Tatapan Karen sangat merendahkan Noel. Pria itu segera menelan ludahnya sendiri.
“Kamu jadi suami harus bisa mengatur rumah, Mama sangat kecewa. Sudahlah, sekarang Mama tunggu di ruang piano. Kamu segera bersiap untuk ke pulau Goro, Mama sudah atur semua.”
Wanita segera berbalik dan dengan langkah anggun berjalan menaiki undakan menuju dalam rumah.
Emily tanpa sadar menghembuskan napas yang dia tahan. Lalu menatap wajah bosnya yang pucat.
Setiap bertemu dengan Madam, pria itu selalu berwajah seperti itu. Tapi Emily tidak bisa menyalahkannya, jika memiliki ibu seperti itu, Emily mungkin sudah gila sebelum puber.
“Goro?”
“Siap pak.”
“Jam?”
“Jam 11.30 pak,” jawab Emily melihat jam tangannya, sekarang sudah jam 11.
Tapi dia sebenarnya bersyukur, sudah jam 11. Karena dengan begitu mereka tidak perlu berlama-lama bersama nenek lampir itu.
Wanita itu menatap istri baru bosnya, tapi aneh, wanita itu biasa saja, dia tidak terkejut dengan gelagat madam mereka yang berlebihan.
“Oke, sebaiknya kamu keluarkan semua koper dan pastinya semua sudah siap. Kamu berangkat duluan ke bandara, ingat pastikan semua sesuai perintah Mama.”
Bosnya berkata dengan suara berat menatap tajam ke arah Emily. Wanita itu segera bungkuk dan meninggalkan mereka.
Bianca menatap suaminya, namun bingung harus berkata apa, jadi dia kembali diam. Noel menggaruk belakang kepalanya, lalu menatap mata Bianca.
“Kamu dengar ‘kan, kita akan bulan madu. Semua sudah disiapkan. Kamu nggak usah repot … sekarang ikut aku ke dalam,” ujarnya dingin, lalu tanpa kata-kata lain, pria itu juga melangkahkan kakinya yang panjang ke dalam rumah.
Ruangan Piano adalah ruangan ballroom kecil bergaya Victorian, dengan gorden tinggi yang berat.
Lantainya yang dari marmer mengkilap, dengan karpet persia di bawah piano.
Karen duduk dengan anggun meminum teh kesukaannya, secangkir earl grey yang pekat. Wanita itu bergeming saat Noel masuk, tapi saat melihat Bianca, dia tersenyum tipis dan menepuk kursi kosong di sebelahnya.
Dengan hati menciut wanita muda itu duduk di sebelahnya dengan kaku.
“Für Elise.”
Noel mendesah pelan lalu duduk di kursi dan membuka cover piano. Bak robot, pria itu memainkan piano dengan segera.
Bianca terpana menatap suaminya, jari-jari itu dengan lincah memainkan lagu klasik yang Bianca sering dengar tanpa tahu judulnya.
“Kamu bisa main piano?” Bianca yang sedang serius memperhatikan Noel terkejut akan pertanyaan mertuanya, lalu menggeleng pelan.
“Harus, nanti belajar dengan Noel ya, jadi nanti kamu bisa mengajarkannya kepada anakmu nanti, piano itu penting.
Bianca merasa kalau itu bukan saran, tapi perintah yang wajib dia lakukan. Wanita muda itu segera mengangguk pelan.
“Oke, Mama pergi dulu, kalian cepat bulan madu dan berikan Mama cucu.”
Dia berdiri dan pergi tanpa bicara apa-apa lagi walau permainan Noel belum selesai.
Permainan piano seketika terhenti dan Noel segera mengikuti mamanya keluar, dengan heran Bianca juga merasa harus mengikuti mereka.
Wanita itu segera naik mobil dan dengan wajah kaku pergi begitu saja. Begitu mama mertuanya pergi, Bianca baru bisa merasakan kembali kakinya.
Dari tadi, dia gugup sekali. Suaminya juga terlihat lebih santai. Pria itu kembali masuk ke ruang tengah dan menatapnya kembali seakan baru menyadari keberadaan Bianca dari tadi.
“Ayo,” ujarnya singkat.
“Aku belum siap, aku tidak tahu kalau kita mau pergi,” sergahnya bergeming. Noel menatap bola mata kaca di hadapannya dengan kesal karena harus mengulang dirinya lagi.
“Semua sudah disiapkan … kamu hanya tinggal bawa dirimu saja.” Pria itu lalu masuk ke sebuah kamar dan keluar dengan mengenakan jeans dan kaos polo hitam. Hati Bianca dengan konyolnya kembali berdesir.
“Kamu ... sepertinya tak usah ganti baju, ayo.”
Dia menatap sekilas Bianca, seakan menilainya. Lalu pria itu berjalan keluar rumah sambil membawa sebuah buku bersampul kulit.
Bianca mendengus lalu mengambil handphonenya dari kamar.
“Sepertinya kehidupan aneh ini yang akan aku jalani, tapi setidaknya aku terbebas dari Alice,” pikirnya dalam hati.
Noel menatap istrinya yang pucat, tertidur di kursi pesawat sambil menghela napas. Sebelumnya Bianca sangat terlihat kalau dia tidak percaya naik pesawat pribadi seperti ini, kini setelah merasa nyaman, wanita itu tidur dengan nyenyaknya.
Walau lebih kecil dari pesawat biasanya, tapi pesawat pribadi adalah transportasi yang selalu Grup Goro gunakan, selain helicopter. Wanita itu tadi memegang pegangan kursinya erat-erat saat pesawat mau terbang, melihatnya seperti itu merupakan hiburan tersendiri, setelah pengalaman pagi yang tidak menyenangkan bersama mamanya tadi.
Pulau yang dituju adalah milik pribadi keluarganya. Dia menatap keluar melalui jendela oval pesawat, laut biru muda di bawah mereka menandakan sebentar lagi mereka akan sampai. Hanya akan ada mereka nanti disana, entah apa yang mamanya sudah siapkan. Noel mengerutkan keningnya. Jika berhubungan dengan mamanya, pasti banyak hal aneh yang akan terjadi.
Saat pesawat mendarat, Bianca terbangun dengan terkejut, entah kenapa dia kini dengan mudahnya tertidur, dia seperti membalas insomnianya beberapa minggu ke belakang.
Suaminya menatapnya tanpa ekspresi lalu membuang pandangan. Hati Bianca mencelos, pria itu tampak selalu tidak menyukainya.
“Mungkin dia sangat kesal harus menghabiskan waktu bersamaku,” pikir Bianca, tapi dia tidak bisa menahan semangatnya, Bianca sangat suka pantai. Walau pria kaku itu membencinya, dia akan menikmati waktu yang ada disini.
Saatnya menikmati kebebasannya dari Alice. Dia tersenyum lebar saat turun dari pesawat dan menghirup aroma laut. Dulu saat masih kecil, papanya masih mengizinkan dia main di pantai. Tapi sejak kedatangan Alice, tidak lagi. Menurut wanita itu, kulit wanita sempurna harus putih pucat. Jadi berjemur di bawah matahari sangat haram hukumnya buat Bianca. Tapi kini mama tirinya tidak ada disini, dia akan berpuas diri bermain di pantai.
Mereka menuju rumah. Bukan, ini bukan rumah tapi seperti kastil kecil di pinggir pantai, ada kolam dan taman yang indah. Intinya mirip sekali dengan rumah Noel, hanya versi kecilnya.
Pria itu masuk ke kastil kecil itu dan Bianca mengikutinya sambil mengamati isi kastil dengan terpesona. Pria itu lalu masuk ke sebuah ruangan dengan pintu kayu yang besar, dan seperti kemarin Bianca mengikutinya.
“Kamu ... jangan masuk disini, ini kamarku.”
Pria itu berhenti di depan pintu, menahan Bianca masuk. Bianca menatap pria itu dengan bingung.
“Kamu ... di kamar sebelah saja, pasti Emily sudah menyiapkannya,” ujarnya lagi lalu masuk dan menutup pintu di depan wajah Bianca.
“Tertolak.” pikiran itu yang muncul di kepala Bianca segera. Hatinya mencelos menyadari, kalau suaminya bukan hanya tidak menyukainya, tapi sepertinya pria itu malah membencinya.
Walau tertegun sebentar, tapi Bianca segera tersenyum lebar. “Bodo amat, kenapa aku harus memikirkan dia!” pikir Bianca mendengus kesal dan membanting pintu di belakangnya. Wanita itu terperangah saat menyadari kalau dia berada di sebuah ruangan yang cantik bernuansa merah muda. Baju-bajunya bahkan sudah tergantung manis di lemari dengan rapi. “Ah betapa menyenangkannya,” pikirnya sambil melempar tubuhnya ke kasur yang empuk. Dia mulai merasakan betapa menyenangkannya menikah, bukan untuk hal yang biasa terjadi dalam pernikahan, tapi untuk merasakan kebebasan untuk melakukan apapun yang dia mau, biasanya dia selalu di bawah radar Alice. … Setelah menerima kabar kalau Bianca sudah jalan untuk bulan madu, Alice segera tersenyum tenang. Akhirnya rencananya sudah kembali ke rencana awal. Sebenarnya, Kevin adalah satu kesalahan besar yang di buat Alice. Pria culun itu adalah teman kuliah Bianca yang selalu tampak bodoh di mata Alice. Tapi, siapa sangka, tanpa sadar pria itu telah
Tubuh Noel menjadi kaku, pria itu masih tetap harus merangkul Bianca, sambil mendengarkan semua penjelasan vulgar dari mamanya. Jantungnya berdebar kencang dan dia sama sekali tak berani untuk menatap ke arah istrinya. "Kamu dengar Bian, sesudah Noel selesai, kamu jangan langsung bangkit, kamu taruh bantal di bawah bokongmu dan angkat kakimu ke atas, tahan beberapa lama." Karen menatap Bianca dengan tajam. Wanita itu mengangguk cepat walau merasa itu tak terlalu berpengaruh. Waktu itu, dia hanya melakukan sekali dengan Kevin, dan tanpa harus melakukan semua yang diucapkan oleh Mama Karen. Bianca ingat bahkan berusaha menggagalkan kehamilannya dengan minum soda banyak-banyak, namun dia tetap hamil. Tapi tatapan mata Alice sangat mengerikan, wanita paruh baya itu menatapnya dengan penuh ancaman. Tanpa diucapkan, Bianca tahu, dia harus pura-pura masih murni dan tidak tahu apa-apa. Tidak ada yang boleh tahu kalau dia pernah berhubungan dengan pria dan melakukan aborsi. "Ya, mah, Bia
"Dasar aneh," pikir Noel sambil ikut berdiri dengan kesal. “Buat apa aku menyelamatkannya kalau dia mau mati!” Pria itu mendengus kesal sambil mengeluarkan air dari telinganya. Tak lama ada pegawai kolam renang yang mendekatinya dengan wajah pucat. "Maaf tuan, saya,—" "Rapihkan bajumu, malam ini juga kamu kembali ke Jakarta. Emily akan mengatur sisa gajimu," tegas Noel dengan dingin lalu meninggalkan pria tua itu mematung dengan tak berdaya. Dia hanya ke toilet sebentar, karena melihat wanita muda itu pintar berenang. Hanya sekali ini saja kesalahannya dan dia langsung kehilangan pekerjaannya selama 5 tahun ini. Noel segera kembali ke kamarnya dengan kesal. "Dasar wanita menyebalkan bisa-bisanya dia malah marah padaku." Dengan kesal dia kembali melepaskan kaos dan celananya yang basah. Kali ini dia tidak lupa untuk mengunci pintu terlebih dahulu. Siapa tahu, wanita tidak tahu malu itu kembali menyelonong masuk ke dalam kamarnya. Dengan berdebar kencang, Bianca berlari mas
Namun setelah diperhatikan, di meja makan itu tidak ada air minum lain selain botol anggur. Noel mulai merasa tidak enak dan terjebak. Dia kembali makan dengan rasa tidak enak di lehernya karena kurang minum. Sepertinya selesai makan dia akan minum sedikit anggur demi mendorong makanannya lalu mengunci pintu kamarnya, agar tidak terjadi apa-apa. Dia mengangguk sendiri tanpa sadar lalu menyelesaikan makannya dengan cepat. Saat Bianca mulai kenyang dan menghabiskan gelas anggur yang ketiga dia merasa dirinya hangat dan ringan. Dia mulai meracau, dan kehilangan kontrol dirinya. "Aish, dia mabuk," desis Noel kesal melihat Bianca yang tertawa sendiri menatap buah stroberi di tangannya. "Kamu tahu, aku dulu pernah seharian hanya dikasih mama, stroooberi yang banyak. Katanya beratku naik sekilo, jadi aku harus diet." Wanita itu terkikik sendiri, lalu memasukkan buah stroberi impor yang besar itu ke mulutnya yang mungil. Noel berdiri setelah menghabiskan segelas anggur yang dia sudah si
Dia harus segera pulang dari pulau ini, kalau tidak dia bisa lepas kendali. Dia tak suka jika tak memegang kendali. Setelah mandi, Noel segera keluar dan mencari Emily. Wanita itu sedang menata meja makan saat dia menemukannya. “Emily, saya harus kembali ke Jakarta, pekerjaan saya jadi terlambat semua,” ujarnya tegas. Emily meletakkan susu dingin di meja lalu menunduk tidak enak. “Mengenai pekerjaan, Andi akan datang dan membawakan yang harus Bapak periksa siang ini, tapi Madam tidak mengizinkan siapapun kembali pulang ke Jakarta sebelum dia mengatakan boleh.” Wanita itu melirik sedikit ke arah ujung meja makan, ternyata ada Bianca disana. Wanita itu duduk sambil mengoleskan mentega di roti. Wajah Noel langsung memerah teringat akan kejadian semalam. Dia segera mengambil sebuah roti dan apel. “Saya, sarapan di kamar, buatkan saya americano dan jika Andi datang suruh dia segera ke ruangan saya.” Pria itu segera berbalik kembali ke kamarnya dengan kaku. Bianca menatap suaminy
Langkah wanita itu terasa ringan, dengan deburan ombak di sebelah kanannya, Bianca menyusuri pulau kecil itu. Sebenarnya, dia hanya seperti memutari kastil kecil itu, karena ada jalan setapak berpola lingkaran yang memutari pulau itu. Bianca terus berjalan sampai ke daerah belakang kastil. Anehnya ada bangunan yang modern, tempat para pekerja dan pengurus kastil tinggal. Bianca berhenti sebentar, lalu mendekati bangunan itu. Ada kehebohan yang terjadi, dengan penuh rasa ingin tahu, Bianca mendekat hanya untuk mendengar suara Karen ditaruh di pengeras suara. “Afrodisiak adalah zat yang mampu meningkatkan gairah seksual. Kemarin saya sudah buat daftarnya, bagaimana kalian bisa berkata kalau kalian tidak tahu apa yang harus dimasak!” Suara Karen menggelegar di dapur. Semua sibuk bekerja namun tidak ada suara lain. Bianca tertegun mendengarkan itu. Karen sangat serius mengenai malam pertama mereka, sepertinya Bianca benar-benar harus hati-hati memainkan perannya. Namun bagaimana bisa
Bianca kembali memuaskan dirinya untuk berenang sore itu. Setelah makan siang, dia berdiam diri dengan bosan di kamarnya, setelah matahari mulai memerah dia segera berganti baju dan berlari ke kolam renang. Kali ini dia melakukan pemanasan dulu, tidak boleh dia sampai mengalami kram seperti kemarin, tanpa sadar dia menyentuh bibirnya. Lalu teringat senyuman tipis pria itu saat mereka bermain piano. "Ish, kenapa aku jadi menjadi memikirkan pria es batu itu," dengusnya mengambil handuk untuk mengeringkan tubuhnya. Namun anehnya tiba-tiba muncul perasaan seperti dia sedang diawasi. Dia menoleh dan mendongak. Pandangan mereka bertemu dan hatinya berdesir. Pria itu berdiri menatapnya dengan pandangannya yang tajam. Wajahnya yang tampan serius dengan rambutnya yang panjang tertiup angin. Tanpa sadar Bianca menahan napasnya. Tapi hanya sekilas saja, tanpa aba-aba pria itu berbalik dan menghilang dari pandangan. "Kenapa hatiku terus seperti ini kalau melihatnya, ada apa dengan diriku?"
Noel tahu kalau perbuatannya salah, Noel sama sekali tahu tentang hal itu, namun entah kenapa dia masih bertahan dan menatap Bianca. Wanita itu masih tertidur. Jantung Noel berdebar kencang saat dia mengulangi ciumannya lagi. Kali ini lebih lama, dan lebih egois. Noel yang dari tadi menahan dirinya tak sanggup menahan hasrat yang bergejolak dalam dirinya. Wanita itu mendesah dan meresponnya, bibirnya terbuka begitu pula matanya. Tapi Noel tidak menghentikan perbuatannya, dia malah semakin memperdalam ciumannya. Bianca tak percaya saat dia membuka matanya, dia ternyata dalam pelukan Noel. Pria itu menciumnya, tidak hanya asal mengecupnya, tapi menciumnya dengan penuh gairah. Dan, anehnya Bianca otomatis meresponnya, seakan bibir pria itu sudah menghipnotisnya. Dia tidak mau ciuman itu berakhir, Bianca menutup matanya kembali secara perlahan sambil merangkulkan lengannya ke pundak kekar suaminya. Pria itu semakin bersemangat menciumnya, bibir mereka saling bertaut dan tanpa sa
Kevin benar- benar habis akal. Bagaimana bisa tiba- tiba keluarga Kelly mengetahui kalau keluarganya sedang diambang kebangkrutan. Semalam ayah Kelly memanggilnya dan bertanya banyak tentang bisnis fiktifnya. Walau gaya dari ayah Kelly itu seperti menelan bulat- bulat bualannya, tapi entah kenapa Kevin merasa tak yakin. Pria itu memandangnya dengan tatapan aneh.Lagi pula ada satu pria lagi yang harus dia pikirkan sekarang. Luuk Jaager. Entah kenapa pria itu kini terus mengawasinya juga. Hutang yang tadi dia pikir tak seberapa untuk Luuk, kini terasa sangat besar. Luuk meminta uangnya kembali sedangkan Kevin tak memiliki apapun sekarang kecuali nama keluarganya.“SIALAN!” maki Kevin sambil mau membanting handphonenya ke lantai, tapi tak jadi karena kalau sampai handphone itu rusak, Kevin tak memiliki uang untuk membeli handphone lagi. Akhirnya pria itu hanya bisa membanting tubuhnya ke sofa sambil kembali memaki.Pria itu meraih handphone dan melihat nama Bianca lalu menekannya. Seper
Pagi itu mereka bergulat dengan penuh gairah, seakan menumpahkan hasrat yang tertahan selama berbulan-bulan dalam satu hari. Noel hanya beristirahat sebentar sambil mengelus tubuh istrinya dengan mesra, mengagumi setiap sentinya dengan penuh perhatian. Jantung Bianca berdebar dengan kencang. Sejujurnya semua ini rasanya seperti mimpi saja. Dia terbangun dan ada Noel pun rasanya sudah seperti imajinasinya menjadi kenyataan. Tapi, kali ini pria itu bahkan memandangnya dengan penuh pemujaan sehingga hati Bianca seakan mau meledak rasanya. Saat pria itu bangkit, Bianca mengira kalau Noel akan pergi seperti biasa, tapi siapa sangka pria itu kembali mencumbu dan menyatu lagi dengannya sampai tiga kali di pagi itu.“Maaf, kamu pasti lelah ya,” erang pria itu dengan terengah-engah saat mencapai puncaknya lagi di atas tubuh istrinya. Wajah Bianca yang putih seperti keramik kini memerah setelah percintaan terakhir mereka. Dengan perlahan wanita itu tersenyum manja lalu menggeleng. “Nggak,”
Kenyang dan juga tidak tidur semalaman, Bianca sebenarnya sangat lelah. Sehingga saat merasakan kehangatan yang diberikan oleh suaminya, wanita itu seakan pesawat yang sudah tinggal landas. Apalagi saat Noel mulai mengusap rambutnya dengan lembut, bibirnya merayap di sekujur wajah dan lehernya. Hangat, nyaman dan kenyang, Bianca menutup mata dengan nyaman. Kedua tangannya merangkul pria yang sangat dia cintai. Namun sayangnya karena ini terlalu nyaman, wanita itu benar- benar tinggal landas dan tertidur pulas. Noel menghentikan ciumannya saat mendengar dengkuran wanita itu.“Cih … serius ciumanku segitu membosankannya sampai dia tertidur?” pikir Noel dengan tersinggung sambil terus mencoba mencium cerukan leher istrinya. Bibir wanita itu bergerak-gerak seakan membalas ciuman Noel, tapi matanya tetap terpejam dan dengkurannya terus terdengar rata.“Bian?” desah Noel berbisik di telinga istrinya lalu mengecupnya dengan mesra hal yang biasanya membuat Bianca mengerang nikmat kali ini h
Bagaikan mimpinya berlanjut, bibir Noel menguasai dirinya, ciuman yang panas dan penuh gairah membuat Bianca lupa mau bicara apa tadi. Dia hanya ingin pria itu tetap bersamanya, dan ternyata pria itu memang tak mau pergi. Tangannya kini berjalan perlahan, menyentuh bagian tubuh tersensitif Bianca. Sentuhan yang sangat Bianca rindukan. Separuh tubuh jiwa Bianca yang haus kini seakan melayang, jemari itu menguasai Bianca sehingga wanita itu berserah sepenuhnya. Lalu seakan tersadar pria itu terdiam dan menarik dirinya. “Jangan pergi…” pekik Bianca meratap segera menangkap dan memeluk suaminya dengan seerat dia bisa.Noel terkesiap kaget saat merasakan tubuh hangat Bianca dalam dekapannya. Segera otaknya menyuruh tangan melepaskan dekapan itu. Sudah gila dia mencium wanita itu? Wanita yang sudah berkhianat dan bersama kekasihnya kemarin! Tapi mendengar rengekkannya kembali membuat pikiran dan hati Noel tak sejalan.“Aku mau taruh ini Bian,” ujar Noel beralasan agar Bianca melepaskan pe
Bianca adalah wanita yang lembut, suaranya kecil dan jarang beremosi. Namun kali ini wanita itu mengusirnya dengan kasar, dan terlebih dari itu, Bianca membentak Noel untuk keluar dari kamar di rumahnya sendiri.Pria itu terdiam dan menatap gulungan selimut berisi Bianca di atas tempat tidur dengan perasaan campur aduk.Pelayan mengetuk dan datang membawa sup dan berbagai perlengkapan makan dalam kereta dorong. Aroma bawang putih mulai memenuhi kamar tidur membuat perut Noel mulai bergoyang karena sebenarnya pria itu berbohong, karena menunggu Bianca siuman, pria itu juga belum makan seharian. “Makanan sudah datang, ayo bangun dan makan!” perintah Noel mengabaikan Bianca. Wanita itu tak bergeming dalam gulungan selimutnya.“Bian!” “Nggak mau, kamu denger ‘kan apa kata dokter tadi, aku tu cuma kelelahan, aku lelah aku mo tidur!” ujar wanita itu dengan keras kepala. “Nggak, kamu butuh makan, nggak usah pake diet! Badan dah kurus begitu pakai diet!” desis Noel sambil menarik selimut
Dengan panik Noel membopong tubuh lunglai itu ke atas tempat tidur. Pria itu segera menutupi tubuh istrinya yang hanya mengenakan sehelai gaun tidur tipisnya dengan selimut, lalu segera berlari menekan tombol intercon memanggil pelayan berulang kali dengan panik. Dalam hati Noel sungguh bersyukur kalau dia memasang CCTV di kamarnya. Dia harus melihat apa yang terjadi semalaman, kenapa Bianca bisa tiba- tiba seperti ini?Lalu suara gemericik air membuatnya heran, pria itu masuk ke kamar mandi dan terkejut dengan air yang sudah luber memenuhi bathup. Tanpa menghiraukan kakinya akan basah, pria itu segera mematikan air yang masih mengalir dengan kening berkerut.“Apa dia mau mandi?” pikir pria itu dengan heran dan memandang ke sekitarnya secara sekilas namun tatapannya berhenti ke sebuah benda berkilat yang harusnya tidak ada di sana. Pria itu berjalan dengan ngeri lalu mengangkat benda pipih mengkilap itu. “Cutter?” Pria itu segera menutup cutter yang dalam keadaan terbuka itu. “Buat
Dia sudah gila atau mungkin sudah sangat putus asa, bagaimana bisa dia menjawab pesan Noel seperti itu! Bianca menatap handphonenya dengan cemas. Awalnya dia mengirim pesan itu secara tak sengaja. Seperti biasa, Bianca sering mengirim pesan khayalan pada Noel, yang tentunya tak pernah dikirim. Sudah gila dia mengirim pesan seperti itu. Tapi sialnya, karena terlalu kesal dengan pesan Kevin, ketikan Bianca yang seharusnya tak dikirim itu ikut terkirim. Kini Bianca menatap panik jawaban Noel. Pria itu menjawabnya! Bianca tak pernah menyangka kalau pria itu bahkan menyimpan nomornya, tapi dari jawabannya menyuruh Bianca tidur, sudah pasti dia tahu kalau ini adalah nomor Bianca.Dengan jemari gemetar wanita itu mengetik kapan pulang, karena sesak yang ada di dadanya. Bagaimana bisa dia serindu itu dengan suaminya? Belum pertemuan dengan ibu tirinya kemarin siang yang memaksa Bianca.Namun jawaban Noel berikutnya sama dinginnya, seakan pria itu tak mau pulang, memang salah Bianca apa? Ada
Seakan semuanya hanyalah mimpi, Noel tak pernah kembali seperti ucapannya terakhir. Noel tak pernah terlihat bahkan sekilas. Pria itu seakan hilang ditelan bumi. Bianca terus menatap jendela dan berharap pintu kamar terbuka tiba- tiba dan suaminya yang tampan datang. Namun, harapan Bianca semakin lama semakin tipis karena, pria itu tak pernah muncul. Hatinya sudah lelah melompat tiap kali pintu diketuk. Tapi setelah dipikir- pikir, pria itu tak pernah mengetuk pintu. Noel akan masuk tanpa meminta izin. Tapi kini, bahkan di kamar perpustakaannya juga, Noel tak pernah ada. Pria itu tak pernah pulang, dan kini setelah Emily dipindah tugaskan, Bianca tak bisa bertanya apa pun padanya. Ketika pada akhirnya Bianca bertanya, Emily yang malah bertanya kembali padanya, karena seharusnya Noel pulang. Pria itu selalu pulang. “Tapi, kenapa dia tak pernah muncul?” tanya Bianca saat kembali melewati kamar perpustakaan Noel yang sempat menjadi peraduan hangat mereka. Sudah berjalan dua bulan, tap
Noel mengerang kesal saat sudah kembali ke dalam mobilnya. Dia segera menyuruh supirnya untuk membawanya kembali untuk menjemput Bianca. Dia sudah jauh terlambat dari yang dia janjikan. Memang ketika ingin cepat, biasanya malah jadi banyak hal yang menghambat, kontrak yang sudah direvisi tadi, ternyata masih banyak salah sehingga Noel harus mendiktekan kontrak itu secara langsung. Noel sudah pastikan akan memecat bagian hukum yang mengerjakan kontrak itu. Pikirannya kembali melayang pada Bianca, wanita itu pasti sudah bosan, atau yang lebih mengerikannya, sudah banyak pria yang menggodanya. Pikiran itu segera membuat Noel bergidik. Istrinya begitu cantik dan polos, walau terlambat tapi akhirnya Noel menyadari hal itu. Bianca sama polosnya dengan Noel sendiri. Mereka adalah hasil produk dari didikan jaman baheula yang tertutup sehingga tak mengerti apapun tentang lawan jenis. Wanita itu bahkan seperti tak menyadari kalau dirinya sangat cantik. Noel mengerang kesal dan segera turun d