dari Keith sampai-sampai Verena harus kembali fokus pada sang adik itu."Kalau mau merajuk, jangan sekarang, Keith," ucap Verena.Selain dengan Ashton, hubungan Verena dan Keith bisa dibilang tidak buruk. Apalagi memang kadang mereka bertemu dan s
"Verena. Jawab aku. Apakah kamu tertarik pada pria itu?"Verena tertegun. Selain karena pertanyaan Ashton, ekspresi kakak sepupunya yang tampak serius itu membuatnya bertanya-tanya.Kenapa pria itu bertanya demikian?"Jangan mengada-ada, Ash." Verena akhirnya merespons, tanpa menjawab pertanyaan Ashton."Siapa yang mengada-ada?" sahut Ashton. "Aku hanya bertanya.""Kenapa bertanya seperti itu? Aku dan dia tidak ada apa-apa.""Bukan itu yang kutanyakan, Ve. Tapi apakah kamu tertarik pada Eric Gray itu."Verena cemberut. Kepalanya mendadak sakit sebelah.Ia baru saja lolos dari Eric yang suka mendebat dan membuatnya sakit kepala. Verena tidak mau interaksinya dengan Ashton juga menyusahkan dirinya seperti ini.Tapi merajuk hanya akan membuatnya seperti anak kecil. Sekalipun hubungan Verena dan Ashton sekarang sudah membaik, ia tidak mau dianggap remeh oleh kakak sepupunya itu.Apalagi dimanjakan.Karenanya, Verena akhirnya berkata, "Dibandingkan tertarik, aku lebih ke menjaga hubungan b
"Alamat ini...." Eric mengernyit membaca alamat itu. Selama beberapa saat ia terdiam, sebelum kemudian bertanya, "Rumahmu?" Pria itu mengenali alamat itu sebagai kawasan perumahan elit tidak jauh dari rumahnya. "Apakah itu penting?" Verena justru balik bertanya. Eric berdecak pelan. "Kenapa kamu sulit sekali langsung menjawab pertanyaanku, hm?" katanya. "Apakah kamu suka sekali berdebat denganku?" Verena memutar bola matanya. "Itu kediaman asistenku." Wanita itu akhirnya menjawab. "Oh. Pria itu?" "Hm." "Ada urusan apa?" "Lebih baik kamu mulai menjalankan mobilnya sebelum kutendang keluar, Eric Gray." Nada suara Verena sudah mulai terdengar kesal, tidak lagi datar. Dan itu membuat Eric terkekeh. Memancing reaksi wanita ini selalu menyenangkan. Dengan sigap, ia menjalankan mobilnya sesuai rute yang disarankan oleh GPS. Obrolan di dalam mobil tidak sepenuhnya berlangsung dua arah karena Verena selalu menjawab dengan singkat, seperti memang sengaja memutus pemb
"Kenapa kamu selalu memaksa?""Karena kamu selalu kabur, Verena.""Itu berarti aku tidak nyaman, Eric Gray. Apakah untuk hal yang seperti ini saja, aku harus mengatakannya keras-keras?"Pada akhirnya, Verena mengatakan itu karena tidak punya alasan lain untuk menolak.Eric terdiam menatapnya. Sorot mata biru itu entah kenapa mengingatkan Verena pada pagi ketika pria itu melamarnya mendadak.Verena jadi merasa seperti ia telah melukai seekor anak anjing lucu yang tidak bersalah."Maksudku--"Akan tetapi, sebelum Verena meralat atau melembutkan maksud ucapannya, sorot mata terluka itu kembali berubah tajam."Bukankah seharusnya kamu tahu, bahwa satu kali penolakan itu membuatku berusaha lebih keras untuk mendapatkan apa yang kumau?" Eric berkata. "Masa aku harus mengatakan ini keras-keras, Nona Miller?"Verena mendengus. "Ya sudah, usaha saja besok. Hari ini cukup, biarkan aku sendiri.""Oh?" Eric tertawa kecil, lalu mengangkat tangannya. Seperti akan menyerah."Lalu bagaimana dengan pe
"Mau ke mana kamu!? Kembali ke sini, Verena! Hadapi aku!"Verena berpikir bahwa itu adalah ocehan biasa atau sekadar gertakan kosong dari adik tirinya. Menganggap bahwa Kimberly akhirnya gila karena dibakar cemburu buta.Ia sama sekali tidak menyangka kalau setelahnya, Eric Gray akan bergerak cepat menarik tubuh Verena dan membawanya beberapa jengkal lebih jauh sebelum kemudian terdengar suara pecahan kaca beradu dengan lantai, tak jauh darinya."Astaga, Kimberly!""Eric! Kamu baik-baik saja!?"Teriakan dari dua wanita paruh baya di sana terdengar hampir bersamaaan.Sementara itu, pandangan Verena terjatuh pada pecahan kaca tak jauh darinya. Ada beberapa yang kemudian terlempar dan menggores sisi kakinya yang tidak tertutup sepatu.Jika saja Eric tidak menolongnya, lemparan gelas itu pasti mengenai kepala Verena.Ah, iya, Eric--"Perempuan gila," bisik Eric, yang bisa didengar Verena dengan jelas.Nyaris saja ia berpikir kalau sebutan itu tertuju padanya. Apalagi karena kedua tangan E
"Apakah itu mengubah kenyataan bahwa wanita itu adalah putri Tuan Aster Miller?"Semuanya terdiam dengan ucapan Eric Gray."Eric." Beatrice Gray menghela napas. Hatinya merasa dongkol karena ini jauh dari rencananya. Ia tidak ingin keponakan tampannya yang menjanjikan ini harus terjebak dengan putri tiri sahabatnya yang tidak ia sukai. "Jangan mengada-ada. Kita di sini--""Untuk mempererat hubungan dua keluarga, bukan, Bibi? Aku paham." Eric mengangguk. itu kemudian menoleh pada Verena."Duduklah. Ini ada kaitannya denganmu," ucap Eric setelahnya. Menyadarkan Verena.Wanita itu baru saja mencatat dalam kepalanya kalau kegilaan Eric Gray sudah naik satu tingkat."Aku ada urusan lain." Kali ini, ucapan Verena tidak terdengar formal seperti tadi. "Silakan lanjutkan makan malamnya. Aku permisi.""Kamu yakin?" Eric kembali berkata. "Apa pun keputusan yang kuambil, kamu setuju?"Verena tertawa kecil. "Eric," balasnya. "Buka matamu. Di sini, aku sependapat dengan semua orang kecuali kamu."
"Makan malamlah denganku sebelum kamu pulang."Kalimat dari sang ayah itu lebih terdengar seperti titah bagi Verena, alih-alih ajakan atau ungkapan keinginan.Meski begitu, Verena tidak ragu untuk menolak."Saya lebih nyaman makan di rumah.""Ini rumahmu juga."Verena diam sejenak, mengatur kata-kata yang ingin langsung keluar dari bibirnya agar terdengar lebih sopan.Tapi gagal.Pada akhirnya, wanita itu tetap berkata, "Saya tidak merasa demikian."Untungnya, Aster Miller tidak lagi melarang ataupun meminta aneh-aneh pada Verena selain makan malam. Pria itu hanya menyampaikan bahwa kondisi Ashton sudah membaik, jika Verena belum tahu. Dan pria itu sudah bisa kembali bekerja minggu depan.Setelah itu, sang ayah melanjutkan jika mereka harus makan bertiga saat Ashton sudah kembali bertugas. Kali ini, Aster dengan jelas menggunakan alasan pekerjaan.Sepertinya keinginan Aster Miller untuk membuat Verena makan dengannya sangat kuat.Jika saja Verena tahu, mungkin Verena akan menyanggupin
"Balas pesanku." Setelah terdiam beberapa saat, Verena lebih memilih untuk bereaksi biasa."Selamat malam, Tuan Gray. Saya tidak menyangka akan bertemu Anda di sini," ucap Verena sembari tersenyum sopan.Ia sama sekali tidak menyinggung perihal pesan teks ataupun rumah sakit ataupun malan malam bersama tempo hari.Sementara itu, Eric menatapnya dalam diam. Manik birunya bergerak memindai wajah Verena dengan saksama.Masih ada plester luka kecil di sudut pelipisnya. Namun, selain itu, wanita keras kepala di hadapannya tampak baik-baik saja."Aku sendiri terkejut kamu ada di sini," balas Eric kemudian. Perhatiannya tertuju lurus pada Verena tanpa menggubris keberadaan bibi dan keluarga tiri Verena. "Tapi, ini merupakan kejutan yang menyenangkan."Verena menanggapinya dengan sopan sebelum undur diri."Mohon maaf, Tuan Miller sudah menunggu. Permisi."Wanita itu melirik pada pandangan penuh permusuhan dari Olivia dan Kimberly, tapi tidak terlalu memusingkan ataupun membalasnya. Verena ha