Najma terkejut melihat Wilson kembali terkena sayatan senjata tajam. Dia bahkan tak perduli dengan teriakan Wilson yang memintanya untuk berlari, tetap berdiri di tempatnya. Ketika ujung pisau dari pria yang menyerangnya terayun ke atas, Wilson bergerak ke depannya, sehingga yang kemudian terkena hujaman ujung pisau itu adalah pria itu.Dan Wilson itu pun ambruk ke tanah.Bersamaan dengan itu, beberapa pria datang. Tiga pria jahat itu pun langsung berlari ketakutan meninggalkan Najma dan Wilson."Mbak tidak apa-apa kan?" tanya pria pertama yang mendekat. "Tadi saya melihat kepanikan mbak dan teriakan mbak. Tapi saya tidak langsung ke sini melainkan memanggil orang-orang dulu. Karena terlalu berisiko.""Saya tidak apa-apa, mas. Mas bisa lihat sendiri. Tapi dia," Najma menunjuk Wilson yang terbaring di tanah. Masih sadar, hanya terlihat lemas. Darah juga mengalir dari kedua tangan dan bahu Wilson. "Bisa tolong bawa ke rumah sakit sekarang?" Najma menangkupkan keduanya satu sama lain. "
Hening.Setelah kepergiaan Roger dan Agnes suasana ruangan menjadi hening. Najma dan Wilson keduanya merasa canggung karena berada di dalam ruangan yang sama."Najma, eh maksud saya nona." Wilson berdecak. "Maaf karena sering berakting menjadi suami nona, saya jadi salah panggil."Najma menoleh ke sumber suara. "Jangan panggil aku nona lagi. Panggil saja aku Najma. Dan tidak perlu bersikap resmi padaku. Biasa saja. Aku juga bukan siapa-siapa.""Tapi nona kan....""Sudah aku bilang jangan memanggilku nona. Kalau memang kita harus dituntut untuk terus berakting sebagai suami istri, maka bersikap santai akan membuat kita merasa nyaman satu sama lain."Roger tersenyum samar. "Ah, baiklah. Aku akan mengikuti maumu, Najma. Apakah sekarang ucapanku sudah terkesan santai?""Ya. Dan mulai sekarang aku akan memanggilmu Mas Wilson.""Aduh, kalau itu jangan ih. Kalau kita sedang berakting saja. Aku bisa dimarah oleh Tuan Roger nanti.""Kalau dia marah, bilang saja Najma yang meminta dan dia memak
"Tuan Roger!"Najma langsung turun dari tempat tidur Wilson menepi di besi yang menjadi kerangka tempat tidur itu.Roger melangkah lebih dekat pada mereka. Pertama pandangannya mengarah pada Najma, lalu Wilson. "Apa kedatanganku mengganggu kalian?"Wilson langsung tersenyum agar Roger tak salah sangka. "Tentu tidak, tuan. Nona Najma sedang menyuapiku karena aku belum bisa menggunakan tangan sendiri untuk makan. Itu pun dia harus memaksaku karena aku tidak suka bubur." Wilson menghembuskan nafas samar. "Rumah sakit ini aneh. Masak aku yang sehat begini diberi makan bubur."Roger menaruh tempat makan susun yang dibawanya ke atas nakas. "Ini ada makanan yang sengaja aku bawa dari rumah. Kamu pasti menyukainya."Mata Wilson melebar. "Wah, terima kasih sekali anda sampai mau membawakan makanan untukku. Padahal aku baru meminta Nona Najma untuk membeli makanan di kantin rumah sakit saja agar aku bisa makan dengan benar. Bukan bubur.""Aku sudah tau ini bakal terjadi. Karena itu aku bawa dar
Roger merasa begitu letih. Keadaan yang jarang dia rasakan selama ini. Dia tahu penyebabnya, karena akhir-akhir ini otaknya terforsir untuk memikirkan sesuatu di luar pekerjaannya. Yaitu memikirkan kedua istrinya.Melihat sofa yang tampak empuk, Roger langsung tergiur untuk merebahkan diri. Tepat saat itu, Agnes muncul dengan membawa toples berisi cemilan."Kamu tau tadi aku kemana?" tanya Agnes sembari mengambil duduk di sofa yang berhadapan dengan sofa yang direbahi Roger."Memangnya kamu kemana?" Roger bertanya balik dengan tidak antusias."Ke rumah sakit."Mendengar kata rumah sakit, mata Roger yang semula terpejam, langsung membuka. Lalu dia menoleh pada Agnes. "Ada keperluan apa kamu ke rumah sakit?""Menemui Wilson dan Najma. Pas aku datang, mereka tidak ada di ruangan. Eh, ternyata di taman. Mereka lagi ngobrol sambil menikmati suasana taman. Walaupun terkesan malu-malu, mereka terlihat romantis."Roger terdiam. Memang Najma dan Wilson tampak semakin dekat. Itu karena mereka s
Tiga hari kemudian.“Lho, kamu mau kemana, Ro? Kok memasukkan pakaian ke dalam koper?” tanya Agnes dengan tatapan menyelidik.“Ada pertemuan mendadak di luar kota. Karena tidak ada Wilson, aku hampir saja lupa. Karena itu terkesan mendadak,” jawab Roger tanpa menoleh. Terus memasukkan pakaian ke dalam koper.Agnes mengambil duduk di tepi tempat tidur. Pandangan tetap tertuju pada Roger yang tampak sibuk. “Luar kotanya dimana?”“Di Bali," jawab Roger tanpa merasa khawatir Agnes akan curiga.Kedua alis Agnes langsung bergerak ke atas. “Bali?”“Hum.”“Wah, apakah aku boleh ikut tidak?”“Ini pertemuan bisnis. Aku bukan mau holiday. Tentu saja kamu tidak boleh ikut.”“Aku tau kamu bukan mau holiday, tapi kan bukan berarti aku tidak boleh ikut. Aku janji tidak akan ganggu kamu. Aku akan di kamar saja. Kalau pun mau jalan, aku akan jalan sendirian tanpa minta temani kamu. Pokoknya kamu tidak akan aku buat susah deh."“Kalau begitu kamu holiday saja sendiri. Tidak harus ke Bali kan? Bisa ke S
Roger menghambur ke arah Najma yang berusaha untuk bangun sembari memegangi perutnya. “Kamu tidak apa-apa?” Dia hendak menolong tapi tangan Najma merentang lurus ke depan.“Aku tidak apa-apa. Aku bisa sendiri.” Tanpa memperdulikan rasa nyeri di bagian bawah perutnya, dia bergerak berdiri. Dia ingin menunjukkan pada semua orang yang ada di dalam kamar ini bahwa dirinya baik-baik saja.“Tapi bayi dalam kandunganmu?” Roger kembali mendekat dan mencoba meraba perut Najma, tapi lagi-lagi Najma merentangkan tangan mencegah, seolah tidak ingin disentuh Roger di hadapan Agnes.Najma mundur selangkah. Dia memang tidak ingin disentuh Roger. Dia tidak mau menyakiti perasaan Agnes yang hancur. “InsyaAllah bayiku juga tidak apa-apa.”“Kamu yakin? Tendangannya sangat kuat. Tubuhmu menabrak tepian tempat tidur. Kamu tersungkur.”Najma mengangguk tegas. Dia berusaha sekuat tenaga untuk tidak meringis karena sakit di bagian bawah perutnya.Wilson yang baru masuk -karena pintu kamar memang belum ditutu
Ruangan putih itu hening. Ada dua manusia di dalamnya yang saling berdiam diri. Satu terbaring di atas tempat tidur dalam keadaan lemah, dan yang satu lagi duduk di kursi di samping tempat tidur dengan wajah sedih.“Aku ikut berduka atas kejadian ini.” Setelah sekian lama, akhirnya keheningan itu pecah oleh suara pelan Wilson. “Aku harap kamu bisa menerimanya dengan ikhlas.”Najma menghela nafas panjang. Pandangan sendunya menatap langit-langit kamar. “Aku sudah mengikhlaskannya, Wil. Sepertinya ini memang yang terbaik untuk semua. Jika dia terlahir ke dunia, maka situasinya akan sulit, karena ada darah Tuan Roger di tubuhnya. Aku tidak mau menyakiti perasaan Nona Agnes kembali karena jika bayiku tetap ada, mungkin akan terus ada pertemuan-pertemuan dengan Tuan Roger.”Wilson angguk-angguk. “Ya, kamu benar. Karena Tuan Roger tidak akan mungkin melepaskan anaknya begitu saja. Tuhan sudah mengambil keputusan yang tepat untuk tidak membiarkan bayimu terlahir ke dunia. Tapi_” Wilson menol
Dua bulan masa sidang perceraian, dilewati dengan baik-baik saja oleh Najma. Tak ada kesulitan sama sekali. Itu karena Roger mengikuti mau Najma untuk berpisah. Pria itu sadar untuk apa mempertahankan yang sulit untuk dipertahankan. Pikirannya sudah rumit.“Terima kasih untuk semua kebaikan anda selama ini. Jika bukan karena kabaikan hati anda, bangunan panti tinggal cerita. Aku tidak akan melupakan kebaikan hati anda itu seumur hidupku.”Meskipun begitu, Najma menyadari jasa besar Roger dalam hidupnya dan semua orang panti.Roger tersenyum. “Iya, sama-sama. Jaga dirimu baik-baik.”Roger tidak bisa lagi memanjangkan kata-kata. Dia sudah kehabisan kata-kata. Kehilangan Najma membuat hatinya terpukul sekali.Setelah sidang terakhir itu. Najma mengajak Wilson bertemu di sebuah kafe. Tak cukup hanya berterima kasih pada Roger, Wilson juga punya andil besar pada hari-harinya kemarin.“Apa ini traktiran sebagai ucapan terima kasih?” Belum sempat Najma mengatakannya, Wilson sudah lebih dulu
Malam itu, Najma dan Roger kembali melakukan aktivitas suami istri yang sempat tertunda selama lima tahun. Di bawah lampu kamar yang remang-remang dengan suasana malam yang sejuk, keduanya menyatukan diri. Berbeda dengan dulu yang hantui rasa bersalah, kali ini mereka melakukannya dengan perasaan bebas, sehingga bisa lebih menikmati setiap sentuhan demi sentuhan. Roger begitu bersemangat. Dia menyalurkan semuanya dari mulai hasratnya sebagai laki-laki yang sempat mati, rasa cinta yang begitu besar pada Najma, dan rindu yang menggebu-gebu. Dalam sekejap, kamar yang rapi itu berubah jadi berantakan. Seprei yang terlepas dari kasurnya, bantal yang sudah tidak berada di atas tempat tidur, dan pakaian yang berhamburan di lantai. Pasangan pengantin itu baru merasa capek setelah waktu melewati tengah malam menuju dini hari. Mereka pun merebahkan tubuhnya dengan tenang dan hati yang nyaman. Lalu tertidur dalam pelukan malam. Pukul 4 pagi, Najma terbangun dari tidurnya. Dia terkejut saat m
Wilson terhenyak mendapati ekspresi Roger barusan. Seakan calon istrinya hilang diculik orang. Padahal dia yakin Najma baik-baik saja. "Tuan tolong santai jangan sepanik itu.""Aku akan berhenti panik kalau Najma sudah ada di sini. Paham!" Roger membentak. Membuat Wilson berjengkit kaget. "Apa harus menunggu Najma benar-benar hilang baru kamu mengerti tentang kepanikanku?""Ya oke. Aku akan pergi menjemputnya sekarang."Wilson melangkah meninggalkan ruangan itu dengan terburu. Langkahnya tiba-tiba berhenti begitu melihat Najma yang mengenakan kebaya pengantin tengah melangkah ke arahnya. Di sebelah kanan kiri Najma adalah Aliyah dan Imas. Tentu saja itu membuat Wilson langsung menghela nafas lega."Ya ampun aja, Naj. Kamu membuat Tuan Roger panik. Aku telepon kamu berkali-kali tapi tidak diangkat. Aku sampai disuruh nyusul kamu.""Oh, maaf. Ponselku di dalam tas yang dibawa ibu Imas. Tapi memang aku silent. Makanya Ibu Imas tidak tahu kalau ada yang menelpon. Aku pikir pernikahan ini
Hasil diskusi di sepakati kalau pesta pernikahan akan dilaksanakan di Jakarta. Bukan tanpa sebab, Najma ingin dihadiri oleh seluruh penghuni panti. Dia ingin di hari bahagianya, semua penghuni panti juga berbahagia. Jadi, di hari pernikahannya itu anak-anak bisa makan makanan sepuasnya. Najma meminta Roger memesan makanan yang enak-enak yang belum pernah dimakan oleh penghuni panti.Ini baru rencana Najma. Tapi Roger sudah mengiyakan dengan antusias. Dia serahkan urusan pernikahan pada Najma. Dia biarkan calon istrinya itu membuat pesta seperti khayalannya sendiri. Yang penting bagi Roger Najma menjadi miliknya kembali.Yang berat adalah tugas Wilson yang harus berhasil mencari Wedding Organizer yang sanggup mempersiapkan acara pernikahan yang diadakan hanya dalam satu minggu.Dimana coba Wilson harus mencari Wedding Organizer yang sehebat itu?"Calon pasangan pengantin ini memang aneh. Inginnya cepat-cepat. Untung aku tidak menyanggupi permintaan tuan untuk mencari Wedding Organizer
Suara bel membuat Najma yang baru selesai masak, menoleh ke arah pintu. "Tidak mungkin mereka kan? Cepat sekali." Mini kitchen, Najma tinggalkan untuk membuka pintu. Matanya melebar begitu melihat dua orang pria di depannya. Ternyata memang 'mereka' yang dimaksud oleh Najma tadi. "Jam segini kalian sudah datang? Aku saja belum makan malam lho. Baru selesai masak." "Kami memang sengaja datang cepat," balas Wilson. "Biar lama, eh, maksudnya biar punya waktu leluasa untuk ngobrolnya. Kalau datang terlalu malam, pasti akan terburu-buru untuk pulang." "Iya juga sih. Tapi kalian pasti juga belum makan malam kan? Aduh, aku hanya masak nasi goreng buat aku saja. Gimana dong?" Wilson mengangkat dua plastik besar yang ditentengnya. "Karena itu kami beli makanan tadi di jalan. Kami memang berencana buat makan malam di sini." Najma nyengir melihat dua plastik besar berlabel restoran terkenal di tangan Wilson. "Oh, ya, niat banget ya?" "Iya, dong. Nggak disuruh masuk nih? Pegal lho berdiri d
"Lho kok sudah pulang?" tanya Wilson begitu Roger masuk ke dalam mobil. "Bukannya kalian berdua mau mengobrol di dalam apartemen Najma?" "Tidak jadi," jawab Roger dengan nada kesal. "Dia mengusirku lantaran kamu sudah tidak ada. Maksudnya dia tidak mau kami hanya berdua saja di dalam sana." "O... begitu." Kening Wilson mengerut. "Bagus dong. Mungkin dia takut kalau berduaan saja anda tidak akan kuat menahan godaan." "Apa kamu pikir imanku selemah itu?" "Waduh, bahasa anda jadi berbeda. Anda sudah bisa berbicara mengenai iman. Mentang-mentang calon istri berhijab." "Aku berjanji akan mengubah diriku menjadi pribadi yang agamis setelah menikah." "Jadi brewok mau dipanjangin nih?" Roger melirik Wilson kesal. "Kenapa kamu malah bawa-bawa brewok sih? Memangnya menjadi agamis wajib brewokan gitu? Sudah sekalian aku jadi ustad saja." "Ya kali aja, tuan." "Sudah, jalan! Omonganmu sudah ngacok!" Wilson tersenyum geli karena Roger tidak bisa diajak bercanda. "Tuan jangan serius terus.
"Tuan, kita tidak akan jadi pulang pagi ini." Roger menoleh pada Wilson dan menatap assistennya pribadinya itu dengan tatapan menyelidik. "Kenapa kita tidak jadi pulang?" Wilson menunjukkan layar ponselnya yang sudah berwarna gelap. "Tadi Najma kirim pesan kepadaku kalau... dia menerima lamaran anda." Bagai tersambar petir Roger mendengar itu. Dia tersentak kaget. "Benarkah?" Wilson mengangguk. "Hum. Jadi apakah kita akan tetap pergi ke Bandara?" "Tentu saja tidak! Bagaimana kau ini?!" hentak Roger. Dia lalu mengarah pandang pada sopir di depan. "Pak, balik arah!" Sementara itu, Najma menatap layar ponselnya dengan tersenyum. Baru saja dia mengambil keputusan besar dalam hidupnya, yaitu kembali merajut pernikahan dengan Roger. Tak mudah mengambil keputusan ini setelah dia mengalami kisah yang tidak baik dengan pria itu. Batinnya mengalami pergulatan. Apalagi dia sudah tahu karakter pria itu. Namun, setelah dipikir-pikir, semakin dia tahu tentang calon suami dengan segala karakt
"Aduh, bagaimana bisa aku bangun kesiangan seperti ini?" Najma memakai riasan wajah dengan gerakan cepat. Tidak peduli lagi apakah ada yang belum sempurna. Pagi ini dia harus berkejaran dengan waktu meskipun kemungkinan besar tetap datang terlambat. Masalah besarnya adalah pagi ini Frans ada rapat dadakan dengan sang presiden direktur yang rencananya akan kembali ke ibukota besok. Baru bangun tidur tadi dia membaca pesan itu. Jam kerja kurang 10 menit lagi tapi Najma baru keluar dari apartemen. Dia berlari menyebrangi pelataran apartemen seperti orang gila. Satpam yang melihat itu hanya geleng-geleng kepala. Untung ada taksi yang kebetulan lewat. Tanpa pikir dua kali dia menggunakan taksi itu menuju perusahaan tempatnya bekerja. "Tumben Mbak Najma telat?!" teriak Sarah dari balik meja resepsionis. Tapi Najma tidak peduli dengan teriakan itu. Dia hanya melambaikan tangan pada Sarah. Langkah Najma telah jauh. Kini dia bergabung dengan orang-orang yang sedang menunggu di depan lift.
Roger mendudukkan pinggulnya di sofa dengan membawa perasaan sedih. Dadanya terasa sesak karena Najma telah menolaknya bahkan sebelum dia mengeluarkan cincin yang telah dia siapkan dengan perasaan penuh cinta.Dunianya terasa sudah berakhir sekarang. Ditolak oleh Najma ternyata lebih sakit dibanding digugat cerai oleh Agnes.Sejak datang Najma di hidupnya, hatinya memang telah berpaling dari Agnes dan bersemayam dalam diri Najma.Tapi dulu dia tidak mau mengakui itu.Namun sekarang dia mengakui bahwa dia cinta mati pada Najma."Kenapa kamu menilaiku seburuk itu, Najma? Kenapa kamu terus membawa Agnes dalam hal ini?" tanya Roger sembari menatap cincin berlian di dalam kotak segiempat di dalam genggaman tangannya. Sebelum ini dia sudah berkhayal melihat cincin berlian ini melingkar cantik di jari manis Najma.Roger menutup kotak cincin itu dengan wajah putus asa. Dia taruh begitu saja benda segi empat itu ke atas meja sebelum akhirnya menyandarkan punggung di sandaran sofa yang empuk. W
Wilson menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Memang bukan apartemen kamu. Ini sebuah restoran.”“Ya terus kenapa kamu membawaku ke sini, sih?!” tanya Najma dengan wajah emosi. “Kamu bukan mau menculikku seperti ucapanmu tadi kan?!”“Bisa dikatakan aku memang… menculik kamu sih jadinya, karena membawamu ke sini tanpa seizinmu.”Najma mendengkus. “Jawab dong kenapa kamu membawa aku ke sini?”“Kita keluar dari mobil dulu. Nanti juga kamu bakalan tau.” Wilson membuka pintu mobil.“Wil….” Najma merengek. Tapi akhirnya dia turun juga karena Wilson sudah berada di luar mobil. “Aku sudah berada di luar mobil, nih. Sekarang katakan alasanmu membawaku ke sini," tagihnya.“Aku tidak bisa mengatakannya di sini. Sekarang kamu ikut aku dulu.” Wilson melangkah.Najma menghentakkan kaki kanannya, lalu berkata dengan agak kuat. “Wil, kamu ini sedang mempermainkan aku atau bagaimana sih? Bilang kenapa kamu bawa aku ke sini saja susahnya minta ampun!”“Pokoknya, kalau kamu mau tau alasannya, ikut aku,”