"Mas, lusa aku ada acara amal di panti sosial. Di sana ada banyak pejabat dan artis-artis terkenal yang ikut donasi terus namanya ditulis di prasasti gitu. Yang serunya, acara donasi ini bakalan disorot media tv nasional. Mas Abi mau ikut datang enggak?"
Risya bercerita dengan antusiasnya yang tinggi. Abi hanya mengangguk menggerakkan bibirnya untuk mengunyah. Makin hari rasa masakan Risya semakin enak. Dalam hati Abi bersyukur kalau akhirnya Risya perlahan mulai sadar."Ibu juga ikut loh mas," tambah Risya.Wanita itu tersenyum manis. Ada sesuatu yang tengah disembunyikannya. Abi tidak tahu apa maksud dari senyum itu. Ia pun melanjutkan kembali acara makannya yang tertunda."Aku ingin kamu datang, mas. Mau ya." Risya merengek. Abi menghela napas kasarnya. Lusa adalah akhir pekan dan ia punya rencana akan mengajak Adam berjalan-jalan tapi Risya malah merengek minta ditemani ke acara sosial."Memangnya kamu punya undangannya?" tanya AAbi terpaksa datang ke acara sosial yang dihadiri oleh Risya dan ibunya. Sejak semalam, keduanya sibuk menyiapkan makanan yang akan mereka bawa. Rencananya, kedua orang itu akan menyumbangkan makanan lagi untuk mendapatkan simpati dari orang-orang yang hadiri. Rumornya, ada istri pejabat dan menteri yang akan datang ke sana. Bukankah itu saat yang tepat untuk mencari perhatian? "Sudah semua disiapkan? Kamu langsung ke sana. Bilang ini semua dari keluarga Abisena. Sebutkan juga nama saya dan menantunya," teriak Riandari pada supirnya yang telah disuruh lebih dulu datang ke tempat acara. "Ya sudah, saya dan keluarga akan datang. Kasih tahu saya kalau ada masalah," lanjutnya lagi. Risya masih bersiap-siap mengenakan pakaian yang telah ia siapkan sebelumnya. Pakaian casual yang cukup nyaman dikenakan, karena tema donasi hari ini adalah jiwa yang sehat. Banyak dari donatur yang menyarankan mengenakan pakaian olahraga santai karena akan ada perlomba
Sepanjang acara amal, Risya terus saja berwajah masam. Seluruh rencananya hilang sejak semalam. Tadinya, dia akan membuat video saat dirinya berada di panggung memamerkan jumlah donasi yang diberikan. Berhubung jumlah donasinya hanya sedikit, ia malu untuk membuatnya viral. Ibu mertuanya juga bingung dengan kejadian tadi. Bukankah menantunya bilang kalau dirinya menyumbang banyak untuk donasi dalam acara amal ini? Mungkin saja ada kecurangan dari pihak panitianya. Ditengah-tengah acara, Riandari memberanikan diri untuk menanyakan dimana panitia acaranya. Kebetulan, salah satu temannya mengenal ketua panitia acaranya. Dengan langkah penuh semangat, Riandari beranjak menuju panggung belakang. Biarlah tak mengapa acaranya masih berlangsung. Ia harus mendapatkan jawaban atas masalah yang terjadi. "Mbak ini panitia acaranya ya?" Riandari tiba di belakang panggung bertemu dengan salah satu panitia. Wanita yang disapa Riandari menganggukkan kepalanya. "Saya mau protes tentang donasi yang
Carla tak habis pikir. Dirinya sudah menjauh dari kehidupan Abi tapi tetap saja masih bertemu dengan mereka di sela kesibukannya. Tak ada lagi nama Abi, tak ada lagi komunikasi apapun dengan pria itu. Tapi takdir selalu mempertemukan mereka berdua. Sepertinya, memang itu semua sudah digariskan dari tuhan. "Untuk tuan Abi, tolong beritahukan pada keluarga anda untuk tidak menganggu kehidupan saya lagi. Dunia tak berputar hanya sekitar mereka saja. Kalau mereka butuh pengakuan lebih, berbuatlah sesuatu yang bisa membanggakan. Jangan bertingkah seperti tadi." Carla menggandeng tangan Vian keluar dari gedung acara. Ia tak ingin mendengar segala omong kosong yang keluar dari mulut mantan suaminya itu. Rasa kesal dan benci menguar dari dalam dirinya. Padahal, rasa itu telah dikuburnya dalam-dalam. "Aku, minta maaf Carla." Abi berteriak memanggil Carla yang hampir mencapai pintu keluar. "Atas nama keluargaku, aku minta maaf. Aku akan peringatkan mereka untuk t
Keesokan harinya, Risya bermaksud meminta pertanggung jawaban Nanda yang telah menipunya hingga berujung malu di depan banyak orang. Bahkan ia sudah bersiap untuk memberikan tamparan pada temannya itu. Segera ia pergi ke studio musik milik Nanda untuk menemuinya. Di dalam studio itu, ia melihat Nanda dan Gane sedang tertawa lepas mendengar cerita salah seorang staf studio musik itu. Risya berdiri di dekat pintu masuk yang terbuka di satu sisinya. Dari situ ia bisa melihat dengan jelas apa yang sedang dilakukan mereka bertiga. "Mertua si bodoh itu viral? Sudah kuduga. Wanita itu memang picik dan senang membuat keributan," ujar Nanda yang diangguki oleh Gane. "Iya. Pantas saja mantan menantunya tidak kuat. Kalau jadi Carla, aku sudah kasih itu racun ke makanannya si mertua jahanam itu," tambah Gane yang dibalas kekehan kasar dari Nanda. "Orang seperti itu harus kita kerjain sekali-kali. Aku pernah kasih semangat untuk Carla menjelang sidang perceraiannya. Dia terlihat sedih tapi ber
Lelah menghampiri Abi yang baru saja menyelesaikan pekerjaan hari ini. Setelah libur selama dua hari akhir pekan kemarin, sulit baginya untuk sekedar bersantai sejenak. Hal yang membuatnya lelah hari ini adalah audit keuangan perusahaan yang tiba-tiba tanpa ada pemberitahuan sebelumnya. Al yang memanggil tim audit. Ini semua demi pengetatan anggaran yang tak perlu dan mencari pelaku pelanggaran yang menyebabkan kebocoran keuangan perusahaan. Al mencurigai banyak pihak telah berbuat curang. Al mencurigai Abi, lebih tepatnya. "Aku tahu kau sangat curiga denganku. Iya, kan?" tanya Abi setelah diperbolehkan masuk ke dalam ruangan minimalis milik Al. Ia menaikkan satu sudut bibirnya, tersenyum sinis setelahnya. "Ow, kau merasa ya? Padahal aku hanya ingin audit biasa saja. Ah, bukankah kamu pernah membuat kebijakan bagi karyawan untuk memakai uang perusahaan dengan cara pinjaman seperti student loan misalnya. Pengabdian dengan separuh gaji jika mema
"Mau kemana kamu?" Abi turun dari tangga langsung mendapati Risya yang sedang mengendap-endap ingin pergi ke suatu tempat. Pakaiannya rapi dan ini masih pagi. Seharusnya wanita itu mengurusi anaknya atau setidaknya memasak untuk suaminya. "Mau kemana?" tanya Abi lagi. "Mau ke butik tantenya Indah. Aku mau ambil pesanan minggu lalu untuk lamaran dan pernikahan anaknya om aku yang tinggal di luar kota. Dia minggu ini anaknya lamaran dan aku belum pernah ketemu lagi dari SMP. Pas kita nikah dia juga enggak bisa datang karena sakit. Boleh ya?" ujar Risya panjang lebar menceritakan rencananya hari ini. "Katanya mau periksa kandungan? Aku udah telpon dokternya." Abi menyilangkan dadanya di depan Risya. Istrinya itu menelan ludah kasar. Abi jika dalam model seperti ini sulit untuk ditolak pesonanya. "Kamu enggak lagi coba berbohong sama aku kan?" "Demi tuhan, aku enggak bohong. Janjian ke dokternya jam berapa?" tanya Risya. "Sore jam tiga." Risya tersenyum senang. Berarti pagi ini dia
Setelah pemeriksaan ke dokter kandungan, Abi dan Risya memutuskan untuk merayakan perayaan kehamilan kedua dengan makan bersama di kafe milik Vian. Abi memilih kafe itu karena ada memori tersendiri yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Risya tampak bahagia. Pasalnya, ia membawa keluarga besarnya untuk ikut merayakan pesta itu. Abi pun tak keberatan sama sekali. "Makan yang banyak, Ma. Kita makan enak malam ini," ujar Risya pada ibunya yang juga datang. Abi tersenyum datar melihat suasana akrab itu. Sekedar mencari angin, Abi memilih keluar dari dalam ruangan untuk duduk di dekat anak tangga belakang. Ia ingin merilekskan otaknya sejenak menatap kolam ikan yang sepi. Pikirannya berkelana ke beberapa waktu silam saat ia melihat Adam berada di sana. Dia sedang apa sekarang ? Pesan yang dikirim tiga hari lalu masih saja diabaikan. "Adam mau dibawakan apa? Udang asam manis atau cumi pedas?" Abi menoleh ke belakang, asal su
"Kesya, sini nak." Kesya berlari kecil ke arah ibunya yang memanggil dari kejauhan. Al sudah tak tahu kemana, sepertinya sedang berbincang dengan teman-temannya yang datang ke acaranya. Kesya tentunya tak tahu siapa yang berada di samping ibunya, karena posisi mereka yang dekat dengan lorong tempat lalu lalang orang. Dengan senyum manisnya Kesya memeluk ibunya dari samping. Ia belum sadar dengan siapa ibunya tengah berbincang. Hingga suara ibunya menyadarkan dirinya dan akhirnya membuat batinnya sedikit terguncang. 'Abi?' "Ini loh saudara jauh kamu yang sering main ke rumah lama kita di Semarang. Kamu pasti sudah lupa. Namanya Risya dan ini suaminya." Kesya meringis tak tahu harus menjawab apa. Ia mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan keduanya. "Kamu ngobrol dulu. Ibu mau cek barang-barang hantaran tadi." "Dunia sempit ya? Aku enggak tahu kalau ternyata Risya itu sepupuku," sinis Kesya tak suka. Merasa diremehkan membuat Risya menaikkan wajahnya seolah sedang menant
"Kamu kenapa sih?" Abi membantu istrinya berdiri yang terus menggerutu menyebut nama Carla. Entah apa yang terjadi pada mereka berdua tadi, hanya saja memang Risya terlalu berlebihan dalam menanggapi sesuatu. "Sehari aja enggak gangguin Carla, enggak bisa? Kamu dendam apa sama dia?" Abi kembali memarahi Risya yang sejak tadi tak berhenti mengomel. "Kamu terus saja belain dia. Tadi rambut aku dijambak. Lihat kan tadi aku jatuh? Mana lagi hamil pula," gerutu Risya yang masih saja tak terima dirinya kalah dari Carla. "Carla enggak mungkin duluan kalau bukan kamu yang mulai. Aku jauh-jauh dari kantor ke sini hanya untuk melihat hal memalukan. Kamu ternyata enggak berubah." Abi meninggalkan Risya yang masih berdiri di ruang ukur. Carla telah turun lebih dulu. Abi berniat mengejar Carla untuk meminta maaf padanya. Risya mengikuti Abi dari belakang. Kakinya dihentak-hentak kasar, menunjukkan ia tengah kesal karena suaminya ternyata lebih membela mantan istrinya. Di lantai bawah, Abi be
"Aduh." Terlihat seorang wanita tengah kesusahan memijat pergelangan kakinya yang baru saja tak sengaja menginjak sebuah kain. Ia terduduk sambil menundukkan wajahnya yang mengerang kesakitan. Kain yang terjulur itu adalah kain milik Carla yang tengah dipasangkan di tubuhnya oleh staf butik tante Leni. Staf itu tak melihat jika ada seseorang tengah melintas di belakangnya. "Bu, maaf. Tadi enggak sengaja. Saya tidak melihat—" "Kalau kerja itu pakai mata! Mentang-mentang kamu lagi sibuk sama pelanggan satunya, jangan lupakan juga ada pelanggan yang lain," bentak wanita itu. Carla yang merasa familiar dengan suara itu seketika menoleh dengan cepat ke arahnya. Matanya terbelalak, ternyata benar orang yang ada di pikirannya itu tengah berada di tempat yang sama dengannya. Ia menghela napas kasarnya. Baru saja ia terbebas dari masalah di acara pertunangan Kesya kemarin, kini harus dipertemukan lagi dengan wanita itu. Entah apa rencana tuhan yang sebenarnya dengan mereka berdua. Takdi
Kabar kehamilan Risya mampir di telinga Carla. Ini semua karena ulah bibik yang sering bergosip dengan asisten yang lain saat sedang santai. Curi dengar itu membuat hati Carla tercubit. Dua kali dirinya mendengar kabar bahagia kehamilan orang di dekatnya tapi dirinya sendiri masih belum juga memiliki satupun. Carla berjalan bolak-balik di belakang rumah hanya untuk memastikan apa yang didengarnya tidaklah salah. Ia bahkan rela duduk sambil mengunyah makanan agar gosip yang terdengar itu semakin seru. 'Ternyata, dia memang sudah hamil lagi?' Lalu, Carla mengusap perutnya. Datar, tanpa isi kecuali lemak. Carla menghela napas kasarnya. Ia beranjak dari duduknya menuju dapur. Tenggorokannya haus sejak tadi. Jus melon adalah pilihan bagus untuknya. "Mama!" teriak Adam dan Tasya yang berlarian masuk ke dalam rumah. "Adam minggu depan libur." "Tasya juga." Keduanya menunjukkan sebuah surat himbauan dari sekolah. Carla membacanya dengan seksama lalu mengangguk paham. "Satu bulan libur
"Kesya, sini nak." Kesya berlari kecil ke arah ibunya yang memanggil dari kejauhan. Al sudah tak tahu kemana, sepertinya sedang berbincang dengan teman-temannya yang datang ke acaranya. Kesya tentunya tak tahu siapa yang berada di samping ibunya, karena posisi mereka yang dekat dengan lorong tempat lalu lalang orang. Dengan senyum manisnya Kesya memeluk ibunya dari samping. Ia belum sadar dengan siapa ibunya tengah berbincang. Hingga suara ibunya menyadarkan dirinya dan akhirnya membuat batinnya sedikit terguncang. 'Abi?' "Ini loh saudara jauh kamu yang sering main ke rumah lama kita di Semarang. Kamu pasti sudah lupa. Namanya Risya dan ini suaminya." Kesya meringis tak tahu harus menjawab apa. Ia mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan keduanya. "Kamu ngobrol dulu. Ibu mau cek barang-barang hantaran tadi." "Dunia sempit ya? Aku enggak tahu kalau ternyata Risya itu sepupuku," sinis Kesya tak suka. Merasa diremehkan membuat Risya menaikkan wajahnya seolah sedang menant
Setelah pemeriksaan ke dokter kandungan, Abi dan Risya memutuskan untuk merayakan perayaan kehamilan kedua dengan makan bersama di kafe milik Vian. Abi memilih kafe itu karena ada memori tersendiri yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Risya tampak bahagia. Pasalnya, ia membawa keluarga besarnya untuk ikut merayakan pesta itu. Abi pun tak keberatan sama sekali. "Makan yang banyak, Ma. Kita makan enak malam ini," ujar Risya pada ibunya yang juga datang. Abi tersenyum datar melihat suasana akrab itu. Sekedar mencari angin, Abi memilih keluar dari dalam ruangan untuk duduk di dekat anak tangga belakang. Ia ingin merilekskan otaknya sejenak menatap kolam ikan yang sepi. Pikirannya berkelana ke beberapa waktu silam saat ia melihat Adam berada di sana. Dia sedang apa sekarang ? Pesan yang dikirim tiga hari lalu masih saja diabaikan. "Adam mau dibawakan apa? Udang asam manis atau cumi pedas?" Abi menoleh ke belakang, asal su
"Mau kemana kamu?" Abi turun dari tangga langsung mendapati Risya yang sedang mengendap-endap ingin pergi ke suatu tempat. Pakaiannya rapi dan ini masih pagi. Seharusnya wanita itu mengurusi anaknya atau setidaknya memasak untuk suaminya. "Mau kemana?" tanya Abi lagi. "Mau ke butik tantenya Indah. Aku mau ambil pesanan minggu lalu untuk lamaran dan pernikahan anaknya om aku yang tinggal di luar kota. Dia minggu ini anaknya lamaran dan aku belum pernah ketemu lagi dari SMP. Pas kita nikah dia juga enggak bisa datang karena sakit. Boleh ya?" ujar Risya panjang lebar menceritakan rencananya hari ini. "Katanya mau periksa kandungan? Aku udah telpon dokternya." Abi menyilangkan dadanya di depan Risya. Istrinya itu menelan ludah kasar. Abi jika dalam model seperti ini sulit untuk ditolak pesonanya. "Kamu enggak lagi coba berbohong sama aku kan?" "Demi tuhan, aku enggak bohong. Janjian ke dokternya jam berapa?" tanya Risya. "Sore jam tiga." Risya tersenyum senang. Berarti pagi ini dia
Lelah menghampiri Abi yang baru saja menyelesaikan pekerjaan hari ini. Setelah libur selama dua hari akhir pekan kemarin, sulit baginya untuk sekedar bersantai sejenak. Hal yang membuatnya lelah hari ini adalah audit keuangan perusahaan yang tiba-tiba tanpa ada pemberitahuan sebelumnya. Al yang memanggil tim audit. Ini semua demi pengetatan anggaran yang tak perlu dan mencari pelaku pelanggaran yang menyebabkan kebocoran keuangan perusahaan. Al mencurigai banyak pihak telah berbuat curang. Al mencurigai Abi, lebih tepatnya. "Aku tahu kau sangat curiga denganku. Iya, kan?" tanya Abi setelah diperbolehkan masuk ke dalam ruangan minimalis milik Al. Ia menaikkan satu sudut bibirnya, tersenyum sinis setelahnya. "Ow, kau merasa ya? Padahal aku hanya ingin audit biasa saja. Ah, bukankah kamu pernah membuat kebijakan bagi karyawan untuk memakai uang perusahaan dengan cara pinjaman seperti student loan misalnya. Pengabdian dengan separuh gaji jika mema
Keesokan harinya, Risya bermaksud meminta pertanggung jawaban Nanda yang telah menipunya hingga berujung malu di depan banyak orang. Bahkan ia sudah bersiap untuk memberikan tamparan pada temannya itu. Segera ia pergi ke studio musik milik Nanda untuk menemuinya. Di dalam studio itu, ia melihat Nanda dan Gane sedang tertawa lepas mendengar cerita salah seorang staf studio musik itu. Risya berdiri di dekat pintu masuk yang terbuka di satu sisinya. Dari situ ia bisa melihat dengan jelas apa yang sedang dilakukan mereka bertiga. "Mertua si bodoh itu viral? Sudah kuduga. Wanita itu memang picik dan senang membuat keributan," ujar Nanda yang diangguki oleh Gane. "Iya. Pantas saja mantan menantunya tidak kuat. Kalau jadi Carla, aku sudah kasih itu racun ke makanannya si mertua jahanam itu," tambah Gane yang dibalas kekehan kasar dari Nanda. "Orang seperti itu harus kita kerjain sekali-kali. Aku pernah kasih semangat untuk Carla menjelang sidang perceraiannya. Dia terlihat sedih tapi ber
Carla tak habis pikir. Dirinya sudah menjauh dari kehidupan Abi tapi tetap saja masih bertemu dengan mereka di sela kesibukannya. Tak ada lagi nama Abi, tak ada lagi komunikasi apapun dengan pria itu. Tapi takdir selalu mempertemukan mereka berdua. Sepertinya, memang itu semua sudah digariskan dari tuhan. "Untuk tuan Abi, tolong beritahukan pada keluarga anda untuk tidak menganggu kehidupan saya lagi. Dunia tak berputar hanya sekitar mereka saja. Kalau mereka butuh pengakuan lebih, berbuatlah sesuatu yang bisa membanggakan. Jangan bertingkah seperti tadi." Carla menggandeng tangan Vian keluar dari gedung acara. Ia tak ingin mendengar segala omong kosong yang keluar dari mulut mantan suaminya itu. Rasa kesal dan benci menguar dari dalam dirinya. Padahal, rasa itu telah dikuburnya dalam-dalam. "Aku, minta maaf Carla." Abi berteriak memanggil Carla yang hampir mencapai pintu keluar. "Atas nama keluargaku, aku minta maaf. Aku akan peringatkan mereka untuk t