Share

Pecah

Penulis: Zizara Geoveldy
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-29 16:18:12

Livia mencoba keras untuk menguatkan diri. Ditatapnya Lola dengan mata yang berusaha tenang. Namun bibirnya sulit untuk tidak gemetar.

Belum Livia menjawab, terdengar langkah kaki mendekat dari ruang makan. Utary muncul dengan raut penuh percaya diri.

"Malam, Om, Tante, saya Utary," ia mengenalkan diri dengan nada ramah namun penuh kepalsuan. "Rajendra mengajak saya tinggal di sini. Maaf kalau suara saya tadi mengganggu."

Dahi Lola berkerut dalam. Dipandanginya Utary dari ujung kepala hingga bawah kaki. "Rajendra mengajak kamu tinggal di sini? Untuk apa?"

Tiba-tiba Rajendra muncul dari belakang Utary dan langsung menjelaskan. "Utary sedang ada masalah pribadi, Tante. Dan sebagai seorang teman aku hanya ingin membantu."

Mendengar keterangan dari anak tirinya Lola memandang ke arah Rajendra dengan tajam. "Kamu udah gila apa gimana, Ndra? Kamu pikir pantas membawa wanita lain tinggal di rumah ini sementara istrimu ada di sini?"

Rajendra akan menjawab pertanyaan tersebut namun gerakannya
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (3)
goodnovel comment avatar
eld
"kalau tdk terpaksa dia juga blm tentu mau kamu nikahi". say it louder tante! om kalo mau ngasih perhitungan jangan tanggung ya, jalang ga boleh dikasih lembut soalnya gatau diri!
goodnovel comment avatar
Silent Heart
PUAS banget baca bab ini. Ayo Erwin, kuliti tuh Utary. Kupas tuntas. Tanya sekalian Randu anak siapa, jangan lupa tes DNA. Biar Rajendra matanya melek.
goodnovel comment avatar
vpi
Ayo erwin usir tuh benalu ga tau malu kalau perlu siksa dlu..rajendra & utary siksa sja sampai mau minta maaf sma livia krna perlakuannya selama ini
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Yang Benar Saja

    "Sekarang kemasi barang-barangmu lalu silakan pergi dari rumah ini. Saya tidak peduli apa pun alasannya, rumah ini bukan tempat untukmu," usir Erwin pada Utary.Utary jelas saja terkejut tapi ia tetap bertahan dan mencoba agar terlihat tegar. "Tapi Rajendra sendiri yang minta aku tinggal di sini. Aku hanya mengikuti permintaannya, Om.""Permintaan yang membuat hancur keluarganya sendiri?" Erwin membalas dengan suara yang keras. "Rajendra bukan anak kecil yang bisa berbuat sesuka hati tanpa konsekuensi. Kalau kamu masih punya malu tidak seharusnya masuk ke rumah istri Rajendra."Lola tidak ketinggalan dari suaminya. Ia berdiri di dekat Utary. "Sejak tadi saya mencoba bersikap sopan, tapi sekarang nggak bisa lagi. Rumah ini adalah milik Livia. Kamu nggak punya hak di sini. Pergilah sebelum kamu mempermalukan diri lebih jauh."Melihat Utary dicecar, Rajendra langsung pasang badan. "Pi, Tante, Utary nggak punya tempat tinggal. Dia--""Diam kamu, Ndra!" potong Erwin sebelum Rajendra selesa

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-29
  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Galau

    Rajendra masih membisu, tidak sanggup mengatakan apa pun. Rasa gengsi dan perasaan malu membaur menjadi satu dalam dirinya. Menyampaikan permintaan maaf pada Livia berarti mengakui semua kesalahannya secara terang-terangan. Sesuatu yang belum pernah ia lakukan sepanjang hidupnya.Livia yang sejak tadi hanya membisu akhirnya bersuara. "Nggak apa-apa, Pi. Saya nggak butuh permintaan maaf dari Rajendra."Semua mata kini terfokus pada Livia. Kata-katanya terdengar datar. Wajahnya dingin dan tanpa ekspresi.Livia melanjutkan perkataannya. "Permintaan maaf itu nggak akan mengubah apa pun. Yang saya butuhkan adalah aksi nyata. Kalau dia memang merasa bersalah tunjukkan dengan cara memperbaiki diri, bukan hanya sekadar kata-kata."Erwin menganggukkan kepalanya dengan pelan. Ia merasa puas atas keberanian Livia. "Dengar itu, Ndra," ucapnya sambil menatap anaknya tajam. "Livia nggak butuh basa-basi dari kamu. Perbuatanmu selama ini sudah lebih dari cukup untuk menghabiskan kepercayaannya."Raje

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-30
  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Baper

    Pagi ini Livia terbangun sama seperti pagi-pagi sebelumnya. Ia dan Rajendra tetap tidur di tempat yang berbeda. Rajendra di ranjangnya sedangkan Livia tetap di Sofanya yang dingin. Namun pagi ini hati Livia terasa hangat karena tidak ada Utary lagi di rumah itu. Hanya saja ia merindukan Randu karena sehari-hari Livialah yang mengurusnya.Satu jam kemudian keduanya sudah berada di ruang makan.Aroma kopi dan roti panggang melingkupi rumah yang sepi. Livia duduk di kursi sambil mengaduk secangkir teh hangat sambil melamun. Di hadapannya Rajendrajuga duduk dengan handphone di tangan. Keduanya tenggelam dalam dunia masing-masing, bagaikan dua orang asing yang kebetulan berbagi ruang."Tambah lagi rotinya, Ndra?" tanya Livia memecah keheningan. Walaupun sebenarnya ia tahu kemungkinan besar Rajendra tidak akan merespon."Nggak usah," gumam Rajendra pelan tanpa mengangkat wajah dari gawainya.Kondisi ini sudah bukan lagi hal yang asing bagi Livia. Komunikasi yang dingin, serta kalimat-kalim

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-30
  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Ancaman Rajendra

    Rajendra membuka pintu mobil dengan gerakan kasar. Gesturnya itu memperlihatkan kekesalannya yang tertahan. Dilihatnya Livia yang berdiri ragu di depan pintu samping belakang."Duduk di depan!" perintah Rajendra tegas.Livia membalas tatapan Rajendra dengan sedikit terkejut. "Tapi saya sudah biasa duduk di belakang." Livia tidak akan pernah lupa, setiap pergi dengan Livia Rajendra pasti selalu menyuruh Livia duduk di belakang."Aku bukan supirmu, Livia. Cepat masuk. Waktuku nggak banyak!" perintah Rajendra lagi dengan nada yang lebih tinggi.Dengan gerakan perlahan dan hati-hati Livia masuk ke kursi penumpang depan. Rajendra hanya meliriknya sebentar sebelum menginjak pedal gas dengan kuat. Sepanjang perjalanan suasana begitu hening. Hanya suara musik pelan yang mengalun dari radio sesekali memecah sepi.Beberapa kali Livia mencuri pandang ke arah Rajendra, berharap menemukan sedikit saja rasa peduli dari laki-laki itu. Namun wajah Rajendra terlihat begitu kesal, seakan menemani Livi

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-30
  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Dilema

    Livia tegak terpaku di pinggir jalan, merasakan panas matahari yang menyengat tubuhnya. Dengan tongkat di satu tangan dan foto hasil USG di tangan lainnya ia merasa kecil dan tidak berdaya. Sementara pandangan orang-orang yang melihat ke arahnya tidak bisa ia hindari. Ada yang memandangnya dengan kasihan dan ada pula yang bersikap acuh tak acuh terhadapnya. Livia menggigit bibirnya. Menahan air mata yang mulai menggenang di pelupuknya. Dengan perasaan pilu Livia menatap kepergian mobil Rajendra yang melaju dengan kencang. Bahkan lelaki itu sama sekali tidak menoleh untuk memastikan bahwa Livia baik-baik saja. Bagaimana mungkin seorang suami meninggalkan istrinya yang cacat dan sedang mengandung di pinggir jalan sendirian? Di mana letak hati lelaki itu? Ah iya, Livia lupa. Rajendra kan memang tidak punya hati. 'Aku pasti kuat. Aku nggak boleh lemah demi bayi ini.' Livia menggumam sendiri di dalam hatinya sambil mengusap perutnya sembari memberi ketenangan pada janin yang sedang

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-01
  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Sebuah Langkah Kecil

    Saat Livia sedang terseok-seok sendiri, sebuah mobil menepi di dekatnya, lalu kaca depan bagian kiri mobil itu terbuka.Livia berhenti melangkah dan memandang ke arah mobil tersebut."Livia!""Langit!"Keduanya saling menyapa. Langit cepat-cepat turun dari mobil lalu melangkah ke arah Livia."Kamu mau ke mana? Kenapa jalan sendiri di sini?" Langit bertanya heran. Di antara banyaknya lalu lalang kendaraan hanya Livia yang berjalan. Itu pun dengan menggunakan tongkat."Hai, Lang." Livia mencoba tersenyum seolah menunjukkan tidak ada apa-apa. Namun tentu saja Langit tidak akan percaya dengan mudah."Kamu mau ke mana? Mana Rajendra?" ulang langit yang belum puas lantaran belum mendapatkan jawaban yang pas."Saya mau pulang. Tadi dari rumah sakit. Rajendra balik ke kantornya.""Jadi tadi kamu ke rumah sakit dengan Rajendra?"Livia menganggukkan kepalanya sebagai jawaban."Sekarang masuk. Biar aku antar kamu pulang."Livia tidak berbasa-basi karena sangat lelah. Ia langsung masuk ke mobil

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-01
  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Diam-Diam Peduli

    Langit memarkir mobilnya di depan rumah Rajendra. Ia membukakan pintu untuk Livia dan membantunya turun.Dengan hati-hati Livia masuk ke dalam rumah diikuti Langit yang mengekor di belakangnya."Silakan duduk dulu, Lang, saya buatin kopi," ujar Livia sembari mengembangkan tangannya ke arah sofa tamu."Nggak usah, Liv. Kamu duduk aja, aku yang bakal bikin kopinya," balas langit yang beranjak ke dapur seolah sudah hafal semua letak peralatan di rumah itu."Kamu?" Kedua bola mata Livia melebar."Yup. I'am."Livia tersenyum kecil. Ia membiarkan langit mengambil alih. Sementara ia duduk di sofa, memijit pelan kakinya yang terasa pegal.Tidak lama setelahnya aroma kopi menguar dari dapur. Langit muncul dengan dua cangkir kopi di tangannya. Diletakkan satu di depan Livia."Ini kopi spesial ala Langit. Nggak kalah dari buatan kamu," katanya sambil tersenyum.Livia tertawa pelan kemudian menyeruput kopinya. "Enak banget, Lang. Bisa buka kedai kopi nih.""Oh iya dong. Aku kan paket lengkap. Sem

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-02
  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Menyakitimu Adalah Hobiku

    Langit dan Livia masih berada di ruang tamu. Keduanya berbincang hangat sambil menyeruput sisa kopi di dalam cangkir. Suasana begitu santai meskipun Langit kesulitan menyembunyikan debar jantungnya setiap kali menatap wajah Livia.Perbincangan hangat itu terinterupsi ketika derap langkah terdengar dari arah depan. Livia menoleh cepat. Ia tahu betul siapa yang datang.Rajendra masuk dengan lengan kemeja yang sudah disingsingkan hingga sikunya. Sorot matanya spontan menangkap keberadaan Langit di ruang tamu, sedang duduk santai di sofa rumahnya."Ndra, kamu sudah pulang? Sudah selesai meeting-nya?" tanya Livia.Rajendra tidak menggubris pertanyaan Livia namun tatapannya tetap tertuju pada Langit. Dengan langkah tenang ia melangkah mendekati sofa."Udah lama lo?" tanyanya pada Langit."Lumayanlah. Tadi gue nganterin Livia pulang," jawab Langit.Rajendra sontak mengerutkan dahinya. "Gimana bisa lo nganterin Livia pulang?""Tadi gue nggak sengaja ketemu Livia di jalan. Katanya abis lo ting

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03

Bab terbaru

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Kecuali Itu Kamu

    Rajendra merasa dunia seakan berhenti sejenak. Kata-kata Livia menggema terasa begitu keras di telinganya. Tangan Rajendra yang mencengkeram setir kini terasa kaku dan tidak bisa mengendalikan mobil.Rajendra tahu. Sudah saatnya Livia melepaskan diri darinya.Livia masih muda dan cantik. Ia tidak mungkin hidup sendiri selamanya. Dan untuk melangkah maju tentu saja terlebih dahulu ia harus melepaskan diri dari Rajendra."Aku nggak tahu harus jawab apa, Liv," ucap Rajendra pada akhirnya. Suaranya terdengar penuh beban. "Aku nggak bisa bayangin kalau kamu benar-benar menikah dengan Javier."Livia terdiam dan merenungkan perasaannya. Di satu sisi ada cinta yang masih tersisa, sedangkan di sisi lain ada luka yang belum sembuh sepenuhnya. Ia takut akan terluka lagi."Aku butuh kepastian, Ndra. Lebih tepatnya kita berdua butuh kepastian agar kita bisa sama-sama melangkah ke depan. Kalau aku yang menggugat, apa kamu siap menerima semuanya?""Kamu yakin ini yang terbaik untuk kita?" Rajendra m

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Kamu Atau Aku?

    Pagi itu Livia bertemu dengan Rajendra. Rajendra mengantar anak-anak ke sekolah sedangkan Livia datang ke daycare untuk mengatakan bahwa mulai hari ini Gadis tidak dititip lagi ke sana karena sudah ada omanya."Nanti pulangnya dijemput Papa lagi kan?" tanya Adis yang digandeng Rajendra di tangan kanan sedangkan tangan kiri Rajendra menggandeng Lunetta. Di sebelahnya ada Randu."Hmm ... kalo misalnya kali ini Papa nggak bisa jemput Adis, gimana?" Rajendra membuat pengandaian."Papa sibuk kerja ya, Pa?""Lumayan, Sayang. Papa sibuk banget. Papa lagi banyak kerjaan.""Berarti Adis di daycare sampai sore?" Gadis menengadah dan terlihat sedikit kecewa."Nggak juga, Sayang. Nanti Adis, Kak Lunetta dan Bang Randu dijemput sama Om Geri ya?"Dahi Gadis berkerut. Ini adalah untuk pertama kalinya ia mendengar nama itu. Siapa dia? pikirnya."Om Geri tuh siapa, Pa?""Om Geri supir Papa. Orangnya baik dan nggak galak. Adis nggak usah takut pokoknya." "Lebih baik mana dari Om Jav?" Gadis mendongak

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Karena Kamu Yang Suruh

    Livia terdiam menatap cincin berlian yang berkilau di dalam kotak. Ia tidak tahu harus berkata apa. Semestinya ini momen yang membahagiakan kan? Tapi mengapa ada sesuatu yang terasa berat? Ia teringat bagaimana sentuhan tidak sopan Handi. Dan bagaimana Javier hanya tertawa dan menganggapnya sebagai angin lalu. Malam ini membuka matanya bahwa dunia Javier bukanlah dunianya."Maaf, Jav, aku nggak bisa."Ekspresi Javier seketika berubah. "Maksud kamu.""Aku nggak bisa menerima lamaran kamu. Itu maksudku."Kotak cincin tadi masih berada di tangan Javier namun terasa berada begitu jauh sekarang."Kenapa? Aku pikir kita sudah sangat lama bersama. Aku pikir ini yang kamu inginkan."Livia menggeleng. "Kita berbeda, Jav. Cara kita memandang hidup nggak sama. Selain itu statusku masih istri orang," jelas Livia."Itu makanya aku suruh kamu mengurus perceraian. Agar semua jelas. Jadi kalau pun kamu mau menolakku seenggaknya dalam status bukan sebagai istri orang." Pada bagian ini suara Javier te

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Lamaran

    Di halaman belakang rumah aroma ikan bakar semakin kuat. Dengan telaten Rajendra membolak-balikkan ikan besar di atas panggangan. Sementara di sebelahnya beberapa ekor ikan kecil sedang digoreng hingga renyah.Gadis duduk di bangku plastik, menunggu dengan sabar sambil mengayun kakinya. Sesekali menghirup aroma ikan bakar dengan penuh rasa antusias. Begitu berbeda dengan Lunetta yang berdiri dengan tangan menyilang di depan dada. Anak itu tampak tidak senang."Papa, kenapa ikan buat aku cuma ikan kecil?" Lunetta memprotes, membandingkan dengan ikan besar yang dibakar untuk Gadis."Tadi Kak Lunetta bilang mau ikan goreng kan? Jadi Papa gorengkan. Lihat nih walau kecil-kecil tapi banyak. Ikan kecil ini kalau dikumpulin bakalan sama kayak ikan bakar Adis.""Tapi tetap aja Adis dapat yang besar sedangkan aku yang kecil. Aku mau ikan yang besar!" Lunetta bersungut-sungut."Kalau Kak Lunetta mau ikan besar, ambil punya Adis aja, Kak," ujar Gadis mengalah."Aku kan udah bilang nggak suka ika

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Satu Untukku, Satu Untukmu

    Javier turun dari mobilnya. Hari itu lelaki tersebut berpenampilan casual menggunakan celana jeans dan kaos Polo berwarna navy."Ada tamu, Liv?" tanya pria itu pada Livia yang menyambutnya.Livia mengangguk."Siapa?" Javier memandang ke arah rumah."Rajendra. Sekarang lagi mancing sama Gadis dan dua anak lainnya di belakang."Ekspresi Javier berubah dalam hitungan detik mendengar informasi itu."Kamu gimana sih, Liv? Katanya hari ini kita mau jalan ke mall.""Sorry, Jav. Aku juga nggak tahu kalau Rajendra bakal ke sini. Dia yang bikin janji sama Gadis. Dan Gadis nggak bilang ke aku."Javier berdecak kesal karena Rajendra merusak rencananya. Sejak lelaki itu hadir, hubungannya dengan Livia dan Gadis menjadi kacau."Sekarang panggil Gadis, kita pergi." Javier memerintah."Nggak bisa begitu, Jav. Gadis lagi quality time sama papanya. Aku nggak mungkin tiba-tiba ngerusak kebahagiaan dia. Dia lagi happy-happy-nya.""Kalau begitu kita pergi berdua.""Sorry, Jav. Aku nggak mungkin ninggalin

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Persaingan Yang Semakin Ketat

    Pagi itu halaman rumah Livia diterpa cahaya matahari dengan hangat. Gadis asyik membantu Livia menyiram bunga di halaman.Ketika suara mobil terdengar berhenti di luar pagar awalnya Gadis tidak peduli siapa yang datang. Ia pikir teman Livia atau siapa. Namun ketika tahu itu Rajendra, Gadis langsung berseru riang. "Papa!" dan langsung berlari ke arah mobil Rajendra.Livia yang sedang membersihkan halaman rumah ikut memandang ke arah itu. Ia tidak tahu apa maksud kedatangan Rajendra hari ini. Apalagi dengan membawa Randu dan Lunetta."Papa kok ke sini nggak bilang-bilang Adis dulu?" Gadis mendongak penuh rasa penasaran."Kan Papa udah janji hari Minggu kita mau mancing di kolam belakang. Adis lupa ya?""Oh iya ya. Adis baru ingat." Gadis melompat kegirangan.Livia menghela napas pelan melihat Rajendra mengambil alat pancingnya dari bak belakang pick up double cabin. Apalagi lelaki itu juga membawa dua anaknya yang lain."Sini Adis bawa, Pa," ujar Gadis antusias.Rajendra memberi satu p

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Akan Aku Pikirkan

    Ketika Javier berkata akan membantu mengurus perceraian, Livia hanya diam. Jemarinya saling bertautan di atas pangkuannya, berusaha menenangkan gemuruh di dalam dadanya. Semestinya ia merasa lega. Perceraian tersebut adalah akhir dari segala keterikatan dengan Rajendra. Tapi kenapa hatinya justru terasa berat?Livia menatap ke luar jendela mobil dengan sorot kosong. Dadanya semakin terasa sesak."Aku akan bantu kamu bicara sama pengacara," kata Javier yang masih fokus menyetir.Livia mengambil napas dalam. "Javier ..." Ia menggigit bibir, merasa ragu untuk melanjutkan perkataannya."Ya.""Kamu yakin perceraian ini adalah jalan terbaik untukku?""Sure. Setelah semua derita yang kamu alami kamu berhak mendapatkan yang terbaik. Kamu sudah terlalu lama menderita."Terlalu lama menderita.Kalimat itu seharusnya menyadarkan Livia. Menjadi pengingat bahwa Rajendra pernah menyakitinya begitu dalam. Tapi kenapa di dalam hatinya ada suara yang membisikkan bahwa ia masih harus bertahan?Bahwa ia

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Desakan Perceraian

    Di dalam mobil Rajendra, Randu dan Gadis duduk di kursi belakang sambil bersenda gurau. Sementara Lunetta menatap keduanya dengan perasaan tidak senang. Lunetta tidak suka melihat kedekatan Randu dan Gadis. Gadis seolah sedang mengambil Randu darinya. Gadis yang baru saja masuk ke dalam hidup mereka kini seolah mengambil tempat Lunetta di hati Randu."Bang Randu mau nggak main ke rumah Adis?" tanya Gadis setelah mereka puas bersenda gurau. Ia tertawa kecil dengan mata dipenuhi binar. "Di belakang rumah Adis ada kolam ikan. Kita bisa ambil ikannya terus digoreng deh.""Oh ya?" Randu tampak tertarik.Gadis mengangguk-angguk. "Ikannya udah gede-gede lho, Bang. Dulu Om Jav yang beli bibitnya."Rajendra yang mendengar obrolan keduanya sejak tadi mengembuskan napas. Lagi-lagi Om Jav. Tampaknya Lelaki itu yang selalu berjasa dalam hidup Livia dan Gadis. Perannya begitu besar terutama dalam pertumbuhan Gadis."Terus gimana cara kita tangkap ikannya?" Randu tampak berpikir."Kan bisa dipancin

  • Istri Yang Tidak Pernah Diharapkan   Rebutan

    "Papa, kita ke mana? Kok jalannya bukan jalan ke sekolah?" tanya Lunetta begitu mereka berbelok ke sebelah kiri di perempatan lalu lintas. Biasanya jalan ke sekolah mereka adalah lurus."Kita jemput Gadis dulu ya," jawab Rajendra yang sedang menyetir.Lunetta berdecak mendengarnya. "Emang dia siapa sih, Pa? Kenapa harus pergi sekolah sama kita?""Lunetta, Papa kan udah bilang kalau Gadis itu saudara kalian juga. Dia juga anak Papa," kata Rajendra memberi pengertian.Lunetta langsung memberengut dan membuang pandangannya ke jalan."Jangan ngambek dong. Gadis itu anak baik. Kamu belum nyoba main sama dia kan?" Rajendra tersenyum sambil mengelus rambut Lunetta.Sementara Randu yang duduk di belakang tidak banyak protes. Ia tidak menganggap Gadis sebagai saingannya. Hanya merasa heran atas semua kejadian yang tiba-tiba ini. Tiba-tiba punya saudara, tiba-tiba menjadi keluarga.Mobil Rajendra berhenti tepat di depan rumah Livia. Dari arah berlawanan sebuah Range Rover hitam ikut berhenti. D

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status