Tubuh Noel menjadi kaku, pria itu masih tetap harus merangkul Bianca, sambil mendengarkan semua penjelasan vulgar dari mamanya. Jantungnya berdebar kencang dan dia sama sekali tak berani untuk menatap ke arah istrinya. "Kamu dengar Bian, sesudah Noel selesai, kamu jangan langsung bangkit, kamu taruh bantal di bawah bokongmu dan angkat kakimu ke atas, tahan beberapa lama." Karen menatap Bianca dengan tajam. Wanita itu mengangguk cepat walau merasa itu tak terlalu berpengaruh. Waktu itu, dia hanya melakukan sekali dengan Kevin, dan tanpa harus melakukan semua yang diucapkan oleh Mama Karen. Bianca ingat bahkan berusaha menggagalkan kehamilannya dengan minum soda banyak-banyak, namun dia tetap hamil. Tapi tatapan mata Alice sangat mengerikan, wanita paruh baya itu menatapnya dengan penuh ancaman. Tanpa diucapkan, Bianca tahu, dia harus pura-pura masih murni dan tidak tahu apa-apa. Tidak ada yang boleh tahu kalau dia pernah berhubungan dengan pria dan melakukan aborsi. "Ya, mah, Bia
"Dasar aneh," pikir Noel sambil ikut berdiri dengan kesal. “Buat apa aku menyelamatkannya kalau dia mau mati!” Pria itu mendengus kesal sambil mengeluarkan air dari telinganya. Tak lama ada pegawai kolam renang yang mendekatinya dengan wajah pucat. "Maaf tuan, saya,—" "Rapihkan bajumu, malam ini juga kamu kembali ke Jakarta. Emily akan mengatur sisa gajimu," tegas Noel dengan dingin lalu meninggalkan pria tua itu mematung dengan tak berdaya. Dia hanya ke toilet sebentar, karena melihat wanita muda itu pintar berenang. Hanya sekali ini saja kesalahannya dan dia langsung kehilangan pekerjaannya selama 5 tahun ini. Noel segera kembali ke kamarnya dengan kesal. "Dasar wanita menyebalkan bisa-bisanya dia malah marah padaku." Dengan kesal dia kembali melepaskan kaos dan celananya yang basah. Kali ini dia tidak lupa untuk mengunci pintu terlebih dahulu. Siapa tahu, wanita tidak tahu malu itu kembali menyelonong masuk ke dalam kamarnya. Dengan berdebar kencang, Bianca berlari mas
Namun setelah diperhatikan, di meja makan itu tidak ada air minum lain selain botol anggur. Noel mulai merasa tidak enak dan terjebak. Dia kembali makan dengan rasa tidak enak di lehernya karena kurang minum. Sepertinya selesai makan dia akan minum sedikit anggur demi mendorong makanannya lalu mengunci pintu kamarnya, agar tidak terjadi apa-apa. Dia mengangguk sendiri tanpa sadar lalu menyelesaikan makannya dengan cepat. Saat Bianca mulai kenyang dan menghabiskan gelas anggur yang ketiga dia merasa dirinya hangat dan ringan. Dia mulai meracau, dan kehilangan kontrol dirinya. "Aish, dia mabuk," desis Noel kesal melihat Bianca yang tertawa sendiri menatap buah stroberi di tangannya. "Kamu tahu, aku dulu pernah seharian hanya dikasih mama, stroooberi yang banyak. Katanya beratku naik sekilo, jadi aku harus diet." Wanita itu terkikik sendiri, lalu memasukkan buah stroberi impor yang besar itu ke mulutnya yang mungil. Noel berdiri setelah menghabiskan segelas anggur yang dia sudah si
Dia harus segera pulang dari pulau ini, kalau tidak dia bisa lepas kendali. Dia tak suka jika tak memegang kendali. Setelah mandi, Noel segera keluar dan mencari Emily. Wanita itu sedang menata meja makan saat dia menemukannya. “Emily, saya harus kembali ke Jakarta, pekerjaan saya jadi terlambat semua,” ujarnya tegas. Emily meletakkan susu dingin di meja lalu menunduk tidak enak. “Mengenai pekerjaan, Andi akan datang dan membawakan yang harus Bapak periksa siang ini, tapi Madam tidak mengizinkan siapapun kembali pulang ke Jakarta sebelum dia mengatakan boleh.” Wanita itu melirik sedikit ke arah ujung meja makan, ternyata ada Bianca disana. Wanita itu duduk sambil mengoleskan mentega di roti. Wajah Noel langsung memerah teringat akan kejadian semalam. Dia segera mengambil sebuah roti dan apel. “Saya, sarapan di kamar, buatkan saya americano dan jika Andi datang suruh dia segera ke ruangan saya.” Pria itu segera berbalik kembali ke kamarnya dengan kaku. Bianca menatap suaminy
Langkah wanita itu terasa ringan, dengan deburan ombak di sebelah kanannya, Bianca menyusuri pulau kecil itu. Sebenarnya, dia hanya seperti memutari kastil kecil itu, karena ada jalan setapak berpola lingkaran yang memutari pulau itu. Bianca terus berjalan sampai ke daerah belakang kastil. Anehnya ada bangunan yang modern, tempat para pekerja dan pengurus kastil tinggal. Bianca berhenti sebentar, lalu mendekati bangunan itu. Ada kehebohan yang terjadi, dengan penuh rasa ingin tahu, Bianca mendekat hanya untuk mendengar suara Karen ditaruh di pengeras suara. “Afrodisiak adalah zat yang mampu meningkatkan gairah seksual. Kemarin saya sudah buat daftarnya, bagaimana kalian bisa berkata kalau kalian tidak tahu apa yang harus dimasak!” Suara Karen menggelegar di dapur. Semua sibuk bekerja namun tidak ada suara lain. Bianca tertegun mendengarkan itu. Karen sangat serius mengenai malam pertama mereka, sepertinya Bianca benar-benar harus hati-hati memainkan perannya. Namun bagaimana bisa
Bianca kembali memuaskan dirinya untuk berenang sore itu. Setelah makan siang, dia berdiam diri dengan bosan di kamarnya, setelah matahari mulai memerah dia segera berganti baju dan berlari ke kolam renang. Kali ini dia melakukan pemanasan dulu, tidak boleh dia sampai mengalami kram seperti kemarin, tanpa sadar dia menyentuh bibirnya. Lalu teringat senyuman tipis pria itu saat mereka bermain piano. "Ish, kenapa aku jadi menjadi memikirkan pria es batu itu," dengusnya mengambil handuk untuk mengeringkan tubuhnya. Namun anehnya tiba-tiba muncul perasaan seperti dia sedang diawasi. Dia menoleh dan mendongak. Pandangan mereka bertemu dan hatinya berdesir. Pria itu berdiri menatapnya dengan pandangannya yang tajam. Wajahnya yang tampan serius dengan rambutnya yang panjang tertiup angin. Tanpa sadar Bianca menahan napasnya. Tapi hanya sekilas saja, tanpa aba-aba pria itu berbalik dan menghilang dari pandangan. "Kenapa hatiku terus seperti ini kalau melihatnya, ada apa dengan diriku?"
Noel tahu kalau perbuatannya salah, Noel sama sekali tahu tentang hal itu, namun entah kenapa dia masih bertahan dan menatap Bianca. Wanita itu masih tertidur. Jantung Noel berdebar kencang saat dia mengulangi ciumannya lagi. Kali ini lebih lama, dan lebih egois. Noel yang dari tadi menahan dirinya tak sanggup menahan hasrat yang bergejolak dalam dirinya. Wanita itu mendesah dan meresponnya, bibirnya terbuka begitu pula matanya. Tapi Noel tidak menghentikan perbuatannya, dia malah semakin memperdalam ciumannya. Bianca tak percaya saat dia membuka matanya, dia ternyata dalam pelukan Noel. Pria itu menciumnya, tidak hanya asal mengecupnya, tapi menciumnya dengan penuh gairah. Dan, anehnya Bianca otomatis meresponnya, seakan bibir pria itu sudah menghipnotisnya. Dia tidak mau ciuman itu berakhir, Bianca menutup matanya kembali secara perlahan sambil merangkulkan lengannya ke pundak kekar suaminya. Pria itu semakin bersemangat menciumnya, bibir mereka saling bertaut dan tanpa sa
Pria itu berbalik dan menatapnya dengan bingung. "Ya agar kamu bisa kembali ke kamarmu," jawab Noel heran seakan sedang mengajarkan Bianca satu tambah satu. "Ya, tapi kenapa aku harus kembali?" Noel semakin bingung. "Ya, karena itu kamarmu, nanti saat kita kembali ke rumah, juga akan seperti begitu." Pria itu seperti tak sabar menjawab Bianca. Bianca merasa lehernya ada batu karena penolakan pria itu. Pria itu lalu dengan gusar keluar dari kamarnya. "Kenapa dia sangat membenciku? Lalu, kalau kamu membenciku, semalam itu apa?" keluh Bianca sedih mengikuti pria itu berjalan menuju ruang makan. Karen sedang mengatur makanan apa yang akan dimakan oleh pasangan pengantin baru saat melihat wajah Noel yang masam dan wajah Bianca yang sedih. "Apakah mereka bertengkar?" tanya Mama Karen dalam hati. "Sayangku Bianca, kamu suka makan bubur? Mama bawain telur phitan, ini bagus buat kamu dan bayimu nanti." Bianca mendesah tajam sambil melihat Noel. Pria itu pura-pura sibuk duduk di ku
Emosi pria itu masih meledak-ledak saat masuk ke dalam mobil. Bahkan baru kali ini Noel yang menyetir mobilnya sendiri, biasanya dia akan bersama supirnya, tapi pagi ini Noel begitu emosi sehingga tak sadar telah meninggalkan supirnya mengejar di belakang. Biasanya Noel tak seperti ini, dia adalah pria yang selalu memikirkan panjang- panjang setiap tindakan yang dia akan lakukan nanti. Tapi, selalu dirinya lepas kendali jika berhubungan dengan Bianca.Wanita itu seakan adalah titik lemahnya. Istri yang terpaksa menikah dengan dirinya itu adalah kelemahan Noel Klein. Dia sudah teramat mencintai wanita itu sehingga tak bisa berpikir jernih.Kini setelah menyetir beberapa lama dia baru menyadari kalau dia melupakan tas kerjanya juga selain meninggalkan supirnya di rumah. Pria itu segera menepikan mobilnya sambil memukul setir dengan kesal. “Vangke!” makinya dengan kesal. Pria itu dengan sebal melirik jam tangan yang hanya ada 6 di dunia itu dengan penuh emosi. Sejujurnya dia sudah terla
Bianca tak percaya apa yang baru saja terjadi. Pria itu benar- benar pergi meninggalkannya tanpa banyak bicara lagi. Bianca benar- benar tak mengerti apa yang ada di pikiran Noel. Kenapa dia tak bisa benar- benar mengerti apa yang dipikirkan suaminya itu? Secepat kilat mobil Noel menghilang saat Bianca mengejarnya, tentu saja wanita itu juga harus berpakaian dulu sebelum keluar dari kamar, sayangnya hal itu membuat Bianca hanya bisa menatap bagian belakang mobil suaminya yang melaju cepat meninggalkan pekarangan kastil mereka. “Semua salahku!” isaknya dalam hati sambil memutar tubuhnya. Seharusnya dia bisa menahan mulutnya. Biasanya dia bisa! Mama Alice sering membuat baret di punggungnya, dan Bianca tak pernah mengeluarkan suara apa pun! Harus bisa menahan lidahnya kalau tidak hukumannya akan lebih parah lagi dari punggung baret. Dengan langkah gontai, wanita itu melangkah kembali ke dalam kastil megah itu. Wanita itu mendengus saat melihat lukisan pernikahan mereka yang baru d
Bianca benar- benar takut saat mengantarkan Noel pergi. Wanita itu mengenakan gaun tidurnya dan segera mengikuti Noel menuju kamar mandi. Pria itu menatapnya dengan heran. “Kamu mau apa?” tanya pria itu saat membuka pintu kamar mandi. Bianca yang tak sengaja mencium punggung suaminya karena Noel tiba- tiba berhenti, mundur beberapa langkah dengan panik. “Oh … iya ini kamar mandi ya?” kekeh wanita itu sambil menggaruk rambutnya dengan kikuk. Noel memandangnya dengan tatapan bingung sekaligus sedikit meremehkan.“Aku mau mandi, kamu mau ikut?” tanya pria itu lalu mereka berdua saling pandang- pandangan dengan panik. Noel seketika itu memaki dalam hati. Kata-kata itu meluncur keluar dari mulutnya lebih cepat dari yang dia pikirkan. Sedangkan Bianca bingung apakah itu perintah atau ajakan atau malah ejekan?“Eh … nggak … kamu mandi aja duluan,” gumam Bianca setelah berhasil mengumpulkan suaranya lagi yang hilang. “Oke … aku masuk,” jawab Noel dengan kikuk karena bingung harus menjawab
Kevin benar- benar habis akal. Bagaimana bisa tiba- tiba keluarga Kelly mengetahui kalau keluarganya sedang diambang kebangkrutan. Semalam ayah Kelly memanggilnya dan bertanya banyak tentang bisnis fiktifnya. Walau gaya dari ayah Kelly itu seperti menelan bulat- bulat bualannya, tapi entah kenapa Kevin merasa tak yakin. Pria itu memandangnya dengan tatapan aneh.Lagi pula ada satu pria lagi yang harus dia pikirkan sekarang. Luuk Jaager. Entah kenapa pria itu kini terus mengawasinya juga. Hutang yang tadi dia pikir tak seberapa untuk Luuk, kini terasa sangat besar. Luuk meminta uangnya kembali sedangkan Kevin tak memiliki apapun sekarang kecuali nama keluarganya.“SIALAN!” maki Kevin sambil mau membanting handphonenya ke lantai, tapi tak jadi karena kalau sampai handphone itu rusak, Kevin tak memiliki uang untuk membeli handphone lagi. Akhirnya pria itu hanya bisa membanting tubuhnya ke sofa sambil kembali memaki.Pria itu meraih handphone dan melihat nama Bianca lalu menekannya. Seper
Pagi itu mereka bergulat dengan penuh gairah, seakan menumpahkan hasrat yang tertahan selama berbulan-bulan dalam satu hari. Noel hanya beristirahat sebentar sambil mengelus tubuh istrinya dengan mesra, mengagumi setiap sentinya dengan penuh perhatian. Jantung Bianca berdebar dengan kencang. Sejujurnya semua ini rasanya seperti mimpi saja. Dia terbangun dan ada Noel pun rasanya sudah seperti imajinasinya menjadi kenyataan. Tapi, kali ini pria itu bahkan memandangnya dengan penuh pemujaan sehingga hati Bianca seakan mau meledak rasanya. Saat pria itu bangkit, Bianca mengira kalau Noel akan pergi seperti biasa, tapi siapa sangka pria itu kembali mencumbu dan menyatu lagi dengannya sampai tiga kali di pagi itu.“Maaf, kamu pasti lelah ya,” erang pria itu dengan terengah-engah saat mencapai puncaknya lagi di atas tubuh istrinya. Wajah Bianca yang putih seperti keramik kini memerah setelah percintaan terakhir mereka. Dengan perlahan wanita itu tersenyum manja lalu menggeleng. “Nggak,”
Kenyang dan juga tidak tidur semalaman, Bianca sebenarnya sangat lelah. Sehingga saat merasakan kehangatan yang diberikan oleh suaminya, wanita itu seakan pesawat yang sudah tinggal landas. Apalagi saat Noel mulai mengusap rambutnya dengan lembut, bibirnya merayap di sekujur wajah dan lehernya. Hangat, nyaman dan kenyang, Bianca menutup mata dengan nyaman. Kedua tangannya merangkul pria yang sangat dia cintai. Namun sayangnya karena ini terlalu nyaman, wanita itu benar- benar tinggal landas dan tertidur pulas. Noel menghentikan ciumannya saat mendengar dengkuran wanita itu.“Cih … serius ciumanku segitu membosankannya sampai dia tertidur?” pikir Noel dengan tersinggung sambil terus mencoba mencium cerukan leher istrinya. Bibir wanita itu bergerak-gerak seakan membalas ciuman Noel, tapi matanya tetap terpejam dan dengkurannya terus terdengar rata.“Bian?” desah Noel berbisik di telinga istrinya lalu mengecupnya dengan mesra hal yang biasanya membuat Bianca mengerang nikmat kali ini h
Bagaikan mimpinya berlanjut, bibir Noel menguasai dirinya, ciuman yang panas dan penuh gairah membuat Bianca lupa mau bicara apa tadi. Dia hanya ingin pria itu tetap bersamanya, dan ternyata pria itu memang tak mau pergi. Tangannya kini berjalan perlahan, menyentuh bagian tubuh tersensitif Bianca. Sentuhan yang sangat Bianca rindukan. Separuh tubuh jiwa Bianca yang haus kini seakan melayang, jemari itu menguasai Bianca sehingga wanita itu berserah sepenuhnya. Lalu seakan tersadar pria itu terdiam dan menarik dirinya. “Jangan pergi…” pekik Bianca meratap segera menangkap dan memeluk suaminya dengan seerat dia bisa.Noel terkesiap kaget saat merasakan tubuh hangat Bianca dalam dekapannya. Segera otaknya menyuruh tangan melepaskan dekapan itu. Sudah gila dia mencium wanita itu? Wanita yang sudah berkhianat dan bersama kekasihnya kemarin! Tapi mendengar rengekkannya kembali membuat pikiran dan hati Noel tak sejalan.“Aku mau taruh ini Bian,” ujar Noel beralasan agar Bianca melepaskan pe
Bianca adalah wanita yang lembut, suaranya kecil dan jarang beremosi. Namun kali ini wanita itu mengusirnya dengan kasar, dan terlebih dari itu, Bianca membentak Noel untuk keluar dari kamar di rumahnya sendiri.Pria itu terdiam dan menatap gulungan selimut berisi Bianca di atas tempat tidur dengan perasaan campur aduk.Pelayan mengetuk dan datang membawa sup dan berbagai perlengkapan makan dalam kereta dorong. Aroma bawang putih mulai memenuhi kamar tidur membuat perut Noel mulai bergoyang karena sebenarnya pria itu berbohong, karena menunggu Bianca siuman, pria itu juga belum makan seharian. “Makanan sudah datang, ayo bangun dan makan!” perintah Noel mengabaikan Bianca. Wanita itu tak bergeming dalam gulungan selimutnya.“Bian!” “Nggak mau, kamu denger ‘kan apa kata dokter tadi, aku tu cuma kelelahan, aku lelah aku mo tidur!” ujar wanita itu dengan keras kepala. “Nggak, kamu butuh makan, nggak usah pake diet! Badan dah kurus begitu pakai diet!” desis Noel sambil menarik selimut
Dengan panik Noel membopong tubuh lunglai itu ke atas tempat tidur. Pria itu segera menutupi tubuh istrinya yang hanya mengenakan sehelai gaun tidur tipisnya dengan selimut, lalu segera berlari menekan tombol intercon memanggil pelayan berulang kali dengan panik. Dalam hati Noel sungguh bersyukur kalau dia memasang CCTV di kamarnya. Dia harus melihat apa yang terjadi semalaman, kenapa Bianca bisa tiba- tiba seperti ini?Lalu suara gemericik air membuatnya heran, pria itu masuk ke kamar mandi dan terkejut dengan air yang sudah luber memenuhi bathup. Tanpa menghiraukan kakinya akan basah, pria itu segera mematikan air yang masih mengalir dengan kening berkerut.“Apa dia mau mandi?” pikir pria itu dengan heran dan memandang ke sekitarnya secara sekilas namun tatapannya berhenti ke sebuah benda berkilat yang harusnya tidak ada di sana. Pria itu berjalan dengan ngeri lalu mengangkat benda pipih mengkilap itu. “Cutter?” Pria itu segera menutup cutter yang dalam keadaan terbuka itu. “Buat