Bayan terus menatap ke arah tempat Ayudisha berbaring saat ini. Wajah cantik itu kini telah dipenuhi memar dan keringat, hal tersebut membuat Bayan menjadi sedih dan merasa bersalah. Mata Bayan sedikit sembab karena menangis sepanjang malam. Jujur saja ia tidak sanggup melihat istrinya mengalami hal semacam ini."Apakah dia sudah tidur?"Suara Bayan sangat serak saat menanyakan hal itu dan ayah mertuanya langsung mengangguk pelan sambil tersenyum. Ayah Ayudisha adalah seorang sastrawan yang bijak, ia mampu berfikir jernih dan bersikap bijaksana. Walaupun ia juga merasa sedih dan terguncang, ia masih tetap terlihat tenang untuk membuat Bayan dan Ayudisha merasa nyaman."Tabib mengatakan bahwa Ayudisha baik-baik saja dan luka akan sembuh dalam beberapa Minggu. Dia hanya kaget karena dia tidak pernah membunuh seseorang sebelumnya."Setelah itu Tuan Gili pun mengompres wajah Ayudisha dengan air hangat. Melihat betapa lembut ayah mertuanya memperlakukan Ayudisha, Bayan kembali meneteskan a
Ayudisha tersenyum pada Bayan. Ia ingin mengatakan pada laki-laki itu bahwa ia baik-baik saja. Memar di wajahnya sedikit memudar dan rasa sakit yang ada tubuhnya sudah mereda. Hal tersebut membuat Bayan merasa lega dan juga ikut tersenyum."Ayo kita pulang.""Ya."Kereta telah disiapkan sebelumnya. Tuan Gili telah mengirim surat untuk Amor dan mengatakan apa yang sebenarnya terjadi sepanjang malam. Hal tersebut membuat Amor mengirimkan banyak prajurit istana dan sebuah kereta untuk Ayudisha. Kereta tersebut merupakan kereta ternyaman dan tebaik yang ada di kerajaan Malaka. Sehingga Ayudisha dapat beristirahat di dalamnya. Bayan menggenggam tangan Ayudisha dan menggendongnya untuk naik ke atas kereta. Tak lupa ia menyiapkan selimut serta bantal agar Ayudisha dapat tidur di dalam. Serta sebuah kain tipis untuk menutupi wajah Ayudisha yang terluka."Pelan-pelan." ucap Bayan lembut.Di dalam kereta, Ayudisha ditemani oleh ayahnya. Laki-laki paruh baya itu terus mendampingi Ayudisha, bahk
"Yang Mulia, silahkan bersiap."Amor kini berdiri di depan kaca tembaga dengan tegak dan berwibawa. Para pelayan pun langsung datang menghampirinya sambil membawa jubah khusus dan mahkota untuk Amor. Kali ini untuk pertama kalinya ia akan tampil di hadapan rakyat sebagai seorang raja.Ayudisha yang duduk di belakangnya terus tersenyum saat melihat Amor yang kini menjadi seorang raja."Kakak terlihat sangat tampan.""Benarkah?"Ayudisha langsung mengangguk, hal tersebut menimbulkan pemikiran jail yang dimiliki oleh Amor muncul."Lebih tampan siapa, aku atau suamimu?"Mendengar hal itu Ayudisha langsung terdiam, ia menatap suaminya yang berdiri tidak jauh darinya sesekali lalu tersenyum maklum. Hal tersebut membuat wajah Bayan langsung tertekuk, ia tidak rela mendengar Ayudisha memuji ketampanan orang lain yang lebih baik darinya bahkan jika itu kakaknya sendiri.Amor pun langsung tersenyum dan mendekat ke arah Ayudisha."Baiklah, baiklah. Di matamu Bayan lah yang paling tampan. Sekaran
Bayan menatap makanan yang beraneka ragam di depannya. Hal tersebut membuat Bayan menelan ludah dengan susah payah. Ia terlahir dari kalangan orang yang sangat kaya, akan tetapi keluarganya adalah keluarga militer sehingga jarang untuk mereka memanjakan anak-anaknya, apalagi soal makanan. Mereka telah dilatih untuk disiplin dan hidup secara sederhana sejak dini. Akan tetapi istana memiliki pola yang berbeda, tempat ini dipenuhi oleh kemanjaan duniawi yang begitu luar biasa. Makanan beraneka ragam, tempat tinggal yang begitu nyaman dan pakaian yang begitu mewah."Pantas saja Bajingan Badra itu betah tinggal di istana. Tempat ini begitu nyaman untuk ditinggali."Ayudisha yang mendengar keluhan Bayan hanya mampu tersenyum. Ia mengambil piring dan menyendok nasi yang banyak dan menaruh beberapa lauk daging, setelah itu ia menyerahkannya ke arah Bayan."Kalau kamu suka tempat ini, aku bisa mengatakan pada Kakak Amor agar kita bisa tinggal disini mulai sekarang."Mendengar hal itu Bayan lan
"Raja Malaka telah berganti, lalu apa yang akan kita lakukan selanjutnya?"Semua Raja di setiap sudut Mirah Adhi kini telah mengetahui bahwa Malaka telah berganti kepimpinan. Malaka tak lagi dipimpin oleh Badra yang terkenal bodoh dan mudah dimanipulasi. Sekarang Malaka telah dipimpin oleh Amor, yang mana reputasi laki-laki itu bisa dikatakan tangguh. Semua orang menimbang-nimbang apakah Amor akan sama seperti Raja Senggrala yang berambisi memperluas wilayah atau tidak. Jika memang begitu maka kerajaan di sampingnya harus bersiap-siap untuk memperketat wilayah perbatasan. Akan tetapi hingga kini belum ada berita bahwa Raja Amor akan melakukan peperangan pada kerajaan lain."Raja Malaka yang baru bukan seseorang yang bisa kita remehkan. Dia menguasai kerajaan dan menggulingkan raja sebelumnya dalam waktu satu malam. Itu membuktikan bahwa dia pantas untuk menduduki tahta."Mendengar suara penasihatnya, Raja Senggrala pun memasang wajah kesal. Ia telah menyusun banyak rencana untuk menj
Pemandangan laut terlihat begitu jelas di area bukit. Banyak pohon yang rindang dan suara burung yang berburu untuk mencari ikan. Raka menikmati pemandangan itu sambil membuka buku tebal miliknya. Buku itu diberikan oleh Amor untuknya saat mulai berangkat ke perbatasan. Ahh, tidak. Ia harusnya tak bisa lagi memanggil nama Amor sesuka hati, karena laki-laki itu telah menjadi Raja nya saat ini."Yang Mulia Amor. Hmm terdengar sangat luar biasa."Raka mengagumi laki-laki itu sebagai seseorang yang memiliki pemikiran yang luas dan bijaksana. Bahkan saat Raka membaca buku yang diberikan Amor padanya, ia semakin mengagumi laki-laki itu tentang seleranya dalam sastra. Sebagai seseorang yang lebih gemar membaca daripada berkelahi, Raka merasa bahwa ia merasa lebih mirip dengan Amor dibandingkan Bayan kakaknya sendiri."Oi kutu buku! Aku dengar kakakmu sebentar lagi akan dinobatkan sebagai seorang Patih Muda."Raka pun langsung menoleh dan menutup buku miliknya untuk sementara. Julukan 'kutu b
Kehilangan sosok ayah membuat Jarka harus bergantung pada ibunya, hanya saja sang ibu saat ini masih sibuk menangis meratapi kepergian sang suami. Hingga ia terlupa bahwa ada anak yang perlu ia perhatikan. Jarka memandang ibunya dari kejauhan lalu menatap ke arah kakeknya dengan tatapan heran."Kakek, sampai kapan ibu akan bersedih?"Mendengar pertanyaan cucunya, Kerta tersenyum kecut. Ia melihat cucunya yang terlihat masih kecil dan harus kehilangan sosok ayah dan mungkin sosok ibu yang mulai berubah dari pandangannya. Ia merasa sedih atas kejadian yang menimpa keluarganya, hanya saja sebagai seorang pemimpin ia harus terlihat lebih tegar dan kuat dari anggota keluarga lainnya."Seseorang yang telah kehilangan pasangannya akan terus bersedih untuk waktu yang lama." "Apakah jika aku menjadi pasangan Sina dan gugur di Medan perang, Sina akan sedih seperti ibu saat kehilanganku?"Mendengar hal itu Kerta langsung kaget. Ia jarang bermain dengan cucunya dan hanya sibuk dalam kemiliteran
Ayudisha membelai seragam Bayan yang baru, seragam itu akan dikenakan Bayan ketika dilantik menjadi Patih Muda. Hal tersebut membuat Ayudisha membayangkan betapa gagahnya Bayan saat mengenakan itu."Sepertinya istriku jauh lebih senang melihatku menjadi Patih muda dibandingkan diriku sendiri."Mendengar hal tersebut, Ayudisha pun langsung tersenyum lebih lebar. Ia bangga memiliki suami seperti Bayan."Kamu pantas mendapatkannya, jika saja Badra tak menghalangi mu saat pemilihan, mungkin kamu sudah menjadi Patih muda sejak lama."Mengingat hal tersebut wajah Bayan pun langsung kesal. "Ya, ini semua gara-gara Badra. Kalau saja dia tidak menghalangi jalanku, aku jadi tidak perlu masuk penjara dan kita tidak perlu melakukannya disana. Dengan begitu aku mungkin bisa mengontrol diri dan kita tidak perlu memiliki anak terlalu dini. Jadi kita bisa menikmati waktu berduaan lebih lama."Mendengar fokus pembicaraan Bayan yang berbeda darinya, Ayudisha pun langsung melempar sendal ke arah Bayan.
Ayudisha menggendong putrinya sambil melihat Lo Gading yang sedang duduk dan menatap tanah. Hal tersebut membuat Ayudisha merasa heran melihat putranya itu. Apalagi Lo Gading masih tidak bergerak bahkan setelah beberapa jam."Lo Gading, apa yang sedang kamu amati? Hari sudah mulai terik, kemarilah."Akan tetapi Lo Gading masih tetap berjongkok dan terus menatap ke tanah. Setelah beberapa saat ia pun melihat ibunya dan bertanya."Bu, kenapa semut berjalan seperti bebek?""Hah?"Ayudisha pun langsung heran, sejak kapan semut berjalan seperti bebek?Lo Gading selalu bertanya pada sesuatu yang sulit ia mengerti. Akan tetapi rasa ingin tau anak itu begitu besar, sehingga ia selalu menanyakan sesuatu yang bahkan tidak pernah ditanyakan oleh orang lain."Bebek tidak berjalan seperti semut anakku. Mereka berbeda, bebek memiliki dua kali sedangkan semut memiliki lebih.""Tapi aku melihat cara mereka berjalan sama."Untuk beberapa saat Ayudisha terdiam, dan akhirnya mengingat kembali kenangan k
3 tahun kemudianBayan menatap putranya dengan tatapan tak percaya. Ia panik saat ini karena Ayudisha akan melahirkan seorang anak, tapi lihat putra nya yang berbakti itu. Dia bahkan sempat menguap saat mendengar jeritan ibunya yang kesakitan."Apakah kamu tidak khawatir ibumu kenapa-napa?"Mendengar pertanyaan Ayahnya, Lo Gading pun mengangguk."Aku khawatir." ucap Lo Gading dengan suara kecilnya.Akan tetapi raut wajahnya masih terlihat santai dan malas. Hal tersebut membuat Bayan menjadi semakin kesal."Lalu kenapa kamu terlihat seperti itu? Tidak ada raut khawatir di wajah mu, biasanya anak-anak akan menangis jika mendengar jeritan ibunya.""Apakah menangis itu berguna saat ini? Apakah tangisan ku dapat mengurangi rasa sakit yang ibu rasakan? Kalau memang begitu, aku akan menangis sekarang."Bayan pun terdiam, ia merasa putranya tidak normal. Terlalu malas dan tidak ada jejak kekanakan yang tersisa. Padahal jika diingat saat ia masih bayi, Lo Gading cenderung imut bahkan ketika di
Hari begitu cerah dan kehidupan di Malaka menjadi begitu membahagiakan. Tak ada lagi perselisihan dan keributan yang berarti dan kehidupan masyarakat jauh lebih sejahtera dari sebelumnya. Sejak kelahiran Pangeran mahkota keberuntungan selalu menghampiri Malaka tidak ada akhirnya. Seolah bayi lucu itu memang ditakdirkan untuk membawa banyak keberuntungan untuk semua orang.Ayudisha menggendong putranya sambil menatap ke arah pohon mangga tempat ia biasa duduk bersama dengan Bayan. Tempat yang biasa ia gunakan untuk mengelus perutnya yang sekarang nyeri dan tak nyaman. Akan tetapi kali ini ia sudah tak merasakan sakitnya lagi dan menikmati kebahagiaan tanpa beban yang berarti."Kamu adalah anugerah terindah yang diberikan tuhan padaku di kehidupan ini." ucap Ayudisha pada anaknya.Entah anak itu mengerti apa yang diucapkan oleh ibunya, atau dia terlalu senang dalam gendongannya, tapi dapat Ayudisha melihat dengan jelas bahwa anak itu tersenyum. Sangat tampan dan manis. Hal tersebut memb
Suara tangisan seorang bayi yang terdengar nyaring telah berhasil membuat semua orang di istana merasa bersyukur. Mereka pun langsung tersenyum dan mengucapkan selamat pada masing-masing anggota keluarga. Tak lupa mereka mengucapkan syukur yang mendalam pada Tuhan yang telah menitipkan sebuah kehidupan baru untuk keluarga mereka.Setelah itu pintu ruang persalinan pun terbuka dan Bibi Bayan menatap semua anggota keluarganya dengan senyum merekah. "Seorang bayi laki-laki telah lahir dengan selamat.""Bayi laki-laki?!!"Setelah itu ibu Ayudisha pun keluar dan membawa bayi di pelukannya yang telah bersih oleh air hangat. Hal tersebut membuat semua orang langsung bersorak bahagia. Bayi itu berkulit putih dengan hidung yang mancung. Mengingatkan Putri Minah dengan Amor ketika dilahirkan pertama kalinya.Sian, Daka dan Jiru pun tak kalah girang. Mereka melihat keponakan mereka untuk pertama kalinya dan itu membuat mereka bersyukur dengan suara yang keras."Syukurlah dia tidak mirip Kakak B
Semua orang khawatir akan keadaan Ayudisha, mereka takut karena merasa Ayudisha lemah dan tak tahan dengan rasa sakit. Akan tetapi hanya Ayudisha yang tau bagaimana ia menikmati rasa sakitnya dengan perasaan bahagia. Rasa sakit itu membuatnya sadar bahwa bayi di dalam perutnya benar-benar hidup. Bayi itu benar-benar ada dan itu terjadi dalam hidupnya di kehidupan ini.Hampir setiap detik dalam hidup Ayudisha di kehidupan sebelumnya, ia merasa kesepian dan cemburu melihat anak orang lain. Ia mengalami banyak kesedihan dan rasa sakit hanya karena ia tidak bisa memiliki anaknya sendiri. Terkadang wanita menjadi begitu tidak berharga ketika mereka tidak bisa memiliki seorang anak untuk suaminya. Seolah mereka adalah sebuah benda yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Seolah ia adalah benda yang cacat dan mereka sangat menyesal setelah membelinya.Akan tetapi sekarang ia memiliki seorang laki-laki yang menerimanya bahkan jika ia tidak akan memiliki anak seumur hidupnya. Ia memiliki lak
Bayan memeluk Ayudisha dan membuat tubuh Ayudisha lebih nyaman saat berbaring. Setiap malam Bayan akan mengatur cara Ayudisha tidur karena Ayudisha sudah tidak nyaman dengan perut besarnya. Terkadang Ayudisha akan memiliki nafas yang sedikit pendek karena kesulitan saat bernafas."Lebih nyaman?" tanya Bayan lembut.Ayudisha pun mengangguk dan tersenyum. Ia benar-benar dilayani oleh suaminya dengan sangat baik. Setiap ketidaknyaman yang ia alami selalu Bayan perhatikan. "Kalau begitu selamat tidur istriku yang cantik." ucap Bayan sambil mencium kening istrinya."Selamat tidur juga suamiku yang tampan."Keduanya saling merayu tanpa ada rasa malu terlihat di wajah mereka. Sangat berbeda ketika mereka masih pengantin baru. Sekarang mereka lebih leluasa dalam mengungkapkan rasa cinta hingga tidak ada kecanggungan.Setelah itu keduanya tertidur sambil berpelukan. Malam ini sangat ramai mengingat hampir setiap anggota keluarga berada di tempat yang sama. Ayudisha sebenarnya tidak terlalu ny
Para anggota keluarga kini telah berkumpul. Walaupun tidak semuanya tapi itu cukup ramai mengingat sebentar lagi mereka akan menyambut kedatangan anggota keluarga yang baru. Apalagi anak Ayudisha dan Bayan akan menjadi cucu pertama di keluarga masing-masing.Umur kandungan Ayudisha sudah sembilan bulan dan tinggal menghitung hari untuk melihat bayi itu dilahirkan ke dunia. Hal tersebut membuat anggota keluarga sangat antusias untuk mempersiapkan banyak hal untuk kelahiran nanti. "Apakah persiapannya sudah cukup?"Mendengar pertanyaan ibunya, Amor pun menggelengkan kepala dengan pasrah."Ibu telah menanyakan itu sebanyak tiga kali dan jawabannya masih tetap sama. Persiapan sudah cukup dan kita hanya tinggal menunggu Ayudisha melahirkan."Putri Minah yang melihat Amor dengan tatapan tidak suka. Ia sering bertanya-tanya terus menerus karena ia sebenarnya sangat gugup. Maklum saja ini pertama kalinya ia akan menjadi nenek, walaupun ia sangat berharap bahwa cucu pertamanya akan berasal da
Di Senggrala hampir semua tabib dikumpulkan untuk menyembuhkan penyakit Raja. Akan tetapi hingga kini masih belum ada solusinya. Menurut keterangan tabib, hal tersebut dikarenakan ada ulat bulu langka yang menyerang burung Yang Mulia. Hal tersebut membuat Sang Raja pun tak terima dengan tuduhan itu. Ia sangat yakin bahwa wanita itu menaruh racun di tubuhnya hingga membuat tubuhnya menjadi seperti ini."Maaf Yang Mulia, tapi hasil dari pemeriksaan saya hampir sama dengan tabib yang lainnya."Mendengar hal tersebut, Raja Senggrala langsung berteriak marah. Ia memarahi semua orang, akan tetapi ia masih terbaring lemah dan tak bisa bangun untuk melampiaskan nya secara fisik.Tak lama Raja merintih lagi, ia kesakitan dan hal tersebut membuat para tabib menjadi panik dan khawatir. Ulat bulu memang dapat membuat gatal-gatal, akan tetapi entah kenapa sangat sulit disembuhkan hingga membuat bengkak dan panas. Jadi para tabib semakin bingung bagaimana cara menyembuhkannya. Mereka pun berusaha u
Matahari telah terbit dibalik bukit perbatasan Malaka. Akan tetapi mereka masih berdiri sambil menunduk dan berdoa pada orang-orang yang telah meninggal di bukit ini.Ratusan prajurit telah gugur di medan pertempuran tanpa ada kemenangan yang mereka bawa. Keduanya meninggal tangis dan luka pada orang-orang yang telah mereka tinggalkan.Keempatnya menangis dalam diam sambil mengingat kakak mereka yang telah meninggal dengan cara yang begitu menyakitkan. Setelah itu, Yuda pun menatap ketiga adik Bayan sambil mengucapkan perpisahan."Senang berkenalan dengan kalian.""Kami juga senang berkenalan denganmu.""Ya, aku harap kita akan bertemu lagi tapi tidak di medan perang."Jiru, Daka, Sian dan Yuda. Mereka adalah calon prajurit tangguh yang akan memimpin pasukan di kerajaan mereka masing-masing. Selama perjalanan mereka telah berkenalan dan sudah saling mengenal. Akan tetapi mereka selalu tau bahwa persahabatan mereka ditakdirkan untuk berlalu dalam waktu yang sangat singkat.Keempatnya a