Memasuki waktu makan siang, Jayden sengaja mendatangi Valency ke kantornya agar mereka bisa makan siang bersama.
Baru saja dia memarkir kendaraannya dan berjalan menuju pintu lobi utama, Jayden malah menangkap keberadaan Eric Grey yang sedang berdiri dengan satu tangan di saku celana. Mata pria itu terlihat sibuk memeriksa lift sambil sesekali melirik arloji di lengan kiri.
Alis Jayden bertaut dengan wajah curiga. Eric seperti sedang menunggu seseorang.
‘Apa dia masih mengganggu Valency?’ batin Jayden dengan ekspresi menggelap, merasa risih setelah semua yang lawan bisnisnya itu rencanakan dahulu terhadap sang istri.
Awalnya, Jayden hendak menghampiri Eric dan mempertanyakan niatnya, tetapi d
Catatan author:Halo para pembaca setia,Setelah ini, penulis akan masuk ke Season 2 dari karya "Istri Sang CEO". Di season ini, kita akan lebih berfokus pada karakter baru, yaitu Verena dan Eric. Bagaimana dengan Jayden dan Valency? Tentu saja mereka masih akan ada, tetapi mereka akan menjadi selingan dalam kisah Verena dan Eric yang akan perlahan mulai lebih kompleks.Saya juga ingin meminta maaf karena update dari author agak lama. Hal ini disebabkan oleh kondisi kesehatan yang belum sepenuhnya pulih, serta adanya revisi yang diminta oleh editor. Semoga setelah ini, proses update bisa berjalan lancar yaa.Terima kasih atas pengertian dan dukungan kalian.Salam hangat, Author_______________________“Ugh ….” Lenguhan kabur dari mulut Verena ketika dia merasakan tubuhnya terhempas ke atas tempat yang empuk.‘Di mana …?’ batinnya, mencoba melihat menembus pandangannya yang buyar. Tangan Verena terulur meraba sprei, membuatnya yakin dirinya sedang berada di atas tempat tidur di ruangan
Eric tampak lemas, wajahnya memerah dengan bau alkohol menyengat yang berasal dari mulutnya. Keadaan Eric yang nyaris kehilangan kesadaran, permintaan tolong, serta sosok seorang wanita berpakaian minim yang tadi mengejarnya. Hal itu membuat Verena sadar kalau Eric sepertinya diobati dan ingin dijebak oleh sang wanita.Dengan wajah yang kini berubah kesal, Verena menengok ke arah wanita yang terjatuh tadi, hendak meminta pertanggungjawaban si wanita. Akan tetapi, ternyata wanita itu sudah terlanjur kabur!Bertepatan dengan itu, di ujung lorong pintu lift terbuka. Orang-orang keluar dari lift dan lorong menjadi ramai.“Bukankah itu Eric Gray, yang kemarin sempat ramai dibicarakan karena terlibat dalam konflik keluarga Spencer?” bisik salah seoran
“Ini malapetaka,” gumam Verena sewaktu dirinya berada di dalam taksi.Berada di perjalanan pulang, Verena menyandarkan kepalanya di sandaran kursi dan menutup matanya dengan lengan. Dia sungguh tidak percaya dengan apa yang telah terjadi di antara dirinya dengan Eric.Verena memang sering digoda teman-temannya sebagai perawan tua lantaran tak pernah menjalin hubungan lebih dalam dengan lawan jenis, dan jujur … dia bahkan sempat berpikir akan melepasnya dengan kekasih pertamanya. Namun, tidur dengan pria yang dirinya paling waspadai jelas tidak ada di dalam agendanya minggu itu … atau bahkan seumur hidup!Mengingat sosok Eric yang berada dalam pengaruh kuat obat, Verena hanya bisa membatin dalam hati, ‘Semoga dia tidak ingat apa yang terj
Verena Jones-Hayden, itu adalah nama panjang Verena yang sebenarnya. Namun, karena statusnya sebagai anak di luar nikah Viona, yang merupakan hal memalukan untuk keluarga Jones, Verena tidak diperbolehkan menyandang nama keluarga tersebut.Alhasil, Verena pun menggunakan nama Hayden selaku nama belakangnya. Nama belakang dari pria yang seharusnya juga bertanggung jawab dalam menghadirkan dirinya ke dunia ini ….“Kenapa kamu baru pulang?” tanya Viona, membuyarkan lamunan Verena.Pertanyaan Viona membuat Gracia diam-diam tersenyum mengejek ke arah Verena. Dia tahu kalau Verena salah menjawab, Viona pasti akan marah besar dan menegur kakak tirinya itu.Verena menatap Viona yang memandangnya dengan wajah dingin. “Urusan dengan klien.”Viona pun langsung memusatkan atensi kepada putri sulungnya itu. Dari ujung kepala hingga kaki, penampilan Verena jauh dari kata rapi. Alhasil, Viona mengernyit.“Urusan dengan klien macam apa yang–” “Aku lelah,” potong Verena, membuat bukan hanya Viona, tap
Gawat.Ini kacau.Eric Gray sadar jelas bahwa dirinya sudah sangat mengacau kali ini.Terbangun dalam keadaan tanpa busana di dalam sebuah ruang hotel yang bahkan tidak dia sadari telah dia pesan, Eric yakin bahwa kali ini ada masalah besar yang akan menghebohkan hidupnya.Dengan ekspresi panik, Eric menutup mata dan memegang kepalanya. Dia mencoba menggali ingatan mengenai apa yang sebenarnya terjadi semalam.Saat menelusuri pecahan ingatan samar, Eric teringat bahwa tadi malam dia pergi ke ruang VIP restoran hotel guna melakukan pertemuan bisnisnya dengan Tuan Hudson, salah satu partner perusahaan LuxGray yang ingin membahas perihal kerja sama mereka.“Tuan Gray, perkenalkan ini adalah putriku, Jessica Hudson,” ucap seorang pria paruh baya dengan perut buncit yang begitu menarik perhatian. Wajahnya yang bulat menampakkan ekspresi bangga dengan senyuman penuh makna kala dia mendorong sang putri untuk menghadap Eric.Eric yang terduduk di kursinya menampakkan wajah dingin, seperti tid
‘Sial, sial, sial!’ maki Eric berkali-kali dalam hati selagi dirinya berjalan bulak-balik dalam ruang hotel tersebut.Tubuh Eric yang tadi tidak mengenakan busana, sekarang sudah tertutup oleh bathrobe yang dia ambil dari lemari. Dia mengenakannya secara asal-asalan, jadi tanpa peduli dia mempertontonkan otot-otot tubuhnya yang terukir sempurna itu.“Bagaimana bisa aku melakukan hal seperti itu kepada orang yang sudah membantuku?!” seru Eric sembari mengacak-acak rambutnya, lalu duduk di pinggir tempat tidur sembari menghela napas kasar. Wajahnya tampak begitu kesulitan saat dia menutupnya dengan kedua tangan. “Dia … pasti membenciku ….”Jantung Eric terasa mencelos. Dirinya sama sekali tidak menyangka bisa melakukan hal yang begitu keterlaluan kepada Verena. Bukan sembarang orang, tapi Verena! Wanita yang selama ini begitu membencinya dan sudah sangat sulit dia dekati!Untuk apa Eric mendekatinya? Bukankah dia membenci wanita? Itu … entahlah. Eric melakukannya hanya karena dia mau …
“Kamu terlihat pucat, apa kamu baik-baik saja?”Pertanyaan itu sudah berkali-kali dia dengar dari orang-orang di kantornya, tapi kali ini … Verena mendengarnya dari Valency, dan dia tahu dirinya harus menanggapi sahabatnya tersebut.“Aku baik-baik saja,” ucap Verena dengan senyum tipis. “Mungkin hanya kurang tidur saja.”Valency memasang wajah khawatir. Walau pertemanannya dengan Verena belum berjalan untuk waktu yang lama, tapi dia tahu bahwa sahabatnya itu bukan hanya kurang tidur, tapi juga dibebani berbagai macam beban pikiran.Namun, mengenal Verena sebagai orang yang tertutup, Valency juga tidak ingin melewati ranahnya selaku seorang teman. Alhasil, dia hanya bisa berkata, “Kalau perlu bantuan, cukup katakan saja padaku. Jangan menyimpannya sendiri. Kamu tahu aku bersedia membantu selama aku mampu.”Mendengar hal tersebut, Verena tersenyum. Memang benar kata orang, yang tidak sedarah terkadang lebih terasa seperti saudara.“Terima kasih, Valency.”Walau tersentuh dengan perhatia
Mendengar ucapan Eric, semua orang langsung berbisik.“Wah, apa maksudnya itu?”“Apa yang terjadi kemarin di antara mereka?”“Apa jangan-jangan … mereka memiliki hubungan!?”Asumsi dan komentar semua orang bisa terdengar jelas oleh Verena. Hal tersebut membuat gadis yang biasa tenang dan selalu memasang wajah datar itu berubah panik.Verena langsung berseru, “Tidak ada hubungan apa-apa di antara kami! Tuan Gray hanya membicarakan perihal proyek yang memiliki masalah!”Kalimat Verena membuat para pekerja lain terkejut, tak pernah melihat wanita itu tampak begitu kesal. Akan tetapi, merasa tidak enak dan paham emosi wanita tersebut karena dituduh yang tidak-tidak, semua orang pun langsung tersenyum tak berdaya dan mengalihkan fokus kembali kepada pekerjaan.Yakin telah membereskan semua orang, Verena langsung berdiri dari kursinya dan menarik Eric. “Ikut denganku!”Melihat Verena dan Eric pergi keluar dengan begitu tergesa-gesa, ditambah dengan tarikan tangan Verena di lengan Eric, sala
Verena dengan segera membetulkan posisinya dan berdiri untuk menyapa orang tua Eric Gray tersebut.Dalam hati, ia merasa seolah diselamatkan oleh kehadiran Mia dan Beatrice, terlepas dari posisinya yang agak memalukan dan bagaimana Beatrice tampak ingin sekali langsung menghakiminya detik itu juga.Akan tetapi, Verena langsung mengalihkan fokusnya pada Mia. Sepasang mata ibu Eric tersebut kini menatapnya dengan penuh perhatian."Ibu," Eric menyapa dengan nada yang masih tenang, seakan pertemuan itu adalah hal biasa. "Perkenalkan, ini Verena."Sikap pria itu seolah mereka tidak berada dalam posisi yang patut dipertanyakan sebelumnya. "Ya. Itulah wanita yang dipilih oleh putramu," ucap Beatrice pada Mia, iparnya. Kemudian, wanita paruh baya itu mendengus. "Sudah bagus aku kenalkan pada putri bungsu keluarga Miller untuk dijodohkan. Dia malah memilih wanita ini."Beatrice mengalihkan pandangannya pada Verena dan melihat wanita itu dari atas sampai bawah, sebelum kemudian melirik Eric ya
"Ada apa? Katakan."Akan tetapi, alih-alih menjawab pertanyaan Eric Gray, respons pertama Verena selain menahan napas adalah memundurkan badannya. Sekalipun sudah tidak ada ruang yang cukup di balik punggungnya.Setelah itu, baru Verena menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. Meskipun, tampaknya sia-sia. Entah kenapa otak Verena terasa macet karena posisi mereka saat ini.Apakah ini berarti Verena sedang terintimidasi? Wanita itu berpikir.Karena makin dekat Eric berada, semakin sulit baginya untuk berpikir jernih.Apalagi ketika Eric kembali memangkas jarak di antara mereka."Hm?" Pria itu tersenyum miring, menikmati situasi saat ini.Sementara itu, pandangan Verena terpaku pada wajah pria itu yang kini hanya terpisah beberapa inci darinya. Bau parfum Eric yang khas semakin menambah kerumunan dalam pikirannya tanpa bisa dicegah. Diam-diam, Verena merutuk dalam hati."Mundur," ucap wanita itu pada akhirnya. Ia enggan mengakui bahwa posisi ini mengusiknya. "Sofa di be
"Aku hanya sedikit mengingatkan saja, Sayang. Semua yang dilakukan, akan ada dampaknya."Hening sejenak. Verena dalam diam mengamati ekspresi kedua saudara tirinya. Wajah Keith tetap datar senantiasa. Pria itu tidak tampak tersinggung atau marah pada sindiran Eric. Berbeda dengan Kimberly yang saat ini tengah menatapnya.Iya. Menatap Verena."Saya setuju dengan Anda, Tuan Gray. Memang semua perbuatan itu ada dampaknya. Setiap akibat, pasti ada sebabnya," ucap Kimberly. Gadis itu mengalihkan pandangan pada Eric dan tersenyum manis. "Ah ya. Selamat ulang tahun, Tuan Eric Gray. Semoga Anda menikmati malam yang indah ini."Senyum Kimberly menjadi lebih lebar setelah mengucapkan kalimat terakhir tersebut.Sejujurnya, Eric tengah menahan diri agar tidak berekspresi terkejut atau heran dengan reaksi Kimberly tersebut. Ini adalah pertama kalinya Kimberly menunjukkan sisinya yang berbeda.Sebelumnya, gadis yang merupakan putri bungsu Aster Miller tersebut selalu menampilkan sikap malu-malu d
"Lebih baik aku mencari--""Sayang. Kamu di sini rupanya."Verena terkejut ketika tangan Eric Gray melingkari pinggulnya dan langsung menarik wanita itu mendekat, menempel pada sisi tubuh Eric. Sontak, selama sedetik, tubuhnya menegang karena tidak biasa sebelum kemudian rileks lagi.Verena kemudian melirik pada pria di sampingnya. Sosok itu sedang tersenyum pada Verena. Tidak terlalu lebar, tapi mampu membuat wajahnya yang arogan itu tampak beberapa kali lebih tampan.Ia harus mengakuinya kali ini. Memang pesona Eric si pria menyebalkan itu memang tidak main-main.Alhasil, daripada mengomel, Verena ikut masuk ke dalam sandiwara Eric. Meski tanpa menghiasinya dengan romansa berlebihan."Hai," ucapnya. "Kapan datang?""Beberapa menit yang lalu. Kita harus menemui ibuku setelah ini," balas Eric. Lalu ia mendekatkan diri pada telinga Verena untuk berbisik, "Wanitaku ini sungguh keras kepala rupanya."Verena hanya tersenyum tipis menanggapinya."Selamat malam, Tuan Gray."Tatapan mata bir
"Apakah aku perlu membereskan adik tirimu juga setelah ini?"Ada alasannya Eric Gray menanyakan itu.Sekalipun tidak mendapatkan konfirmasi secara terang-terangan dengan kata 'ya' atau penyebutan sebuah nama, sikap Keith malam itu sudah cukup menjadi jawaban siapa oknum yang mengusik Verena beberapa waktu yang lalu.Bahkan nyaris mencelakainya.Verena sendiri punya dugaan kalau ayahnya tahu, tapi tidak bertindak. Entah dengan alasan apa. Mungkin saja memang Aster Miller menyayangi putri bungsunya atau bisa juga ada alasan lain.Yang jelas, kini Verena tahu kalau Eric pun sudah mengantongi nama itu. Dan merunut dari obrolan yang ada, tampaknya Kimberly cemburu buta pada kedekatan Verena dan Eric Gray.Gadis bodoh. Jelas saja Kimberly kalut mendapati sumber kedudukan dan pria yang ia incar direbut oleh anak haram seperti Verena. Begitu yang wanita cantik ini pikirkan.Apalagi hari ini muncul berita soal Verena dan Eric. Karenanya, Verena wajib waspada."Tetap pada peranmu saja.""Perank
"Wah ... sepertinya ada perubahan rencana." "Bukan bisnis kan, Ve? Maafkan aku." "Tunggu, ini depan rumahku? Kapan?" Pertanyaan Ashton yang beruntun itu membuat Verena sakit kepala hingga ia harus menutup matanya. Foto apa ini? Jelas-jelas Verena tidak berciuman dengan siapa pun, apalagi dengan Eric Gray. Di depan rumah kakak sepupunya. Di malam hari, begitu turun dari mobil seperti yang tertulis dalam teks berita. Mereka ini sedang menulis fiksi ya? Kenapa sangat mengada-ada? Verena membuka matanya dan melihat layar tablet sekali lagi. Iya tidak berciuman, tapi memang sudut pengambilan gambar menunjukkan seakan-akan Verena sedang mendapatkan kecupan selamat malam dari Eric Gray. Ck, kenapa juga waktu itu Eric harus mengimpitnya di samping mobil!? "--Ve!" "Apa?" Verena menjawab ketus ketika panggilan Ashton terdengar beberapa kali. Pria itu langsung menciut. "Ponselmu berbunyi." Meski begitu, Ashton kembali melanjutkan. "Jangan marah-marah. Aku tidak akan menggoda
Seperti sudah kebiasaan Eric Gray, usai melakukan gebrakan, pria itu kembali tidak menemui Verena selama beberapa hari."Apakah pria itu sedang bermain tarik ulur denganku?" batin Verena. Ia kesal karena dirinya tidak bisa memprediksi tingkah Eric selama ini.Apakah pria itu akan tiba-tiba muncul di kantornya sekali lagi? Atau mungkin mereka akan berpapasan di mansion keluarga Miller?Bagaimana dengan ajakan makan malam yang kerap kali dilontarkan oleh Eric?Ah, apa kali ini, Eric kemungkinan muncul dengan Kimberly di hadapan Verena?Tidak ada yang tidak mungkin."Kamu tampak tidak fokus," komentar Ashton. Pria itu sudah mulai masuk lagi, meski masih mengenakan perban di tangannya. Akan tetapi, asisten sementara Verena tetap bekerja agar Ashton tidak terlalu memforsir dirinya."Aku baik-baik saja," balas Verena. Ia mengambil berkas dari tumpukan di depannya dan mulai mengecek. "Cuma butuh kopi, sepertinya.""Kamu sudah minum dua gelas kopi hitam hari ini."Verena mendesah pelan. "Aku
"Bukankah Nona Verena Miller menyukai pria lembut yang penuh perhatian?"Kalimat itu membuat Verena berpikir keras untuk memahami maksud di balik kalimat yang diucapkan oleh Eric. Sampai akhirnya, ketika mata Verena bertemu dengan sepasang manik biru itu, Verena tahu apa yang sedang Eric bicarakan."Kamu--!"Verena tidak tahu dari mana Eric Gray mendapatkan informasi tersebut, tapi Verena bisa merasakan wajahnya memerah karena malu dan marah.Namun, Verena tidak akan dengan mudah mengakui bahwa, ya, ia pernah jatuh pada pesona kakak sepupunya. Wanita itu berusaha memasang wajah minim ekspresi, sekalipun pipinya sudah memerah.Eric kembali melirik pada sosok di sebelahnya, sembari menyeringai tipis.Perasaannya agak campur aduk.Di sisi lain, ia terhibur melihat bagaimana pipi Verena bersemu seperti itu. Tapi Eric membenci alasan di baliknya.Karena jika sudah begini, jelas bahwa Verena memang punya perasaan lebih pada Ashton Miller.Sial. Padahal Eric cuma menebak saja. Melihat bagaim
"Aku agak lapar. Tadi tidak makan banyak. Suapi calon suamimu ini. Verena.""Lebih baik kamu turunkan aku di sini." Verena langsung menukas. Dalam hati, ia sudah berkali-kali merutuk.Sepertinya pikiran orang ini memang kurang sehat. Apa memang semua orang kaya senang seenaknya begini? Ayah Verena pun demikian. Apakah--"Tidak perlu marah. Katakan saja kalau memang kamu mau menolak." Eric berkata ringan sembari kembali menjalankan mobilnya. Pria itu tampak terhibur, terlihat dari bagaimana ia merapatkan bibirnya agar tidak tersenyum lebih lebar. "Tidak perlu sekeras itu.""Hanya saja, kan tanganku sibuk menyetir. Kalau kamu berkenan, mungkin kamu bisa membantuku."Tangan Verena terkepal. Apa rencana pria ini sekarang? Strategi ini berbeda dari yang biasanya. Verena terbiasa dengan Eric yang mendebat dan memaksanya. Kalau begitu, Verena sudah menguasai cara meresponsnya.Tapi Eric Gray yang tenang dan sama sekali tidak memojokkannya begini terasa aneh. Verena harus mengatur ulang car